Anda di halaman 1dari 11

*1

Tahun
Provinsi

2010

Aceh

2015

2020

2025

2030

2035

4523.10

5002.00

5459.90

5870.00

6227.60

6541.40

Sumatera Utara

13028.70

13937.80

14703.50

15311.20

15763.70

16073.40

Sumatera Barat

4865.30

5196.30

5498.80

5757.80

5968.30

6130.40

Riau

5574.90

6344.40

7128.30

7898.50

8643.30

9363.00

Jambi

3107.60

3402.10

3677.90

3926.60

4142.30

4322.90

Sumatera Selatan

7481.60

8052.30

8567.90

9000.40

9345.20

9610.70

Bengkulu

1722.10

1874.90

2019.80

2150.50

2264.30

2360.60

Lampung

7634.00

8117.30

8521.20

8824.60

9026.20

9136.10

Kepulauan Bangka Belitung

1230.20

1372.80

1517.60

1657.50

1788.90

1911.00

Kepulauan Riau

1692.80

1973.00

2242.20

2501.50

2768.50

3050.50

50860.30

55272.90

59337.10

62898.60

65938.30

68500.00

DKI Jakarta

9640.40

10177.90

10645.00

11034.00

11310.00

11459.60

Jawa Barat

43227.10

46709.60

49935.70

52785.70

55193.80

57137.30

Banten

10688.60

11955.20

13160.50

14249.00

15201.80

16033.10

Jawa Tengah

32443.90

33774.10

34940.10

35958.60

36751.70

37219.40

DI Yogyakarta

3467.50

3679.20

3882.30

4064.60

4220.20

4348.50

37565.80

38847.60

39886.30

40646.10

41077.30

41127.70

Pulau Sumatera

Jawa Timur
Pulau Jawa

37033.30

145143.60

152449.90

158738.00

163754.80

167325.60

Bali

3907.40

4152.80

4380.80

4586.00

4765.40

4912.40

Nusa Tenggara Barat

4516.10

4835.60

5125.60

5375.60

5583.80

5754.20

Nusa Tenggara Timur

4706.20

5120.10

5541.40

5970.80

6402.20

6829.10

Bali dan Kep. Nusa


Tenggara

13129.70

14108.50

15047.80

15932.40

16751.40

17495.70

Kalimantan Barat

4411.40

4789.60

5134.80

5432.60

5679.20

5878.10

Kalimantan Tengah

2220.80

2495.00

2769.20

3031.00

3273.60

3494.50

Kalimantan Selatan

3642.60

3989.80

4304.00

4578.30

4814.20

5016.30

Kalimantan Timur

3576.10

4068.60

4561.70

5040.70

5497.00

5929.20

13850.90

15343.00

16769.70

18082.60

19264.00

20318.10

Pulau Kalimantan

114874.20 229868.00 243604.50 255651.60 265708.50 273639.40

total

*2
No.
Pendidikan
Tertinggi Yang
Ditamatkan
2004

1
Tidak/belu
m pernah
sekolah
370 215

2
Belum/tida
k tamat SD
700 886

3
SD

4
SLTP

2 297
552

2 629
548

5
SLTA
Umum
2 362
943

SLTA
Kejurua
n

Diploma
I,II,III/Akadem
i

Universita
s

232 550

332 460

1 199
642

Total
10 125
796

Februari

387 515

717 944

Novembe
r

291 924

699 580

200
6

Februari

264 351

632 713

Agustus

192 372

632 564

200
7

Februari

155 245

525 922

Agustus

90 897

423 547

200
8

Februari

83 478

452 962

Agustus

103 296

437 114

Februari

63 328

414 719

Agustus

87 480

546 408

Februari

63 183

552 531

Agustus

163 954

616 104

Februari

96 852

566 349

Agustus

205 218

748 742

Februari

129 258

602 511

Agustus

86 397

513 875

Februari

113 389

523 936

Agustus

81 432

489 152

134040

610574

200
5

200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4

Februari

2 477
842
2 632
608
2 591
119
2 563
167
2 670
702
2 089
397
2 174
613
2 032
025
2 117
807
1 477
578
1 496
250
1 387
220
1 281
605
1 233
475
1 404
892
1 447
454
1 416
155
1 347
555

