Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmatNya lah kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah patologi sistemik tepat pada waktunya.
Adapun paper ini kami selesaikan sebagai tugas untuk perbaikan nilai mata kuliah
patologi sistemik yang telah diberikan ,adapun judul yang saya angkat yaitu tentang
distemper pada anjing
Dengan adanya paper mengenai distemper pada anjing di harapkan dapat menambah
wawasan untuk pembaca dan juga penulis. Kami sadar bahwa paper kami jauh dari sempurna
untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun. Terimakasih.

Penulis
10 februari 2014

DAFTAR ISI

Halaman
Bab I Pendahuluan
Kata Pengantar ........................................................................................ 1
Daftar Isi

........................................................................................ 2

Daftar Gambar ....................................................................................... 3

Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian .......................................................................................... 4
2.2 Etiologi .............................................................................................. 4
2.3 Symptom ........................................................................................... 5
2.4 Diagnosa ........................................................................................... 6
2.5 Prognosis .......................................................................................... 7
2.6 Pengobatan ....................................................................................... 7
2.7 Pencegahan ....................................................................................... 7
Bab III Penutup
Simpulan dan Saran .............................................................................. 9
Daftar Pustaka ..................................................................................... 10

DAFTAR GAMBAR

gambar 1.gambaran histopatologi dari distemper

Distemper pada Anjing


Pengertian
Penyakit ini merupakan penyakit yang menular pada anjing, ditandai dengan kenaikan
suhu bifase, leucopenia, radang saluran pencernaan serta pernafasan, dan sering diikuti oleh
komplikasi berupa gangguan saraf pusat.

Etiologi
Distemper anjing disebabkan oleh virus RNA Paramyxovirus yang berukuran 150-300
m dengan nukleokasid simetris dan berbungkus lipoprotein. Virus distemper terdiri atas
enam struktur protein yaitu nucleoprotein (N) dan dua enzim (P dan L) pada
nukleoplasmidnya, juga membrane protein (M) disebelah dalam dan dua protein lagi (H dan
F) pada bungkus lipoprotein sebelah luar. Pembungkus lipoprotein mudah dihancurkan oleh
pelarut lemak yang menjadikan virus tidak menular lagi.
Distemper dapat menyerang pada semua ras dan umur anjing. Anjing muda yang
tidak divaksin merupakan yang paling sering terinfeksi distemper yang parah. Pada infeksi
akut, anjing akan mengeluarkan sekresi dari saluran pernafasan. Sekresi tersebut biasanya
akan menjadi sumber penularan virus. Virus distemper diluar induk semang tidak stabil dan
akan segera mati.
Penularan virus distemper biasanya terjadi secara aerogen dari batuk hewan yang
terinfeksi. Penularan virus lewat udara (per inhalasi) menyebabkan infeksi ke dalam sel
makrofag saluran pernafasan. Pada hampir semua kasus, virus masuk melalui hidung dan
mulut. Virus mula mula akan berkembang di dalam limfonodus terdekat. Dalam satu
minggu virus menjalani replikasi dan menyebabkan viremia (beredarnya virus dalam
sirkulasi), yang selanjutnya virus akan menyebar menuju organ limfoid, sumsum tulang, dan
lamina propria dari epitel. Virus distemper akan tinggal dalam nucleus (intranukleus) maupun
dalam sitoplasma (intrasitoplasma) serta akan menyebar ke seluruh jaringan karena virus
distemper termasuk pantropik (menyukai seluruh jaringan) Apabila respon jaringan
retikuloendothelia bagus, maka akan segera terbentuk antibodi yang cukup dan virus akan
mudah dinetralisasi hingga tubuh bebas dari virus. Sebaliknya apabila antibodi tidak
terbentuk maka virus akan menyebar dengan cepat ke semua sel epitel dan system saraf
pusat. Suhu tubuh akan segera naik, anoreksia, depresi dan sel-sel kelenjar di saluran
4

pernapasan dan mata akan menghasilkan sekreta secara berlebihan (epifora). Batuk, dysnoep,
disertai suara cairan dari paru-paru akan segera terjadi. Pada saluran cerna terdapat sel-sel
epitel yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan diare, muntah, serta nafsu makan
tertekan.

