Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

A. KONSEP DASAR BBLR


1. Pengertian
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir
(Sitohang, 2007). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah neonatus
dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500
gram (2499 gram). (Saifuddin, 2008).
Pada tahun 2006 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan
berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants
(BBLR). Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan
lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa
Kehamilan ( NKBSMK).
2. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam
preterm, aterm, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus
Kurang Bulan-Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-KMK). Neonatus
Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih
Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).
Bayi prematur adalah bayi yang lahir belum cukup bulan.
Berasarkan

kesepakatan WHO, belum cukup bulan ini dibagi lagi

menjadi 3, yaitu :
1. Kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 37
minggu.
2. Sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 34
minggu.
3. Amat sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang
dari 28 minggu (Hari, 2007).

2.

Etiologi
a. Faktor Ibu.
1) Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan,
misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM,
toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
2) Usia ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20
tahun, dan multigravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian
terendah ialah pada usia antara 26 35 tahun.
3) Keadaan sosial ekonomi
Keadaan

ini

sangat

berperanan

terhadap

timbulnya

prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial


ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang
baik dan pengawasan antenatal yang kurang Demikian pula
kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang
tidak sah.ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang
lahir dari perkawinan yang sah.
4) Sebab lain
Ibu perokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
b. Faktor janin
Hidramion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
c. Faktor lingkungan
Tempat

tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat racun

(Alimul, 2008).
3.

Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan
yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu),
tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya,
yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan


janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat normal.

Dengan kondisi kesehatan yang baik, system

reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya.

Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil

sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang
tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Anemia dapat didefinisikan
sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia
defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi
selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal.

Selanjutnya mereka akan menjadi

anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl
selama trimester III.
Kekurangan

zat

besi

dapat

menimbulkan

gangguan

atau

hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.
Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi,
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar
(Handayani. 2006).

4.

Manifestasi Klinis
a. Fisik.
1)

Bayi kecil

2)

Pergerakan kurang dan masih lemah

3)

Kepala lebih besar dari pada badan

4)

Berat badan < 2500 gram

b. Kulit dan kelamin


1)

Kulit tipis dan transparan

2)

Lanugo banyak

3)

Rambut halus dan tipis

4)

Genitalia belum sempurna

c. Sistem syaraf
1)

Refleks moro

2)

Refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna.

d. Sistem muskuloskeletal
1)

Axifikasi tengkorak sedikit

2)

Ubun-ubun dan satura lebar

3)

Tulang rawan elastis kurang

4)

tot-otot masih hipotonik

5)

Tungkai abduksi

6)

Sendi lutut dan kaki fleksi

e. Sistem pernafasan
1)

Pernafasan belum teratur sering apnea

2)

Frekuensi nafas bervariasi


(Donna L. 2004).

5.

Komplikasi
1. Sindrom distrest pernafasan, disebut juga penyakit membran hialin
yang melapisi alveolus perut.
2. Aspirasi

pneumonia,

keadaan

ini

disebabkan

karena

refleks

menelan dan batuk pada bayi prematur belum sempurna.


3. Perdarahan

intraventrikuler,

ventrikel

lateral,

atau

adalah perdarahan

biasanya

terjadi

spontan

bersamaan

pada

dengan

pembentukan membran hialin di paru paru.


4. Fibroplasia retrolintal, keadaan ini disebabkan oleh gangguan
oksigen yang berlebihan. Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah
arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang
lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat
dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40%
( kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian besar
incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen

naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigen


perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan
oksigen arteri bayi.
5. Hiperbillirubinemia, keadaan ini disebabkan karena hepar pada
bayi prematur belum matang (Speirs, 2007).
6.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta
menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan
ultra sonografi.
2. Memeriksa kadar gula darah (true glukose) dengan dextrostix atau
laboratorium kalau hipoglikemia perlu diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan.
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita
aspirasimekonium.
6. Sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi pernafasan dan bila frekuensi
lebih dari 60x/menit dibuat foto thorax (Ngastiyah, 2009).

7.

Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu
untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan
lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu
lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah
infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

1) Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/BBLR


Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan
dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan
relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam

inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi


dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg
adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg
adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air
panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
Cara Perawatan Bayi dalam Inkubator:
Merupakan cara memberikan perawatan pada bayi dengan
dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suatu
lingkungan yang cukup dengan suhu yang normal. Dalam pelaksanaan
perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara
tertutup dan terbuka.
Inkubator tertutup:
a. Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka incubator usahakan
suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c. Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi.
d. Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi
tubuh.
e. Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira
dengan suhu 27 derajat celcius.
Inkubator terbuka:
a. Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat
pemberian perawatan pada bayi.
b. Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan
suhu normal dan kehangatan.
c. Membungkus dengan selimut hangat.
d. Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk
mencegah aliran udara.
e. Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui
kepala.
f. Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai

dengan ketentuan di bawah ini.


Pengaturan suhu inkubator
Berat Badan Lahir
(gram)
1500
1501-2000
2001-2500
> 2500

0-24 jam
( C)
34-36
33-34
33
32-33

2-3 hari
( C)
33-35
33
32-33
32

4-7 hari
( C)
33-34
32-33
32
31-32

8 hari
( C)
32-33
32
32
32

Keterangan:
Apabila suhu kamar 28-29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat
celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai
2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat
celcius.
2) Nutrisi
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 35 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan
didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih
lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi
frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling
utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor
menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan
sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung.
Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus

dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.


3) Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan
tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif
sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi

persalinan prematuritas ( BBLR). Dengan demikian perawatan dan


pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
4) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O 2
yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box,
konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan
(Asnah. 2004).
5) Surfaktan
a. Definisi dan Fungsi Surfaktan
Surfakatan merupakan suatu
memiliki

sifat

permukaan

bahan

senyawa

aktif. Surfaktan pada

kimia

paru

yang

manusia

merupakan senyawa lipoprotein yang terdiri dari fosfolipid (hampir


90%

bagian),

berupa

Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC)

yang

juga disebut lesitin, dan protein surfaktan sebagai SPA, SPB, SPC
dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan
baik sebagai surfaktan pada suhu normal badan 37C, diperlukan
fosfolipid

lain

(mis.

fosfatidil-gliserol) dan

juga memerlukan protein

surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk penyebarannya


keseluruh permukaan (Pusponegoro, 1997; Morley et al., 2002; Pointer et
al., 2003).
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh
pada

gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada

gestasi 24-26 minggu,yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36


minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui
reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi
surfaktan dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran
kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan
deksamethason yang

diberikan

pada

ibu

yang

diduga

akan

melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan. Karena paru-paru janin


berhubungan

dengan

cairan

amnion, maka jumlah fosfolipid dalam

cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok


ukur

kematangan

paru,

dengan

lesitin/sfingomielin dari cairan amnion.

cara

menghitung

rasio

Jumlah

lesitin

meningkat

dengan bertambahnya

gestasi,

sedangkan sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio L/S biasanya 1:1


pada gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu.
Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna,
rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari
1,5 sejumlah 73%

akan menjadi RDS. Kurangnya surfaktan adalah

penyebab terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan


meningkatnya distres pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa surfaktan merupakan
komplek

material

yang

menutupi

permukaan

suatu

alveoli paru,

yang

mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput


fosfolipid cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara
air-udara dengan harga mendekati nol, memastikan bahwa ruang alveoli
tetap terbuka selama siklus respirasi dan mempertahankan volume
residual

paru

pada

saat

akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan

permukaan juga memastikan bahwa jaringan aliran cairan adalah dari


ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan
akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan
dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan
particulate dari paru.
b. Macam-macam Surfaktan
Menurut (Pusponegoro, 1997; Ainsworth et al., 2004 ) terdapat 2 jenis
surfaktan , yaitu :
1. Surfaktan

natural

didapatkan

atau

asli,

yang

berasal

dari

manusia,

dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu

dengan kehamilan cukup bulan.