2 495
128
2 923
599
2 692
964
2 619
853
2 515
493
2 136
257
2 088
443
1 901
020
2 004
758
1 692
695
1 594
931
1 624
666
1 796
178
2 117
407
1 710
992
1 703
326
1 811
920
1 689
643

2 442
659
2 793
191
2 660
484
2 641
378
2 485
674
2 401
616
2 125
734
2 363
012
2 118
912
2 420
710
2 071
192
2 148
740
2 326
651
2 374
469
2 014
074
1 854
362
1 859
727
1 925
660

137482
2

169320
3

189350
9

1 114
621
1 184
283
1 113
566
1 206
263
1 050
190
1 483
425
1 112
274
1 382
199
1 314
622
1 375
392
1 305
665
1 188
397
1 077
462
1 157
813
1 002
867
1 058
412

288 937

350 572

274 965

356 671

275 063

351 208

253 240

360 721

309 769

388 096

385 074

521 752

503 966

607 874

368 373

567 287

481 490

621 648

452 741

701 732

537 881

813 863

442 281

683 064

455 367

619 617

279 921

542 682

253 840

546 294

198 688

443 518

857 585

195 427

421 073

1 258
201

185 103

434 185

847365

195258

398298

10 275
218
11 156
821
10 581
468
10 469
558
10 101
091
9 531
965
9 149
344
9 154
326
9 137
284
8 754
736
8 435
496
8 254
426
8 220
081
8 659
727
7 664
728
7 306
032
7 199
212
7 410
931
7147069

*3
Menurut ahli bahasa, Peter Salim (dalam kamus The Contemporary EnglishIndonesian Dictionary-2006, p.1579) istilah outsourcing atau outsource, outsourced,
outsources (Bisnis), diterjemahkan sebagai membeli tenaga kerja atau suku
cadang dari sumber perusahaan lain.
Sedangkan, menurut Bryan A. Garner (dalam Blacks Law Dictionary,eighth edition,
2004, p. 1136) (Outsourcing agreement, an agreement between a business and a
service provider in which the service provider promises to provide necessary service,
especially : data processing, and information management, using its own staff and
equipment, and usually, at its own facilities).
Merujuk pada pengertian-pengertian itu, makna secara umum outsourcing adalah
salah satu bentuk perjanjian-perjanjian melakukan pekerjaan (overeenkomsten aan het

werk te doen, agreement to do work) antara suatu bisnis (perusahaan user company)
dengan perusahaan lain (yakni, perusahaan outsourcing atau vendor/service
provider) untuk mengalihdayakan suatu sumber daya baik -dilakukan- oleh manusia
atau dengan suatu suku cadang- peralatan tertentu.
Di dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan, khususnya UU
Ketenagakerjaan, sebenarnya tidak dikenal adanya istilah dan bahkan- sistem

outsourcing.

Sering ada (misalnya) demonstasi atau gerakan buruh yang menuntut Hapuskan
Outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan, menurut hemat saya, karena memang- tidak
ada istilah dan sistem outsourcing dalam UU dimaksud, jadi tidak ada yang perlu
dihapuskan.
Yang ada (dalam UU Ketenagakerjaan), adalah penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain, yang saat ini di kalangan masyarakat awam
(khususnya pengusaha), disebut dengan istilah alih daya, atau alih daya tenaga
kerja dari luar (outsource), yang misi-nya adalah adanya perlakuan yang sama
(dalam syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban) di tempat kerja yang sama, walau
berbeda entitasnya (vide Pasal 65 ayat [4] dan penjelasan Pasal 66 ayat [2]
huruf c UU Ketenagakerjaan).
Maksudnya,
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain,
adalah penyerahan suatu bagian, bagian-bagian atau sub-bagian pekerjaan dari suatu perusahaan pemberi pekerjaan, termasuk perusahaan pengguna jasa
pekerja/buruh (dalam hal ini -dhi- perusahaan persero) kepada perusahaan
penerima pemborongan (vendor) dan/atau perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh (service provider) yang Saudara sebut perusahaan outsourcing,
baik melalui perjanjian pemborongan pekerjaan, atau melalui perjanjian penyediaan
jasa pekerja/buruh (vide Pasal 64 UU Ketenagakerjaan).
-

kata sebagian, diartikan bahwa tidak semua rangkaian dan jenis pekerjaan dari
suatu perusahaan pemberi pekerjaan dapat diserahkan kepada vendor atau
service provider (dhi. perusahaan outsourcing), akan tetapi hanya kegiatan
penunjang perusahaan (supporting) secara keseluruhan dari rangkaian proses
produksi, dan/atau hanya kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi yang bisa diserahkan (vide Pasal 65 ayat [2]
huruf c dan Penjelasan Pasal 66 ayat [1] UU Ketenagakerjaan).

bahwa yang diserahkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian


penyediaan jasa pekerja/buruh adalah pekerjaan (yakni sekumpulan kegiatan

atau aktivitas, baik dalam rangkaian proses produksi, maupun dalam pelaksanaan
usaha secara keseluruhan) tanpa menyebut jumlah orang -tenaga kerjanya.

Artinya, yang diperjanjikan dalam outsourcing agreement bukan perjanjian sewamenyewa manusia atau bahkan- bukan jual beli tenaga kerja atau sumber-daya
seperti dalam makna outsourcing yang sebenarnya (sebagaimana tersebut dalam
kamus), akan tetapi haruslah memperjanjikan paket pekerjaan atau subpekerjaan dengan suatu nilai tertentu atau harga paket yang disepakati dengan
berbagai varian jumlah tenaga kerja dan -sesuai- kompetensinya.
Dengan perkataan lain, outsourcing versi UU Ketenagakerjaan, tidak boleh ada
perjanjian untuk penyerahan sejumlah pekerja/buruh (tenaga kerja) dari vendor atau
service provider untuk diperintah langsung oleh management User Company
yang ditentukan jumlah(orang)-nya dan dihargai orang demi orang dengan
persentase fee tertentu -per-orang- kepada vendor atau service provider. Kalau ada
praktik semacam yang terakhir ini, maka inilah yang -oleh Serikat Pekerja- disebut
sebagai human trafficking atau perbudakan modern, bahkan eksploitasi manusia oleh
sesama manusia (exploitation de l'homme par l'homme).
Terkait dengan pertanyaan Saudara mengenai hak-hak (dan kewajiban) tenaga kerja
outsourcing, dapat saya jelaskan, sebagai berikut:
1. Hak atas uang lembur pada hari istirahat mingguan dan hari besar bagi tenaga
kerja outsourcing, terlebih dahulu perlu saya jelaskan beberapa hal (terkait), bahwa
berdasarkan Pasal 79 ayat (1) jo ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan,
pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan (weeklyrest) kepada
pekerja/buruh, masing-masing:
-

1 (satu) hari untuk pola waktu kerja 6:1, dalam arti enam hari kerja dan satu
hari istirahat mingguan;

2 (dua) hari untuk pola waktu kerja 5:2, dalam arti lima hari kerja dan dua
hari istirahat mingguan;

Merujuk pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf b jo 77 ayat (2) dan Pasal 78 ayat
(2) UU Ketenagakerjaan tersebut, pengertian hari istirahat mingguan di sini, bukan
dan tidak berarti harus hari Minggu, atau hari Sabtu dan Minggu. Oleh karena itu,
saya meluruskan pernyataan Saudara bekerja hari Minggu, mungkin maksud
Saudara: bekerja pada hari istirahat mingguan. Nah kalau demikian, hari istirahat

mingguan tersebut tidak harus hari Minggu atau Sabtu-Minggu, akan tetapi dapat
ditetapkan di hari mana saja dan hari apa saja.
Jadi, apabila pekerja/buruh diperintahkan (dan disepakati) bekerja di hari Minggu
belum tentu harus dibayar upah kerja lembur (UKL), kecuali hari Minggu tersebut
kebetulan adalah merupakan hari istirahat mingguan baginya dan pekerja/buruh
yang bersangkutan dipekerjakan pada hari istirahat mingguan dimaksud, maka jika
demikian harus diperhitungkan upah kerja lembur-nya (UKL).
Berlainan halnya dengan hari libur resmi (yang istilah Saudara, hari besar).
Menurut Pasal 85 ayat (1) s/d ayat (3) UU Ketenagakerjaan, bahwa pada
hakikatnya- pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. Namun
demikian (ada pengecualian), bahwa Pengusaha dapat mempekerjakan
pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat -suatupekerjaan harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus, atau pada
keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
Konsekuensinya, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur
resmi termasuk untuk pekerjaan job Satpam, wajib membayar upah kerja lembur
(UKL).
Besarnya hak upah kerja lembur pada hari istirahat mingguan dan hari libur resmi,
diperhitungkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 huruf b dan huruf c
Kepmenakertrans No. Kep-102/Men/VI/2004, yakni :
-

Pola 6:1, untuk 7 (tujuh) jam pertama = 2 x upah per-jam (UPJ), dan jam
kedelapan = 3 x UPJ, serta (bila masih berlanjut) jam sembilan dan sepuluh =
4 x UPJ. Kecuali, bila lembur pada hari kerja terpendek, diperhitungkan mulai
dari 5 (lima) jam pertama = 2 x UPJ, dan jam keenam = 3 x UPJ, serta (bila
masih berlanjut) jam ketujuh dan kedelapan = 4 x UPJ

Pola 5:2, untuk 8 (delapan) jam pertama = 2 x UPJ, dan jam kesembilan = 3
x UPJ, serta (bila masih berlanjut) jam kesepuluh dan sebelas = 4 x UPJ.

UPJ = 1/173 x upah (upah pokok dan tunjangan tetap). Namun, apabila
komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap serta tunjangan
tidak tetap, maka dasar UPJ, adalah nilai terbesar antara [upah pokok +
tunjangan tetap] atau [75% x (upah pokok + tunjangan tetap + tunjangan
tidak tetap)]

2. Hak dan kewajiban tenaga kerja dalam penandatanganan kontrak kerja (asumsi
saya, maksudnya: PKWT) yang menyalahi aturan dinas tenaga kerja (mungkin
maksudnya, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan), berdasarkan Pasal
59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(PKWT) hanya dapat diperjanjikan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan

sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu (jadi sementara
sifatnya).

Dengan demikian, kalau Saudara tanda tangan kontrak kerja (PKWT) dan menyalahi
ketentuan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan yakni pekerjaan
tertentu yang dapat dibuat (diperjanjikan) melalui PKWT, maka menurut Pasal 59
ayat (7) UU Ketenagakerjaan, -dalam hal ini menyalahi ketentuan mengenai jenis
dan sifat atau kegiatan pekerjaan tertentu (yang boleh di-PKWT-kan)-, maka demi
hukum berubah- menjadi PKWTT (permenent). Dengan demikian, apabila Saudara
telah dipekerjakan (dan ditempatkan) di perusahaan persero (sebagai user) selama
lebih dari 10 tahun -pertama-, maka jika memenuhi syarat hubungan kerja-,
(dapat) dianggap sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) di
perusahaan vendor/service provider yang pertama tersebut, dan -tentu- seharusnya
berhak atas pesangon saat berakhirnya hubungan kerja dimaksud.

3. Berkenaan dengan hak-hak tenaga kerja outsourcing (yang nota bene non-organik),
pada umumnya sama saja hak-haknya dengan tenaga kerja organik di perusahaan
user.

Hak-hak tenaga kerja (termasuk pekerja/buruh dalam hubungan kerja) yang diatur
dan dituangkan dalam UU mengenai Ketenagakerjaan, relatif sangat banyak. Dapat
saya contohkan (hak-hak langsung) secara berurut, antara lain misalnya:
hak non-diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Dalam arti,
pekerja/buruh tidak boleh dibedakan dalam proses rekruit (khususnya dalam
hubungan kerja) atas dasar suku, agama, ras, atau etnis tertentu, dan
menolak bagi yang berbeda (Pasal 5 UU Ketenagakerjaan).
hak memperoleh perlakukan dan hak-hak yang sama di tempat kerja -tanpa
diskriminasi- (Pasal 6 jo Pasal 65 ayat [4] dan Pasal 66 ayat [2] huruf c
UU Ketenagakerjaan beserta penjelasannya).
memperoleh peningkatan dan pengembangan serta pengakuan kompetensi
kerja (Pasal 11 dan Pasal 18 jo Pasal 23 UU Ketenagakerjaan).
memperoleh kesempatan yang sama dalam memilih/mendapatkan
pekerjaan, pindah kerja dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam
atau di luar negeri (Pasal 31 jo Pasal 88 UU Ketenagakerjaan);
memperoleh upah dan/atau upah kerja lembur apabila dipekerjakan melebihi
waktu kerja normal, atau bekerja lembur pada hari istirahat mingguan atau
hari libur resmi (Pasal 1 angka 30 dan Pasal 78 ayat [2] jo Pasal 77
ayat [2] UU Ketenagakerjaan).

hak menunaikan ibadah (termasuk ibadah dalam jangka waktu yang lama)
dengan hak upah (Pasal 81 jo Pasal 84 UU Ketenagakerjaan);
hak untuk tidak bekerja pada saat (sakit) haid khusus bagi wanita-,
walaupun no work no pay (Pasal 81 UU Ketenagakerjaan)
hak cuti hamil dan melahirkan (termasuk gugur kandung) dengan hak upah
(Pasal 82 jo Pasal 84 UU Ketenagakerjaan);
hak dan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
perlindungan moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat [1] UU
Ketenagakerjaan jo Pasal 3 ayat [1] UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja);
hak jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat [1] UU Ketenagakerjaan
jo Pasal 3 ayat [2] jo Pasal 6 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja);
berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai kertentuan
(Pasal 104 UU Ketenagakerjaan jo Pasal 5 UU No. 21/2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh);
hak mogok kerja sesuai prosedur (Pasal 137 dan Pasal 138 UU
Ketenagakerjaan)
hak memperoleh pesangon bila hubungan kerjanya PKWTT atau dianggap
dan memenuhi syarat- PKWTT (Pasal 156 ayat [1] UU
Ketenagakerjaan).

dan lain-lain.
4. Mengenai hak atas bantuan hukum bagi tenaga kerja, perlu dipahami, bahwa saat ini
telah ada UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum)
yang memberikan jaminan hak konstitusional kepada setiap orang untuk
mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
Dengan UU Bankum tersebut, negara (RI) bertanggung-jawab terhadap pemberian
bantuan hukum bagi orang miskin yang menghadapi masalah hukum untuk
mendapatkan akses keadilan.
Bantuan hukum kepada masyarakat (orang miskin atau kelompok orang miskin)
selaku penerima bantuan hukum dimaksud, diselenggarakan oleh Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) yang secara operasional dilakukan oleh
Pemberi Bantuan Hukum, yakni lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum (Layanan BH) secara
percuma (gratis), dengan syarat:
a.

Mengajukan permohonan secara tertulis (kecuali bagi yang tidak mampu


menyusun permohonan secara tertulis);

b.
c.

Menyerahkan dokumen yang terkait dengan pokok perkara;


Melampirkan surat keterangan miskin (Pasal 14 ayat (1) UU Bankum)

Dengan demikian, ibarat gayung bersambut, apa yang Saudara harapkan (bantuan
hukum secara percuma) telah diatur dengan undang-undang. Silakan mencari
informasi terdekat, di internet, atau menghubungi langsung pengadilan setempat
guna mendapatkan (informasi) bantuan hukum yang jelas dengan catatan, bahwa
mekanisme bipartit dan mediasi/konsiliasi telah dilalui (sesuai prosedur).

Demikian penjelasan saya, semoga Saudara dapat lebih memahami (dan lebih luas
wawasannya) mengenai outsourcing serta hak seorang tenaga kerja outsourcing
menurut peraturan perundang-undangan, harapan sukses selalu.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
2. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
4. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
5. Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-102/Men/VI/2004
tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja.
*4

Perhitungan Bila Penghasilan Kotor


Kurang dari Rp4.8 Miliar
Mari kita mulai. Misalkan di tahun 2013, PT. Adil Makmur memperoleh penghasilan kotor
sebesar Rp2 Miliar. Maka besar pajak penghasilan PT. Adil Makmur adalah Rp2 Miliar x1 % =
Rp20 juta. Cukup sederhana perhitungannya.
Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2013, PT. Adil Makmur telah
menyetor pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp10 juta dan pajak PPh Pasal 23
sebesar Rp2 juta. Maka, pajak penghasilan terhutang PT. Adil Makmur adalah Rp20 juta - Rp10
juta - Rp2 juta = Rp8 juta. Inilah sisa pajak yang dibayar PT. Adil Makmur ke Kas Negara atas
pajak penghasilan badan usaha di tahun 2013. Tentu, pajak ini bisa dicicil dengan meminta
persetujuan dari kantor pajak setempat.

Dalam bentuk tabel, berikut adalah ringkasan dari perhitungan pajak penghasilan PT.
Adil Makmur.
No.

