Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan
untuk melangsungkan kehidupannya. Namun, makanan dapat menjadi sumber penyakit
jika tidak memenuhi kriteria sebagai makanan baik, sehat dan aman. Berbagai
kontaminan dapat mencemari bahan pangan dan pakan sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi.
Fungsi makanan yaitu menjaga keberlangsungan hidup dan menjaga agar makhluk
hidup sehat lahir dan bathin. Selain itu, kualitas makanan yang dikonsumsi dapat
berpengaruh terhadap kualitas hidup dan perilaku makhluk hidup itu sendiri. Oleh karena
itu, setiap makhluk hidup selayaknya berusaha untuk mendapatkan makanan yang
baikseperti dinyatakan dalam FirmanNya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah
diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepadaNya saja kamu menyembah (QS Al-Baqarah: 172). Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu,
dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya (QS Al- Maidah: 88).
Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan yang dikonsumsi harus baik
ditinjau dari segi fisik dan psikologis, karena kualitas makanan berpengaruh terhadap
kualitas makhluk hidup, terutama manusia.

Kualitas makanan atau bahan makanan di alam ini tidak terlepas dari berbagai
pengaruh seperti kondisi dan lingkungan, yang menjadikan layak atau tidaknya suatu
makanan untuk dikonsumsi. Berbagai bahan pencemar dapat terkandung di dalam
makanan karena penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi, proses pengolahan, dan
proses penyimpanan.

Oleh karena alasan tersebut di atas, maka perlunya meningkatkan kewaspadaan


dalam memilih bahan makanan atau makanan olahan yang akan dikonsumsi dan tidak
mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluarsa atau yang disimpan terlalu lama.

Label pada kemasan produk pangan bukan sekadar hiasan. Di atasnya


terkandung banyak "cerita" tentang produk di dalam kemasannya bagi calon pembeli.
Cerita itu pula yang membantu calon pembeli untuk memutuskan membeli atau tidak.

Setiap kali hendak membeli pangan dalam kemasan, yang pertama kali dilihat
calon konsumen adalah kemasan dan labelnya. Kemasan itu sangat beragam bentuk dan
bahannya. Namun, yang lebih penting adalah label yang terdapat pada kemasan itu. Dari
label inilah konsumen mengetahui banyak hal soal produk di dalam kemasan itu.

Setidaknya, ada delapan jenis informasi yang bisa diketahui dari label kemasan
produk pangan. Yakni sertifikasi halal, nama produk, kandungan isi, waktu kedaluwarsa,
kuantitas isi, identifikasi asal produk, informasi gizi, dan tanda-tanda k, kualitas lainnya.
Informasi-informasi ini mesti diperhatikan dengan seksama supaya konsumen tidak salah
beli.

Selain itu, ada pula informasi yang tidak boleh dicantumkan pada label kemasan.
Informasi itu menyangkut hal-hal yang membingungkan dan membuat rancu konsumen.
Juga, informasi tentang sesuatu ciri khas yang sebenarnya dimiliki oleh produk pangan
sejenis. Umpamanya, tulisan tanpa zat pewarna untuk produk yang memang dilarang
menggunakan zat pewarna. Informasi efek pengobatan atau penyembuhan penyakit
tertentu, juga tidak boleh dicantumkan pada label kemasan produk pangan bukan
dietetik. Supaya tahu harga zat gizinya

Sertifikasi halal untuk Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim


memang sangat penting. Karena itu, produk makanan dalam kemasan yang beredar di
Indonesia sekarang harus halal seperti dicantumkan pada labelnya. Kehalalan ini
sebenarnya tidak terbatas pada bahannya saja, tetapi juga pemrosesannya. Dengan begitu
kehalalan mencerminkan tingkat sanitasi dan higiene optimal produk itu. Ini jelas

menguntungkan pengusaha karena pasarnya menjadi terbuka lebar, tidak Cuma terbatas
pada konsumen muslim.

