Anda di halaman 1dari 6

FIBRILASI VENTRIKULAR

Gol Penyakit SKDI : 3B


Monisa Hira
0907101010001
icacaca92@gmail.com
A. Definisi
Fibrilasi ventrikel adalah depolarisasi ventrikel tidak efektif, cepat, dan tidak teratur.
Tidak ada jarak kompleks yang terlihat. Hanya ada oskilasi tidak teratur dari garis dasar, ini
mungkin ditampilkan kasar atau halus (Hudak, 1997).
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada aritmia ini
denyut jantung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler
dan dapat dibedakan dengan aritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung,
maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi
(Smeltzer, 2001). Fibrilasi ventrikel jantung merupakan penyebab utama dari berhenti
berdetaknya otot jantung. Fibrilasi jantung terjadi jika terdapat potensial aksi yang menjalar pada
otot jantung tanpa terkendali atau menjadi liar (douglas,2007). Hal ini bisa disebabkan karena
sengatan listrik yang mendadak dan ischemia (kurangnya suplai darah pada satu bagian, biasanya
disebabkan karena penghambatan fungsional atau penyumbatan pembuluh darah) pada otot
jantung (Arthur,2008).
B. Insidensi
Fibrilasi ventrikel umumnya merupakan tanda dari penyakit jantung koroner dan bertanggung jawab
dari sekitar 50% kematian akibat PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih sama
dengan frekuensinya di Amerika Serikat.2,6
Insiden fibrilasi ventrikel pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3 : 1). Rasio ini
merupakan refleksi dari tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita. Insiden fibrilasi ventrikel
sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-75 tahun.2,6.Fibirlasi Ventrikel (
Ventricular Fibrillation) (VT) tanpa denyut adalah penyebab tersering henti jantung yang dapat
disembuhkan. Tingkat keberhasilan menurun 7-10% untuk tiap menit tiap defibrilasi (davey, 2005).

C. Patofisiologi
Membran plasma otot jantung membutuhkan jangka waktu tertentu untuk bisa kembali ke
potensial

istirahat

utuk

kemudian

bisa

kembali

menghantarkan

potensial

aksi

kembali(Arthur,2008). Misalkan dalam jantung terdapat satu bagian yang mengalami potensial
aksi. Kemudian potensial aksi ini menjalar ke bagian lain dari jantung ( kecuali dari arah
ventrikel ke atrium karena celah atrioventrikular hanya bisa dilalui potensial aksi dari atrium ke
ventrikel ) kemudian karena potensial aksi muncul di tempat yang tidak semestinya dan
menyebar tidak pada arah yang seharusnya aka ada sebagian otot jantung yang terdepolarisasi
dan ada

yang tidak sehingga potensial aksi bisa kembali lagi ke tempat asalnya begitu

seterusnya(Arthur,2008). Hal ini menyebabkan potensial aksi dari nodus sino atrial tidak
membuat otot ventrikel jantung terdepolarisasi, ingat bahwa untuk melakukan potensial aksi
otot jantung juga membutuhkan semacam waktu istirahat sedangakan di ventrikel sedang ada
potensial aksi yang lepas kendali dan berputar-putar saja sehingga tidak memberi otot jantung
waktu beristirahat. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah kalau terjadi pada
ventrikel dan kalau hal ini terus dibiarkan dapat menyebabkan kematian (Arthur,2008). Kalau
hal ini terjadi pada atrium, jantung masih bisa memompa darah walaupun tidak efektif sehingga
penderitanya masih bisa bertahan untuk beberapa bulan(Arthur,2008).
D. Gambaran Klinis
Kejadian aritmia ditandai khas oleh insidensi tinggi pasien yang sadar dan aktif bergerak
segera sebelum kejadian, didominasi oleh VF sebagai mekanisme elektris, dan mempunyai
durasi penyakit terminal yang pendek (<1 jam). Sebaliknya, kematian gagal sirkulasi terjadi pada
pasien yang tidak aktif atau koma, mempunyai insidensi asistole lebih tinggi daripada VF,
mempunyai kecenderungan menjadi durasi penyakit terminal yang memanjang, dan didominasi
oleh peristiwa nonkardiak sebelum penyakit terminal. Awitan henti jantung dapat ditandai
dengan keluhan tipikal serangan jantung yang akut, seperti angina yang lama atau rasa nyeri
pada awal ifark miokard, dispnea akut atau ortopnea, atau palpitaasi pada awitan yang
mendadak, takirkardia persisten atau serangan vertigo. Namun demikian, awitan serangan
jantung ini pada banyak pasien berlangsung dengan cepat tanpa gejala pendahuluan yang
peringatan sebelumnya (Isselbacher, 1999).
Penelitian jangka panjang pada populasi baik yang tidak diseleksi maupun yang berisiko
tinggi menunjukkan bahwa mati jantung mendadak dapat didahului dengan gejala angina,
dyspnea, palpitasi, keluhan mudah letih, dan keluhan nonspesifik lainnya selama beberapa
hari,minggu atau bulan. Namun demikian, semua keluhan prodmoral ini merupakan petunjuk

untuk meramalkan untuk setian kejadian jantung yang penting. Diantara pasien henti jantung
yang terjadi diluar rumah sakit yang bertahan hidup, 28 persen melaporkan adanya gejala awal
yang baru berupa memburuknya angina pectoris atau dyspnea sebelum serangan henti jantung.
Gejala prodmoral berguna untuk mengidentifikasi pasien yang berada pada resiko terjadinya
kardiovaskular (Isselbacher, 1999).
Awitan (onset) peristiwa terminal, yang berlanjut menjadi henti jantung, didefinisikan
sebagai perubahan akut status kardiovaskualr yang mendahului henti jantung sampai 1 jam. Bila
gejala awitan terjadi mendadak atau segera, maka probabilitas bahwa henti berasal dari jantung
dan dikaitkan dengan penyakit arteri koronaria yang mendasari adalah >95%. Hampir semua
henti jantung yang terjadi melalui mekanisme fibrilasi ventrikel (VF) akan dimulai dengan
takikardi ventrikel (VT) yang persisten atau nospesifik, yang kemudian berlanjut menjadi
fibrilasi ventrikel (Isselbacher, 1999).
E. Pemeriksaan Penunjang
-

