Anda di halaman 1dari 25

BAB I

A. Latar Belakang
Pengendalian ekspresi genetic merupakan aspek yang sangat penting bagi
makhluk hidup, baik pada eukaryote maupun prokaryot. Tanpa system
pengendalian yang efisien, sel akan kehilangan banyak energy yang justru
merugikan makhluk hidup tersebut. Bakteri E.coli merupakan salah satu contoh
prokaryotic yang paling banyak dipelajari aspek fisiologi dan molekularnya.
Bakteri ini mempunyai lebih dari 3000 gen yang berbeda dan sekarang genom
jasad ini telah selesai dipetakan serta diketahui urutan nukleotidanya secara
lengkap. Tidak semua dari sekian banyak gen pada genom E.coli diaktifkan pada
saat yang bersamaan karena keadaan ini justru akan menguras energy seluler yang
akan memperlambat laju pertumbuhan sel. Oleh karena itu, di dalam system
molecular jasad ini ada banyak system pengendalian ekspresi genetic yang
menentukan kapan suatu gen tertentu diaktifkan dan diekspresikan untuk
menghasilkan suatu produk ekpresi.
B. Rumusan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana system pengendalian ekspresi gen pada prokaryotik?
2. Bagaimana system pengendalian ekspresi gen pada eukaryotik?
3. Bagaimana proses post translasi pada eukaryotik?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan penulisan di atas, maka tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui system pengendalian ekspresi gen pada prokaryotik?
2. Untuk mengetahui system pengendalian ekspresi gen pada eukaryotik?
3. Untuk mengetahui proses post translasi pada eukaryotik?
BAB II

A. Pengendalian Ekspresi Genetik pada Prokaryotik


Secara umum di dalam setiap jasad hidup, baik prokaryot maupun
eukaryote, ada 2 sistem pengaktifkan ekspresi gen, yaitu ekspresi gen secara
konstitutif dan ekspresi gen secara induktif. Gen-gen yang diekspresikan secara
konstitutif praktis selalu diekspresikan dalam keadaan apa pun. Sebaliknya, ada
juga kelompok gen yang hanya diekspresikan jika ada keadaan yang
memungkinkan atau ada proses induksi sehingga dikenal sebagai ekspresi gen
secara induktif. Kelompok gen yang diekspresikan secara konstitutif pada
umumnya adalah kelompok gen yang betanggung jawab terhadap metabolism
dasar, misalnya metabolism energy atau sintesis komponen-komponen selular. Di
lain pihak, jika ada system metabolism yang masih dapat dipenuhi dengan system
alternatif yang ada, maka sel tidak akan mengaktifkan gen-gen yang memang
tidak diperlukan pada saat itu. Sebagai contoh, sel bakteri cenderung untuk
menggunakan sumber karbon dengan struktur molekul paling sederhana yang
tersedia di dalam sel, misalnya glukosa. Oleh karena itu, jika sel bakteri
ditumbuhkan dalam medium yang mengandung dua macam sumber karbon yang
berbeda kompleksitas strukturalnya, misalnya glukosa dan laktosa, maka sel
bakteri akan menggunakan glukosa terlebih dahulu karena struktur molekulnya
lebih sederhana dibandingkan laktosa. Pada saat glukosa masih tersedia dalam sel,
sirkuit regulasi yang bertanggung jawab dalam metabolism laktosa berada dalam
keadaan tidak aktif. Gen-gen yang bertanggung jawab dalam metabolism laktosa
baru diaktifkan (diinduksi) jika glukosa benar-benar sudah habis. Sirkuit regulasi
semacam ini dikenal sebagai system pengendalian ekpresi genetic yang
merupakan bagian dari system efisiensi selular.
Di dalam sel prokaryot, ada beberapa gen structural yang diekspresikan
secara bersama-sama dengan menggunakan satu promoter yang sama. Kelompok
gen semacam ini disebut sebagai operan. Gen-gen semacam ini pada umumnya
adalah gen-gen yang terlibat dalam suatu rangkaian reaksi metabolism yang sama,
misalnya metabolism laktosa, arabinose, dan lain-lain. Pengelompokkan gen-gen
semacam ini dalam suatu operan membuat sel menjadi lebih efisien di dalam
melakukan proses ekpresi genetic. Sebaliknya, di dalam sel eukaryote, system
organisasi operan semacam ini tidak ada karena setiap gen (structural) diatur oleh

