Anda di halaman 1dari 21

ABSTRAK

Burung adalah salah satu kelas Animalia yang memiliki keanekaragaman hayati
tinggi di Indonesia, terutama burung-burung air (shorebird) kaerena merupakan
burung yang aktif bermigrasi dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan dan
Indonesia adalah salah satu tempat lalu lintas jalur migrasi tersebut dan selalu
digunakan sebagai tempat persinggahan sementara untuk mempersiapkan bekal
perjalanan selanjutnya. Salah satu tempat di Indonesia adalah di kawasan konservasi
Wonorejo Surabaya yang dilalui oleh burung-burung migran ini, terutama dari famili
Scolopacidae dan Charadriidae karena kedua famili ini adalah terbesar dan paling
beranekaragam dari kelompok burung-burung shorebird. Untuk memperoleh datadata tersebut, maka dilakukkan inventarisasi data melalui kegiatan birding dan
metode Point Count sehingga secara tidak langsung ikut berperan dalam kegiatan
konservasi dan menjaga serta merawat ekosistem yang telah ada.
Kata Kunci: shorebird, migran, birding, inventarisasi, Point Count, konservasi,
ekosistem

Comparative Studies of The Waterbird Diversity from Family


Scolopacidae and Charadriidae on Wonorejo Conservation Area in
Surabaya
Alexander Kurniawan S. Putera, Nurul A. Dianti, Elvin H. Arizal, Riris Damayanti,
Robbyke Ogistyawan F.
Laboratory of Biosystematic, Departement of Biology, Faculty of Science and
Technology, Airlangga University, 60115 Surabaya.
* Corresponding author: alexanderksp@gmail.com
ABSTRACT. Birds are one class of Animalia that have high biodiversity in
Indonesia, especially water birds (shorebird) as an active migratory birds from the
northern hemisphere to the southern hemisphere, and Indonesia is one of the
migration paths of traffic and always used as a stopover place while preparing for the
journey to the next. One of the places in Indonesia is in a conservation area on
Wonorejo, Surabaya where traversed by migratory birds, especially from family
Scolopacidae and Charadriidae because both families are the largest and most diverse
group of birds shorebird. When a pond was evaporated and downs, then more and
more bird species abundance. To obtain these data, then the inventory data through
birding activities and Point Count method so that it does not directly participate in
conservation activities and maintaining and also taking care of existing ecosystems.
In addition, it is also expected as a diversity comparable data at any location that is
used (there are between Bosem-Dermaga pond and Gajahan pond) so as to know the
factors that affect and cause the loss of natural habitat as well as the existence of
water birds. As well as known, similarities among bird communities depended not
only on the inundation of the salina with seawater, but also how much activities of
people which visit them and the tide condition. The evaporation ponds in their
inactive period presented low similarity with other ponds. In addition, when the
ponds in their active period, can be presented high similarity because based by high
tide or some people was fishing there.
KEY WORDS: shorebird, migration, birding, inventory, point count, conservation,
ecosystems.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas kasih, karunia, dan
bimbingan-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat melaksanakan penyusunan
Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul Studi Komparasi
Diversitas Burung Air dari Famili Scolopacidae dan Charadriidae Pada Kawasan
Konservasi Wonorejo Surabaya
Penulisan laporan ini digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian burung air
di kawasan Wonorejo. Diharapkan dengan adanya laporan akhir ini, dapat
memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian secara berkala terhadap
konservasi burung air di kawasan Mangrove Wonorejo Surabaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Bambang Irawan, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing
dalam penyusunan laporan akhir Program Kreativitas Mahasiswa.
2. Teman-teman tim PKMP atas semua dukungan dan kerja samanya.
3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
mendukung dan membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam
penyusunan laporan ini, sehingga penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran
yang membangun dalam penyempurnaan laporan ini.