Pada setiap kemasan nama produk pada labelnya merupakan informasi utama
yang memungkinkan konsumen mengidentifikasi jenis produk itu. Penamaannya dapat
karena aturan, macam susu, mentega, atau minyak goreng. Atau, karena penggunaan
komersialnya, seperti tepung telur, tepung ikan, atau hati bebek Barbarie. Penamaan
secara fantasi tidaklah mencukupi dan harus mengidentifikasikan keadaan sebenarnya
atau perlakuan yang diperolehnya.

Contohnya, susu bubuk, gula pasir, sayuran terliofilisasi, susu UHT (ultra high
temperature), atau susu pasteurisasi. Terkadang, untuk maksud dikenal, penamaan
dilakukan dengan dua nama mirip namun berbeda. Contohnya yoghurt (Anglo-saxon)
dan yaourt (Prancis). Yaourt adalah susu fermentasi yang menggunakan hanya dua
macam bakteri, S.thermophilus dan L. delbrueckii subsp. Bulgaricus. Sedangkan pada
yoghurt, di samping dua bakteri tadi diizinkan pula penambahan mikroba macam
Bifidobacterium longum atau L. acidophilus.

Sekarang ini seiring dengan meningkatnya tingkat kesibukan , masyarakat kini


cenderung kurang memperhatikan makanan yang mereka makan. Baik itu dari segi
kebersihan, kesehatan, atau kandungan gizi yang terkandung dalam makanan,
kecenderungan orang hanya memikirkan dari segi ekonomis dan kepraktisannya saja.
Salah satu contohnya adalah makanan kaleng .Makanan kaleng adalah sumber utama
senyawa beracun dari mikroba bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan
keracunan botulinin. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak
sempurna atau adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses
pemanasan pengolahannya atau pada kaleng yang bocor, sehingga makanan di
dalamnya terkontaminasi udara dari luar.
Berdasarkan uraian di atas tersirat bahwa senyawa beracun dari mikroba bakteri
Clostridium botulinum ini sangat membahayakan bagi kehidupan manusia sekarang ini
yang menuntut kepraktisan dalam mengonsumsi makanan.Oleh karena itu penyusun
tertarik untuk menyikapi permasalahan tersebut dikaji lebih lanjut dalam bentuk karya
tulis yang berjudul Keracunan Pangan Akibat Oleh Toksin Botulinin.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain :
1. Bagaimana kriteria makanan yang aman untuk dikonsumsi ?
2. Apa saja contoh senyawa beracun yang tergolong alamiah, sintesis, dari mikroba,
serta residu pencemaran akibat makanan kadaluarsa?
3. Bagaimana cara menanggulangi bahaya toksin botulinin yang terdapat dalam
makanan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik senyawa beracun dalam makanan kaleng yaitu mikroba
bakteri Clostridium botulinum.
2. Mengetahui dampak kesehatan dari pencemaran senyawa beracun dalam makanan
khususnya dari mikroba bakteri Clostridium botulinum
3. Mengetahui cara menanggulangi bahaya dari toksin botulinin dalam makanan.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah memberikan informasi mengenai senyawa
beracun dalam makanan kaleng khususnya dari mikroba bakteri Clostridium botulinum,
dampaknya bagi kesehatan, serta cara menanggulangi bahaya dari senyawa-senyawa
beracun tersebut dalam makanan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Senyawa Kimia Beracun


Pengertian bahan kimia beracun dapat didefinisikan sebagai bahan kimia yang
dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya.
Keracunan diakibat dari aktivitas mikroorganisme dibedakan menjadi food intoxication dan
food infection. Food intoxication terjadi karena makanan tercemar oleh toksin, sedangkan
food infection terjadi karena makanan terkontaminasi oleh parasit, protozoa atau bakteri
patogen.
Keracunan makanan yang sering terjadi umumnya disebabkan karena makanan
mengandung eksotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum atau enterotoksin
yang dihasilkan oleh Staphyilococci.Hal itu menyebabkan terjadinya intoksikasipada
manusia atau mahluk hidup lainnya, intoksikasiyaitu keracunan yang disebabkan oleh
bahan pangan yang mengandung senyawa beracun.
Sedangkan kriteria suatumakanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak
mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan
tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan
dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia,
dan fisik, harus selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia
pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.