satu promoter.
Secara umum dikenal 2 sistem pengendalian ekpresi genetic yaitu
pengendalian postif dan pengendalian negative. Pengendalian (regulasi) pada
suatu gen atau operon melibatkan aktivitas suatu gen regulator. Pengendalian
positif pada suatu operan artinya operan tersebut dapat diaktifkan oleh produk
ekspresi gen regulator. Sebaliknya, pengendalian negative berarti operon tersebut
dinonaktifkan oleh produk ekspresi gen regulator. Produk gen regulator ada dua
macam yaitu activator, yang berperanan dalam pengendalian secara positif, dan
repressor yang berperanan daam pengendalian secara negative. Produk gen
regulator (activator atau repressor) bekerja dengan cara menempel pada sisi
pengikatan protein regulator pada daerah promoter gen yang diaturnya.
Pengikatan activator atau repressor pada promoter ditentukan oleh keberadaan
suatu molekul efektor yang biasanya berupa molekul kecil, misalnya asam amino,
gula, atau metabolit serupa lainnya. Molekul efektor yang mengaktifkan ekspresi
suatu gen disebut induser, sedangkan yang bersifat menekan ekspresi suatu gen
disebut repressor.
Lebih jauh, pengendalian positif maupun negative dibedakan menjadi 2
sistem, yaitu system yang dapat diinduksi dan system yang dapat ditekan. Secara
skematis, system yang dapat diinduksi dan system yang dapat ditekan
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Pengendalian negatif pada system ekspresi gen prokaryot

Gambar 2. Pengendalian positif pada system ekspresi gen prokaryot


1. Pengendalian negatif operon laktosa (lac)
System operan lac adalah system pengendalian ekspresi gen-gen yang
bertanggung jawab di dalam metabolism laktosa. System tersebut pertama kali
ditemukan pada bakteri E.coli oleh Francois Jacob dan Jacques Monod dibantu
oleh Arthur Pardee pada akhir tahun 1950-an. Laktosa adalah disakarida yang
tersusun atas glukosa dan galaktosa. Jika bakteri E.coli ditumbuhkan dalam
medium yang mengandung sumber karbon glukosa dan laktosa secara bersamasama, maka E.coli akan menunjukkan pola pertumbuhan yang spesifik. Setelah
melalui fase adaptasi, E.coli memasuki fase eksponensial yang ditandai dengan
laju pertumbuhan yang meningkat secara eksponensial, kemudian akan mencapai
fase stasioner. Seelah mencapai fase stasioner beberapa saat, kemudian bakteri
akan tumbuh lagi memasuki fase eksponensial kedua sampai akhirnya mencapai
fase stasioner akhir. Dalam fase pertumbuhan semacam ini ada 2 fase
eksponensial. Pada fase eksponensial pertama, E.coli menggunakan glukosa
sebagai sumber karbon sampai akhirnya glukosa habis dan E.coli mencapai fase
stasioner yang pertama. Selanjutnya pada fase eksponensial kedua, E.coli
menggunakan laktosa setelah glukosa benar-benar sudah habis. Pada fase
stasioner yang pertama sebenarnya yang terjadi adalah proses adaptasi kedua
karena pada saat inilah sebenarnya mulai terjadi proses induksi system operan
laktosa yang akan digunakan untuk melakukan metabolism laktosa. Pola

