DI negara-negara barat, tanggal 14 Februari secara tradisional diperingati sebagai Hari Valentine
(Valentine's Day). Di hari yang disebut sebagai perayaan kasih sayang itu, berbagai macam cara
digunakan untuk mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan. Mulai dari sekedar kata-kata
romantis, hadiah barang mahal, sampai perbuatan yang sifatnya lebih intim dilakukan pada hari
yang identik dengan warna pink ini.
Seiring dengan arus globalisasi yang semakin deras, bukan cuma negara-negara di benua
Amerika dan Eropa saja yang merayakan Valentine. Kini, hampir di seluruh penjuru dunia ada
perayaan Valentine. Di Indonesia, momen Valentine dirayakan oleh banyak kaum remaja
terutama di kota-kota besar.
Hanya saja, peringatan Hari Valentine di tanah air masih menjadi kontroversi. Penolakan muncul
karena peringatan hari kasih sayang ini tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya ketimuran.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) termasuk yang menentang perayaan Hari Valentine. Di mata
kaum ulama, hari peringatan tersebut tidak islami dan cenderung mendekati kemaksiatan.
Ketua MUI KH Amidhan pun mendorong para orang tua untuk melarang putra-putrinya
merayakan Hari Valentine. Berikut wawancara singkat Amidhan dengan Mohamad Adil dari
JPNN di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (13/2).
Bagaimana perayaan Valentine dipandang dari perspektif Islam?
Dari perspektif agama, perayaan Valentine's Day itu di luar ajaran Islam dan tak ada waktu kasih
sayang secara khusus di dalam ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam itu kasih sayang sepanjang
masa karena Nabi (Muhammad SAW, red) bersabda, 'Tidak beriman seseorang kecuali dia kasih
sayang kepada saudaranya dan seperti dia kasih sayang kepada dirinya sendiri,'. Jadi sepanjang
masa tidak pada perayaan tertentu.
Dan juga kepada remaja-remaja itu sendiri mereka harus sadar kasih sayang itu bukan dalam
bentuk hari tertentu. Tapi kasih sayang itu harus kasih sayang yang beritikad, misalnya kasih
sayang karena bencana banjir, kasih sayang itu dilembagakan dengan mengeluarkan infak,
membantu korban banjir.
Itu kasih sayang, bukan kasih sayang dalam bentuk birahi lalu timbul pergaulan bebas lalu terjadi
pemerkosaan dan lain sebagainya.
Apa ada yang bisa dilakukan Pemerintah mengenai masalah ini?
Ya, pemerintah itu kan hanya di sekolah. Artinya pemerintah ini hanya guru-guru, dan
sebagainya. Harus ada korelasi yang jelas antara lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan
lingkungan keluarga. Kalau lingkungan masyarakat itu mencegah atau menolak adanya
Valentine's Day, maka lingkungan sekolah yaitu pemerintah juga harus menolak, lingkungan
keluarga juga harus menolak.
Tapi sebenarnya yang pokok itu lingkungan keluarga, Jadi tiga lingkungan itu harus satu sikap
untuk menolak Valentine's Day.
Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/02/14/216841/Jangan-Lembagakan-Valentines-Daydi-Indonesia-
Analisa:
Dewasa ini seiring dengan kehidupan manusia yang selalu statis dan dinamis,
dikarenakan manusia yang tidak pernah merasa puas dan kebutuhan manusia yang terbatas, maka
menjadikan suatu perubahan kebudayaan dalam masyarakat atau individu tersebut. Apalagi
ditambah dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat di bidang informasi dan
komunikasi.
Pada saat ini bayak budaya Indonesia yang berubah, di karenakan remaja saat ini lebih
memilih budaya barat ketimbang budaya sendiri. Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal
dilupakan remaja sekarang misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu
negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan
kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga
budaya lokal mulai dilupakan. Contohnya : Hari Valentine atau hari kasih sayang yang jatuh
pada tanggal 14 Februari yang sudah melekat pada masyarakat Indonesia sejak lama. Faktor
yang menyebabkan perubahan kebudayaan ada faktor intern (dalam), faktor ektern (luar) dan
ditambah dengan perkembangan teknologi. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas
bangsa. Tidak bisa dipungkiri, Valentine ini sendiri adalah sebuah budaya pop efek dari arus
globalisasi yang tidak bisa dihindarkan. Di Indonesia sendiri valentine sudah menjadi budaya
dan selalu dirayakan oleh sebagian masyarakat khusunya remaja. Valentine adalah suatu moment
untuk mengisi hari indah dalam kehidupan anak muda, yaitu berbagi kasih sayang bersama sang
pacar. Memang, nyatanya pada tataran sosiologis, valentine seperti ini sendiri sudah dianggap
sebagai suatu hal yang lumrah dan selalu ramai meriah ketika tanggal mainnya datang. Bahkan
tidak jarang jika ada anak ABG yang tidak merayakannya, dianggap cupu, tidak gaul alias
ketinggalan jaman.
Dalam kasus atau berita diatas merupakan kontra dari suatu lembaga terhadap hari
valentine yang sudah berakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hari valentine merupakan
dampak dari akulturasi budaya dengan budaya asing. Dan budaya itu melalui teknologi seperti
internet bisa lebih mudah dan cepat untuk masuk kedalam kebudayaan Indonesia. Memang, ada
dampak positif dan negative dari akulturasi budaya yang menyebabkan perubahan kebudayaan
tidak dapat dihidarkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Tetapi semua kembali kepada
individu itu sendiri, menggangap hari valentine itu positif atau negative. Dan sangat sulit untuk
merubah kebudayaan hari kasih sayang itu.
Jadi, Semua perubahan yang terjadi banyak berakibat dari kebudayaan yang datang silih
berganti dari setiap Negara yang menghampiri Indonesia. Adanya peran pemerintah untuk
membatasi atau menyaring budaya yang masuk selain itu peran pendidikan yang memupuk rasa
nationalisme dan menjaga culture bangsa yang telah turun menurun. Selain itu peran keluarga
yang membentuk suatu karakter anak agar tetap mempunyai nilai-nilai norma budaya yang masih
kental walaupun sudah banyak dipengaruhi oleh budaya luar yang bertolak belakang dengan
budaya ke Timuran. Semua kembali pada kesadaran individu serta lingkungan sekitarnya.
TUGAS ANTROPOLOGI
PERUBAHAN KEBUDAYAAN DALAM
MASYARAKAT INDONESIA
Nama
: Devi Amalia
Nim
: 2013-41-424
Kelas
:D