2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologic.
a. Surfaktan

eksogen

sintetik

terdiri

dari

campuran

Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan


tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat
dari

DPPC

70%

dan Phosphatidylglycerol

30%,

kedua

surfaktan tersebut tidak lama di pasarkan di amerika dan


eropa.Ada

jenis

surfaktan

sintetis

yang

sedang

dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute),


belum

pernah

ada

penelitian

tentang

keduanya

untuk

digunakan pada bayi prematur


b. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran
surfaktan

paru

anak

sapi

dipalmitoylphosphatidylcholine

(DPPC),

dengan
tripalmitin, dan

palmitic misalnya Surfactant TA, Survanta


c. Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari
paru anak sapi
BLES,

atau

sedangkan

babi, misalnya

Infasurf,

Alveofact,

yang diambil dari paru babi adalah

Curosurf . Di Indonesia terdapat 2 jenis surfaktan yang beredar


yaitu Exosurf

neonatal yang dibuat secara sintetik

DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol. Surfanta

dari

dibuat dari

paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta


biologi dibanding sintetik terletak di protein.
c. Pemberian Surfaktan pada Neonatus dengan RDS
Pemberian surfakatan dapat dilakukan dengan berbagai
macama cara yaitu nebulizer, injeksi bolus intratrakeal, atau
intraamnion. Namun rute yang paling baik adalah injeksi bolus
intratrakeal, yang mana dapat dilakukan melalui endotrakeal tube
(ETT) dengan
dimasukkan
penghisap

bantuan
tanpa

sekret

dimasukkan dengan

NG

tube.

Cateter

melepas ventilator
pada ETT.

(NG

tube)

dengan melalui

Sebagai

dapat
lubang

alternatif, NGT dapat

terlebih dahulu melepas dengan cepat

sambugan antara ETT dengan slang ventilator.


Dosis diberikan secara terbagi menjadi 4 dosis supaya
pemberiannya homogen sampai ke lobus paru bagian bawah. Setiap
seperempat dosis diberikan dengan posisi yang berbeda. Sebelum
surfaktan dimasukkan ke dalam ETT melalui NGT pastikan bahwa
ETT berada pada posisi yang benar dan ventilator di atur pada
kecepatan 60x/menit, waktu inspirasi 0,5 detik, dan FiO21,0. ETT
dilepaskan dari ventilator dan kemudian :
1. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5-10 ke bawah kepala
menoleh ke kanan, masukkan surfaktan seperempat

dosis

pertama melalui NGT selama 2-3 detik setelah itu lepaskan NGT
dan lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30

detik,
2. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5-10 ke bawah kepala
menoleh ke kiri, masukkan surfaktan

seperempat

dosis

kedua melalui NGT selama 2-3 detik

setelah itu lepaskan

NGT dan lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis


selama 30 detik,
3. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5-10
menoleh
dosis

ke

kanan,

ketiga melalui

ke atas kepala

masukkan surfaktan
NGT

selama

2-3

detik

seperempat
setelah

itu

lepaskan NGT dan lakukan ventilasi manual untuk mencegah


sianosis selama 30 detik,
4. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5-10
menoleh ke kiri,

masukkan

ke atas kepala

surfaktan

seperempat

dosis keempat melalui NGT selama 2-3 detik setelah itu lepaskan
NGT dan lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis
selama 30 detik,

Pemberian dosis dapat diulang sebanyak 4x dengan interval


6 jam dan diberikan dalam 48 jam pertama setelah lahir.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam
kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah,reflek menghisap lemah,bayi kedinginan atau
suhu tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan,SC umur kehamilan antara 24 sampai 37
minnggu,berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,apgar
pada 1 sampai 5 menit,0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang
parah,4 sampai 6 kegawatan sedang,dan 7-10 normal
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda,
hidramnion.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti
DM,TB Paru,Tumor kandungan,Kista,Hipertensi.
f. Riwayat Maternal
1) Umur ibu dalam resiko kehamilan ( < 16 thn atau > 35 thn)
2) Kehamilan ganda ( gemeli)
3) Status ekonomi rendah, malnutrisi dan ANC kurang
4) Adanya riwayat kelahiran prematur sebelumnya
5) Infeksi: TORCH, penyakit kelamin dll
6) Kondisi kehamilan: toksemia gravidarum, KPD, plasenta previa dll.
7) Penggunaan Narkoba, alkohol, rokok
g. Riwayat Kelahiran
1) Gestasi : 24- 37 minggu
2) BB : < 2500 gram
h. Aktivitas/istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama tidur sehari
rata-rata 20 jam.

