Anda di halaman 1dari 12

BENDA ASING DI ESOFAGUS

BAB I
PENDAHULUAN

Benda asing di esofagus dapat berupa benda tajam maupun tumpul atau makanan
yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan secara sengaja atau tidak sengaja1.
Lokasi tersangkut biasanya sering ditemukan di tempat penyempitan fisiologis esofagus1,2.
Penyebabnya adalah kebiasaan makan dan minum terburu-buru serta cara penyediaan
makanan yang kurang tepat.
Mati lemas karena sumbatan jalan nafas akibat tertelan atau teraspirasi benda asing
merupakan penyebab ke tiga kematian mendadak pada anak dibawah umur 1 tahun dan
penyebab kematian ke empat pada anak usia 1-6 tahun (National Safety Council 1984).
Morbilitas dan mortalitas yang tinggi tergantung pada komplikasi yang terjadi. Benda asing
yang bukan makanan kebanyakan tersangkut di servikal esofagus, biasanya di otot
krikofaring atau arkus aorta, kadang-kadang di daerah penyilangan esofagus dengan bronkus
utama kiri atau pada sfingter kardio-esofagus. Tujuh puluh persen dari 2394 kasus benda
asing esofagus ditemukan di daerah servikal, dibawah sfingter krikofaring, 12 % di daerah
hipofaring dan 7,7% di esofagus torakal.
Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat dibagi dalam
golongan anak dan dewasa1.Faktor predisposisi pada anak antara lain belum tumbuhnya gigi
molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang
belum sempurna pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun1. Pada orang dewasa tertelan
benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu yang telah kehilangan
sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum, pada penderita gangguan metal dan psikosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Benda asing

II.2 Epidemiologi
II.3 Etiologi
Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat dibagi dalam
golongan anak dan dewasa1.Faktor predisposisi pada anak antara lain belum tumbuhnya gigi
molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang
belum sempurna pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun1. Pada orang dewasa tertelan
benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu yang telah kehilangan
sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum, pada penderita gangguan metal dan psikosis.
Fakor predisposisi lain adalah adanya penyakit-penyakit esofagus yang menimbulkan
gejala disfagis kronis, yaitu penyakit esofagitis refluks, striktur pasca esofagitis korosif,
akhalasia, karsinoma esofagus atau lambung, cara mengunyah yang salah dengan gigi palsu
yang kurang baik pemasangannya, mabuk (alkoholisme) dan intoksikasi (keracunan).
Gejala yang timbul berupa rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok
(gagging), disfagia, muntah1. Benda asing di saluran napas (trakeobronkial) dapat merupakan
benda asing eksogen atau endogen. Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti
kacang-kacangan, tulang, dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan lain-lain.
Benda asing endogen contohnya krusta, mekonium dan lain-lain4.

II.4 Patogenesis
Benda asing yang berada lama di esofagus dapat menimbulkan berbagai komplikasi,
anatara lain jaringan granulasi yang menutupi benda asing, radang periesofagus. Benda asing
tertentu seperti baterai alkali mempunyai toksisitas intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi
edema dan inflamasi lokal, terutama bila terjadi pada anak-anak. Batu baterai mengandung
elektrolit, baik natrium atau kalium hidroksida dalam larutan kaustik pekat. Pada penelitian
binatang in vivo, bila baterai berada dalam lingkungan yang lembab dan basah, maka
pengeluaran elektrolit terjadi dengan cepat, sehingga terjadi kerusakan jaringan dengan
ulserasi lokal, perforasi atau pembentukan striktur. Absorbsi bahan metal dalam darah

menimbulkan toksisitas sistemik. Oleh karena itu benda asing batu baterai harus segera
dikeluarkan.
Diagnosis benda asing di
saluran napas ditegakkan berdasarkan
anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu,
tiba-tiba timbul rasa tercekik (
choking
),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
seperti radiologi dan endoskopi
4,7-9
.
Secara prinsip, benda asing di saluran
napas dan esofagus ditatalaksana dengan
pengangkatan
segera
secara endoskopik dalam
kondisi yang paling aman dan trauma yang
minimum
1,4
. Benda asing di traktus
trakeobronkial dikeluarkan secara
bronkoskopi, menggunakan bronkoskop kaku
atau serat optik; begitu juga dengan benda
asing di esofagus dikeluarkan secara
esofagoskopi menggunakan esofagoskop kaku
serta menggunakan cunam yang sesuai dengan
benda asing itu
1,4,6,7
. Tindakan bronkoskopi
harus
segera
dilakukan, apalagi bila benda
asing bersifat organik karena benda asing