Symptom
Gejala klinis yang timbul dapat bermacam macam tergantung dari strain virulensi
strain virus, kondisi lingkungan, umur anjing (inang), dan status kekebalan. Kebanyakan dari
CDV (Canine Distemper Virus) bersifat subklinis atau dengan kata lain bergabung dengan
gejala dari infeksi saluran pernafasan atas yang ditangani tanpa dilakukan terapi lanjutan,
salah satu contohnya akibat infeksi Bordetella bronchiseptica (Headley 1999). Masa inkubasi
dari virus ini selama 6-8 hari, dengan gejala yang kurang jelas dan baru jelas setelah 2-3
minggu. Gejala awal yang timbul berupa kenaikan suhu pada hari ke 1-3, diikuti dengan
penurunan suhu selama beberapa hari, kemudian naik lagi selama satu minggu atau lebih.
Saat awal kejadian segera diikuti dengan leukopenia dan limfopenia. Selanjutnya terjadi
netrofilia yang berlangsung selama beberapa minggu. Keadaan ini menandakan adanya
peradangan dan respon dari tubuh untuk melawan infeksi. Gangguan respirasi ditandai
dengan pengeluaran leleran hidung kental, mukopurulen dan leleran air mata yang meningkat
(epifora) yang lama kelamaan akan bersifat mukopurulen pada sudut medial (canthus
medialis) mata. Anjing yang menderita distemper akan tampak lesu, depresi, batuk batuk,
anoreksia, dan mungkin juga disertai diare dengan feces yang berbau busuk. Pada telapak
kaki anjing akan terjadi perubahan menjadi keras karena kurangnya cairan, hal itu yang
kemudian menjadi ciri khas dari distemoer yang dinamakan Hardpad disease.Pada anjing
muda (2-6 bulan) yang tidak divaksin merupakan yang paling sering diinfeksi distemper yang
parah. Pada anjing ini didapati gejala non neurologis termasuk ocular discharge, batuk,
dysnoep, vomit, dan diare. Anjing yang terserang menghasilkan bau yang khas. Gejala
dehidrasi sangat menonjol dan mungkin penderita mengalami kematian dan gagal ginjal
sebagai kompensasi dari dehidrasi yang sangat hebat. Gejala neurologis dimulai 1-3 minggu
setelah anjing sembuh dari penyakit sistemik ini dan termasuk hyperestesia, kekakuan
cervical, seizure, gejala vestibular dan cerebral, tetraparesis, dan ataxia. Seizure (gejala khas
distemper) dapat terjadi dalam beberapa tipe tergantung dari bagian otak yang terinfeksi,
tetapi chewing gum disebabkan ole poliencephalomalacia dari lobus temporalis.
5

Myoclonus, kontraksi ritmis yang berulang dari kelompok otot menyebabkan fleksio dari
tungkai atau kontraksi dari otot penguncah umumnya dikenal sebagai distemper chorea dan
umumnya dihubungkan dengan distemper encephalomyelitis. Pada anjing yang muda
terinfeksi terjadi ketika gigi permanennya berkembang, ditandai dengan enamel, hypoplasia
(gigi yang berwarna coklat). Pada hewan yang lebih tua dapat berkembang dari sub akut
menjadi encephalomyelitis kronis dengan gejala neurologist termasuk tetraparesis atau
disfungsi vestibular, tanpa ada gejala sistemik.
Gejala saraf bagi yang sembuh berupa (1) tick atau chorea, kejang kronik teratur dari
sekelompok otot kaki, wajah, dada, atau bagian tubuh lainnya. (2) paresis atau paralysis yang
dimulai dari tubuh bagian belakang. Kalau berjalan terlihat adanya innkordinasi kaki kaki
dan ataxia. (3) gerak mengunyah yang makin lama makin sering dan diikuti oleh
hipersalivasi. Kalau penderita tidak mampu bangun, ia memperlihatkan gerakan mengunyah,
berputar ke satu arah, kanan atau kiri atau mencoba bangun. Gejala saraf berlangsung
beberapa minggu atau bulan. Anjing tidak mampu mengontrol miksi (pengeluaran urin). Pada
stadium akhir terlihat adanya kejang kejang atau tanpa kejang dengan bola mata mengalami
nystagmus.
Diagnosa

Diangosa dilakukan berdasarkan gejala klinis yang terlihat serta dibantu dengan
annamese dari pemilik anjing. Apabila ada anak anjing yang demam perlu dicurigai apakah
anjing tersebut dilahirkan dari induk yang tidak divaksinasi distemper ataukah anjing tersebut
belum pernah divaksin distemper. Gejala distemper mungkin ditandai dengan gejala
trakheobronchitis (kennel cough) ringan, kejadian ini juga sering terlihat pada penderita yang
terinfeksi oleh adeno virus tipe 2 (CAV-2), bakteri Bordetella bronchiseptica ataupun
Mycoplasma caninum. Selain itu gejala distemper juga mirip dengan infeksi virus lain seperti
hepatitis virus dan parvo virus, maupun karena infeksi cacing. Untuk membedakannya dapat
dilakukan pemeriksaan patologi dan histology, selain dilakukan uji laboratorium IFAT dari
cairan mata, trachea, vagina ataupun buffy coat. Juga dapat dilakukan pemeriksaan
cytopathogenik (CPE) pada pemeriksaan biakan sel. Pemeriksaan antibodi terhadap
distemper perlu dilakukan dua kali, dengan selang waktu tiga minggu. Kenaikan lebih dari
tiga kali pada pemeriksaan kedua memiliki arti diagnostik.