2.2 Clostridium botulinum


Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat anerob yang
berarti organisme-organisme ini tumbuh paling baik pada tingkat-tingkat oksigen yang
rendah atau ketidakhadiran oksigen, Gram-positif, dapat membentuk spora, dan dapat
memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup
dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar.
Bakteri clostridium botulinum membentuk sel reproduksi yang disebut spora. Seperti
biji, spora bisa hidup di bagian yang tidak aktif untuk beberapa tahun, dan mereka sangat
bersifat melawan terhadap kerusakan. Ketika kelembaban dan bahan bergizi ada dan
oksigen tidak ada (seperti pada usus atau botol atau kaleng bersegel), spora tersebut mulai

bertumbuh dan menghasilkan racun. Beberapa racun dihasilkan oleh Clostridium


botulinum tidak dihancurkan oleh enzim pelindung usus.
KLASIFIKASI
Kingdom

: Bacteria

Divisi

: Firmicutes

Kelas

: Clostridia

Ordo

: Clostridiales

Famili

: Clostridiaceae

Genus

: Clostridium

Species

: Clostridium botulinum

Gambar 1.Clostridium botulinum

2.3 Ekologi Clostridium Botulinum


Penyebaran bakteri Clostridium botulinummelalui spora yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinumdapat ditemukan di saluran pencernaan
manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora Clostridium
botulinumjuga dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen.
Spora tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan
yang terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng
makanan, spora spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat
menghasilkan neurotoksin. Pada makanan yang tertutup dan pH nya rendah (lebih dari
6

4,6) merupakan tempat pertumbuhan bakteri C. botulinum yang kemudian dapat


memproduksi racun. Faktor lain yang mendukung tumbuhnya spora menjadi sel
vegetatif adalah kadar garam yang di bawah 7%, kandungan gula di bawah 50%,
temperatur 4oC 49oC (suhu kamar), kadar kelembapan tinggi, serta sedikitnya
kompetensi dengan bakteri flora.

2.4 Toksin Clostridium botulinum


Clostridium botulinum menghasilkan toksin yang disebut neurotoksin atau
BoNT (botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan eksotoksin karena toksin
dikeluarkan oleh bakteri ke lingkunganserta neurotoxinpaling kuat yang pernah
ditemukan. Toksin botulinum ini memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan
toksin tetanus. Namun, toksin botulinum mempengaruhi syaraf periferi karena
memiliki afinitas untuk neuron pada persimpangan otot syaraf.
Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda beda yang dihasilkan oleh C.
botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan
botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan sebagian besar botulisme pada
hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah unggas liar dan unggas ternak,
sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun tipe G telah diisolasi dari tanah di
Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan oleh strain ini.

2.5 Neurotoksin
Neurotoksin merupakan jenis racun yang menyerang system saraf. Aktivitas
neurotosin dapat dicirikan oleh kemampuan untuk menghambat neuron kontrol atas
ion konsentrasi di seluruh sel membran, atau komunikasi antara neuron di seluruh
sinaps. Dengan menghambat kemampuan untuk neuron untuk menjalankan fungsi
yang diharapkan mereka intraseluler, atau lulus sinyal ke sel tetangga, neurotoksin
dapat menyebabkan penangkapan sistem saraf sistemik seperti dalam kasus dari
toksin botulinum, atau bahkan kematian jaringan saraf. Para waktu yang dibutuhkan
untuk timbulnya gejala setelah terpapar racun saraf dapat bervariasi antara racun yang
berbeda, berada di urutan jam untuk toksin botulinum.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Keracunan Makanan oleh Clostridium botulinum


Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah,
sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah
bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar.
Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka.
Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism
disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism
merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang
berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia (Anonimus
2006a).
Terdapat tujuh strain botulism, masing masing memproduksi protein yang
berpotensi sebagai neurotoxin. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada
manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada unggas domestik dan liar. Tipe Cbeta dan D menyebabkan botulism pada ternak. Tipe ketujuh dari botulism, strain G,
telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi jarang dan belum menunjukkan hubungan
yang menyebabkan botulism manusia atau binatang. Tipe A dan beberapa tipe B dan
tipe F mendekomposisikan protein binatang dan menyebabkan bau dari makanan yang
membusuk, dan daging busuk. Tipe E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak
proteolytic (mereka tidak mencerna protein binatang). Ketika muncul, tipe botulism
ini tidak dapat terdeteksi dengan bau yang kuat (Anonimus 2006a).
Bakteri clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan
dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus
dipanaskan hingga temperatur 120oC atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure
cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat dihancurkan oleh panas.
Untuk menghancurkan toxin yang bersumber dari makanan, makanan harus
dipanaskan hingga 85oC atau lebih selama lima menit, atau merebus sedikitnya
selama 10 menit. Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan
memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya.
Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat

membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam
mendapatkan host (Anonimus 2006a).
Waktu inkubasi Clostridium botulinum adalah 12 sampai 36 jam. Gejala klinis
yang disebabkan intoksikasi diantaranya adalah gangguan pencernaan akut yang
diikuti oleh pusing-pusing dan muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit
kepala. Gejala lanjut konstipasi, kesulitan menelan dan berbicara, lidah bisa
membengkak dan tertutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar
kehati dan saluran pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam
hari (Siagian 2002). Menurut Bayrak AO and Tilky HE (2006), gejala klinis akan
muncul 2- 36 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium
botulinum.

Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan


pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan
jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan
atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:

Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging


dan ikan, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran
daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain).
Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan
produk-produk lain.
Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran
kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian 2002).

Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi


dengan beberapa cara, yaitu:
9

Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan


tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain.
Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena
kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH,
kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil
pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan,
MPN, dan mikroskopis.
Keracunan oleh mikroba adalah jenis keracunan yang paling banyak dan
sering ditemui di masyarakat. Makanan menjadi beracun karena telah terkontaminasi
dengan jenis bakteri tertentu, yang karena dibiarkan tumbuh dan berkembang biak
selama penyimpanan, sehingga dapat membahayakan konsumen. Keracunan akibat
tercemar oleh bakteri Clostridium botulinum sering terjadi dalam kehiduan seharihari. Racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum akan diserap di dalam
lambung, duodenum dan bagian pertama jejunum. Kemudian akan diedarkan oleh
darah dan menyerang saraf. Gejala akibat keracunan dimulai 18 24 jam setelah
makan makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum. Gejala gejalanya yaitu
: bibir kering, gangguan penglihatan (inkoordinasi otot otot mata, penglihatan
ganda), ketidakmampuan menelan, sulit berbicara; tanda tanda paralisis bulbar
berlangsung secara progresif, dan kematian terjadi karena paralisis pernapasan atau
jantung berhenti. Gejala gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada
demam. Penderita tetap sadar segera sebelum mati.

3.2. Mekanisme racun Botulinin


Pada siklus yang normal, asetilkolin neurotransmitter akan dilepaskan oleh vesikel
di junction pada ujung serabut saraf. Asetilkolin akan memasuki sinapsis dan
memfasilitasi transfer impuls saraf dengan membuat jembatan pada gap antara ujung
serabut saraf dengan sel reseptor otot sehingga komunikasi sel dapat berlangsung.

10

Gambar 2. Trasmisi Saraf Normal

Pada orang yang mengalami keracunan akibat toksin botulinin, racun akan
memasuki deaerah membran sel ujung serabut saraf. Molekul molekul toksin tersebut
akan menutupi permukaan bagian dalam dari membran sel tersebut sehingga menghalangi
vesikel yang akan melepaskan asetilkolin. Terjadi paralisis.