organik seperti kacang-kacangan mempunyai


sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan
mengembang oleh air serta menyebabkan
iritasi pada mukosa
4
.
Kami laporkan satu kasus benda asing di
bronkus pada seorang balita laki-laki dan satu
kasus benda asing di esofagus pada seorang
wanita dewasa yang berhasil di ekstraksi secara
bronkoskopi dan esofagoskopi.
LAPORAN KASUS
Kasus 1 (MR: 22-45-21)
Seorang balita laki-laki berumur 23 bulan,
N, dibawa orangtuanya ke IGD RSUP. H.
Adam Malik Medan pada tanggal 17 Oktober
2002 sekitar pukul 14.00 WIB membawa
surat pengantar dari sejawat spesialis THT
dengan keluhan sesak napas. Dari allo
anamnesis diketahui bahwa penderita terhirup
kacang tanah sejak malam sebelumnya (16
Oktober 2002, sekitar jam 20.00 wib) dimana
saat itu penderita nonton TV sembari
mengunyah kacang dan melompat-lompat.
Kemudian penderita tersedak diikuti batukbatuk dan selanjutnya sesak napas. Penderita
dibawa orangtuanya ke UGD RS swasta dan
ditangani oleh dokter umum. Oleh dokter
tersebut hanya diberi obat dan dikatakan
bahwa balita ini tidak apa-apa lalu disuruh
pulang. Orangtua penderita merasa tidak puas
dan membawa anaknya ke praktek dokter
spesialis anak (sekitar jam 22.00 wib). Oleh
spesialis anak, penderita disuruh menjalani

pemeriksaan foto rontgen dada di salah satu


RS swasta lainnya. Setelah menjalani
pemeriksaan foto rontgen dada, penderita
dianjurkan kembali keesokan harinya untuk
mengambil hasil foto. Ketika penderita
dibawa orangtuanya mengambil hasil foto
pada tanggal 17 Oktober sekitar jam 10.00
wib, dokter UGD RS tersebut merujuk
penderita ke spesialis THT, lalu spesialis THT
tersebut mengirim penderita ke RSUP. H.
Adam Malik.
Status presens
:
- Kesadaran: compos mentis, Nadi:
108x/menit, Temp.: afebris BB 12 kg
- RR: 44x/menit, sianosis (+) jika penderita
menangis, stridor (+).
Status lokalisata
:
Telinga, hidung dan tenggorok dalam
batas normal. Pemeriksaan laringoskopi
indirek sulit dilakukan.
Hasil foto rontgen dada: tidak tampak
kelainan radiologis dari cor dan pulmo.
Diagnosis sementara
:
Susp. benda asing di saluran napas.
Terapi
:
Ekstraksi benda asing secara bronkoskopi
dengan anestesi umum.
Penderita dipuasakan
Dilakukan ekstraksi benda asing secara
bronkoskopi pada tanggal 17 Oktober 2002

sekitar jam 17.00 wib. KU penderita post


bronkoskopi: baik.
Universitas
Sumatera
Utara
Laporan Kasus
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
y
No. 2
y
Juni 2007
158
Terapi post bronkoskopi (advis dari
Departemen Kesehatan Anak):
IVFD Dextrose 5% + Na Cl 0,225% 16
tetes/menit (mikro).
Inj. Cefotaxime 300mg/12 jam
Inj. Dexametason 5 mg/12 jam
Paracetamol sirup 3 x cth I
Pada follow up tanggal 18 Oktober 2002
tidak dijumpai keluhan lagi dari penderita dan
penderita diizinkan untuk PBJ.
Kasus 2 (MR: 29-68-35)
Seorang wanita berumur 35 tahun, RUB,
datang ke IGD RSUP. H. Adam Malik Medan
pada tanggal 22 Februari 2006 sekitar pukul
9.00 wib dengan keluhan tertelan gigi palsu
yang dialami penderita sekitar 1 jam sebelum
datang ke rumah sakit. Saat itu penderita
makan secara terburu-buru sehingga tanpa

disadarinya gigi palsu yang dipakainya ikut


tertelan dan tersangkut di kerongkongan.
Penderita merasa ada yang mengganjal di
kerongkongan dan mencoba mengeluarkan
namun tidak berhasil. Tidak didapati batukbatuk dan sesak nafas.
Status presens
:
- Kesadaran: compos mentis Nadi: 72x/menit
Temp.: afebris
- RR: 20x/menit, Tekanan Darah: 110/70
mmHg.
Status lokalisata
:
Telinga, hidung dan tenggorok dalam
batas normal. Pemeriksaan laringoskopi
indirek menunjukkan adanya stase ludah pada
sinus piriformis.
Foto rontgen leher menunjukkan adanya
bayangan radioopak setentang C.VI-VII, kesan
adanya benda asing di esofagus.
Diagnosis sementara
:
Benda asing di esofagus.
Terapi
:
Ekstraksi benda asing secara esofagoskopi
dengan anestesi umum.
Penderita dipuasakan
Dilakukan ekstraksi benda asing secara
esofagoskopi pada tanggal 22 Februari 2006
sekitar pukul 13.30 wib. KU penderita post
esofagoskopi: baik.
Terapi post esofagoskopi:

IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit.