i. Pernafasan
Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran
caesaria atau persentasi bokong. Pola nafas diafragmatik dan
abdominal dengan gerakan singkron dari dada dan abdomen,
perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan, mengorok,
pernafasan cuping hidung.
j. Makanan/cairan
Berat badan rata-rata 2500 4000 gram : kurang dari 2500 gr
menunjukkan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus
diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri minum
dengan tetes ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR belum
sempurna,kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120 - 150m1/kg BB/
hari.
k. Berat badan
Kurang dari 2500 gram.
l. Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu
tubuhnya harus dipertahankan.
m. Integumen
Pada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak
mengkilat dan kering.
n. Sistem kardiovaskuler
1) HR : 120-160 x/menit
2) Saat lahir mungkin terdapat murmur: indikasi adanya shunt ke kiri
dan tekanan paru yang masih tinggi atau adanya atelektasis.
o. Sistem gastrointestinal
1) Abdomen menonjol
2) Pengeluaran mekonium: 12-24 jam
3) Refleks hisap lemah, koordinasi mengisap dan menelan lemah
4) Anus: paten, jika tidak pertanda kelainan kongenital
5) Berat badan kurang 2500(5lb 8 oz).
p. Sistem Integumen.
1) Kemerahan
2) Kulit tipis, transparan, halus dan licin
3) Verniks caseosa sedikit dengan lanugo banyak

4) Terdapat edema umum atau lokal


5) Kuku pendek
6) Rambut sedikit dan halus
7) Garis tangan sedikit dan halus
q. Sistem Muskuluskeletal
1) Tulang rawan telinga (Cartilago ear) belum berkembang, telinga
halus dan lunak
2) Tulang kepala dan tulang rusuk lunak
3) Reflek kurang dan letargi
r. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah.
Wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit
kemerahan

atau

tembus

pandang,

warna

mungkin

merah.

muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi


secara luas diseluruh tubuh.
Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki
mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin
pendek.
s. Seksualitas
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora,
dengan klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae
mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon (status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu.
dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara

pasti

untuk

menjaga

status

kesehatan

menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah.


Masalah

diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada

bayi dengan BBLR prematur (Doengoes dkk) :


1)

Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan imaturitas

2)

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis

3)

Risiko infeksi berhubungan dengan imunitas yang tidak adekuat


(imatur), prosedur invasif, malnutrisi

4)

Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d berat badan


menurun

kurang

mampu

menghisap,

volume

lambung

kecil,

menurunnya motilitas gaster.


3. Perencanaan / Intervensi Keperawatan
Perencanaan
membahas

tindakan

Prematur

sesuai

disesuaikan

dengan

masalah

yang

dilakukan

pada

dengan

akan

kebutuhan,

antara

lain

yang
bayi

ada,

BBLR /

memungkinkan

masalah yang timbul pada bayi dengan BBLR / Prematur :


a. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan imaturitas
1)

Tujuan dan kriteria hasil


NOC:
a) Keseimbangan

antara panas yang dihasilkan, peningkatan

panas, dan kehilangan panas.


b) Menunjukkan termoregulasi, dengan indikator:
i.

Sangat berat

ii.

Berat

iii.

Sedang

iv.

Ringan

v.

Tidak bermasalah

c) Ada merinding dan menggigil saat kedinginan


d) Dilaporkannya suhu yang nyaman
e) Memperlihatkan glukosa darah dalam batas normal
2)

Intervensi
NIC:
a) Hangatkan kembali dan awasi dengan ketat pasien dengan suhu
tubuh basal dibawah 35 0C
b) Pertahankan dan/atau capai suhu tubuh dalam batas normal
c) Pantau tanda-tanda vital
d) Gunakan termometer yang berentang rendah, bila perlu untuk
mendapatkan suhu yang akurat
e) Kaji

gejala

hipotermia,

misalnya

perubahan

warna

kulit,

menggigil
f)

Pantau suhu bayi baru lahir sampai stabil

g) Pantau suhu paling sedikit setiap dua jam, sesuai kebutuhan


h) Pertahankan temperatur pada aksila (36,5-37,2 derajat Celsius)

i) Pertahankan suhu bayi ke dalam incubator


b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
3)

Tujuan dan kriteria hasil


NOC:
a)

Menunjukkan pola penafasan efektif, dibuktikan


dengan status pernafasan yang tidak berbahaya: ventilasi dan
status tanda vital

b)

Menunjukkan

status

pernafasan:

ventilasi

tidak

terganggu, ditandai dengan indikator gangguan sebagai berikut


(dengan ketentuan 1-5: ekstrem, kuat, sedang, ringan, tidak)
c)

Kedalamn inspirasi dan kemudahan bernafas

d)

Ekspansi dada simetris

e)

Tidak ada penggunaan otot bantu

f)

Bunyi nafas tambahan tidak ada

4)

Intervensi:
NIC:
a)