Gambar 3. Racun Botulinin Menghambat Transmisi Saraf

11

3.3 Bahan Makanan Yang Tercemar Oleh Bakteri C. botulinum


Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen
didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri
anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora
bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun
demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh
toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang
berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100
gram dapat membunuh setiap manusia didunia.
Penyebaran bakteri Clostridium botulinum melalui spora yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinum dapat ditemukan di saluran pencernaan
manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora Clostridium botulinum
juga dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut
dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang
terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng makanan,
spora spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat menghasilkan
neurotoksin.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH
lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis
mikroba yang terdapat didalamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas
tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1. Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan ikan,
beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging
dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain).
2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan
produk-produk lain.
3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng
seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian 2002)
Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau
kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain.

12

2. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan oleh
mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur,
indeks refraktif, dan lain-lain.
3. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan
komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
4. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan
mikroskopis.
Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium
botulinum diantaranya adalah produk mengalami fermentasi, bau asam, bau keju atau
bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Penampakan pada keleng
memperlihatkan bahwa kaleng menggembung. Jika dibiarkan terus menerus mungkin
bisa meledak.

3.4 Pengobatan Akibat Keracunan Makanan oleh Clostridium botulinum


Penderita botulisme (keracunan akibat toksin botulinin) harus segera dibaw ke
rumah sakit. Pengobatannya harus segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil
laboratorium untuk memperkuat diagnosis.
Langkah-langkah untuk mengeluarkan toksin agar tidak diserap ialah:
-

Perangsangan muntah.

Pengosongan lambung melalui lavase lambung.

Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Bahaya terbesar akibat keracunan ini ialah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital
seperti tekanan darah denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu harus diukur secara cara
rutin. Jika gangguan pernafasan muali terjadi, penderita harus dibawa ke ruang intesif dan
mendapatkan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian
akibat keracunan toksin botulinin, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi
10%. Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.
Pemberian Antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan secara langsung, tetapi
dapat memperlambat atau menghentikan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga
tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan. Anti toksin diberikan
sesegera mungkin setelah didiagnosis, pemberian ini umumnya efektif bila dilakukan
dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan
kepada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.

13

3.5 Tindakan Pencegahan Terhadap Racun Botulinin


Dalam dunia industri dilakukan strategi penghambat pada bakteri yang bersifat
merugikan (patogen) salah satunya adalah Clostridium botulinum, dengan melakukan
pengemasan (packaging). Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengemasan
tersebut

harus

memiliki

sifat-sifat

meliputi permeabel

terhadap udara (oksigen dan gas lainnya), bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi
dan menyebabkan reaksi kimia) sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan
cita rasa produk yang dikemas, kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara
sekitarnya), kuat dan tidak mudah bocor, relatif tahan terhadap panas dan mudah
dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah. Makanan adalah produk yang
membutuhkan perawatan dan pengemasan khusus. Dalam mengemas makanan, kita
tak boleh salah pilih, karena jika makanan dikemas dengan asal-asalan, hasilnya akan
berantakan. Makanan jadi cepat membusuk dan masa simpannya lebih pendek. Untuk
mengemas makanan, anda memerlukan mesin pengemas kedap udara. Dengan
pengemas kedap udara (vacuum), bakteri-bakteri yang menyukai tempat seperti
makanan akan dapat dihindari.
Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan oleh konsumen diantaranya adalah
selalu memperhatikan batas kadaluarsa makanan kaleng serta memasak pangan
kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam
lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar
atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah
menggembung. Uji bau dapat dilakukan dengan cara mencium bau makanan tersebut,
jika baunya sudah menglami perubahan lebih baik tidak mengkonsumsi makanan
kaleng tersebut.

