Bentuk kepedulian dan rencana aksi nyata Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Penataan Ruang bersama dengan mitra Badan Pelestarian Pusaka
Indonesia dalam program Pelestarian adalah bentuk penghargaan kita pada
sejarah dan sebagai aset untuk masa depan bangsa Indonesia. Aset pusaka,
pengelolaan, peran pemerintah daerah, stakeholder dan partisipasi lembaga
pelestari serta masyarakat lokal dalam suatu tatanan ruang adalah unsur penting
dalam mengembangkan suatu sistem pelestarian Kota Pusaka Indonesia yang
berkelanjutan dan diharapkan dapat menambah khasanah keragaman Kota
Pusaka Dunia. Mari wujudkan Kota Pusaka Indonesia yang lestari.
Kota Pusaka
Kota Pusaka
Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia
Kota Pusaka
Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia
Pengantar
Imam S. Ernawi
Direktur Jenderal Penataan Ruang
Kementerian Pekerjaan Umum
Imam S. Ernawi
Kata Pengantar
Sambutan
I Gede Ardika
I Gede Ardika
Nias
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan 9
Dasar Kebijakan
17
Kajian Pustaka
43
59
95
113
Lampiran
121
Daftar Pustaka
144
Tim Penyusun
146
1 Pendahuluan
10
Kota Pusaka
Pendahuluan
11
12
Kota Pusaka
Pendahuluan
13
14
Kota Pusaka
pusakanya. Bab 5 berisi Pembahasan, yakni aksiaksi yang perlu dilakukan untuk mewujudkan
pengelolaan kota pusaka yang baik. Disebutkan
pula praktik yang telah terjadi pada 9 kota yang
diamati.
Pada bagian akhir, berisi kesimpulan serta
rekomendasi untuk memperkuat pengelolaan kotakota pusaka melalui suatu program lintas sektoral
yang sistematis. Program ini (direncanakan P3KP)
dalam jangka panjang bertujuan untuk mencapai
Kota Pusaka Indonesia bahkan Kota Pusaka Dunia.
Pendahuluan
15
2 Dasar Kebijakan
Kebanyakan kota di Indonesia merupakan kota
bersejarah (historic city) yang usianya telah ratusan
tahun (Lihat Lampiran 3). Dilihat dari aspek
lain, kota di Indonesia memiliki keunikan, seperti
keunikan geografis maupun sosial-budayanya.
Berbagai peninggalan tersebut telah dikenali
kualitasnya dan dianggap sebagai aset. Untuk
itu dilakukan upaya untuk perlindungan dan
pengembangan lebih lanjut yang dipandu dengan
kebijakan berikut:
Dasar Kebijakan
17
21.
Kawasan lindung adalah wilayah
yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
28.
Kawasan strategis nasional adalah
wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai
warisan dunia.
29.
Kawasan strategis provinsi adalah
wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
30.
Kawasan strategis kabupaten/kota
adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
2) Bab III Klasifikasi Penataan Ruang
Pasal 5
(5) Penataan ruang berdasarkan nilai
strategis kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan strategis nasional,
18
Kota Pusaka
Dasar Kebijakan
19
20
Kota Pusaka
Pemerintah
ini
Dasar Kebijakan
yang
21
Macam-macam Kerajinan
Sumber Foto: BPPI
24
Kota Pusaka
Pasal 1
b.
pencegahan dampak negatif kegiatan
manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 3
Dasar Kebijakan
25
26
Kota Pusaka
a.
mengembangkan pusat pertumbuhan
berbasis potensi sumber daya alam dan
kegiatan budi daya unggulan sebagai
penggerak utama pengembangan wilayah;
b. menciptakan iklim investasi yang kondusif;
c. mengelola pemanfaatan sumber daya alam
agar tidak melampaui daya dukung dan
daya tampung kawasan;
d. mengelola dampak negatif kegiatan budi
daya agar tidak menurunkan kualitas
lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
e. mengintensifkan promosi peluang investasi;
dan
f. meningkatkan pelayanan prasarana dan
sarana penunjang kegiatan ekonomi.
(5) Strategi untuk pemanfaatan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal
meliputi:
a. mengembangkan kegiatan penunjang dan/
atau kegiatan turunan dari pemanfaatan
sumber daya dan/atau teknologi tinggi;
b.
meningkatkan
keterkaitan
kegiatan
pemanfaatan sumber daya dan/atau
teknologi tinggi dengan kegiatan
penunjang dan/atau turunannya; dan
c. mencegah dampak negatif pemanfaatan
sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup,
dan keselamatan masyarakat.
(6) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan
sosial dan budaya bangsa meliputi:
a. meningkatkan kecintaan masyarakat akan
nilai budaya yang mencerminkan jati diri
bangsa yang berbudi luhur;
Dasar Kebijakan
27
Dasar Kebijakan
29
(2)
Pengaturan penataan ruang oleh
pemerintah
daerah
provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
meliputi penyusunan dan penetapan:
a. rencana tata ruang wilayah provinsi,
rencana tata ruang kawasan
strategis provinsi, dan arahan
peraturan zonasi sistem provinsi
yang ditetapkan dengan peraturan
daerah provinsi; dan
b.
ketentuan
tentang
perizinan,
penetapan bentuk dan besaran
insentif dan disinsentif, sanksi
administratif,
serta
petunjuk
pelaksanaan pedoman bidang
penataan ruang yang ditetapkan
dengan peraturan gubernur.
(3)
Pengaturan penataan ruang oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
meliputi penyusunan dan penetapan:
a.
rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota, rencana tata ruang
kawasan strategis kabupaten/kota,
rencana detail tata ruang kabupaten/
kota termasuk peraturan zonasi
yang ditetapkan dengan peraturan
daerah kabupaten/kota; dan
b. ketentuan tentang perizinan, bentuk
dan besaran insentif dan disinsentif,
serta sanksi administratif, yang
ditetapkan
dengan
peraturan
bupati/walikota.
30
Kota Pusaka
Pasal 5
(1)
Selain penyusunan dan penetapan
peraturan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah
daerah
kabupaten/kota
dapat
menetapkan peraturan lain di bidang
penataan ruang sesuai kewenangan
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota
mendorong peran masyarakat dalam
penyusunan dan penetapan standar dan
kriteria teknis sebagai operasionalisasi
peraturan perundang-undangan dan
pedoman penataan ruang.
2.5.2. Bab IV Pelaksanaan Perencanaan
Tata Ruang
Pasal 19
(1) Pelaksanaan perencanaan tata ruang
meliputi prosedur penyusunan rencana
tata ruang dan prosedur penetapan
rencana tata ruang.
(2) Pelaksanaan perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. prosedur penyusunan dan penetapan
rencana umum tata ruang; dan
b. prosedur penyusunan dan
penetapan rencana rinci tata ruang.
Pasal 20
Prosedur penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) meliputi:
a. proses penyusunan rencana tata
ruang;
b. pelibatan peran masyarakat dalam
perumusan konsepsi rencana tata
ruang;
c. pembahasan rancangan rencana tata
ruang oleh pemangku kepentingan.
Pasal 21
(1) Proses penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
huruf a dilakukan melalui tahapan:
a. persiapan penyusunan rencana tata
ruang;
b. pengumpulan data;
c. pengolahan dan analisis data;
d. perumusan konsepsi rencana tata
ruang; dan
e. penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan tentang
rencana tata ruang.
(2) Proses penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menghasilkan dokumen rancangan
rencana tata ruang dalam bentuk
rancangan peraturan perundangundangan tentang rencana tata ruang
beserta lampirannya.
Pasal 45
Penataan ruang kawasan strategis dilakukan
untuk mengembangkan, melestarikan,
Dasar Kebijakan
31
Pasal 51
Kriteria kawasan strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup meliputi:
a. tempat perlindungan keanekaragaman
hayati;
b. kawasan lindung yang ditetapkan bagi
perlindungan ekosistem, flora, dan/
atau fauna yang hampir punah atau
diperkirakan akan punah yang harus
dilindungi dan/atau dilestarikan;
c.
kawasan
yang
memberikan
perlindungan
keseimbangan
tata
guna air yang setiap tahun berpeluang
menimbulkan kerugian;
d.
kawasan
yang
memberikan
perlindungan terhadap keseimbangan
iklim makro;
e. kawasan yang menuntut prioritas tinggi
peningkatan kualitas lingkungan hidup;
f. kawasan rawan bencana alam; atau
g. kawasan yang sangat menentukan dalam
perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan
kehidupan.
Pasal 52
(1) Kriteria nilai strategis untuk kawasan
strategis nasional, kawasan strategis
provinsi, kawasan strategis kabupaten/
kota ditentukan berdasarkan aspek
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
dalam penanganan kawasan.
(2)
Kawasan strategis nasional dapat
ditetapkan sebagai kawasan strategis
provinsi dan/atau kawasan strategis
kabupaten/kota.
