PENDAHULUAN
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya
(1)
Retina terdiri dari 9 lapisan, yaitu lapis fotoreseptor, membran limitan eksterna, lapis nuklear
luar, lapis pleksiform luar, lapis nukleus dalam, lapis pleksiform dalam, lapis sel ganglion,
lapis serabut syaraf, dan membran limitan interna. Warna retina biasanya jingga dan kadangkadang pucat pada anemia dan iskemia serta merah pada hiperemia. Pembuluh darah di
dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui
papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel
kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid (1).
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari
lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina
memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak,
dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan
informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju
ke saraf optikus dan otak.
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari
sel epitel pigmen retina
(1)
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Sesungguhnya antar kedua lapisan
ini tidak terdapat perlengketan sehingga merupakan titik lemah yang potensial (1).
Ablasio retina dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu :
1. Penimbunan cairan subretina, sebagai akibat keluarnya cairan pembuluh darah
retina dan koroid (extra vasation).
2. Tarikan oleh jaringan fibrotik di dalam badan kaca.
3. Pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
hole, yaitu masuknya badan kaca cair melalui lobang pada retina ke rongga
subretina sehingga mengapungkan retina yang terlepas dari pigmen.
Berikut ini akan dibahas lebih mendalam tentang ablasio retina dan bagaimana cara
untuk menanganinya.
BAB II
ISI
Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina yang terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
3
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler dan tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel dari pada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang
berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5
mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas merupakan
suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan
malam oleh fotoreseptor batang.
2.3 Definisi
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya
salah satu bagian badan. Jadi, ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
batang retina dari sel epitel pigmen retina(1). Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina
tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis (1).
2.4
Epidemiologi
Penyebab paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah
miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio
memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami
trauma okuli. ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda,
dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Meskipun tidak ada penelitian yang
menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu
(misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya
ablasio retina.(3,4,5)
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma
okuli.Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan 40% perempuan.(5)
Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun, cedera
paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang
termasuk ablasio retina traumatik.(5)
2.5
Klasifikasi
Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:
1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)
Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti diskontuinitas
atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa terjadi robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina (1). Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus
vitreum posterior (1).
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain:
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun, usia
tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2.
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena
seseorang mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior
selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul,
kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak
dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke
dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio
retina dalam kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada
pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi,
kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan
melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.
h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and whitewithout or occult pressure, acquired retinoschisis.
10
Gambar 2.6 Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear
11
Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu
biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
12
Gambar 2.7 Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara
2.6 Diagnosis
a) Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:
a. Floaters (terlihatnya benda melayang-layang) yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreous oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.(1,2,6)
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di
sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan
cahaya atau dalam keadaan gelap.(6)
14
seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum inoukler, dan riwayat penyakit
mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati
diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta
panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor,
sickle cell leukemia, eklamsia, dan prematuritas).
Traksi
Eksudatif
Riwayat
Diabetes,
Factor-faktor sistemik
penyakit
tumpul, photopsia,
premature,trauma
seperti hipertensi
floaters, gangguan
tembus, penyakit
maligna, eklampsia,
gagal ginjal.
vena.
umum baik.
Kerusakan
Kerusakan primer
Tidak ada.
retina
kasus.
tidak ada.
Perluasan
Tidak meluas
ablasi
gravitasi, perluasan
cembung tergantung
sentral atau
gravitasi.
perifer.
15
Pergerakan
Bergelombang atau
Retina tegang,
Smoothly elevated
retina
terlipat.
batas dan
permukaan
lipatan
cekung,
meningkat pada
titik tarikan.
Bukti kronis
Garis pembatas
Tidak ada
Terlihat pada
Tidak ada
vitreous
kasus trauma
Perubahan
Penarikan
vitreous
vitreoretinal
uveitis
Cairan sub
Jernih
ada perpindahan
retinal
tergantung pada
perubahan posisi
kepala.
Massa koroid
Tidak ada
Tidak ada
Bisa ada
Tekanan
Rendah
Normal
Bervariasi
Normal
Normal
Transluminasi terblok
intraocular
Transluminasi
16
Keaadan yang
Robeknya retina
Retinopati
Uveitis, metastasis
menyebabkan
diabetikum
tumor, melanoma
ablasio
proliferative, post
maligna,
hemangioma koroid,
makulopati eksudatif
senilis, ablasi eksudatif
post cryotherapi atau
dyathermi.
b) Pemeriksaan oftalmoskopi
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan lapangan pandang
- Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma
- Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.
- Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous
untuk mencari tanda pigmen atau tobacco dust, ini merupakan patognomonis dari
ablasio retina pada 75 % kasus.
- Periksa tekanan bola mata.
- Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)
c) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta
seperti diabetes melitus.
- Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi oleh
karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.
17
- Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan untuk
membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk mendeteksi benda
asing intraokuli dan tumor.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua
robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel
pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut ke dalam ruang
subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi
vitreoretina.(2,6)
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada ablasio
retina yaitu :(7)
1.
2.
3.
18
Gambar 2.9 Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan
retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi
19
Gambar 2.10 Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang
melekatkembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada
ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk
meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.(6,7)
20
Gambar 2.11 Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas
fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus
3. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil
pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ing cavum vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan
perleketan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan
penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali
dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang
diperlukan lebih dari satu kali operasi.(6,7)
2.8 Pencegahan
Cara pencegahan yang terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan darah tinggi.
Penderita diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara rutin (1 kali/tahun), yang
dimulai pada tahun ke 5 setelah terdiagnosis menderita diabetes.
21
2.9 Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan sesudah
operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan
sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi
yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman
makula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.(7)
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang
dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang
perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.(6)
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya
dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti irreguler astigmat
akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari
pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih
menurun.(7)
22
BAB III
PENUTUP
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia
40-70 tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak (afakia,
pseudofakia), dan trauma okuler.
Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio tampak
sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat
adanya robekan retina berwarna merah.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali
lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun,
pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya.
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi
retina, maka prognosis buruk.
23