Surabaya, Juli 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Surabaya merupakan kota terbesar di Jawa Timur sehingga tidak
terlepas dari banyaknya penduduk yang tinggal dan menyebabkan berkurangnya
habitat alami yang semula dihuni oleh berbagai macam makhluk hidup menjadi
hunian bagi manusia. Salah satu makhluk hidup yang terancam habitatnya adalah
burung air. Hal ini dikarenakan kondisi Wonorejo sekarang sudah cukup
memprihatinkan karena pembangunan perumahan yang semakin meluas dan
menggerus kawasan Wonorejo yang semula luas kini menjadi semakin sempit
sehingga menyebabkan terancamnya habitat alami. Padahal, kota Surabaya
sendiri memiliki kawasan Wonorejo yang merupakan salah satu Important Bird
Area atau wilayah yang berperan penting dalam konservasi burung-burung yang
ada di kawasan tersebut, terutama burung air. Memahami konservasi burung
berarti memahami ekologi karena burung liar seperti burung-burung air
merupakan bagian penting dalam ekosistem dan memiliki peranan penting,
termasuk sebagai kontrol populasi serangga dan hama, distribusi persebaran biji
tumbuhan yang menunjukkan konservasi hutan secara alami, dan sumber
makanan bagi burung predator. Dengan mempelajari dan mengkonservasi
burung, maka dapat secara langsung memahami hubungan antara semua makhluk
hidup di bumi ini dan bagaimana interaksi dari hubungan tersebut yang
mempengaruhi manusia secara langsung juga. Selain itu, kawasan Wonorejo juga
merupakan tempat pintu gerbang lalu lintas migrasi burung-burung air seperti
dari famili Scolopacidae dan Charadriidae yang melintas dari belahan bumi utara
(Eropa dan wilayah Eurasia) ke belahan bumi selatan (Australia dan Selandia
Baru).
Dampak negatif lain dari meluasnya perumahan yang tidak terkendali
adalah ekosistem yang terganggu. Ekosistem yang telah rusak ini juga akan
berdampak buruk bagi kota Surabaya. Bila terus dibiarkan, maka suatu saat kota
Surabaya tidak akan memiliki kawasan singgah burung-burung air, terutama
burung-burung perancah atau migran yang sering melintasi kawasan tersebut.
Tidak adanya burung yang singgah juga berdampak bagi petani tambak dan
lingkungan karena tidak ada bioindikator pencemaran terhadap tambak-tambak
yang sering digunakan burung-burung tersebut sebagai tempat mencari makan.
Hal ini dikarenakan burung-burung ini juga dikenal sebagai bioindikator
lingkungan. Bila tidak ada bioindikator, maka akan sulit untuk mengetahui
apakah tambak-tambak tersebut telah tercemar berat, sedang, atau masih rendah.
Padahal, sebenarnya kawasan Pantai Timur Surabaya, salah satunya termasuk
Wonorejo, telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh Pemerintah Daerah
tahun 2005, pelaksanaan untuk konservasi hutan mangrove belum terealisasi
sepenuhnya, justru pembangunan pemukiman manusia terealisasi terlebih dulu
dan semakin meluas sehingga adanya perubahan fungi lahan yang awalnya hanya
4

merupakan kawasan konservasi hutan mangrove kemudian beralih fungsi menjadi


kawasan ekowisata yang didasari Undang-undang no. 22 tahun 1999. Untuk itu,
diperlukan pendataan burung-burung air terutama dari famili Scolopacidae dan
Charadriidae karena kedua famili ini termasuk kelompok burung-burung
perancah dan selalu berjumlah banyak dan mendominasi populasi burung air pada
saat musim migrasi seperti ini dan secara langsung, pendataan ini berperan
sebagai kegiatan konservasi burung-burung air sekaligus biomonitoring dan
bioindikator pencemaran lingkungan.
Pendataan/Inventarisasi ini dilakukan dalam tiga titik lokasi berbeda di
dalam kawasan Wonorejo yang terdiri dari petak Dermaga, petak Bosem, dan
petak Gajahan. Di petak Dermaga merupakan tempat burung-burung air mencari
makan di pagi hari karena melimpahnya nutrien-nutrien yang ada di tempat itu,
hanya saja tempat yang cukup ramai karena lokasinya berdekatan dengan
aktivitas dermaga sehingga kemungkinan dapat mengganggu burung-burung air
tersebut. Sedangkan di petak Bosem adalah tempat yang memiliki kelimpahan
makanan juga, dengan cukup luas wilayahnya dan tidak begitu ramai karena
hanya tempat melintas kendaraan saja dan beberapa orang hanya menggunakan
tempat itu sebagai sarana rekreasi sesaat. Dan terakhir adalah di petak Gajahan
yang merupakan tempat bersarangnya burung-burung air sehingga cukup banyak
yang singgah di tempat tersebut dan suasananya sepi karena terletak di tengah
kawasan Wonorejo dan hanya beberapa orang saja yang melintas tempat itu.
Ketiga lokasi ini dilakukan perbandingan tentang keanekaragaman burungburung airnya terutama dari famili Scolopacidae dan Charadriidae, apakah
terdapat faktor lain yang menyebabkan adanya perubahan tingkat
keanekaragamannya sehingga mengganggu dan merubah ekosistem yang telah
ada sebelumnya.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah perbedaan lokasi dalam satu kawasan yaitu kawasan Wonorejo
menunjukkan tingkat keanekaragaman yang berbeda-beda?
2. Bagaimanakah tingkat keanekaragaman pada lokasi petak Dermaga, petak
Bosem, dan petak Gajahan dalam kawasan tersebut?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi adanya perubahan tingkat
keanekaragaman di lokasi-lokasi tersebut?
1.3 Tujuan
1. Mempelajari perbedaan lokasi dalam satu kawasan yaitu kawasan Wonorejo
yang menunjukkan tingkat keanekaragaman yang berbeda-beda.
2. Mengetahui tingkat keanekaragaman pada lokasi petak Dermaga, petak
Bosem, dan petak Gajahan dalam kawasan tersebut.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perubahan tingkat
keanekaragaman di lokasi-lokasi tersebut.