32
Kota Pusaka
(3)
Kawasan strategis provinsi dapat
ditetapkan sebagai kawasan strategis
kabupaten/kota.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kriteria nilai strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri.
(2)
Program pengembangan kawasan
strategis kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bagian dari
rencana pembangunan jangka panjang
daerah kota, rencana pembangunan
jangka menengah daerah kota, dan
rencana kerja tahunan pemerintah
daerah kota.
Dasar Kebijakan
33
Kota Pusaka
RPJP Nasional
RTRW Nasional
Rencana Rinci
RTR Pulau
RTR Kawasan Strategis Nasional
RPJM Nasional
RPJP Propinsi
RTRW Provinsi
RPJM Propinsi
RTRW Kabupaten
RDTR Kabupaten
RTR Kawasan Strategis
Kabupaten
RPJP
Kabupaten/Kota
RDTR Kota
RPJM
Kabupaten/Kota
RTRW Kota
Dasar Kebijakan
35
36
Kota Pusaka
Dasar Kebijakan
37
38
Kota Pusaka
Dasar Kebijakan
39
1968
Recommendation
Concerning the Preservation
of Cultural Property
Endangered by Public or
Private Works
DEFINISI
PRINSIP UMUM
ANCAMAN
40
1976
Nairobi Recommendation
Concerning the Safeguarding
and Contemporary Role of
Historic Areas
1987
Washington Charter for the
Conservation of Historic
Towns and Urban Areas
2005
Vienna Memorandum on World
Heritage and Contemporary
Architecture Managing the
Historic Urban Landscape
Kota Pusaka
KEBIJAKAN YANG
DIUSULKAN DAN
STRATEGI YANG
DIREKOMENDASIKAN
Dasar Kebijakan
41
42
3 Kajian Pustaka
Permainan Angklung Anak-anak, Jawa Barat
Sumber Foto: BPPI
Kajian Pustaka
43
Monumen, yang berupa karya arsitektur, sculpture dan lukisan monumental, elemen struktur dari suatu
objek arkeologis, prasasti, gua hunian dan gabungannya yang memiliki nilai universal yang unggul dari segi
sejarah, seni dan ilmu pengetahuan.
Kelompok bangunan
Kelompok bangunan, yang berupa sejumlah bangunan baik yang terpisah maupun terhubung yang karena
nilai arsitektural, homogenitasnya atau tempatnya di bentang alam memiliki nilai universal yang unggul
dari segi sejarah, seni, dan ilmu pengetahuan.
Situs
Situs, yang berupa karya manusia atau gabungan antara karya manusia dan alam memiliki keunggulan nilai
universal yang unggul dari segi sejarah, seni, etnologis atau antropologis.
2)
Pusaka Alam, yaitu bentukan alam, pembentukan geologis dan fisiografis dan situs alam.
Bentukan alam
Bentukan fisik atau biologis atau sekelompok bentukan, yang memiliki nilai sejagad dari aspek estetik atau
ilmiahnya
Bentukan geologis atau fisiografis dan kawasan yang telah diidentifikasi dengan persis yang menyusun
habitat dari spesies terancam baik hewan atau tanaman dengan nilai sejagad dari aspek ilmiah atau
pelestarian
Situs alam
Situs alam atau kawasan alami yang telah diidentifikasi dengan persis yang memiliki nilai sejagad dari
aspek ilmiah, pelestarian atau keindahan alam
Kota Pusaka
(i)
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
(ix)
(x)
Keaslian/
keotentikan
-
-
-
-
-
-
-
-
Integritas
-
-
Memiliki semua elemen yang diperlukan untuk mengungkapkan nilai universal yang unggul
Memiliki ukuran yang memadai untuk menjamin tampilnya secara utuh ciri-ciri dan proses yang
menunjukkan nilai pentingnya
Memiliki pelindungan terhadap efek negatif pembangunan atau pengabaian
-
Pelindungan dan
pengelolaan
-
-
-
-
Kajian Pustaka
45
Area pendukung
Sistem pengelolaan
-
-
-
-
Lingkup yang tegas merupakan syarat mutlak untuk perlindungan yang efektif
Lingkup ini sebaiknya tergambar dan dapat menampilkan KNS-nya
Memiliki ukuran yang memadai untuk menjamin tampilnya secara utuh ciri-ciri dan proses
yang menunjukkan nilai pentingnya
Memiliki pelindungan terhadap efek negatif pembangunan atau pengabaian
-
Elemen sistem manajamen
46
Kota Pusaka
Instrument legislative dan peraturan baik pada lingkup nasional dan local harus dapat
memastikan keberlanjutan objek pusaka serta perlindungannya
Instrumen-instrumen tersebut harus dapat terimplementasi
-
-
-
-
-
-
ii.
iii.
Kajian Pustaka
47
No
(iv)
48
Kota Pusaka
(v)
Negara
China
Iran
Lao Peoples Democratic
Malaysia
Nepal
Philippines
Sri Lanka
Viet Nam
Yemen
Kajian Pustaka
49
50
Kota Pusaka
NO
LINGKUP
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kabupaten
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kota
Kota
Kota
NAMA WILAYAH
Padang
Bau-Bau
Banda Aceh
Bukittinggi
Banjarmasin
Cirebon
Denpasar
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Jakarta Pusat
Kepulauan Seribu
Langsa
Lubuk Linggau
Madiun
Malang
Medan
Palembang
Pangkal Pinang
Pekalongan
Ambon
Palopo
Pontianak
Salatiga
Surabaya
Semarang
Surakarta
Sibolga
Ternate
Yogyakarta
Bangka Barat
Karang Asem
Purbalingga
Cilacap
Buleleng
Tegal
Bangli
Brebes
Banjarnegara
Banyumas
Batang
Gianyar
Gresik
Badung
Pekalongan
Bogor
Bengkulu
Sawahlunto
PROVINSI
Sumatera Barat
Sulawesi Tenggara
NAD
Sumatera Barat
Kalimantan Selatan
Jawa Barat
Bali
DKI Jakarta
NAD
Sumatera Selatan
Jawa Timur
Jawa Timur
Sumatera Utara
Sumatera Selatan
Kepulauan Bangka Belitung
Jawa Tengah
Maluku
Sulawesi Selatan
Kalimantan Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Maluku Utara
DI Yogyakarta
Kepulauan Bangka Belitung
Bali
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Bali
Jawa Tengah
Bali
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Bali
Jawa Timur
Bali
Jawa Tengah
Jawa Barat
Bengkulu
Sumatera Barat
http://indonesia-heritage.net/
Kajian Pustaka
51
Kota Pusaka
Dalam
melaksanakan
pengelolaan
dan
perencanaan pelestarian Kota Pusaka perlu
memperhatikan metoda dan instrumen sebagai
berikut (Piagam Washington, 1987; Pedoman
OWHC, 2003):
1) Perencanaan pelestarian kota dan kawasan
perkotaan pusaka perlu dilakukan melalui
studi-studi multi disiplin dan holistik. Oleh
karena itu perencanaan pelestarian kota dan
kawasan perkotaan pusaka perlu:
a. Memperhitungan berbagai faktor termasuk
pembangunan berkelanjutan, arkeologi,
sejarah, arsitektur, teknik, sosiologi dan
ekonomi.
b. Pemahaman
tentang
sejarah
kota
atau kawasan perkotaan pusaka perlu
ditingkatkan melalui investigasi arkeologi
dan pemugaran temuan arkeologi dengan
tepat.
c. Dinyatakan dengan jelas prinsip tujuan
rencana pelestarian serta hal-hal yang
terkait dengan aspek legal, perhitungan
administrasi dan keuangan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan.
Kajian Pustaka
53
b.
Ketika perencanaan perkotaan atau
perwilayahan menyediakan konstruksi
jalan raya, hendaknya hal ini tidak masuk ke
dalam kota atau kawasan perkotaan pusaka,
namun mereka perlu meningkatkan akses
ke sana.
6) Kota-kota pusaka perlu dilindungi dari
bencana alam dan gangguan seperti polusi dan
getaran-getaran agar pusaka terselamatkan dan
demi keamanan dan kenyamanan penghuni.
Meskipun bencana belum menerjang kota
atau kawasan perkotaan pusaka, kesiapan dan
perangkat perbaikan perlu disesuaikan dengan
karakter spesifik pusaka yang terkena bencana.
7) Peningkatan Sumber Daya Manusia
5) Aksesibilitas.
a. Lalu-lintas di dalam kota atau kawasan
perkotaan pusaka harus dikontrol dan
area parkir perlu direncanakan sehingga
tidak merusak unsur-unsur bersejarah atau
lingkungannya.
54
Kota Pusaka
C. Strategi Pengelolaan
Kunci strategi pengelolaan Kota Pusaka agar
dapat berjalan dengan baik adalah sebagai berikut
(Pedoman OWHC, 2003):
a. Menjunjung dinamika kota.