EKG
Hasil rekaman elektrokardiografik yang kontinyu umumnya memperlihatkan perubahan pada

aktivitas elektrik jantung dalam waktu beberapa menit atau jam sebelum kejadian. Pada kejadian ini
terdapat kecenderungan peningkatan frekuensi denyut jantung dari kontraksi premature ventrikel dengan
derajat lanjut (Isselbacher, 1999).

F. Diagnosis
Lihat dari gambar

Fibrilasi ventrikel sering terlihat pada henti jantung dan irreversible. Kadang-kadang bisa
bergantian dengan takikardi ventrikel (dan irama sinus) ( Rubenstein e.t al,2003).
Gambaran EKG
Karateristik :
1.

Frekwensi: Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.

2.

Gelombang P: Tidak terlihat.

3.

Kompleks QRS: Cepat, undulasi ireguler tanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya
memiliki gerakan yang bergetar.

4.

Hantaran: Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama
mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.

5.

Irama: Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus (Gray,2005).

G. Diagnosis Banding
1. Fibrilasi Ventrikular
2. Fibrilasi Atrial
H. Penanganan

(Rubenstein et al., 2003).


Untuk mengatasi fibrilasi bisa dilakukan defibrilasi elektrik (Arthur,2008). Yang
dimaksud dengan defibrilasi elektrik adalah pemberian kejutan listrik tegangan tinggi pada
jantung agar semua otot jantung terdepolarisasi disaat yang sama lalu kemudian pada giliran
berikutnya penyebaran potensial aksi kembali normal (Arthur,2008). Pemberian kejutan listrik
ini bisa dengan dosis 110 volts selama 0,1 detik atau 1000 volts selama beberapa ratus mikro
detik (Arthur,2008).
Meskipun fibrilasi dapat diatasi dengan defibrilasi elektrik, tetapi biasanya masalah tidak
selesai begitu saja. Jika fibrilasi terjadi selama paling tidak 1 menit, otot jantung menjadi sangat
lemah untuk memompa darah karena kekurang oksigen dan nutrisi pasca berhentinya
pemompaan darah. Hal ini bisa diatasi dengan CPR (Arthur,2008).
Cardio pulmonary resuscitation atau CPR atau jantung paru resusitasi adalah penggantian
fungsi jantung dan paru yang diperuntukkan bagi berhentinya jantung yang terjadi karena kejutan
listrik, tenggelam, berhenti bernafas, dan sebab lainnya. Dua bagian utama dari CPR adalah
bantuan pernapasan dan pemijatan dada. Oleh karena itu CPR bisa digolongkan pendukung
kehidupan darurat atau pertolongan darurat (Arthur,2008 ; Dachlan,2010).
Menurut Prof. dr Ruswan Dachlan Sp An KIC, CPR dapat menggandakan kesempatan
korban untuk selamat jika dilakukan dengan segera (Dachlan,2012). Hal ini dikarenakan jika

ditunda-tunda maka dalam 5 sampai 8 menit maka akan terjadi kecacatan mental permanen atau
kerusakan jaringan otak. Jika dibiarkan lebih lama lagi maka dapat dipastikan korban akan
meninggal.
Berdasarkan pengalaman dalam unit perawatan koroner dan program latihan yang diawasi,
mungkin sebagian besar korban kematian mendadak dapat diresusitasi pada saat henti yang
dengan sokongan kardiopulmoner segera dan defibrilasai. Sehingga penting bagi sebagian
masyarakat dilatih untuk memulai CPR sesegera setelah henti jantung dan bahwa sistem
paramedis disusun untuk berespon dengan defibrilator dalam 3 menit.
I.
-

Komplikasi
Kematian

Daftar Pustaka
Arthur C Guyton, John E Hall. 2008. Textbook of Medical Physiology 11 edition. Delhi :
Saunders Elsevier.
Dachlan, Ruswan.Prof. Cardio pulmonary Resecsution. Diunduh dari http://repository.ui.ac.id/
pada 13 april 2012 pukul 15.30 WIB.
Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta. Erlangga.
Douglas M. Anderson. 2007. Dorlands Illustrated Medical Dictionary 31st Edition.
Philadelphia : Saunders Elsevier.
Gray, Huon H.,dkk. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Hudak, Carolyn M.,dkk. 1997. Keperawatan Kritis Volume I. Jakarta: EGC.
Isselbacher, Kurt J; Braunwald, E; Wilson, Jean D; Martin, Joseph B; Fauci, Anthony S and
Kasper, Dennis L. 1999. Harisons Priciples of internal Medicine. . Singapore.
Arrangement with McGraw-Hill Bock Co.
Rubenstein, David ; David Wayne ; John Bradley. 2003. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi
keenam. Jakartaa: EGC.
Smeltzer, Suzanne C.,dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai