BAB IIIa
BAB IIIa
10
11
B. DEFINISI
Apendiksitis
adalah
peradangan
yang
terjadi
pada
apendiks
C. ETIOLOGI
Apendisitis akut disebabkan oleh infeksi bakteria. Faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya apendiksitis sumbatan lumen apendiks yang
dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia jaringan limfe. Sumbatan tersebut
dapat berupa fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
12
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik yaitu
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mc Burney. Disini nyeri
13
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat (Sjamsuhidajat, 2004).
Apendisitis akut, dibagi atas apendisitis akut kataralis dan
obstruktif. Appendiksitis kataralis diakibatkan terjadi peradangan pada
mukosa dan sub mukosa yang dapat mengakibatkan terjadi hiperplasia
jaringan yang apabila menyumbat lumen appendiks dapat mengakibatkan
obstruksi
dan
berdampak
pada
terjadinya
perforasi
appendiks.
apendiks
secara
makroskopik
dan
mikroskopik.
Kriteria
14
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis diawali dari obstruksi lumen yang disebabkan oleh feses
atau fekalit. Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi
inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan
melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat
fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa
permukaan peritoneal disekitarnya, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis lokal. Dalam stadium ini mukosa glandular yang
nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus.
Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks
yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan
segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi
dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2007).
F. MANIFESTASI KLINIS
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada appendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis
ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
15
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat,
2004).
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya
terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan
atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m. psoas mayor yang
menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila
meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau
rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung
kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan
dindingnya (Sjamsuhidajat, 2004).
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut.
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena
16
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,538,5C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada
pemeriksaan
fisik
yaitu
inspeksi,
penderita
berjalan
saat
17
ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
e. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar
secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerahhipogastrium (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah
UGM, 2010).
Semua penderita dengan suspek Appendicitis akut dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu skor <6 dan >6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi terhadap jaringan Appendiks dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.
18
Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakan diagnosis
appendiksitis diantaranya adalah
1. Pemeriksaan darah tepi, akan ditemukan leukositosis
2. Sedimentasi urin, untuk menyingkirkan diferential diagosis kolik ureter.
3. Ultrasonografi, pada potongan ransversal sering tampak lapisan appendiks
4. Laparoskopi
5. Appendicogram, dengan memasukan kontras barium untuk mengetahui
apabila terjadi sumbatan atau adanya kotoran.
6. Foto polos abdomen
7. CT-Scan abdomen (appendicial CT) (Corwin, 2009).
19
I.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding appendiksitis berdasar atas usia dan jenis kelamin.
Pasien dibagi dalam tiga kelompok usia yaitu anak (10 tahun kebawah), orang
tua (50 tahun ke atas), remaja dan dewasa (10-50 tahun). Appendiksitis jarang
terjadi pada usia dibawah 3 tahun, tetapi meningkat pada usia 3-10 tahun.
Diagnosis banding nyeri abdomen akut pada masa bayi mencakup kolik,
gastroenteritis akut, intususepsi, hernia inkarserata dan volvulus. Usia
kelompok prasekolah (2-5 tahun) appendiksitis masih jarang, nyeri akut
dalam kelompok ini mencakup gastroenteritis akut, pielonefritis, divertikulum
meckel dan intususepsi. Anak usia sekolah 5-10 tahun sering terjadi insidensi
appendiksitis, kelainan akut abdomen yang sering terjadi juga gastroenteritis
dan limfadenitis mesenterika (Sabiston, 1995).
Diagnosis appendiksitis pada orang tua sering kali sulit, hal ini
dikarenakan gambaran fisik yang samar-samar yaitu hitung leukosit dibawah
10.000, demam (subnormal), kedinginan, terkadang disertai adanya abses
atau peritonitis generalisata. Diagnosis banding untuk appendiks yang terjadi
pada orang tua adalah divertikulitis, ulkus perforata, kolesistitis akut,
karsinoma, obstruksi usus, penyakit vaskular mesenterika (Sabiston, 1995).
Pada usia remaja dan dewasa
berdasarkan atas usia dan jenis kelamin. Diagnosis banding pada pria apabila
nyeri di kuadran kanan bawah lokalisata mencakup empat sebab
genitounrinarius yaitu pielonefritis akut, batu ginjal, torsio testis, epididimitis.
Pielonefritis akut dan batu ginjal dicurigai atas dasar urinalisis sedangkan
torsio testis dan epididimitis harus dicurigai atas dasar pemeriksaan fisik.
20
J.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk apendisitis akut adalah operasi
appendektomi. Pasien biasanya telah dipersiapkan untuk puasa antara 4
sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar
tidak terjadi dehidrasi. Pada umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di
atas daerah apendiks. Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian
antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan
pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan
(Sjamsuhidajat, 2004).
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara
bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan
melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam
perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain
21
yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan
setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).
K. KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejala mencakup demam dengan
suhu 37,7 C atau lebih tinggi, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang terjadi
secara terus - menerus (Small, 2008).
Komplikasi lain dapat berupa infeksi luka, perlengketan, obstruksi
usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka,
abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal,
fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Craig,
2011).
L. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda
atau telah terjadi peritonitis atau peradangan di dalam rongga perut. Cepat
dan lambatnya penyembuhan setelah operasi apendiksitis tergantung dari usia
22
Definisi
Etiologi
APPENDIKSITIS
AKUT
Apendisitis akut adalah
suatu radang yang timbul
secara mendadak pada
apendiks (Sjamsuhidajat,
2004).
APPENDIKSITIS
KRONIS
Adanya riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih
dari 2 minggu dan adanya
radang kronik apendiks
secara makroskopik dan
mikroskopik
(Masjoer,2000).
Faktor obstruksi :
hiperplasia jaringan sub
mukosa, fekalit,
sumbatan parasit
Adanya perforasi
appendiks yang ditutupi
oleh sel-sel radang,
omentum dan lekukan
usus (Corwin, 2009).
Klasifik
asi
APPENDIKSITIS
INFILTRAT
Appendisitis infiltrat
didahului oleh keluhan
appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya
massa periapendikular
(Corwin, 2009).
Genetik: malformasi
herediter, appendiks
terlalu panjang,
vaskularisasi tidak
baik, kebiasaan dan
pola makan
(Sjamsuhidajat, 2004).
Apendisitis akut, dibagi
atas:
Apendisitis
kronis
fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah
Apendisitis
obliteritiva
appendiks
kronis
yaitu
miring,
23
(Masjoer,2000).
Patofisi
ologi
Adanya penyumbatan
pada lumet appendiks
Terjadinya bendungan
Tekanan intra lumen
meningkat dan hambatan
aliran limfe
Edema dan ulserasi
mukosa
Appendiksitis akut fokal
yang ditandai dengan
nyeri epigastrium
Sekresi mukus terus
menerus
Edema dan peradangan
meluas lalu mengenai
peritoneum setempat
Nyeri di kanan bawah
Appendiksitis supuratif
akut
Aliran arteri terganggu
mengakibatkan infark
dinding appendiks
Kemtian jaringan dan
timbul gangren
Appendicitis gangrenosa
Dinding rapuh dan pecah
Appendiksitis perforasi
(Grace, 2007).
Penegak Anamnesis
Nyeri di epigastrium atau
an
diagnosi umbilikal disertai mual
biasanya
ditemukan
pada
usia
tua
(Masjoer,2000).
Apendisitis dapat dimulai
dimukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama.
Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses
radang dengan menutup
apendiks dengan
omentum, usus halus atau
adneksa sehingga
terbentuk masa
periapendikuler yang
secara salah dikenal
dengan istilah infiltrate
apendiks.
Didalamnya dapat terjadi
proses nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat
mengalami perforasi.
Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh
dan massa periapendikuler
akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.
Apendiks yang pernah
meradang tidak akan
sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan
parut yang akan
menyebabkan
perlengketan dengan
jaringan sekitarnya (Price,
2006).
Anamnesis:
Riwayat nyeri di perut
kana bawah yang telah
24
dan muntah
Nyeri berpindah ke
kanan bawah
Suhu 37,5-38,5 ( demam
ringan-berat)
Rangsangan peritoneal
Defans muskuler
Pemeriksaan fisik
Inspeksi:
datar-kembung
(perforasi) , penonjolan
massa (abses
periapendikuler)
Palpasi:
nyeri di perut kanan
bawah, nyeri tekan lepas
Defans muscular (
rangsangan peritoneum
parietale)
Perkusi :
timpani-pekak
Auskultasi: normalhilang ( appendik
perforata ( peritonitis
generalisata)
Pemeriksaan fisik:
Keluhan nyeri hilang
timbul,
Terkadang teraba massa di
perut kanan bawah
Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik :
Fibrosis
menyeluruh
dinding apendiks
sumbatan parsial atau
total lumen apendiks
adanya jaringan parut
dan
ulkus
lama
dimukosa
Adanya
sel inflamasi kronik
(Corwin, 2009).
Rectal toucher
Nyeri tekan di arah jam
9-12
Terdapat massa menekan
rectum (jika ada abses)
(Sjamsuhidajat, 2004).
Laborat
orium
25
Untuk menyingkirkan
DD ex: kehamilan
ektopik
Barium enema
CT-Scan
Laparoscopi
penatala Pemasangan infus
ksanaan Pemberian antibiotik dan
analgetik untuk
meredakan keluhan
Dilakukan appendiktomi
cito
Pemasangan infus
Pemberian antibiotik dan
analgetik untuk meredakan
keluhan
Dilakukan appendiktomi
elektif
M a s s a periapendikuler
yang masih bebas
disarankan untuk operasi.
Apendiktomi
direncanankan pad
ainfiltrat periapendikuler
tanpa pus yang telah
ditenangkan.
Sebelumnya pasien diberi
antibiotik kombinasi aerob
dan an aerob.
Setelah keadaan tenang
,6-8 minggu
dilakukan appendiktomi.
Pada anak kecil,wanita
hamil dan penderita usia
lanjut jikasecra konservatif
tidak membaik dan timbul
abses dianjurkann untuk
operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka
perut terdapat
periapendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup
lagi, apendiks dibiarkan
saja.
Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :
1.Total bed rest posisi
fawler agar pus terkumpul
di cavum douglassi.
2.Diet lunak bubur saring
3.Antibiotika parenteral
dalam dosis tinggi,
antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan
tenang, yaitu sekitar 6-8
26
minggu kemudian,
dilakukan apendiktomi.
Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja
dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian.
Jika ternyata tidak ada
keluhan atau gejala
apapun, dan pemeriksaan
jasmani dan laboratorium
tidak menunjukkan tanda
radang atau abses, dapat
dipertimbangkan
membatalakan tindakan
bedah.
Analgesik diberikan hanya
kalau perlu saja.
Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala
akan mereda. Bila gejala
menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka
harus dipertimbangkan
appendiktomy.
Batas dari massa
hendaknya diberi tanda
(demografi) setiap hari.
Biasanya pada hari ke5-7
massa mulai mengecil dan
terlokalisir.
Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah
terbentuk abses dan massa
harus segera dibuka dan
didrainase
(Sjamsuhidajat, 2004).
Kompli
kasi
Perforasi
Pembentukan abses
Peritonitis generalisata
Perforasi
Pembentukan abses
Peritonitis generalisata
Perforasi
Pembentukan abses
Peritonitis generalisata