Upaya
pelestarian untuk peningkatan kualitas kota
Kajian Pustaka
55
Boks 2: Contoh Peran Penting Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kota Pusaka
Di Jerman, dalam UU Perencanaan Regional Federal (the Federal Regional Planning Act), perlindungan pusaka disebutkan sebagai salah
satu prinsip, yaitu
Historical and cultural relationship and regional connections shall be maintained; the characteristic features and the cultural and natural
monuments of evolved cultural landscapes shall be preserved.
Dengan begitu, Pemerintah Federal yang memiliki sedikit kompetensi terkait penataan ruang, merumuskan kerangka aksi dimana tiap
negara bagian bertanggung jawab dalam melaksanakan undang-undang penataan ruang di tingkat negara bagian.
Sumber: Management Plans for World Heritage Sites A Practical Gudes (Birgitta Ringbeck, 2008)
56
Kota Pusaka
4
Studi Profil Kota Pusaka
58
Ternate
Sumber Foto: Dok. Ditjen Penataan Ruang - BPPI
59
No.
Kota
Bukittinggi (dh. Fort
de Kock)
Periode
Pembangunan
1700-1900
Karakter Kota
Karakter Geografis
Kota Militer
Pedalaman
Sawahlunto
Industrialisasi
Modern
Pedalaman
Banjarmasin
1400-1700
Kota Pemerintahan
Tradisional, Kota
Pelabuhan
Tepi Sungai
60
Kota Pusaka
No.
Kota
Bau-Bau (dh. Buton)
Periode
Pembangunan
1400-1700
Karakter Kota
Karakter Geografis
Kota Pemerintahan
Tradisional, Kota
Pelabuhan
Tepi Laut
Yogyakarta
1400-1700
Kota Pemerintahan
Tradisional
Pedalaman
Ternate
Sebelum 1400
Kota Pemerintahan
Tradisional, Kota
Pelabuhan
Tepi Laut
61
No.
Kota
Malang
Periode
Pembangunan
1400-1700
Karakter Kota
Karakter Geografis
Kota Pemerintahan
Kolonial
Pedalaman
Banda Aceh
1400-1700
Kota Pemerintahan
Tradisional
Ambon
1400-1700
Kota Pemerintahan
Tradisional
62
Kota Pusaka
1856
4.1. BUKITTINGGI
1950-1957
1803-1838
Perang Padri
1825
63
Manajemen
Pusaka Ragawi
BP3 Sumatera Barat telah menyiapkan
daftar bangunan bersejarah yang harus
dilindungi, beberapa bangunan sudah
dirawat dan dipelihara. Jumlah ada sekitar
44 bangunan.
64
Kota Pusaka
Dinas
Kebudayaan
mencegah
pembongkaran bangunan tua seperti
gedung Polres, kompleks penjara dll.
Program pelestarian, seperti Pedestrianisasi
Lingkungan Jam Gadang, rehabilitasi
kawasan jenjang (17 tangga utama), rencana
rehabilitasi Pasar Atas, dll.
Pusaka Non-Ragawi
Pembinaan sanggar-sanggar dan
insentif untuk pelestarian pusaka
budaya intangible.
Festival musik dan tari tradisional,
lomba pantun, festival kuliner,
ch: festival rending dan Festival
Sulam Bordir se-ASEAN pada
tahun 2012.
Pengembangan pariwisata yang
menghormati alam dan budaya.
4.2. SAWAHLUNTO
Kota Sawahlunto terletak di perbukitan
terjal, landai dan dataran dengan
ketinggian 250-650 m di atas permukaan
laut di 040 40.16 S dan 10047 13.21
1888
1892
Produksi batubara
65
1894
1918
1930
1940-1970
Gambar 5:
Beragam Pusaka di
Sawahlunto
66
Kota Pusaka
1990an
Ragam Pusaka
Kekayaan pusaka di Kota Sawahlunto meliputi
pusaka alam, budaya baik yang ragawi maupun
non-ragawi.
Gambar 6: Visualisasi
Bentang Alam Sawahlunto
67
Pengembangan
pariwisata
menghormati alam dan budaya.
yang
4.3. BANJARMASIN
Banjarmasin
merupakan
ibukota
Provinsi
Kalimantan Selatan, terletak antara 3015 dan
3022 Lintang Selatan dan 114032 dan 114098
Lintang Utara; dengan luas area 72 km2 (0,19%
dari luas Pulau Kalimantan).
Sejarah Singkat
1526
1606
1849
Kota Pusaka
Sungai
Barito
Kawasan Masjid
Sabilal Muhtadin
Sungai Martapura
1898
1918
1936
1937
1946
69
70
Kota Pusaka
Ragam Pusaka
Kekayaan pusaka di Kota Banjarmasin meliputi
pusaka alam, budaya baik yang ragawi maupun
non-ragawi.
Pusaka alam, melihat posisi Kota
Banjarmasin yang terdiri dari banyak sungai
(Kota Seribu Sungai) dan dilewati sungai
besar seperti Sungai Martapura, Sungai
Kuin, Sungai Andai, Sungai Alalak.
Pusaka budaya ragawi, seperti makam,
masjid dan rumah adat Banjar;
Pusaka budaya non-ragawi, seperti kesenian
musik Panting, kerajinan kain sasirangan
serta kuliner setempat
Kondisi Pelestarian
Data menunjukkan penurunan jumlah
sungai. Pada 1997 terdapat 117 sungai,
pada 2002 menjadi 70 sungai, dan pada
2004 sampai sekarang tinggal 60 sungai.
Pembangunan gedung yang digunakan
sebagai sarang burung wallet.
71
72
Kota Pusaka
4.4. BAU-BAU
Bau-Bau terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara di
antara 5.21-5.33 LS dan 122.30-122.47 BT.
Luas area adalah 221,00 km dengan luas laut
mencapai 30 km merupakan kawasan potensial
untuk pengembangan sarana dan prasarana
transportasi laut.
Visi Kota Bau-Bau
Terwujudnya Kota Baubau Sebagai Pusat Perdagangan dan
Pelayanan Jasa Yang Nyaman, Maju, Sejahtera dan Berbudaya
pada Tahun 2023
Visi lima tahunan (2008 - 2013):
Terwujudnya Kota Baubau sebagai Kota Budaya yang
produktif dan nyaman, melalui optimalisasi sumberdaya
lokal secara profesional dan amanah, menuju masyarakat
sejahtera, bermartabat, dan religi.
Gambar 18: Peta Geografis Kota Bau-Bau
73
Sejarah Singkat
Abad 12 Perkampungan Buton Pertama oleh Mia
Patamiana
1332
Pembentukan Kerajaan Buton yang terdiri dari 4
limbo (Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan
Baluwu) dan beberapa kerajaan kecil (Tobe-tobe,
Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga)
1542
Agama Islam masuk ke Buton, kerajaan berubah
menjadi Kesultanan Buton dengan Lakilaponto
sebagai Sultan I (Sultan Murhum)
1940
Pembentukan Kerajaan Laiwui dan Kesultanan
Buton menjadi daerah administratif yang disebut
Afdeeling Buton Dan Laiwui dengan Ibukota
di Baubau. Afdeeling Buton dan Laiwui dibagi
menjadi 3 Onderaffdeling Buton dan Pulau-Pulau
Tukang Besi dengan Ibukota di Baubau
1952
Daerah Sulawesi Tenggara beribukota di Bau-Bau
1960
Pembentukan Propinsi Sulawesi Tenggara, Kota
Baubau menjadi Ibukota Kabupaten Buton.
Ragam Pusaka
Kekayaan pusaka di Kota Bau-Bau meliputi pusaka
alam, budaya baik yang ragawi maupun non-ragawi.
Pusaka alam Bukit Wantiro dan bukit
Kolema, Pantai Kamali, Air
Jatuh,
Lembah hijau, Gua Aru Palaka, Sungai
Buton, Topografi Kota dengan Kontur
bertingkat 6, Vegetasi: beragam vegetasi
pohon produksi (mangga, sawo, belimbing
wuluh, srikaya, delima dll), pohon industri,
penghijauan, semak dan gulma.
Pusaka budaya ragawi, termasuk tata ruang
kota, benteng, dan bangunan adat. Benteng
Wolio di Kota Bau-Bau memiliki panjang
2.740 meter dan luas 22,8 Ha. Benteng ini
selesai dibangun pada masa pemerintahan
Sultan Buton VI (1632-1645).
74
Kota Pusaka
75
4.5. YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta adalah ibukota Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan sekaligus tempat
kedudukan bagi Kasultanan Yogyakarta. Letaknya
di 748 5 S 11021 52 E. Kota Yogyakarta memiliki
luas wilayah 3.250 hektar
Sejarah Singkat
76
Kota Pusaka
1584
Ragam Pusaka
Kekayaan pusaka di Yogyakarta meliputi pusaka
alam, budaya baik yang ragawi maupun non-ragawi.
Pusaka alam, terkait konsep sumbu imajiner
yang menempatkan Kota Yogyakarta
terhubung dengan Gunung Merapi dan
Laut Selatan.
Gambar 24: Struktur Ruang Kota Yogyakarta
1749
1755
77
Kota Pusaka
79
Pusaka Non-Ragawi
Inventarisasi Pusaka Budaya Tak Ragawi
juga sudah mulai dibina melalui hubungan
dengan sekitar 500 paguyuban kesenian
yang aktif.
Penyelenggaraan Pekan Budaya Tionghoa
Yogyakarta (PBTY) pada awal Tahun Baru
Cina, hingga tahun 2011 sudah pelaksanaan
yang ke-6.
Tiap perayaan hari ulang tahun Kota
Yogyakarta
pada
bulan
Oktober,
diselenggarakan Festival 45 Kelurahan
yang diisi dengan pentas kesenian di tiap
kelurahan tersebut.
Pada tahun 2012, Pemerintah Kota
berencana menginventarisasi Benda Pusaka
Bergerak (Immovable Heritage), seperti
Keris, Kendi dan Tombak
4.6. TERNATE
Luas Wilayah Kota Ternate adalah 250,85 km.
Merupakan kepulauan, yang terdiri dari Pulau
Ternate, Pulau Hiri, Pulai Moti, Pulau Mayau dan
Pulai Tfure yang berpenduduk, sedangkan Pulau
Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan
pulau berukuran kecil yang tidak berpenghuni.
Visi Kota Ternate (2011-2015)
Terwujudnya Ternate menjadi Kota Berbudaya,
Agamais, Harmonis, Mandiri, Berkeadilan dan
Berwawasan Lingkungan atau KOTA TERNATE
BAHARI BERKESAN.
Sejarah Singkat
Abad XIII
1257
Abad XV
1512
1575
1607
1635
Gambar 27: Dragon Festival pada PBTY VI di jalan Malioboro
(Sumber: jogjatrip.com)
80
Kota Pusaka
1683
Ragam Pusaka
Manajemen
Balai
Pelestarian
Peninggalan
Purbakala (BP3) Ternate dengan
Wilayah Kerja Provinsi Papua Barat,
Papua, Maluku dan Maluku Utara
81
Gambar 29: Kota Ternate yang berbasis kepulauan secara fungsional memiliki akesbilitas dengan daerah luar.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Uitzicht_op_Ternate_TMnr_3728-865.jpg
Keputusan
Menteri
Kebudayaan
dan Pariwisata RI No. 31/BCBTB/09/08469-08523 tentang SITUS/
BENDA CAGAR BUDAYA TIDAK
BERGERAK di Kota Ternate, seperti
Kedaton Sultan Ternate dan Benteng
Oranje
82
Kota Pusaka
83
4.7. MALANG
Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur. Terletak pada ketinggian
antara 440-667 m dpl, serta 112,06 Bujur Timur dan 7,06-8,02 Lintang Selatan. Kota Malang
memiliki luas 110,06 Km2.
Kota Pusaka
85
86
Kota Pusaka
Manajemen
Lembaga Pengelola di lingkup pemerintah,
yaitu
Bidang Perencanaan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kota Malang
Dewan Kesenian Kota Malang yang kreatif
dalam mengemas seni tradisional, di
antaranya menawarkan paket-paket tarian
dan musik gamelan.
Pemerintah Kota Malang telah menyusun
Rencana Kawasan Strategis Sosial Budaya,
Tahun 2012-2032 dengan tujuan antara
lain:
87
88
Kota Pusaka
Sejarah Singkat
Berdasarkan naskah tua dan catatan-catatan sejarah,
Kerajaan Aceh Darussalam dibangun diatas puingpuing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha seperti
Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa,
Kerajaan Indra Patra dan Kerajaan Indra Pura Dari
penemuan batu-batu nisan di Kampung Pande salah
satu dari batu nisan tersebut terdapat batu nisan
Sultan Firman Syah cucu dari Sultan Johan Syah,
maka terungkaplah keterangan bahwa Banda Aceh
adalah ibukota Kerajaan Aceh Darussalam yang
dibangun pada hari Jumat, tanggal 1 Ramadhan
601 H ( 22 April 1205 M) yang dibangun oleh
Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan
Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan
ibukotanya Bandar Lamuri.
yang
Misi
1. Membangun hubungan dan keikutsertaan
masyarakat yang kuat untuk menumbuh
kembangkan kebanggaan dan kepribadian
89
Kota Pusaka
Pusaka Non-Ragawi
Pembinaan sanggar-sanggar dan insentif
untuk pelestarian pusaka budaya intangible.
Diadakannya Pekan Kebudayaan Aceh
secara berkala untuk mempromosikan
kebudayaan secara berkala.
Pengembangan
pariwisata
yang
menghormati alam dan budaya.
4.9. AMBON
Sejarah Singkat
91
Sumber http://id.wikipedia.org/w/index.
php?title=Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Straat_in_
Ambon_TMnr_3728-864.jpg&filetimestamp=20100728203256
Ambon
Sumber Foto: Catrini (BPPI)
92
Kota Pusaka
93
5
Kota Pusaka, Kriteria Dan
Pengelolaannya
5.1. DEFINISI KOTA PUSAKA
Pengertian
Kota Pusaka Indonesia dipahami sebagai
Kota Pusaka adalah kota yang memiliki
kekentalan sejarah yang bernilai dan
memiliki pusaka alam, budaya baik
ragawi dan tak-ragawi serta rajutan
berbagai pusaka tersebut secara utuh
sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota
atau bagian dari wilayah/kota, yang
hidup, berkembang, dan dikelola secara
efektif.
Dengan rincian, yaitu:
1) Kota yang memiliki kekentalan sejarah yang
bernilai dan memiliki pusaka alam, budaya
baik ragawi dan tak-ragawi yang terajur
secara utuh sebagai aset pusaka
Penjelasan: Kota tersebut merupakan hasil
dari proses pembentukan dan transformasi
Kajian Pelestarian dan Pengelolaan Kota Pusaka
96
Kota Pusaka
The Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention
Permasalahan
Dari hasil survey, pemerintah kota
maupun organisasi masyarakat / komunitas
pemerhati pelestarian setempat telah dapat
mengenali adanya aset pusaka baik yang
teraga maupun tidak teraga. Namun begitu,
belum semua mengkaji sejarah kotanya
secara lengkap dan bagaimana proses
bentukan kota tersebut terjadi. Dengan
begitu, mengenali sebuah kota termasuk
97
Kota Pusaka
Perencanaan
Pemb.Nasional
PenataanRuang
Kota
Pusaka Dunia
Kota
Pusaka
Nasional
Kota
Pusaka
Nasional
Kota
Pusaka
Nasional
Visi
Pembangunan
Kota
Tujuan,
Kebijakan dan
Strategi
Berwawasan
Pusaka
5-8
Komponen
Visi kota dinyatakan dalam RPJPD (20
tahun) atau RPJMD (5 tahun) yang harus
99
Permasalahan
RPJM disusun oleh kepala daerah yang telah ditetapkan. Dalam waktu singkat, terlihat sulit untuk
mengenali secara utuh aset pusaka yang dimiliki kota atau kabupaten bersangkutan.
Good Practice
Berikut beberapa kota yang menyebutkan unsur budaya dalam rumusan visinya, yaitu:
Kota Bau-Bau
Kota Sawahlunto
Kota Pusaka
Kota Yogyakarta
Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan
yang berkualitas, Pariwisata yang berbudaya, pertumbuhan
dan pelayanan jasa yang prima, ramah lingkungan serta
masyarakat madani yang dijiwai semangat Mangayu Hayuning
Bawana
101
102
Kota Pusaka
IDENTIFIKASI
SIGNIFIKANSI
RENCANA
TINDAK
O&P
ATURAN
PELESTARIAN
5-14
103
3) Presentasi
Pengertian
Merupakan upaya untuk mengenali aset
pusaka pada sebuah wilayah secara utuh serta
memahami arti penting/signifikansinya.
Manfaat
Menjadi dasar dalam mengelola aset
pusaka secara efektif, sesuai dengan potensi
maupun kebutuhan penanganan.
Komponen
Merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri
dari tiga langkah berikut:
1) Inventarisasi
Dokumentasi
Aset
Pusaka
&
104
Kota Pusaka
Manfaat
Bencana
terhadap
Aset
Gambar : Peta Pusaka Dunia Hoi An, Vietnam (kiri) dan Vigan, Filipina (kanan)
Sumber: http://whc.unesco.org/
105
Permasalahan
Meski wilayah Indonesia kini memiliki
kesadaran kebencanaan, namun belum
semua wilayah telah memiliki peta rawan
bencana. Lebih lanjut, pemetaan terhadap
kerawanan pusaka belum menjadi bagian
upaya manajemen resiko bencana saat ini.
Good Practice
-5.4.3. Penilaian Signifikansi
Pengertian
Merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi
kawasan pusaka pada suatu kota/kabupaten
dan menunjukkan elemen-elemennya yang
penting. Yang dimaksud elemen, baik
berupa bangunan, lingkungan terbangun
maupun alaminya.
Manfaat
Memastikan pengelolaan pusaka yang
berbasis pada signifikansinya dapat
membuat tindakan penanganan yang lebih
efektif.
Komponen
1)
2) Deskripsi
Identifikasi kawasan-kawasan pusaka
pada suatu wilayah, berupa karakter
serta letaknya.
3) Keberadaan Tim ahli Cagar Budaya
sesuai UU 11/2010 di tingkat kota/
kabupaten, serta tidak menutup
partisipasi dari organisasi masyarakat/
komunitas pelestarian di daerah
tersebut.
106
Kota Pusaka
Permasalahan
Kerap kali terjadi salah paham terhadap
lingkungan pusaka yang merupakan
bagian dari kawasan lindung, contohnya:
lingkungan pusaka yang terkontaminasi
dengan adanya kegiatan perdagangan,
jasa dan lainnya. Dengan demikian perlu
kiranya dibuatkan Dokumen Perencanaan
b) Manfaat
Mendorong implementasi pemanfaatan
ruang yang berkualitas, termasuk
107
Sumber: http://www.mairie4.paris.fr/mairie04/jsp/site/Portal.jsp?page_id=140
108
Kota Pusaka
Permasalahan
Komponen
Memastikan aset pusaka tidak hanya dilindungi, tetapi juga dilestarikan dalam
bentuk berbagai kegiatan perlindungan,
dimanfaatkan dan dikembangkan untuk
kesejahteraan warga kota. Penting pula
untuk mendorong keterlibatan masyarakat,
dengan menciptakan kegiatan yang bisa
membangkitkan kesadaran masyarakat.
109
Good Practice
Pemerintah Kota Sawahlunto dengan
visinya Kota Tambang yang Berbudaya
mengembangkan
rencana
revitalisasi
berbagai aset pusaka tambang. Aset tersebut
bukan untuk kegiatan tambang, namun
dihadirkan untuk fungsi baru yang terkait
dengan kegiatan pariwisata. Antar objek
tersebut diangkat dalam satu rangkaian
jelajah, melalui kegiatan jelajah pusaka/
heritage trail.
5.4.6. Operasi dan Pemeliharaan
Pengertian
Merupakan upaya untuk terus-menerus
mendayagunakan atau memanfaatkan
110
Kota Pusaka
Komponen
1) Kewirausahaan Pelestarian & Investasi
pusaka/Heritage investment
Kegiatan yang bersifat komersial
dalam
memanfaatkan
dan
mengembangkan aset pusaka, baik
berupa pengembangan ekonomi
lokal atau menghadirkan investasi
berupa modal usaha untuk kegiatan
baru.
2) Dinamika Budaya
Kreatif dan dinamis dalam
pengembangan kegiatan budaya,
termasuk pencangkokan kegiatan
baru pada aset pusaka, seperti
kegiatan festival
3) Pemasaran/marketing
Kreatif dan dinamis dalam
menyebarkan informasi mengenai
kota pusaka atau kawasan di
dalamnya beserta aset yang
ada
dengan
tujuan
untuk
mempengaruhi
munculnya
berbagai macam kegiatan.
Permasalahan
Kunci operasi dan pemeliharaan adalah
kreativitas dalam menghasilkan
inovasi.
Pada
intinya
adalah
menghasilkan sesuatu di luar kekakuan
kebiasaan yang ada, yang tidak
semua orang dapat melakukannya.
Terutama untuk pemerintah pusat ata
daerah, batasannya adalah peraturan
perundangan-undangan yang telah
mengatur apa yang menjadi tupoksinya.
Good Practice
Pemerintah Kota Yogyakarta beberapa
tahun terakhir menyelenggarakan
beberapa festival yang berbasis
pada potensi pusaka setempat.
Misalnya Pekan Budaya Tionghoa
Yogyakarta (PBTY), yang tahun 2012
masuk pelaksanaan yang ketujuh.
Pelaksanaannya selalu diselenggarakan
di Kawasan Ketandan, yang dianggap
sebagai kawasan Pecinan awal di Kota
Yogyakarta. Dengan begitu, festival ini
juga sekaligus menghidupkan kembali
gairah di kawasan tersebut.
Pemerintah Kota Banjarmasin rutin
menyelenggarakan festival tahunan,
seperti Festival Budaya Pasar Terapung,
yang antara lain berisi Lomba Jukung
tradisional.
111
Kesimpulan
dan Rekomendasi
Mesjid Raya Al-Mashun, Medan
Sumber Foto: BPPI
6.1. KESIMPULAN
6.1.1. Rasionalisasi
Dari pembahasan sebelumnya, dapat ditarik suatu
pemahaman tentang Kota Pusaka Indonesia, yaitu
113
114
Kota Pusaka
115
6.2 REKOMENDASI
1) Per Desember 2004, Indonesia terdiri dari
349 kabupaten/kabupaten administrasi dan
91 kota/kota administrasi yang tersebar di 33
116
Kota Pusaka
Lingkup
Nama Wilayah
Propinsi
Status RTRW
1 Kota
Ambon
Maluku
2 Kota
Banda Aceh
NAD
3 Kota
Bengkulu
Bengkulu
4 Kota
Bukittinggi
Sumatera Barat
5 Kota
Bau-bau
Sulawesi Tenggara
6 Kota
Blitar
Jawa Timur
7 Kota
Banjarmasin
Kalimantan Selatan
8 Kota
Bontang
Kalimantan Timur
9 Kota
Bogor
Jawa Barat
10 Kabupaten
Bangka Barat
Kepulauan Bangka
Belitung
11 Kabupaten
Bangli
Bali
12 Kabupaten
Buleleng
Bali
117
13 Kabupaten
Brebes
Jawa Tengah
14 Kabupaten
Banjarnegara
Jawa Tengah
15 Kabupaten
Banyumas
Jawa Tengah
16 Kabupaten
Batang
Jawa Tengah
17 Kota
Cirebon
Jawa Barat
18 Kabupaten
Cilacap
Jawa Tengah
19 Kota
Denpasar
Bali
20 Kabupaten
Gianyar
Bali
21 Kota
Jakarta Barat
DKI Jakarta
22 Kota
Jakarta Utara
DKI Jakarta
23 Kota
Jakarta Pusat
DKI Jakarta
24 Kota
Lubuk Linggau
Sumatera Selatan
25 Kota
Langsa
NAD
26 Kabupaten
Kepulauan
Seribu
DKI Jakarta
27 Kabupaten
Karangasem
Bali
28 Kota
Medan
Sumatera Utara
29 Kota
Madiun
Jawa Timur
30 Kota
Malang
Jawa Timur
31 Kota
Palembang
Sumatera Selatan
Pangkal Pinang
Kepulauan Bangka
Belitung
32 Kota
33 Kota
Pekalongan
Jawa Tengah
34 Kota
Padang
Sumatera Barat
35 Kota
Palopo
Sulawesi Selatan
36 Kota
Pontianak
Kalimantan Barat
118
Kota Pusaka
37 Kabupaten
Purbalingga
Jawa Tengah
38 Kota
Sawahlunto
Sumatera Barat
39 Kota
Semarang
Jawa Tengah
40 Kota
Surakarta
Jawa Tengah
41 Kota
Sibolga
Sumatera Utara
42 Kota
Salatiga
Jawa Tengah
43 Kota
Surabaya
Jawa Timur
44 Kota
Singkawang
Kalimantan Barat
45 Kota
Ternate
Maluku Utara
46 Kota
Tegal
Jawa Tengah
47 Kabupaten
Tegal
Jawa Tengah
48 Kota
Yogyakarta
Jawa Tengah
119
Lampiran
Lampiran 1
Piagam dan Rekomendasi Terkait Kota Pusaka
Bila menyimak berbagai piagam atau rekomendasi
di tingkat internasional tentang pelestarian pusaka,
tampak adanya perkembangan konsep kota pusaka
serta lingkup pelestariannya. Perhatian internasional
terhadap pelestarian kota pusaka telah ada sejak
tahun 1962 dan setelah itu, setidaknya ada 18
piagam atau rekomendasi, sebagai berikut:
- Rekomendasi
tentang
Pengamanan
Keindahan dan Karakter Lanskap dan Situs
(The Recommendation concerning the
Safeguarding of the Beauty and Character of
Landscapes and Sites), diadopsi oleh Sidang
Umum UNESCO pada Desember 1962.
Rekomendasi ini menekankan pentingnya
ilmiah dan estetika lanskap budaya dan alam.
Ke dalam instrumen ini, prinsip umum
dipadukan bahwa lanskap merupakan pusaka
yang memiliki pengaruh utama bagi kondisi
hidup masyarakat. Rekomendasi tahun 1962
ini merupakan dokumen penetapan standar
pertama yang memperkenalkan istilah lanskap
perkotaan. Gagasannya bahwa lanskap ini
pantas mendapatkan sarana perlindungan
yang sama seperti lingkungan alam, meskipun
rekomendasi ini mengganggap pelestarian
lanskap adalah soal kebijakan publik. Referensi
satu-satunya untuk pembangunan perkotaan
terkait dengan rencana umum dan perencanaan
di lingkup regional, tingkat pedesaan dan
perkotaan. Pendekatan ini simbolik dari
kebijakan perencanaan umum waktu itu, yang
melihat lanskap sebagai objek yang statis. Dan
dengan demikian diharapkan dapat dilindungi
122
Kota Pusaka
Lampiran
123
Kota Pusaka
125
Kota Pusaka
Lampiran
127
Lampiran
129
Kota Pusaka
Lampiran 2
Kota Pusaka Dunia menurut UNESCO
Sejak tahun 1979 hingga saat ini, setidaknya telah ada 200 pusaka dunia yang berupa kota pusaka. Kedua
ratus ini tersebar di berbagai belahan dunia.
Daftar Kota Besar dan Kecil yang terdaftar sebagai Pusaka Dunia
No
Negara
Albania
Algeria
Austria
Azerbaijan
Belgium
Bolivia
Bosnia and Herzegovina
Brazil
Bulgaria
Canada
Cape Verde
Chile
China
Colombia
Croatia
Lampiran
131
No
1997
1982
1988
2005
2008
1980
1992
1992
1992
1995
2003
1990
1978
1999
1979
1997
City of Quito
Historic Centre of Santa Ana de los Ros de Cuenca
Historic Cairo
Historic Centre (Old Town) of Tallinn
Ecuador
2006
1991
Ethiopia
1979
Ohrid Region with its Cultural and Historical Aspect and its Natural Environment
1988
1991
1997
1998
2001
2005
2007
1987
1992
1993
1994
1998
2002
Strasbourg - Grande le
Paris, Banks of the Seine
Historic Fortified City of Carcassonne
Historic Site of Lyon
Provins, Town of Medieval Fairs
Le Havre, the City Rebuilt by Auguste Perret
Bordeaux, Port of the Moon
Hanseatic City of Lbeck
Mines of Rammelsberg and Historic Town of Goslar
Town of Bamberg
Collegiate Church, Castle, and Old Town of Quedlinburg
Classical Weimar
Historic Centres of Stralsund and Wismar
2006
1988
1999
2007
1979
132
Negara
Kota Pusaka
Cuba
Cyprus
Czech Republic
Dominican Republic
Egypt
Estonia
Finland
Former Yugoslav Republic of
Macedonia
France
Germany
Greece
Guatemala
No
Negara
Vatican City
Historic Centre of Rome, the Properties of the Holy See in that City Enjoying Extraterritorial
Rights and San Paolo Fuori le Mura
1987, 2002 Budapest, the Banks of the Danube and the Buda Castle Quarter
Holy See
Holy See/Italy
Iran
Israel
1984
1980
Hungary
2001
2003
1982
1987
1990
1994
1995
1995
1995
1995
1996
1996
1997
1997
1998
2000
2000
2002
2006
2008
1981
2001
1995
1997
1986
1994
Lithuania
1994
2008
1988
1988
1980
1996
1987
1987
1987
Luxembourg
Malaysia
Mali
Italy
Malta
Mauritania
Mexico
Lampiran
133
No
1988
1991
1993
1996
1998
1999
2008
1979
1981
1985
1996
1997
2001
2004
1991
1979
1997
1999
1979
1980
134
Kota Pusaka
Negara
Montenegro
Morocco
Mozambique
Nepal
Netherlands
Norway
Panama
Peru
Philippines
Poland
Portugal
Romania
Russian Federation
San Marino
No
2000
1993
Historic Town of Banska Stiavnica and the Technical Monuments in its Vicinity
1993, 2009 Levo_a, Spisk Hrad and the Associated Cultural Monuments
2000 Bardejov Town Conservation Reserve
1984 Alhambra, Generalife and Albayzin, Granada
1984 Historic Centre of Cordoba
1985 Old Town of Avila with its Extra-Muros Churches
1985 Old Town of Segovia and its Aqueduct
1985 Santiago de Compostela (Old town)
1986 Historic City of Toledo
1986 Old Town of Caceres
1988 Old City of Salamanca
1996 Historic Walled Town of Cuenca
1998 University and Historic Precinct of Alcal de Henares
1999 Ibiza, biodiversity and culture
1999 San Cristbal de La Laguna
2001 Aranjuez Cultural Landscape
2003 Renaissance Ensembles of beda and Baeza
1988 Old Town of Galle and its Fortifications
1988 Sacred City of Kandy
2002 Historic Inner City of Paramaribo
1995 Hanseatic Town of Visby
1996 Church Village of Gammelstad, Lule
1998 Naval Port of Karlskrona
1983 Old City of Berne
2009 La Chaux-de-Fonds / Le Locle, watchmaking town planning
1979 Ancient City of Damascus
1980 Ancient City of Bosra
1986 Ancient City of Aleppo
1979 Medina of Tunis
1988 Kairouan
1988 Medina of Sousse
1985 Historic Areas of Istanbul
1994 City of Safranbolu
1998 Lviv - the Ensemble of the Historic Centre
1987 City of Bath
1995
2000
2001
2001
2004
2000
Negara
Senegal
Slovakia
Spain
Sri Lanka
Suriname
Sweden
Switzerland
Syrian Arab Republic
Tunisia
Turkey
Ukraine
United Kingdom of Great Britain and
Northern Ireland
Lampiran
135
No
1995
1990
1993
2000
2001
1993
1999
1982
1986
1993
Ternate
Sumber Foto: Dok. Ditjen Penataan Ruang - BPPI
136
Kota Pusaka
Negara
Uruguay
Uzbekistan
Venezuela
Viet Nam
Yemen
Lampiran 3
Periode Kemunculan Kota Indonesia
Menurut Werner (1987: 44), kota-kota besar dan kecil yang ada di Indonesia memiliki akar sejarah yang
dihasilkan dari berbagai situasi dan pengaruh budaya serta kehadiran penguasa yang berbeda. Tempattempat ini secara umum dibagi dalam empat strata utama dalam formasi perkotaan. Strata yang tertua untuk
formasi awal pembentukan kota sudah ada sebelum periode Hindu, yang diindikasikan dengan adanya
institusionalisasi pemerintahan yang diatur oleh seorang penguasa. Yang diatur adalah hasil pertanian serta
perdagangan regional dan antar pulau dan menghasilkan permukiman berupa bandar perdagangan dan
pusat pemerintahan pedalaman. Pengaruh perdagangan internasional yang menghadirkan budaya India dan
Cina berpengaruh pada terbentuknya kota-kota ini. Meskipun tidak semua bertahan sebagai kota penting
seperti terjadi pada Majapahit. Beberapa identitas kota dengan berbagai ciri fisik yaitu, letak permukiman
yang berada di tepi pantai atau muara sungai dan memiliki akses ke laut lepas.
Kota
Sumatera
Jawa
Pakuan, Dieng, Borobudur, Prambanan, Madiun, Wengker/Setana, Kediri/Daha, Singosari, Majapahit, Blitar, Wirasaba/Jombang,
Japan/Mojokerto, Kudus, Bintara/Demak, Jepara, Lasem, Tuban, Sedayu, Gresik, Surabaya, Sumenep, Canggu, Kepulungan,
Kedungpluk, Badung, Kulur, Pajarakan/Kutorenon, Renes, Sadeng, Baremi/Bermi, Gending Pajarakan, Binor, Ketah, Patukangan/
Situbondo, Balambangan, Walain, Taruma, Kalinga, Wawatan-mas, Kahuripan, Janggala
Kalimantan
Ind. Timur
Bendahulu (Bali), Lwa Gayuh (Bali), Sukun (Penida), Bantayan/BantaEng, Ternate/Maloko, Tidore, Jailolo, Bacan
Penyebaran Islam dan kehadiran kekuasaan Eropa, yaitu Portugis dan Belanda pada abad ke-15 dan
17, mempengaruhi pola perdagangan. Ini menjadi faktor pada pembentukan karakteristik perkotaan pada
tahapan kedua.
Lampiran
137
Kota
Sumatera
Pedir-Pidie, Banda Aceh, Deli, Tanjung Balai, Siak Sri Indrapura, Pekan Tua Indragiri, Singkil, Tapanuli, Natal, Batahan, Tiku, Pariaman,
Ulakan, Koto Tangah, Pauh, Padang, Bayang, Tarusan, Salido-Pulo Cingko, Painan, Batang Kapas, Indrapura, Menjuto, Sungai Limau,
Silebar
Jawa
Banten, Anyar, Sunda Kelapa/Jakarta/Batavia, Karawang, Pamanukan, Indramayu, Cirebon, Sumedang, Parakan Mucang, Citeureup/
Dayeuh Kolot, B(a)lubur Limbangan, Sukapura/Sukaraja, Galuh, Ciamis, Semarang, Kedu, Bagelen, Banyumas, Mataram/Yogyakarta,
Wonokerto/Kertasura, Pajang/Surakarta, Sampang, Malang, Pasuruan, Panarukan, Macanputih, Lateng/Banyuwangi, Gebang, Brebes,
Tegal, Pemalang, Wiradesa, Pekalongan, Batang, Kendal, Kaliwungu, Dayeuh Luhur, Ajibarang, Pamerden, Rema, Ayah, Nampudadi,
Bocor, Ambal, Rawa, Kali Beber, Ungaran, Ambarawa, Salatiga, Wates, Kaduwang, Sukowati, Godong, Grobogan, Sela, Pati, Juwana,
Rembang, Blora, Jipang, Jorogo, Magetan, Caruban, Ponorogo, Pacitan, Kalangbret, Berbek, Nganjuk, Pace, Kertosono, Lamongan,
Senggara, Lumajang, Puger, Blater, Probolinggo, Besuki, Arosbaya, Blega, Pamekasan
Kalimantan
Ind. Timur
Gelgel, Karangasem, Buleleng, Sumbawa Besar, Dompu, Bima, Ende, Larantuka, Fort Henricus, Kupang, Atapupu, Lifao, Oekussi, Ulu
Siau, Tagulandang, Manado, Tondano, Amurang, Boroko/Kaidipang, Gorontalo, Limboto, Leok/Buol, Toli-Toli, Batangnipa (Mandar),
Wajo/Sengkang, Watan Soppeng, Bone/Watampone, Makassar, Tibore (Muna), Buton/Bau-Bau, Hitu, Ambon, Fort Overberg (Kayelili)
Kendali yang semakin luas atas wilayah dan perkembangan ekonomi yang berorientasi pasar mendorong
munculnya jaringan kota-kota yang lebih kecil. Abad ke-18 dan 19 merupakan panggung kemunculan kota
pada tahap ketiga. Pertumbuhan perkotaan lebih efektif dirangsang dengan menggunakan faktor politis/
administrasi ketimbang dengan faktor kegiatan perdagangan.
Tabel 3. Permukiman perkotaan yang muncul pada 1700-1900
Lokasi
Kota
Sumatera
Meulaboh, Sigli, Lhok Suemawe, Idi, Seruwai, Tanjung Pura, Medan, Rantau Panjang Serd., Tanjung Beringin, Bandar Khalipah, Mesjid,
Negerilama, Kota Pinang, Labuhan Bilik, Gunung Sitoli, Sibolga, Tarutung, Batang Toru, Padang Sidempuan, Portibi, Panyabungan,
Kota Nopan, Air Bangis, Talu, Rao, Lubuk Sikaping, Bonjol, Palembayan, Fort de Kock/Bukittinggi, Maninjau, Lubuk Basung, Kayu
Tanam, Padang Panjang, Fort van der Capellen/Batu Sangkar, Buo, Payahkumbuh, Suliki, Pgkl. Kota Baru, Sijungjung, Singkarak,
Solok, Supajang, Alahan Panjang, Muara Labuh, Balai Selasa, Ayer Haji, Muko-Muko, Riau-Tjg. Pinang, Tanjung Balai Karimun, Daik,
Bengkalis, Rengat, Kuala Tungkal, Muara Sabak, Muara Kumpeh, Muntok, Jebus, Belinyu, Sungai Liat, Batu Rusa, Pangkal Pinang,
Koba, Toboali, Tanjung Pandan, Banding Agung, Muara Dua, Baturaja, Tanjung Raya, Kayu Agung, Muara Enim, Lahat, Bandar, Pagar
Alam, Talang Padang, Tebingtinggi, Talang Benunu, Sekayu, Muara Rupit, Surulangun, Muara Beliti, Padang Ulak Tanding, Kepahiang,
Lais, Bengkulu, Tais, Manna, Bintuhan, Krui, Tarabangi, Teluk Betung, Menggala, Sukadana, Kota Agung, Kalianda
Jawa
Serang, Cilegon, Pandeglang, Caringin, Rangkasbitung, Buitenzorg/Bogor, Cikao, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, Pacet, Bandung,
Garut, Manonjaya, Panjalu, Kuningan, Majalengka, Plered, Weleri, Cilacap, Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, Karanganyar,
Kebumen, Kutoarjo, Purworejo, Wonosobo, Temanggung, Magelang, Menoreh, Pengasih, Wonosari, Bantul, Sleman, Klaten,
Boyolali, Sragen, Wonogiri, Purwodadi, Wirosari, Ngawi, Gempol, Jember, Bondowoso, Subang, Tasikmalaya, Trenggalek, Ngorowo/
Tulungagung, Bojonegoro, Sidoarjo, Bangil, Kraksaan
138
Kota Pusaka
Lokasi
Kota
Kalimantan
Sandakan, Kuching, Pemangkat, Singkawang, Montrado, Mempawa, Pontianak, Bengkajang, Ngabang, Sanggau, Sintang, Salimbau,
Ketapang, Pangkalan Bun, Sampit, Kuala Kapuas, Marabahan, Pleihari, Rantau, Kandangan, Barabai, Amuntai, Tanjung, Pegatan, Kota
Baru, Tanah Grogot, Tenggarong, Samarinda, Berau-Tg. Redeb, Bulungan-Tg. Selor
Ind. Timur
Tahuna, Kota Mobagu, Donggala, Banggai, Majene, Palopo, Enrekang, Pampanua, Rappang, Pinrang, Pare-Pare, Sumpang Binaraga E/
Barru, Pangkajene, Maros, Takalar, Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, Benteng Selayar, Cakranegara/Mataram/Ampenan, Denpasar, Geser,
Tobelo
Perkembangan teknologi dalam pembangunan infrastruktur dan transportasi pada abad ke-19 dan 20
mendorong kendali atas seluruh wilayah. Pembangunan sistem tranportasi, perhubungan, industri serta
didukung kebijakan kolonial yang mendorong kehadiran kota pada tahap yang keempat. Kota yang lahir
karena industri manufaktur dan kota tambang umumnya berkembang karena dorongan dari perkembangan
infrastruktur, motorisasi, dan perkembangan jasa-jasa pelayanan, umumnya terletak diluar/bersebelahan
dengan kota pemerintahan. Sedangkan kota pariwisata, secara fisik seperti karakter alamnya memiliki
keunikan atau keistimewaan, seperti sumber air panas di wilayah tropik, lokasi di wilayah pegunungan atau
perbukitan seperti Bandung, secara non fisik seperti keunikan etnik dan budaya.1
Tabel 4. Permukiman perkotaan yang muncul pada periode industrialisasi modern
Lokasi
Kota
Sumatera
Sabang, Krueng Raja, Seulimeun, Calang, Susoh, Tapaktuan, Bakongan, Sinabang, Bireun, Meureudu, Takengon, Lhok Sukon, Lokop,
Langsa, Kuala Langsa, Kuala Simpang, Blang Kejeren, Kutacane, Sidikalang, Kabanjahe, Berastagi, Pangkalan Susu, Pangkalan
Brandan, Binjai, Lubuk Pakam, Tebingtinggi (Deli), Pematang Siantar, Prapat, Kisaran, Rantau Prapat, Gunung Tua, Balige, Panguruan,
Siborong-borong, Teluk Dalam, Muara Siberut, Sawahlunto, Taluk Kuantan, Gunung Sahilan, Bangkinang, Pasir Pengarayan, Pekan
Baru, Duri, Dumai, Bagan Siapi-Api, Tembilahan, Penuba, Dabo, Muara Tebo, Muara Bungo, Bangko, Sarolangun, Sungai Penuh,
Kenaliasem, Argamakmur, Curup, Lubuk Linggau, Prabumulih, Tanjung Enim, Pendopo-Tl. Akar, Martapura, Kota Bumi, Metro, Tanjung
Karang, Oosthaven-Panjang
Jawa
Menes, Labuhan, Cikotok, Cimahi, Lembang, Cikampek, Jatibarang, Banjar, Kroya, Cepu, Gundih, Batu
Kalimantan
Telok Air, Batu Ampar, Nanga Tayap, Sekadau, Nanga Pinoh, Semitau, Putus Sibau, Kumai, Kuala Pembuang, Kasongan, Pahandut/
Palangka Raya, Pulang Pisau, Kuala Kurun, Puruk Cahu, Buntok, Tamiang Layang, Kelua, Negara, Balikpapan, Muara Muntai, Melak,
Long Iram, Sangkulirang, Tarakan, Nunukan, Malinau, Long Nawang, Long Bawang