Inj. Ampisilin 1 gr/6 jam.
Inj. Dexametason 1 ampul/12 jam (1 hari
saja).
Inj. Tramadol 1 ampul/8 jam (kapan
perlu).
Pada follow up tanggal 23 dan 24 Februari
2006 tidak dijumpai keluhan lagi dari
penderita dan penderita diizinkan untuk PBJ.
Diskusi
Di bagian THT FK UNPAD/RS Hasan
Sadikin Bandung selama tahun 1998 terdapat
10 kasus benda asing di traktus trakeobronkial,
5 diantaranya terdapat di bronkus kanan, 1 di
bronkus kiri dan sisanya terdapat di laring dan
trakea
5
. Di bagian THT FK USU/RSUP H.
Adam Malik Medan dari tahun 1999-2002
terdapat 7 kasus benda asing di traktus
trakeobronkial dimana 5 kasus terdapat di
bronkus dan 2 kasus di trakea.
Faktor yang predisposisi terjadinya aspirasi
benda asing ke dalam saluran napas antara lain
faktor personal (umur, jenis kelamin,
pekerjaan,dll), kegagalan mekanisme proteksi
yang normal (keadaan tidur, kesadaran
menurun, dll), faktor kejiwaan (emosi dan
gangguan psikis) dan faktor kecerobohan
(makan/minum tergesa-gesa, makan sambil

bermain, meletakkan benda asing di mulut,


memberikan kacang atau permen pada anak
yang gigi molarnya belum lengkap)
4,7
.
Diagnosis benda asing pada kasus ini
berdasarkan anamnesis (adanya riwayat makan
kacang sambil melompat-lompat, tersedak,
batuk-batuk dan sesak napas) dan gejala klinis
(frekwensi napas 40x/menit dan dispnea),
sedangkan dari pemeriksaan foto polos dada
tidak dijumpai adanya bayangan radioopak
pada saluran napas, hal ini sesuai dengan
literatur yang mengatakan bahwa benda asing
kacang-kacangan bersifat radiolusen dan
belum menunjukkan gambaran radiologis yang
berarti jika dibuat peme
riksaan foto polos <
24 jam kejadian
4
.
Pada waktu ekstraksi benda asing terjadi
kesulitan dimana pada ekstraksi pertama di
pangkal bronkus kiri, massa pecah dan masuk
ke bronkus kanan. Setelah massa di bronkus
Universitas
Sumatera
Utara
Harry A. Asroel
Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
y
No. 2
y

Juni 2007
159
kiri berhasil dikeluarkan, lalu bronkoskop
dimasukkan kembali untuk melakukan
ekstraksi pada bronkus kanan.
Pada kasus ini ada 3 hal yang menjadi
masalah, yaitu:
1. Terlalu lamanya waktu antara benda asing
masuk ke bronkus dengan mulai
dilakukannya tindakan bronkoskopi +
21
jam.
2. Lamanya persiapan untuk tindakan
bronkoskopi, di mana penderita tiba di
IGD sekitar jam 14.00 wib

tindakan
bronkoskopi baru bisa dilakukan pada jam
17.00 WIB karena petugas yang terkait
tidak berada di tempat.
3. Alat-alat yang masih sangat sederhana
(tidak komplit).
Pada kasus ke 2, tertelannya gigi palsu
karena faktor kelalaian penderita yang makan
dengan terburu-buru, juga karena posisi gigi
palsu yang telah longgar/tidak melekat kuat
ditempatnya. Saat dilakukan tindakan
esofagoskopi, tampak gigi palsu berada di
daerah C.VI-VII melewati daerah krikofaring.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus benda asing
kacang tanah di bronkus kiri pada seorang
balita laki-laki yang berhasil di ekstraksi secara
bronkoskopi dan satu kasus benda asing gigi

palsu di esofagus seorang wanita dewasa yang


berhasil di ekstraksi secara esofagoskopi,
dimana kedua tindakan ini berhasil baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Junizaf MH. Benda asing di esofagus.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, edisi kelima,
Jakarta, Balai penerbit FK UI, 2001: 24851.
2. Burton M, Leighton S, Robson A, et al.
Hall & Colmans Diseases of the Ear, Nose
and Throat, 15
th
edition, Edinburgh,
Churchill Livingstone, 2000: 217.
3. Asroel HA, Aboet A. Penanganan benda
asing daging pada esophagus dengan enzim
proteolitik. Kumpulan abstrak PIT
Perhati-KL, Palembang, 2001: 180.
4. Junizaf MH. Benda asing di saluran napas.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku
Ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, edisi kelima,
Jakarta, Balai penerbit FK UI, 2001: 21823.
5. Kurnaidi WG, Purwanto TB. Benda asing
pada bronkus. Dalam: Kumpulan naskah
ilmiah KONAS PERHATI XII, Semarang
28-30 Oktober 1999: 426-33.
6. Munter DW, Gelford B. Foreign bodies,
Trachea. Available from URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic7
51.htm

7. Murray AD. Foreign bodies of the airway.


Available from URL:
http://www.emedicine.com/
ent/topic451.htm
8. Zawadzka-Gos L, Jakubowska A, Zajac B,
et al. Foreign bodies of the airway in
children. Available from URL:
http://www.borgis.pl/czytelnia/new_med/
2001/02/07.html
9. Lee KJ. Essential Otolaryngology: Head &
Neck Surgery, 7
th
edition, Connecticut,
Appleton & Lange, 1999: 902-3.
Universitas
Sumatera
Utara

Anda mungkin juga menyukai