Anda di halaman 1dari 3

Nama

: Ira F Situmorang

Kelas

:A

NIM

: 135030100111130

No. Absen

: 14

Resume Buku Selamatkan Indonesia


BAB I : Sejarah Berulang
Apa yang kita alami pada dasawarsa terakhir abad 20 dan dasawarsa pertama abad 21
merupakan pengulangan belaka dari yang kita alami pada zaman penjajahan. Dahulu
penduduk fisik dan militer Belanda menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan kemerdekaan.
Sekarang, pendudukan fisik dan militer asing itu sudah tidak ada, tapi bangsa kita kehilangan
kemandirian dan kedaulatan ekonomi karena tetap tergantung pada kekuatan asing.
Hampir setiap kebijakan domestik dan luar negeri Indonesia selalu terpengaruh
kepentingan asing yang melemahkan kepentingan nasional Indonesia, sehingga Indonesia
menjadi sekadar subordinat setia bagi kepentingan asing. Kekuatan-kekuatan korporasi telah
mendikte perekonomian nasional, kebijakan politik, dan pertahanan, sehingga Indonesia tidak
menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Nampak bangsa kita cepat lupa pada sejarah. George
Santayana pernah memperingatkan bahwa mereka yang gagal mengambil pelajaran dari
sejarah dipastikan akan mengulangi pengalaman sejarah itu. Ada pepatah asing yang sangat
terkenal, lbistoire se repete, sejarah berulang kembali. Sesungguhnya sejarah imperialisme
tempo doeloe, kini sudah hadir kembali dalam bentuk pengejawantahan yang berbeda.
Apa yang kita saksikan dewasa ini merupakan pengulangan sejarah kolonial. Pada
abad 17, VOC (Vereenigde Oost Indische-Compagnie) mulai menjajah kita dan diteruskan
Pemerintah Belanda sampai menjelang akhir Perang Dunia II, bahkan berusaha kembali
menduduki tahun 1947 dan 1949. Perusahaan dan Pemerintah Belanda itu berhasil menguasai
kepulauan Indonesia dan menguras hasil bumi sampai sekitar 3 abad. Ketika VOC bangkrut
pada 1799 Pemerintah Belanda mengambil alih kegiatan VOC.
VOC bisa berjaya menjarah kekayaan alam Indonesia sampai begitu lama karena
Pemerintah Belanda memberikan dukungan politik. VOC diberi hak monopoli dagang di
Hindia Timur dan dibantu menyingkirkan para pesaing dari Eropa. Sebuah piagam
Pemerintah Belanda diterbitkan yang bukan saja memberikan monopoli dagang pada VOC,
tapi juga wewenang untuk menduduki wilayah manapun dan menjajah penduduk asli. Hampir
semua kegiatan VOC juga didukung militer sebagai ujung tombak.

Pada 1669 VOC telah menjadi perusahaan swasta terbesar di dunia. Secara bertahap
VOC menjadi sebuah kekuasaan teritorial. Pada abad 19 kekuatan-kekuatan ekonomi Eropa,
sebagai produk kapitalisme industrial, akhirnya menjadi unsur pokok dalam gelombang baru
imperialisme Eropa. Untuk mempertahankan impreliasme dan kolonialisme, negara-negara
Barat memerlukan komponen penopang dan dukungan elite bangsa yang terjajah. Hakekat
korporatokrasi pada abad 21 merupakan turunan belaka dari korporatokrasi empat abad silam.
Imperialisme ekonomi ternyata dapat muncul lagi sambil menunggangi proses globalisasi.
Lembaga semacam bank pasti sudah dikembangkan pada zaman VOC mengingat
VOC mengembangkan pasar saham pertama kali. VOC juga dapat dipastikan menguasai
media massa yang ada. Para sejarawan Belanda menganggap perdagangan dan perniagaan
Belanda mencapai keemasan pada masa VOC. Bila dicermati, VOC dan Peerintah Belanda
dapat menjajah Indonesia karena tidak semua raja melakukan perlawanan bersama rakyat,
tetapi justru sebagian dari mereka berkolaborasi dengan pihak penjajah. Ada juga lapisan
aristokrasi yang cenderung berdamai dan mensubordinasikan diri di bawah kompeni Belanda.
VOC dan Pemerintah Belanda akan mendapat kesulitan luar biasa untuk masuk ke
Indonesia, jika tidak ada elite yang membuka pintu lebar-lebar bagi VOC dan Pemerintah
Belanda. Kita tidak boleh lupa bahwa akibat penjajahan tersebut, struktur mental kita telah
rusak lumayan parah. Membongkar mentalitas inlander ternyata tidak mudah. Semangat
kemandirin dan percaya diri yang diajarkan Bung Karno, Bung Hatta, dan lain-lain kini
terbang entah kemana-mana.