Werner Rutz, Urbanization of the Earth 4, Cities and Towns in Indonesia, Stuttgart, Berlin, 1987
Lampiran
139
Lokasi
Kota
Ind. Timur
Negara (Bali), Tabanan, Gianyar, Bangli, Klungkung, Lembar, Praya, Selong, Waikabubak, Waingapu, Baa, Soe, Kefamenanu, Atambua,
Kalabahi, Maumere, Bajawa, Ruteng, Pante Makassar, Likisia, Manatuto, Baucau, Aileu, Ermera, Maliana, Suai, Ainaro, Same, Vikeke,
Lospalos, Bitung, Tomohon, Kwandang, Tilamuta, Palu, Parigi, Poso, Luwuk, Kolonedale, Soroako, Malili, Masamba, Rantepao, Makale,
Mamasa, Polewali, Mamuju, Pangkajene-Sidenreng, CabengE, Kolaka, Pomalaa, Kendari, Raha, Weda, Sanana, Namlea, Piru, Saparua,
Amahai, Wahai, Tual, Dobo, Larat, Saumlaki, Tepa, Wonreli
Papua
Manokwari, Fak-Fak, Merauke, Hollandia/Jayapura, Bosnik/Biak, Seuri, Sorong, Nabire, Wamena, Tembagapura
140
Kota Pusaka
Lampiran 4
Kota/Kabupaten Anggota JKPI dan Status RTRW
NO
NAMA WILAYAH
Padang
LINGKUP
Kota
PROVINSI
Sumatera Barat
PERDA RTRW
Bau-Bau
Kota
Sulawesi Tenggara
Banda Aceh
Bukittinggi
Banjarmasin
Kota
Kota
Kota
NAD
Sumatera Barat
Kalimantan Selatan
Cirebon
Kota
Jawa Barat
Denpasar
Kota
Bali
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Jakarta Pusat
Kepulauan Seribu
Langsa
Lubuk Linggau
Kota
Kota
Kota
Kabupaten
Kota
Kota
DKI Jakarta
NAD
Sumatera Selatan
Madiun
Malang
Medan
Kota
Kota
Kota
Jawa Timur
Jawa Timur
Sumatera Utara
Palembang
Kota
Sumatera Selatan
Pangkal Pinang
Kota
Pekalongan
Kota
Kepulauan Bangka
Belitung
Jawa Tengah
Ambon
Kota
Maluku
Palopo
Kota
Sulawesi Selatan
KETERANGAN
Sudah Persetujuan Substansi & Sedang
Pembahasanan DPRD
Sudah Persetujuan Substansi & Sedang
Pembahasanan DPRD
Lampiran
141
NO
NAMA WILAYAH
Pontianak
LINGKUP
Kota
PROVINSI
Kalimantan Barat
Salatiga
Surabaya
Semarang
Surakarta
Sibolga
Kota
Kota
Kota
Kota
Kota
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Ternate
Kota
Maluku Utara
Yogyakarta
Bangka Barat
Kota
Kabupaten
Karang Asem
Kabupaten
DI Yogyakarta
Kepulauan Bangka
Belitung
Bali
Purbalingga
Cilacap
Buleleng
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Bali
Tegal
Bangli
Kabupaten
Kabupaten
Jawa Tengah
Bali
Brebes
Banjarnegara
Banyumas
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Batang
Gianyar
Kabupaten
Kabupaten
Jawa Tengah
Bali
Gresik
Badung
Pekalongan
Bogor
Bengkulu
Sawahlunto
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kota
Kota
Kota
Jawa Timur
Bali
Jawa Tengah
Jawa Barat
Bengkulu
Sumatera Barat
Sumber: http://www.penataanruang.net/
142
Kota Pusaka
PERDA RTRW
KETERANGAN
Sudah Pembahasan BKPRN & Sedang Perbaikan
di Daerah
Proses Rekomendasi Gubenur
Laut Ambon
Sumber Foto: Catrini (BPPI)
Daftar Pustaka
PIAGAM DAN KONVENSI
ICOMOS, Charter for the Conservation of Historic Towns and Urban Areas (Washington Charter
1987), adopted by its General Assembly in Washington DC, October 1987.
http://www.international.icomos.org/charters/towns_e.pdf
UNESCO, Guidelines on The Inscription of Specific Types of Properties on The World Heritage List,
included in the Operational Guidelines by the World Heritage Committee at its 16th session in Santa
Fe, 1992.
http://whc.unesco.org/archive/opguide05-annex3-en.pdf
UNESCO, Convention concerning the protection of the world cultural and natural heritage, adopted by
the General Conference at its seventeenth session, Paris, 16 November 1972, WHC-2001/WS/2
http://whc.unesco.org/en/conventiontext
UNESCO, Declaration on the Conservation of Historic Urban Landscapes, adopted by the General
Assembly at its fifteenth session, Paris, 10-15 October 2005, WHC-05/15.GA/7
http://whc.unesco.org/uploads/activities/documents/activity-48-1.pdf
UNESCO, Intergovernmental Committee for the protection of the World Cultural and Natural
Heritage, Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention,
WHC.2011/1.
http://whc.unesco.org/en/guidelines
BUKU&PAPER
Adishakti, Laretna dan Punto Wijayanto. Belajar dari Penetapan Kota Pusaka Dunia UNESCO.
Paper dipresentasikan pada Workshop Terbatas I Kota Pusaka, 1 Desember 2011.
Ringbeck, Brigittta. Management Plans for World Heritage Sites. A Practical Guide. Bonn: German
Commission for UNESCO, 2008.
Rutz, Werner. Cities and Towns in Indonesia: Their Development, Current Positions and Functions
With Regard to Administration and Regional Economy (Urbanization of the Earth). Berlin:
Gebruder Borntraeg, 1987.
Van Oers, Ron, Sachiko Haraguchi, et al. Managing Historic Cities. World Heritage Papers, 27. Paris:
UNESCO World Heritage Centre, 2010.
144
Kota Pusaka
PERATURAN PERUNDANGAN
UU RI No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
PP RI No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang WilayahCagar Budaya
PP RI No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Nias
Sumber Foto: BPPI
Daftar Pustaka
145
Tim Penyusun
TIM PENGARAH:
TIM PELAKSANA:
Imam S. Ernawi
Ruchjat Deni Dj
Iman Soedrajat
Joessair Lubis
Bahal Edison N
Rido Matari Ichwan
Endra S. Atmawidjaja
Taufan Madiasworo
Allien Dyah Lestari
Hajar Ahmad Chusaini
Shahnaz Acrydiena
Caesar Adi Nugroho
Wulansih
Ratu Veby Renita
Rocky Adam
Siti Maesaroh
146
I Gede Ardika
Budhi Tjahyati S. Soegijoko
Gunawan Tjahjono
Mohammad Danisworo
Catrini Pratihari Kubontubuh
Suhadi Hadiwinoto
Laretna Adishakti
Haryo Sasongko
Ning Purnomohadi
Dani B. Ishak
Arya Abieta
Hardini Sumono
Benjamin Ishak
Aristia Kusuma
Punto Wijayanto
Asfarinal
Kota Pusaka
KONTRIBUTOR:
Pengukir Kayu
Sumber Foto: BPPI
KEMITRAAN
Saat ini BPPI bermitra dengan lebih dari 50 mitra lokal yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia serta mitra internasional
dari Australia, Belanda, Lebanon dll. BPPI merupakan anggota dari International National Trusts Organisation (INTO) yaitu
wadah jaringan organisasi pelestarian sedunia yang berpusat di London.
BPPI didukung oleh kumpulan individu yang memiliki kepakaran di bidangnya masing-masing, serta membentuk
kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidang yang diminati. Tiga bidang utama yang mendapat perhatian istimewa
adalah pusaka ragawi, pusaka tak-ragawi, dan pusaka saujana (lanskap) gabungan antara alam dan kebudayaan.
SEKRETARIAT BPPI
Griya BPPI:
Jl. Veteran I no. 27 Jakarta 10110 Indonesia
T/F: 021.35 111 27
Rekening BPPI:
Badan Pelestarian Pusaka Indonesia
Permata Bank, Jl. Sudirman Kav. 27 Jakarta 10110
No: 070 162 16 62 (Rupiah) / 090 450 40 41 (Euro)
Bau-Bau,
Tenggara
148Sulawesi
Kota
Pusaka
Sumber Foto: Dok. Ditjen Penataan Ruang - BPPI