14

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Racun botulinin merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium
Botulinum.Bakteri ini terdapat secara luas di alam,kadang ada di dalam feses
binatang.Terdapat enam tipe berdasarkan toksin,yaitu A,B,C,D,E,F. Pada manusia
terdapat tipe A,B,dan E. Kerja toksin ini adalah memblokir pembentukan atau pelepasan
asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi kelumpuhan otot.
Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan kaku, mata berkunangkunang, dan kejang-kejang yang menyebabkan kematian karena sukar bernapas. Biasanya
bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada
kaleng yang bocor, sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar.
Botulinin merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat.
Satu mikrogram botulinin sudah cukup mematikan manusia. Untungnya karena
merupakan protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat diinaktifkan dengan
pemanasan pada suhu 80 derajat Celsius selama 30 menit. Garam dengan konsentrasi 8
persen atau lebih serta pH 4,5 atau kurang dapat menghambat pertumbuhan Clostridium
botulinum, sehingga produksi botulinin dapat dicegah.

4.2. Saran
Untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum dan
menghindari risiko keracunan racun botulinin. Makanan yang diawetkan di rumah harus
dimasak secara baik sehingga dapat membunuh spora dan makanan harus dimasak
sebelum dimakan.Makanan rumah yang harus diperhatikan adalah: kacang-kacangan,
jagung, ikan asap atau ikan segar dalam plastic. Makanan yang mengandung toksin tidak
selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang berbeda dari makan yang tidak tercemar

15

DAFTAR PUSTAKA

duniaveteriner. (2010, Maret 18). Disadur Maret 03, 2012, Dari Clostridium Botulinum Sebagai
Penyebab Keracunan Pada makanan: http://duniaveteriner.com/2010/03/clostridiumbotulinum-sebagai-penyebab-keracunan-pada-makanan/print
aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI INDUSTRI. (2011, Januari 11). Disadur Maret 31, 2012,
Dari STRATEGI INHIBITOR PERTUMBUHAN Clostridium botulinum PADA PRODUK
BAHAN PANGAN DALAM INDUSTRI KALENGAN SERTA PENANGANAN MEDIS
PADA BOTULISME: http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/strategi-inhibitorpertumbuhan-clostridium-botulinum-pada-produk-bahan-pangan-dalam-industri-kalenganserta-penanganan-medis-pada-botulisme/
BoNa LIN_TONG-RAMpah. (2011, Juni 06). Disadur Maret 31, 2012, Dari BAKTERI PATOGEN
PADA MAKANAN: http://bonfreehsbmine.blogspot.com/2011/06/bakteri-patogen-padamakanan.html
Fairus Ratna Amalia . (2011, Januari 04). Disadur Maret 03, 2012, Dari Kuman-kuman Anaerob pada
makanan kaleng: http://iyuztyasient.blogspot.com/2011/01/jumat-13-maret-2009clostridium.html
HASTOMO.SST . (2011, April 11). Disadur Maret 31, 2011, Dari BOTULISME, INTESTINAL
BOTULISM,sebelumnya dikenal sebagai Botulisme anak.:
http://hastomodjogja.blogspot.com/2011/04/botulisme-intestinal-botulismsebelumnya.html
Joglosemar. (2010, Juni 16). Disadur Maret 03, 2012, Dari Keracunan Makanan karena Bakteri
Botulinum: http://harianjoglosemar.com/berita/keracunan-massal-karena-bakteri-botulinum17856.html
Mediscastore. (n.d.). Disadur Maret 03, 2012, Dari Botulisme:
http://medicastore.com/penyakit/456/Botulisme.html
Sandi's Blog. (2009, 09 04). Disadur 03 31, 2012, Dari Bakteri Dalam Makanan Kaleng:
http://koesandi.wordpress.com/tag/bakteri-clostridium-botulinum/
sunshine46 . (2012, Februari 02). Disadur 03 31, 2012, Dari Bahaya Dibalik Makanan (bagian 2):
http://id.shvoong.com/lifestyle/food-and-drink/2257518-bahaya-dibalik-makanan-bagian/

16

Anda mungkin juga menyukai