BAB II : Globalisasi Makin Layu


Begitu banyak definisi globalisasi. Sebuah definisi menyatakan globalisasi berarti
proses interkoneksi yang terus meningkat diantara berbagai masyarakat, sehingga kejadiankejadian yang berlangsung di sebuah negara mempengaruhi negara dan masyarakat lainnya.
Menurut IMF (International Monetary Fund) globalisasi ekonomi adalah sebuah proses
historis. Globalisasi merujuk pada integrasi ekonomi yang terus meningkat diantara bangsabangsa. Globalisasi juga menyangkut dimensi budaya, politik, dan lingkungan hidup.
Ada semacam keyakinan IMF yaitu ekonomi pasar bebas menjamin efisiensi lewat
kompetisi dan persaingan Menurut Bank Dunia, inti globalisasi ekonomi adalah proses
sharing kegiatan ekonomi dunia dengan tiga bentuk kekuatan yaitu perdagangan
internasional, investasi asing langsung, dan aliran pasar modal. Perdagangan internasional

terus meningkat pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an. Jan Aart Scholte menggambarkan
lima definisi tentang globalisasi yaitu globalisasi sebagai internasionalisasi, sebagai
liberalisasi, sebagai universalisasi, sebagai modernisasi, dan sebagai deteritorialisasi.
Tidak Ada Pilihan Lain?
IMF, World Bank, dan WTO bersatu dalam ideologi Washington Consensus. Sepuluh
rekomendasi ekonomi yang terkenal dengan Konsensus Washington, yaitu: perdagangan
bebas, liberalisasi pasar modal, nilai tukar mengamabang, angka bunga ditentukan pasar,
deregulasi pasar, transfer aset dari publik ke swasta, fokus pada target pembangunan sosial,
anggaran berimbang, reformasi pajak, dan perlindungan hak milik dan hak cipta. Pada dua
dekade terakhir abad 20, dunia kena hipnotis globalisasi ala Konsensus Washington di atas.
Dalam euphoria globalisasi itu, masyarakat dunia disuruh percaya bahwa globalisasi
menjanjikan masa depan dunia yang lebih indah. John Ralston Saul menulis janji itu, yakni:
kekuasaan negara-bangsa semakin redup, di masa depan kekuasaan terletak pada pasar
global, pasar bebas mengangkat pertumbuhan ekonomi dunia yang besar, dan lain-lain.
Impian globalisasi itu kini semakin tidak terbukti. Kita menyaksikan globalisasi itu makin
layu, karena ternyata bau imperialisme ekonomi cukup menyengat proses globalisasi.
Globalisasi dan Imperialisme Ekonomi
Mahathir, mantan perdana menteri Malaysia mengingatkan bila negara-negara Asia
ingin maju, mereka harus mengubah mindset agar benar-benar merdeka. Kita tahu
imperialisme dan kolonialisme tempo doeloe bercirikan tiga hal, yaitu ada kesenjangan
kemakmuran, ada hubungan eksploitatif dan menindas, negara terjajah kehilangan
kedaulatan. Apalagi di Indonesia, ada kecenderungan imperialisme ekonomi yang
mengakibatkan kesenjangan kaya-miskin. James K Galbraith menyatakan kesenjangan sosial
ekonomi adalah sebuah perfect crime (kejahatan sempurna). Indonesia pernah tunduk pada
WTO untuk menerima impor paha ayam dari AS, sehingga ribuan peternak ayam kita gulung
tikar. Indonesia juga membuka diri terhadap imor gula, tekstil, dan komoditas lain yang
merugikan rakyat Indonesia. Sikap konyol itu jarang ditandingi negara luar.
Contoh negara yang terpaksa kehilangan kedaulatan, khusunya kedaulatan ekonomi,
yaitu Indonesia. Secara faktual, ekonomi Indonesia pernah didikte dan didominasi oleh IMF
pasca krisis moneter Indonesia pada 1990-an yang ditandai dengan penandatanganan Letter
of Intent (surat perjanjian Indonesia pada IMF untuk dilaksanakan) oleh Pak Harto.

Anda mungkin juga menyukai