Keterangan

Rp

Penghasilan Kotor

2.000.000.000

Kredit Pajak PPh 21

10.000.000

Kredit Pajak PPh 23

2.000.000

Pajak Penghasilan Badan (1% x (1)

20.000.000

Pajak Penghasilan Terhutang ((4)-(2)-(3))

8.000.000

Perhitungan Pajak Penghasilan Badan


Bila Penghasilan Kotor Lebih dari
Rp4.8 Miliar s/d Rp50 Miliar
Bagaimana kalau penghasilan bruto dari sebuah badan usaha di atas Rp4.8 Miliar? Karena
penghasilan bruto di atas Rp4.8 Miliar, maka tarif badan usaha berbeda dan perhitungan
pajaknya juga berbeda.
Misalkan PT. Sentosa Abadi memperoleh penghasilan kotor di tahun 2013 sebesar Rp10 Miliar,
dan Penghasilan Kena Pajak adalah Rp3 Miliar, maka besar pajak PT. Sentosa Abadi
menggunakan
formula
berikut:
(0.25
(0.6
Miliar/Gross
Income))
dikali
Penghasilan
Kena
Pajak.
(0.25 - (0.6 Miliar/10 Miliar)) x 3 Miliar = Rp570 juta (19%)
Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2013, PT. Sentosa Abdi telah menyetor
pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar, Rp200 juta dan PPh Pasal 23 sebesar Rp100
juta. Maka, pajak penghasilan terhutang PT. Sentosa Abadi adalah Rp570 juta - Rp200 juta Rp100 juta = Rp270 juta. Inilah sisa pajak yang dibayar PT. Sentosa Abadi ke Negara atas pajak
penghasilan badan usaha tersebut di tahun 2013. Tentu, ini bisa dicicil dengan meminta
persetujuan dari kantor pajak setempat.
Dalam bentuk tebal, berikut adalah ringkasan dari perhitungan pajak penghasilan PT.
Sentosa Abadi.
No.

Keterangan

Rp

Penghasilan Kotor

10.000.000.000

Pengeluaran (Biaya)

7.000.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) (1-2)

3.000.000.000

Kredit Pajak PPh 21

200.000.000

Kredit Pajak PPh 23

100.000.000

Pajak Penghasilan Badan (.25 - (600.000.000/10.000.000.000)) x (3)

570.000.000

Pajak Penghasilan Terhutang ((6)-(4)-(5))

270.000.000

Perhitungan Bila Penghasilan Kotor


Lebih dari Rp50 Miliar
Bagaimana kalau penghasilan bruto dari badan usaha adalah Rp70 Miliar? Karena penghasilan
bruto di atas Rp50 Miliar, maka tarif badan usaha adalah 25% dari Penghasilan Kena Pajak.
Misalkan PT. Nyiur Hijau memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp70 Miliar, dan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp28 Miliar, maka besar pajak PT. Nyiur Hijau adalah 25% x Rp28 Miliar =
Rp7 Miliar
Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2013, PT. Nyiur Hijau telah menyetor
pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp2 Miliar dan PPh Pasal 23 sebesar Rp1
Miliar. Maka, pajak penghasilan terhutang PT. Nyiur Hijau adalah Rp7 Miliar - Rp2 Miliar - Rp1
Miliar = Rp4 Miliar. Inilah sisa pajak yang dibayar PT. Nyiur Hijau ke Negara atas pajak
penghasilan badan usaha tersebut di tahun 2013. Tentu, ini bisa dicicil dengan meminta
persetujuan dari kantor pajak setempat.
Dalam bentuk tabel, berikut adalah ringkasan dari perhitungan pajak penghasilan PT.
Nyiur Hijau.
No.

Keterangan

Rp

Penghasilan Kotor

70.000.000.000

Pengeluaran (Biaya)

42.000.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) (1-2)

28.000.000.000

Kredit Pajak PPh 21

2.000.000.000

Kredit Pajak PPh 23

1.000.000.000

Pajak Penghasilan Badan (25% x (3)

7.000.000.000

Pajak Penghasilan Terhutang ((6)-(4)-(5))

4.000.000.000

Anda dapat meminta bantuan konsultan pajak untuk menghitung pajak penghasilan badan usaha
Anda.
*5

. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan Undang
Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial .
Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus
merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b. Memajukan kesejahteraan umum;
c.

Mencerdaskan kehidupan bangsa;

d.

Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan social.

Anda mungkin juga menyukai