1.4 Luaran yang diharapkan


Hasil dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data keanekaragaman
burung-burung air (shorebird) dari famili Scolopacidae dan Charadriidae
sehingga dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti burung-burung
shorebird ini. Selain itu, juga diharapkan sebagai data pembanding
keanekaragaman pada setiap lokasi yang digunakan sehingga dapat diketahui
faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan berkurangnya habitat alami serta
eksistensi burung-burung air yang telah menyusun ekosistem yang semula alami
menjadi rusak di kawasan Wonorejo karena meluasnya perumahan yang tidak
terkendali sehingga dapat juga dijadikan bahan dasar pertimbangan bagi industri
perumahan kedepannya.
1.5 Kegunaan
1. Memberikan informasi mengenai perbedaan lokasi dalam satu kawasan yaitu
kawasan Wonorejo yang menunjukkan tingkat keanekaragaman yang
berbeda-beda
2. Memberikan gambaran tingkat keanekaragaman pada lokasi petak Dermaga,
petak Bosem, dan petak Gajahan dalam kawasan tersebut
3. Memberikan gambaran umum mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
adanya perubahan tingkat keanekaragaman di lokasi-lokasi tersebut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Burung Air
Burung termasuk ke dalam Kingdom Animalia, kelas Aves (unggas), dan
merupakan hewan bertulang belakang (vertebrata). Berdasarkan habitatnya,
burung dapat dibedakan menjadi burung air dan burung hutan. Jenis burung pada
dua kategori tersebut, biasanya menampakkan ciri yang berbeda. Pada umumnya,
burung air memiliki warna tubuh yang cenderung lebih polos dibandingkan
dengan burung hutan yang pada umumnya memiliki warna tubuh yang cukup
mencolok, sesuai dengan tempat hidupnya, dimana warna tubuh ini menjadi salah
satu cara pertahanan diri burung melalui mekanisme kamuflase alami yang
dimilikinya. Selain itu, mobilisasi burung hutan dan burung air pada dasarnya
berbeda. Ada beberapa burung air yang merupakan burung migran. Pada bulan
September hingga April merupakan musim migrasi bagi sebagian kawanan
burung migran sehingga kemungkinan besar banyak sekali burung yang melintas
dan singgah di kawasan tersebut. Burung-burung perancah ini singgah tapi
sementara karena untuk menyiapkan bekal perjalanan selanjutnya dengan mencari
makanan yang tersedia di lumpur/mudflat, makanannya dapat berupa ikan-ikan
kecil, kepiting seperti dari jenis Uca sp., berbagai macam kerang, dan organisme
lain yang ada di mudflat. Setelah bekal perjalanan dipersiapkan, mereka akan
melanjutkan migrasi ke belahan bumi selatan seperti Australia dan Selandia Baru,
sedangkan jenis lainnya dapat bersifat menetap di satu kawasan saja. Berbeda
dengan burung hutan, kelompok burung hutan kebanyakan merupakan burung
penetap yang terkadang khas pada suatu daerah tertentu.
Menurut Elfidasari dan Junardi (2005), burung air adalah jenis burung
yang seluruh hidupnya berkaitan dengan daerah perairan atau lahan basah.
Berukuran kecil sampai sedang dengan paruh yang relatif panjang. Menurut pasal
1.1 Konvensi Ramsar (Anonim, 2008 dalam Nurdini, 2009), lahan basah adalah
daerah payau, rawa, lahan gambut atau perairan, baik alami maupun buatan,
permanen atau sementara, dengan air yang diam atau mengalir, segar, payau atau
asin, termasuk daerah perairan laut dengan kedalaman pada saat surut tidak
melebihi enam meter.
Kehadiran burung air merupakan suatu indikator penting dalam
pengkajian mutu dan produktivitas suatu lingkungan lahan basah (Howes et al.,
2003 et al., 2003). Burung air menyediakan sejumlah pupuk alami bagi vegetasi
yang ada di pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi. Vegetasi ini sering
menjadi stabilisator pantai terhadap erosi. Dengan cara itu, hewan ini juga dapat
mempercepat suksesi yang terjadi di lahan basah (Wibowo et al., 1996 dalam
Arifin, 1998).
Burung air memiliki adaptasi spesifik yang memungkinkan mereka
beradaptasi dengan tempat hidup dan makanannya yang juga hidup di daerah
perairan. Adaptasi ini bersifat spesifik, sehingga dapat mengurangi adanya
7