Pengelolaan jalan nafas: fasilitasi untuk kepatenan


jalan nafas

b)

Pemantauan pernafasan: pengumpulan dan analisis


data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pertukaran gas

c)

Panatau adanya pucat dan sianosis

d)

Pantau efek obat pada status respirasi

e)

Kaji kebutuhan insersi jalan nafas

f)

Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha


respirasi

g)

Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan,


penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan
interkostal

h)

Pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengkur

i)

Pantau
hiperventilasi,

pola

pernaafasan

pernafasan:

bradipnea,

takipnea,

kussmaul,

pernafasan

cheyne-

stokesdan apneastik. Biot dan pola ataksik


j)

Perhatikan lokasi trakea

k)

Auskultasi

bunyi

nafas,

perhatikan

area

penurunan/tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi nafas tambahan


l)

Pantau

peningkatan

kegelisahan,

ansietas

dan

tersengal-sengal
m)

Catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2, ahir tidal dan


nilai gas daaah arteri (GDA) dengan tepat.

c. Risiko infeksi berhubungan dengan imunitas yang tidak adekuat


(imatur), prosedur invasif, malnutrisi
1)

Tujuan dan kriteria hasil

NOC:
a) Immune status
b) Knowledge: Infection control
c) Risk control
d) Risk detection
2)

Kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Jumlah leukosit dan Hb dalam batas normal
Skala :
5 : Tidak pernah
4 : Jarang
3 : Kadang-kadang
2 : Sering
1 : Konsisten menunjukkan

3)

Intervensi
NIC :
Infection control (kontrol infeksi)
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
b) Pertahankan teknik isolasiBatasi pengunjung bila perlu
c) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
d) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tanganCuci tangan setiap
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
e) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
f)

Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

g) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum

h) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung


kencing
i) Tingkatkan intake nutrisi
j) Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection protection (proteksi terhadap penyakit)
a) Kaji tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal seperti
kemerahan, peningkatan suhu tubuh
b) Monitor hitung granulosit, WBC
c) Monitor kerentanan terhadap infeksi
d) Batasi pengunjung
e) Saring pengunjung terhadap penyakit menular
f) Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang berisiko
g) Pertahankan teknik isolasi bila perlu
h) Berikan perawatan kulit pada area epidema
i)

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,


panas, drainase

j)

Inspeksi kondisi luka/insisi bedah

k) Dorong masukan nutrisi yang cukup


l)

Dorong masukan cairan

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d berat badan


menurun

kurang

mampu

menghisap,

volume

lambung

kecil,

menurunnya motilitas gaster


Tujuan/kriteria hasil:
NOC:
a) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
1) Intervensi:
NIC:
a) Kaji pola makan bayi dan kebutuhan nutrisi
b) Diskusikan dengan orang tua mengenai pemberian ASI
c) Berikan intervensi spesifik untuk meningkatkan pemberian
makan per oral yang selektif selain melalui sonde
d) Tingkatkan pemberian makan per oral dan penurunan pemberian
makan

enteral

sejalan

makan/minum melalui mulut

dengan

makin

efektifnya

bayi

e. Berikan informasi tentang pentingnya asi untuk bayi.

DAFTAR PUSTAKA
Ainsworth.SB, McCormack.K. Exogenaus surfactant and neonatal lung
disease : An update on the curent situation. Journal of neonatal nursing,
2004;10;1:6-11.
Anonim. 2006. Bayi Berat Lahir Rendah (On-Line). Terdapat pada :
http://www.keluargasehat.com/keluarga-ibuisi
Morley.C, Davis.P. Surfactant treatment for premature lung disorders: A review
of best practices in 2002. In Paediatric Respiratory Reviews, 2004;299304
Poynter.S,

Marie Ann. Surfactan biology and clinical application. Crit Care

Clin, 2003;19:459-73.
Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas
Neonata Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, Nopember

1997; 89-96
Sitohang, Nur Asnah. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan
Lahir Rendah. USU Repository2006
Sowden, Betz Cicilia. 2007. Keperawatan Pediatric. EGC. Jakarta
Speirs, al.2008. Ilmu Kesehatan anak Untuk Perawat. IKIP Semarang Press,
Semarang.
Whaley's and Wong. 2007. Clinic Manual of Pediatric Nursing. 4th Edition.
Mosby Company
Wong, Donna L. 2008. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Zulhaida Lubis. 2007. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap
Bayi

Anda mungkin juga menyukai