Virus tinggal diberbagai jaringan, misalnya kulit, telapak kaki dan saraf pusat selama 60 hari.
Pada pemeriksaan histology, inclusi bodinya terdapat intranuklear dan intrasitoplasmik. Jika
dibiopsi dapat dilakukan uji IFAT atau immunoperoksidase. Uji akurat dan cepat dilakukan
dengan metode PCR terhadap serum, darah atau cairan cerebrospinal.

Prognosis
Pada anjing dengan infeksi ringan, terutama pada anjing yang telah divaksin, progonosanya
buruk tetapi bila anjing tidak memiliki antibodi yang baik serta belum pernah divaksin maka
prognosanya buruk sampai infausta.

Pengobatan
Infeksi virus distemper menyebabkan immunosupresi selama beberapa minggu, infeksi
sekunder hamper tidak dapat dihindari, mulai dari infeksi kuman, mycoplasma sampai
protozoa (toxoplasma). Oleh karena itu pemberian antibiotika spectrum luas di permukaan
untuk melawan infeksi sekunder sangat diperlukan. Pengobatan supuratif maupun
symptomatic harus dilakukan. Terapi anti konvulsi direkomendasikan untuk mengontrol
seizure. Dosis anti inflamasi dari glukokortikosteroid (0.5 mg/Kg BB 2X sehari untuk 10
hari) dapat digunakan untuk mengontrol gejala neurology lain tanpa adanya penyakit sistemik
meskipun efek yang menguntungkan tidak tercatat dengan baik. Disfungsi neurologist yang
berulang biasanya mengharuskan anjing di euthanasia.
Pencegahan
Pencegahan agar anjing tidak terinfeksi distemper maka dilakukan vaksinasi baik dengan
vaksin monovalen maupun polivalen, gabungan dengan immunogen agen lain, misalnya
parvovirus, adenovirus dan lain-lain. Vaksinasi secara meluas merupakan substansi untuk
mengurangi kejadian dari infeksi Canine Distemper Virus (CDV) pada beberapa daerah tapi
wabah masih dapat terjadi pada anjing-anjing yang tidak divaksin dan secara sporadis pada
anjing yang divaksin
Antibodi maternal yang berasal dari induk telah sangat menurun potensinya saat anak anjing
berumur 14 minggu. Pada umur tersebut anak anjing sudah siap secara aktif membentuk
antibodi kalau ada immunogen yang dimasukkan. Antibodi maternal pada anjing lebih muda
akan dapat menetralkan (blocking) virus dilemahkan yang digunakan sebagai vaksin. Kalau

hal tersebut terjadi anak anjing justru akan mudah menderita sakit distemper bila ada virus
distemper yang menginfeksi.
Untuk anak anjing yang dipandang tinggi ancamannya terinfeksi oleh virus distemper,
dianjurkan untuk disunti vaksin camapak (measles vaksin) pada umur 6-12 minggu, sebelum
disuntik vaksin distemper MLV. Vaksin campak berguna untuk memacu pembentukkan
antibodi heterolog hingga dapat mencegah infeksi virus distemper pada saat antibodi
maternal sudah menyusut. Dapat juga vaksin campak tersebut diberikan bersama vaksin
distemper pada anak anjing berumur 6-12 minggu, dan hanya diberikan sekali saja, sebelum
program vaksinasi distemper dilanjutkan.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Distemper merupakan penyakit yang disebabkan oleh Canine Distemper Virus yang
termasuk famili Paramyxoviridae, dan merupakan penyakit yang menular dapat
menyebabkan kematian pada anjing. Anjing muda umumnya sangat rentan terserang virus
ini, dengan gejala yang bervariasi. Distemper mempunyai empat gejala khas yaitu gejala
pernafasan, gejala pencernaan, gejala kulit, dan gejala saraf berupa neuristik, tremor, dan
paralisa. Gejala akut dari penyakit ini berupa konjunctivitis, rhinitis, faringitis, pneumonia,
vomitus, diare berdarah, dan ptechi pada kulit / lipatan paha.
5.2 Saran
Dalam memelihara hewan sebaiknya kita harus memperhatikan kesehatan hewan itu
sendiri agar tidak terjadi kasus distemper, karena distemper merupakan penyakit yang
merugikan.vaksin anjing muda untuk meminimalisir kasus distemper.

DAFTAR PUSTAKA

Z. Demeter,dkk. 2009.canine distemper : still Major concern in central europe, Departement of


pathologhy and forensic veterinary medicine.Hungary
Elena garde, dkk.2013.characteristic of canine distemper virus outbreak in dichato, chile following
the february earthquake.division of pathology medicine.Chile

A.M amude, dkk.2010.clinical courses and neurological signs of canine distemper virus
infection in dogs.laboratory of animal virology.brazil

10

Anda mungkin juga menyukai