kemungkinan kompetisi secara langsung dalam mencari makanan antara jenis


satu dengan jenis lainnya. Ketika salah satu kelompok burung air memangsa
hewan invertebrata dalam lumpur, kelompok lain memakan tumbuhan yang
mengapung atau menyelam untuk memangsa invertebrata air di tempat yang
memiliki kedalaman lebih (Allen dan Walker, 2000 dalam Nurdini, 2009).
Secara morfologi burung berbeda dengan hewan-hewan dari kelas lain.
Ciri-ciri umum hewan ini adalah tubuhnya yang hampir seluruhnya ditutupi oleh
bulu terkecuali bagian kaki. Anggota tubuh anterior biasanya bermodifikasi
menjadi sayap yang pada perkembangannya dapat digunakan untuk terbang,
sedang pada famili lainnya tidak. Bagian posterior tubuhnya memiliki bentuk
yang disesuaikan untuk bertengger, mencengkeram, berlari, maupun untuk
mengais tanah. Hewan ini bersifat homoioterm atau berdarah panas, dan suhu
tubuhnya 41oC atau lebih tinggi dari manusia dan mamalia lainnya. Tungkainya
memiliki empat jari dengan cakar/falcula di setiap jarinya, tarsometatarsus
tertutup kulit yang mengalami penandukan. Ekor berfungsi dalam menjaga
keseimbangan dan mengatur kendali saat terbang. Bibir burung telah mengalami
modifikasi menjadi paruh dengan kulit luar yang mengeras membentuk sarung zat
tanduk membungkus tonjolan tulang pada rahang. Bentuk paruh disesuaikan
dengan fungsinya untuk memakan serangga, daging, biji-bijian, buah maupun
tanaman lainnya.
2.2 Tinjauan Umum tentang famili Scolopacidae dan Charadriidae
Famili Scolopacidae dan Charadriidae adalah terbesar dan paling
beranekaragam dari kelompok burung-burung shorebird (burung-burung pantai
yang termasuk kelompok burung air) dan taksonomi mereka dapat menjamin
diskusi yang lebih lanjut dan terus-menerus. Scolopacidae terdiri dari 88 spesies
dari 23 genus/marga yang dibagi lagi menjadi tujuh subfamili antara lain
Scolopacinae, Gallinagininae (berkik), Arenariinae (pembalik batu), Calidridinae
(kedidi), Limnodrominae (trinil lumpur), Phalaropodinae (kaki rumbai), dan
Tringinae (biru laut, gajahan, trinil). Setelah Scolopacidae, famili terbesar dari
shorebird selanjutnya adalah Charadriidae terdiri dari 65 spesies dalam 10 genus.
Charadriidae dibagi lagi menjadi dua subfamili yaitu Charadriinae (cerek) dan
Vanellinae (trulek). (Geering, Agnew, dan Harding, 2007)
Tingkah laku kawin atau dikenal dengan istilah breeding behaviour dan
ekologi shorebird erat kaitannya dengan pergerakan mereka yang dikenal sebagai
migrasi. Dari 55 spesies terjadi di Australia, 18 termasuk lokal breeding. Istirahat
juga termasuk aktivitas menetap atau nomadic, dimana membuat jarak migrasi
menjadi relatif pendek, sering direspon karena akibat pola cuaca. Spesies
breeding diluar Australia merupakan migran yang memiliki jarak migrasi yang
panjang, dimana mereka melakukan breeding di wilayah Asia atau Alaska. Semua
spesies dari famili Scolopacidae (termasuk gajahan, trinil, kedidi, biru laut, dan
sebagainya) dan sebagian spesies dari famili Charadriidae (cerek dan trulek)
adalah burung perancah/migran. (Geering, Agnew, dan Harding, 2007)
8

2.3 Tinjauan Umum tentang Lokasi Wonorejo termasuk didalamnya Petak


Dermaga, Petak Bosem, dan Petak Gajahan
Surabaya adalah daerah yang berada di pantai utara Pulau Jawa, dengan
wilayah timur Surabaya yang berhadapan langsung dengan Selat Madura. Pantai
Timur Surabaya meliputi daerah antara kelurahan Tambak Wedi sampai sungai
Dadapan (daerah perbatasan kotamadya Surabaya dan kabupaten Sidoarjo)
(Affandi, 1994 dalam Nurdini, 2010). Kawasan Pantai Timur Surabaya yang
kemudian disigkat menjadi PAMURBAYA ini kemudian dikenal terbagi
menjadi 4, yakni Wonorejo, Gunung Anyar, Medokan Ayu, dan Keputih.
Diantara keempat lokasi tersebut, dua diantaranya telah dijadikan kawasan
ekowisata mangrove dan salah satu kawasan ekowisata mangrove yang sering
digunakan adalah kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, kawasan ini juga
merupakan kawasan konservasi. Kawasan Pantai Timur Surabaya telah
ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh Pemerintah Daerah tahun 2005,
namun pelaksanaan untuk konservasi hutan mangrove belum terealisasi
sepenuhnya. Kemudian, Pemerintah Indonesia pada tanggal 7 Mei 1999 berupa
UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan motivasi bagi
penduduk di kelurahan Wonorejo yang peduli terhadap lingkungan untuk dapat
mengelola wilayah hutan mangrove dengan benar, karena kerusakan hutan
mangrove yang terparah berada di wilayah Wonorejo. UU No. 22 tahun 1999
inilah yang merupakan pendorong dan dasar berdirinya Ekowisata Mangrove
Wonorejo yang berada dalam kawasan Konservasi hutan mangrove. Berdasarkan
penjelasan di atas yaitu perubahan fungsi lahan yang awalnya hanya merupakan
kawasan konservasi hutan mangrove kemudian beralih fungsi menjadi kawasan
ekowisata, hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian.
Berikut ini merupakan deskripsi beberapa lokasi yang ada di Wonorejo.
Di petak Dermaga merupakan tempat berupa mudflat/lumpur dimana burungburung air mencari makan di pagi hari karena sumber makanan yang melimpah,
namun suasana tempat yang cukup ramai karena lokasinya berdekatan dengan
aktivitas dermaga sehingga dapat mengganggu aktivitas burung tersebut.
Sedangkan di petak Bosem adalah tempat yang memiliki kelimpahan sumber
makanan juga, dengan wilayah cukup luas dan tidak begitu ramai karena hanya
tempat melintas kendaraan saja dan beberapa orang hanya menggunakan tempat
itu sebagai sarana rekreasi sesaat. Dan terakhir adalah di petak Gajahan yang
merupakan tempat bersarangnya burung-burung air sehingga cukup banyak yang
singgah di tempat tersebut dan suasananya sepi karena terletak di tengah
kawasan Wonorejo dan hanya beberapa orang saja yang melintas tempat itu.
Hutan mangrove yang sebagian besar menempati kawasan Wonorejo
dapat dijelaskan sebagai hutan kusut yang rendah, tumbuh di antara zona pasang
naik dan pantai berlumpur. Walaupun hanya mempunyai sedikit jenis pohon,
seperti Bakau Rhizopora, Api-api Avicennia, dan Brugeria, hutan ini kaya akan
ikan dan udang-udangan, sehingga sangat mendukung kehidupan burung-burung
air dan beberapa jenis burung hutan yang umum. (MacKinnon, 2010).
9

BAB III
METODE PENDEKATAN
1. Alat yang digunakan
1.1. Inventarisasi jenis burung dari famili Scolopacidae dan Charadriidae
Peralatan yang digunakan dalam inventarisasi jenis burung
adalah teropong binokular, teropong monokular, tripod, buku
panduan lapangan jenis burung Mackinnon et al. (1995), buku
catatan lapangan, tabel inventarisasi jenis burung, alat tulis, jam, dan
kamera digital.
1.2. Prosedur Penelitian
Inventarisasi jenis burung dari famili Scolopacidae dan
Charadriidae dilakukan dengan cara pengamatan menggunakan
teropong binokular dan teropong monokular dengan menempuh jalur
darat
1.3. Cara Pengambilan Data
Pengambilan data akan dilakukan dengan metode Point Count.
Data yang diambil adalah jumlah burung dari famili Scolopacidae
dan Charadriidae yang dijumpai pada masing-masing lokasi yang
ditentukan yang berjumlah 2 pos (berubah dari sebelumnya 7 pos
karena disesuaikan dengan lapangan dan supaya tidak terjadi double
counting yang menyebabkan data menjadi tidak valid), dimana
pengamatan di setiap pos yang ditentukan secara random/acak akan
memakan waktu maksimal 15 menit (menambah waktu 5 menit
disesuaikan dengan jumlah pos; tidak menyimpang dari metode
karena waktu estimasi pada metode ini menurut literatur panduan
pengamatan adalah 10-15 menit). Pengambilan data di ketiga lokasi
yang ingin diteliti akan dilakukan sebanyak dua kali, dengan setiap
pengambilan data dilakukan pada pagi dan sore hari. Saat pagi hari
sekitar pukul 5.00 WIB-9.00 WIB dan pada sore hari sekitar pukul
16.00 WIB 18.00 WIB. Jadi pada masing-masing target tempat
penelitian akan dilakukan enam kali pengambilan data.
2. Cara Analisis Data
2.1. Menentukan indeks keanekaragaman/indeks diversitas
Menurut Lee et al.,1978., Untuk menentukan indeks
keanekaragaman burung digunakan rumus:
=

H = Indeks keanekaragaman burung


ni = Jumlah individu masing-masing jenis
10

N = Total semua jenis


Tingkat keanekaragaman burung berdasarkan nilai indeks
keanekaragaman (H) menurut kriteria Lee et al (1978), yaitu :
1. Jika H > 2.0
= Tinggi
2. Jika 1.6 < H < 2.0 = Sedang
3. Jika 1.0 < H < 1.5 = Rendah

11

BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ekowisata Mangrove Wonorejo
pada tiga lokasi yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan banyaknya
pengunjung atau aktivitas manusia dan tingkat kelimpahan nutrien bagi
burung air yaitu lokasi petak Bosem-Dermaga (dijadikan satu disesuaikan
dengan kondisi lapangan), dan petak Gajahan. Dilaksanakan selama 4
bulan, dari bulan Februari 2013 hingga bulan Juli 2013.
2. Tabel jadwal kegiatan penelitian
N
No.
1
2
3
4

Jenis Kegiatan

Bulan
Februari Maret April Mei Juni

Persiapan
Penyediaan alat
Penelitian
Penyusunan laporan

Juli

3. Rancangan Biaya
Di bawah ini adalah rancangan biaya yang diusulkan yaitu sebagai berikut
:
1. Pengadaan Peralatan dan Sewa Peralatan
Sewa Peralatan (1 buah monokular dan tripod)
Pembelian binokular (3 buah x Rp 2.300.000,00)
Kamera Digital (1 buah)
Baterai Kamera (3 buah)
2. Transportasi
Bensin untuk akomodasi (4 x Rp 20.000,00 @ 5)
Pembayaran jasa parkir (8 x Rp 2.000,00 @ 5)
3. Publikasi
Penggandaan proposal dan hasil laporan akhir
Pencetakan foto kegiatan
TOTAL Pengeluaran

Rp 500.000,00
Rp 6.900.000,00
Rp 2.000.000,00
Rp 300.000,00
Rp
Rp

400.000,00
80.000,00

Rp 500.000,00
Rp 400.000,00 +
Rp 10.980.000,00

4. Penggunaan Biaya
Sejauh ini penggunaan biaya untuk agenda awal penelitian telah
dilaksanakan, meskipun dana sepenuhnya belum turun. Namun hal
tersebut tidak menjadi kendala yang begitu berarti karena pada
pelaksanaannya masih dapat disiasati dan beberapa keperluan belum
membutuhkan dana yang besar.
12

Adapun penggunaan biaya dan realisasinya untuk pelaksanaan


penelitian ini adalah sebagai berikut :
Income (Pemasukan)
1. Dana turun (sementara)
Outcome (Pengeluaran)
1. Pengadaan Peralatan dan Sewa Peralatan
Pembelian binokular :
1.1. Nikon Action Series 10x50 CF (1 buah)
1.2. Bushnell Powerview 10x50 (1 buah)
*Pembelian 1 buah monokular dan tripod
2. Transportasi
Bensin untuk akomodasi (3 x Rp 20.000,00 @ 5)
Pembayaran jasa parkir (6 x Rp 2.000,00 @ 5)
3. Administrasi
Pembelian logbook, tabel pengamatan data, bahan pembuatan pos
(kertas karton, tali rafia, spidol boardmarker dan isinya, plastik)
Pembelian CD-RW (2 buah)
4. Publikasi
Penggandaan proposal, laporan akhir, laporan kemajuan, dan IKJP
TOTAL Pengeluaran
TOTAL Penggunaan Biaya

Rp 3.000.000,00

Rp 1.650.000,00
Rp 700.000,00
Rp 6.000.000,00
Rp
Rp

300.000,00
60.000,00

Rp
Rp

30.000,00
10.000,00

Rp 250.000,00 +
Rp 9.000.000,00
- Rp 6.000.000,00

Keterangan :
*Belum tersedia alat tapi direncanakan untuk pembelian alat tersebut
dikarenakan kebutuhan untuk pengamatan jarak jauh, disesuaikan
dengan kondisi di lapangan.
- Penggunaan biaya tersebut belum termasuk biaya lain seperti
penggandaan hasil laporan akhir, percetakan foto kegiatan, dan
sebagainya yang bersifat accidental.

13

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan dari penelitian ini sebagai berikut:
Petak Dermaga-Bosem
Jumlah Total Individu=823

Jumlah individu pada setiap jenis di Petak Dermaga-Bosem


Famili Charadriidae
CJ = 242 CK =
1 TP =
CT =
32 CPB =
1 TS =

Famili Scolopacidae
7 KLM = 534 GP =
1 TR =
2 KJP =
2 BLEB =
0 TKH =

0
0

Indeks Diversitasnya :
=

= .

Petak Gajahan
Jumlah Total Individu=360

Jumlah individu pada setiap jenis di Petak Gajahan


Famili Charadriidae
CJ =
53 CK =
0 TP =
CT =
0 CPB =
0 TS =

Famili Scolopacidae
4 KLM =
19 GP =
272 TR =
0 KJP =
0 BLEB =
7 TKH =

4
0

Sehingga, Indeks Diversitasnya :


=

14

= .

Keterangan:
H = Indeks keanekaragaman burung
Ni = Jumlah individu masing-masing jenis
N = Total semua jenis
CJ
= Cerek Jawa
CT
= Cerek Tilil
CK
= Cerek Kernyut
CPB
= Cerek Pasir-besar
TP
= Trinil Pantai
TS
= Trinil Semak
KLM
= Kedidi Leher Merah
KJP
= Kedidi Jari Panjang
GP
= Gajahan Pengala
BLEB
= Biru Laut Ekor Blorok
TR
= Trinil Rawa
TKH
= Trinil Kaki Hijau
5.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 6 kali, telah
didapatkan data yang selanjutnya dihitung Indeks diversitasnya (H). Pada kedua
petak didapatkan hasil indeks yang berbeda. Pada petak Dermaga-Bosem, Indeks
Diversitasnya bernilai 0.861115651, sedangkan pada petak Gajahan bernilai
0.82569902. Indeks Diversitas pada petak Gajahan lebih rendah daripada petak
Dermaga-Bosem. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan jumlah dari setiap jenis
yang terdapat pada masing-masing petak. Pada petak Dermaga-Bosem, terdapat 9
spesies burung yang dijumpai antara lain Cerek Jawa atau Javan Plover
(Charadrius javanicus), Cerek Tilil atau Kentish Polver (Charadrius
alexandrinus), Cerek Kernyut atau Pacific Golden Plover (Pluvialis pulva),
Cerek Pasir-besar atau Greater Sand Plover (Charadrius leschenaultii), Trinil
Pantai atau Common Sandpiper (Actitis hypoleucos), Trinil Semak atau Wood
Sandpiper (Tringa glareola), Kedidi Leher Merah atau Red-necked Stint
(Calidris ruficollis), Kedidi Jari Panjang atau Long-toed Stint (Calidris
subminuta), dan Gajahan Pengala atau Whimbrel (Numenius phaeopus).
Sedangkan pada petak Gajahan, terdapat 6 spesies burung yang dijumpai antara
lain Cerek Jawa, Trinil Pantai, Kedidi Leher Merah, Gajahan Pengala, Biru Laut

15

Ekor Blorok atau Bar-tailed Godwit (Limosa lapponica), dan Trinil Rawa atau
Marsh Sandpiper (Tringa stagnatilis).
Selain itu, pada petak Dermaga-Bosem rata-rata jumlah individu pada
masing-masing spesies lebih banyak dan beragam daripada petak Gajahan,
dimana petak Dermaga-Bosem memiliki total berjumlah 823 individu dari 9
spesies burung yang ditemukan yaitu 242 ekor Cerek Jawa, 32 ekor Cerek Tilil, 1
ekor Cerek Kernyut, 1 ekor Cerek Pasir-besar, 7 ekor Trinil Pantai, 2 ekor Trinil
Semak, 534 ekor Kedidi Leher Merah, 2 ekor Kedidi Jari Panjang, 1 ekor
Gajahan Pengala; sedangkan individu pada petak Gajahan berjumlah 360
individu dari 6 spesies burung yang ditemukan yaitu 53 ekor Cerek Jawa, 4 ekor
Trinil Pantai, 19 ekor Kedidi Leher Merah, 272 ekor Gajahan Pengala, 7 ekor
Biru Laut Ekor Blorok, dan 4 ekor Trinil Rawa. Untuk petak Dermaga-Bosem,
dapat dijumpai Cerek Kernyut dan Cerek Pasir-besar, dimana kedua burung ini
termasuk burung migran yang jarang ditemukan pada musim pra-berbiak
(menuju musim berbiak) dan secara kebetulan masih belum bermigrasi ketika
pengamatan awal dilakukan, yaitu pada bulan April. Namun pada bulan Mei
sudah tidak tampak lagi keberadaan spesies burung tersebut karena pada bulan
Mei merupakan musim berbiak dan kawasan konservasi Wonorejo bukan tempat
yang cocok bagi kedua jenis burung ini untuk berbiak. Hal ini dikarenakan Cerek
Kernyut berbiak di wilayah tundra Arktik dari paling utara Asia hingga ke
Alaska dan Cerek Pasir-besar berbiak di wilayah semi gurun Turki dan ke arah
timur melewati Asia Tengah (Birdlife, 2013). Untuk petak Gajahan, didapatkan
burung migran seperti Gajahan Pengala dan Biru Laut Ekor Blorok yang juga
jarang dijumpai pada musim pra-berbiak seperti pada bulan April dimana kedua
jenis burung tersebut belum bermigrasi ke lokasi berbiaknya. Namun, selama ini
masih belum tampak lagi keberadaannya.
Kedua petak ini memiliki indeks diversitas/keanekaragaman (H) yang
sangat rendah berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H) menurut kriteria Lee
et al (1978), yaitu :
1. Jika H > 2.0
= Tinggi
2. Jika 1.6 < H < 2.0 = Sedang
3. Jika 1.0 < H < 1.5 = Rendah
Rendahnya indeks ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena
musim migrasi yang telah terlewati pada bulan September hingga April.
Sedangkan pengamatan awal dilakukan pada pertengahan bulan April hingga
akhir bulan Mei dimana pada bulan tersebut spesies burung akan memasuki
musim berbiak di pertengahan bulan April hingga awal bulan Mei yang
menyebabkan semakin sedikitnya burung-burung perancah yang jarang
ditemukan seperti Cerek Kernyut, Gajahan Pengala, Biru Laut Ekor Blorok, dan
Cerek Pasir-besar karena persiapannya untuk kembali ke lokasi berbiak, dan di
pertengahan selanjutnya bulan Mei telah memasuki musim berbiak sehingga
burung-burung seperti yang dijelaskan sebelumnya tidak ditemukan sama sekali
16

keberadaannya. Selain faktor musim migrasi, juga disebabkan oleh faktor


lingkungan seperti pasang air laut yang sering terjadi pada bulan April hingga
Mei sehingga wilayah yang semula tampak daratan mudflat luas sebagai tempat
mencari makanan bagi burung-burung perancah tersebut kini tertutupi pasang air
laut yang cukup tinggi bahkan juga sering terjadi pasang perbani yaitu pasang air
laut setinggi-tingginya yang dapat menyebabkan tidak ada makanan seperti
kepiting payau jenis Uca sp. yang melimpah dan hewan moluska (salah satunya
kerang-kerangan), karena jenis-jenis hewan ini akan keluar dari permukaan
mudflat untuk beraktivitas. Selain itu, ukuran kakinya yang tidak begitu panjang
membuat spesies burung tersebut tidak mudah ketika berjalan di air yang sedang
pasang bahkan pasang perbani. Faktor lingkungan lainnya yang masih
berpengaruh adalah aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang tinggi
menyebabkan burung-burung yang sensitif ini merasa terganggu sehingga
menjauhi sumber gangguan, seperti contoh pengamatan pada tanggal 27 April
2013 (tabel pengamatan pada lampiran) terdapat acara penanaman mangrove
yang diadakan di sekitar lokasi pengamatan oleh salah satu perusahaan rokok
ternama di Indonesia. Di dalam acara ini, banyak aktivitas manusia seperti suara
keras dari sound system menjadi pencemar suara yang mengusik keberadaan
burung-burung yang sedang makan sehingga menyebabkan mereka berpindah ke
lokasi yang lebih tenang untuk mencari makanan. Sedangkan pada sore hari di
hari yang sama ketika acara tersebut selesai, burung-burung kembali melimpah
ruah di lokasi pengamatan untuk beraktivitas seperti mencari makanan, berjemur,
berdiam diri, dan sebagainya. Aktivitas manusia lainnya seperti memancing juga
mempengaruhi kelimpahan spesies burung pada habitatnya. Dengan demikian,
burung-burung tersebut dapat kembali beraktivitas dengan tenang tanpa ada
gangguan dari manusia.

17

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pada petak Dermaga-Bosem memiliki tingkat keanekaragaman lebih tinggi
daripada petak Gajahan berdasarkan nilai indeks diversitas yang didapatkan
yaitu 0.861115651 untuk petak Dermaga-Bosem dan 0.82569902 untuk petak
Gajahan.
2. Pada kedua petak, ditemukan 4 jenis burung migran yang jarang ditemukan
pada musim pra-berbiak untuk bersiap kembali ke lokasi berbiak seperti
Cerek Kernyut atau Pacific Golden Plover (Pluvialis pulva) dan Cerek Pasirbesar atau Greater Sand Plover (Charadrius leschenaultii) pada petak
Dermaga-Bosem serta Biru Laut Ekor Blorok atau Bar-tailed Godwit (Limosa
lapponica) dan Gajahan Pengala atau Whimbrel (Numenius phaeopus) pada
petak Gajahan.
3. Faktor yang mempengaruhi indeks diversitas burung-burung dari famili
Charadriidae dan Scolopacidae ini antara lain pasang surut air laut dan
aktivitas manusia. Untuk musim migrasi, dimasukkan dalam kategori faktor
yang disebabkan oleh human error dimana termasuk dalam aktivitas manusia.
6.2 Saran
Waktu penelitian sebaiknya disesuaikan dengan waktu migrasi burung sehingga
dapat diambil data yang valid. Demi menjaga kuantitas biodiversitas burung air
yang terdapat di Wonorejo sebaiknya dilakukan pengamatan secara berkala.
Selain itu, perlu dilakukan adanya penataan wilayah khususnya dalam bidang
pembangunan proyek perumahan agar tetap terjaga wilayah konservasi satwa liar
di Wonorejo khususnya burung air.

18

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1999. Important Bird Area (IBA) Java-Bali. Bird Life International.
Geering A., Agnew L., Harding S. 2007. Shorebirds of Australia. Australia: Csiro
Publishing.
Holmes, D. & Nash. S. 1999. LIPI-Seri Panduan Lapangan Burung-Burung di
Jawa dan Bali. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI Prima Centra.
MacKinnon, J. 1995. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa
dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
MacKinnon, J., Karen P, Bas Van Balen. 2010. Burung-Burung di Sumatra,
Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei
Darussalam). Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI.
Peterson, R.t. 1986. Burung. Jakarta: Tira Pustaka.
Geering A., Agnew L., Harding S. 2007. Shorebirds of Australia. Australia: Csiro
Publishing.

19

LAMPIRAN
I.

Dokumentasi Kegiatan :

Persiapan pengamatan dengan membawa


Pengamatan menggunakan binokular
peralatan monokular dan tabel pengamatan data

Melimpahnya burung ketika surut

Ketika pasang sebagian besar, jumlah


burung sedikit

Kegiatan konstruksi dan parkir yang terlalu Acara yang berpotensi ramai
memadati menunjukkan adanya aktivitas
mengakibatkan berkurangnya atau
manusia yang tinggi yang berpengaruh
bahkan tidak ada sama sekali
pada keberadaan burung air

20

II.

Nota Pembayaran

21

Anda mungkin juga menyukai