pertumbuhan semacam ini disebut pola pertumbuhan diauksik yang berasal dari
bahasa latin auxillium yang artinya bantuan karena kedua macam gula tersebut
membantu bakteri untuk tumbuh.
Pada fase stasioner pertama, operan laktosa yang terdiri atas beberapa gen
mulai diaktifkan. Operon laktosa terdiri atas 3 gen structural utama yaitu gen lacZ
(mengkode enzim -galaktosidase), gen lacY (mengkode permease galaktosida),
dan gen lacA (transasetilase thiogalaktosida). Ketiga gen structural yang berbeda
tersebut dikendalikan ekpresinya oleh satu promoter yang sama dan menghasilkan
satu mRNA yang bersifat polisistronik karena dalam satu transkrip terdapat lebih
dari cistron (sinonim dari kata gen). masing-masing cistron tersebut ditranslasi
menjadi 3 polipeptida yang berbeda tetapi semuanya terlibat di dalam metabolism
laktosa. Selain ketiga gen structural tersebut, juga terdapat gen regulator lacI yang
mengkode suatu protein repressor (tersusun atas 360 asam amino) dan merupakan
bagian system pengendalian operon laktosa. Operon laktosa dapat dikendalikan
secara negative maupun secara positif.
Enzim -galaktosidase (tetrametrik dengan empat subunit identic berukuran
116,4 kDa) adalah enzim utama yang digunakan untuk memotong ikatan galaktosidik (ikatan -1,4) yang ada pada molekul laktosa (disebut juga galaktosida) sehingga dihasilkan dua monosakarida, yaitu glukosa dan galaktosa.
Enzim permease galaktosida (berukuran 46,5 kDa) adalah enzim yang berperanan
di dalam pengangkutan laktosa dari luar ke dalam sel. Enzim yang ketiga, yaitu
transasetilase thiogalaktosida (30 kDa), sampai sekarang belum diketahui secara
jelas peranannya di dalam metabolism laktosa.
Pengendalian operon laktosa secara negative dilakukan oleh protein repressor
yang dikode oleh gen lacI. Repressor lacI adalah suatu protein tetramerik yang
tersusun atas empat polipeptida yang identic. Repressor ini menempel pada daerah
operator (lacO) yang terletak di sebelah hilir dari promoter. Operator lac
berukuran sekitar 28 pasangan basa. Penempelan repressor semacam ini
menyebabkan RNA polymerase tidak dapat melakukan transkripsi gen-gen
structural lacZ, lacY, dan lacA sehingga operon laktosa dikatakan mengalami
represi. Proses penekanan atau represi semacam ini akan terjadi terus-menerus
selama tidak ada laktosa dalam sel. Inilah yang disebut sebagai mekanisme

efisiensi selular karena sel tidak perlu mengaktifkan operon laktosa jika memang
tidak ada laktosa sehingga energy selular dapat dihemat. Sel akan cenderung
untuk menggunakan sumber karbon yang lebih sederhana terlebih dahulu,
misalnya glukosa, untuk memenuhi kebutuhan selularnya. Setelah tidak ada lagi
glukosa di dalam sel, maka sel akan mencari alternative sumber karbon yang
tersedia. Jika sel E.coli ditumbuhkan dalam medium yang mengandung glukosa
dan laktosa, maka setelah glukosa benar-benar habis sel akan melakukan
metabolism laktosa yang ada dengan cara mengaktifkan terlebih dahulu system
operon laktosa. Proses pengaktifan operon laktosa semacam ini disebut sebagai
proses induksi.
Induksi operon laktosa dapat terjadi jika ada laktosa di dalam sel. Laktosa
yang ada di dalam medium pertumbuhan sel diangkut ke dalam sel dengan
menggunakan enzim permease galaktosida. Operon laktosa sebenarnya tidak
sepenuhnya ketat karena di dalam sel selalu ada produk ekspresi operon ini
meskipun pada aras paling dasar (basal level). Oleh karena itu, meskipun belum
ada induksi sepenuhnya, di dalam sel sudah ada produk enzim permease
galaktosida. Enzim inilah yang akan mengangkut laktosa ke dalam sel. Demikian
pula halnya dengan enzim -galaktosidase di dalam sel yang selalu ada dalam
jumlah terbatas, meskipun belum ada induksi sepenuhnya, sehingga dapat
mengubah laktosa menjadi allolaktosa. Laktosa adalah disakarida glukosagalaktosa yang terikat melalui ikatan -1,4, sedangkan allolaktosa mempunyai
ikatan -1,6. Allolaktosa inilah yang sesungguhnya menjadi induser untuk
mengaktifkan operon laktosa.
Selama tidak ada proses induksi, molekul repressor yang dikode oleh lacI akan
selalu menenpel pada operator lac. Meskipun demikian, RNA polymerase tetap
dapat menempel pada promoter lac, hanya saja tidak dapat melakukan transkripsi
karena terhambat oleh molekul repressor yang menempel pada daerah operator.
Repressor yang dikode oleh lacI merupakan molekul protein allosteric yang
mempunyai sisi pengikatan yang berbeda untuk DNA dan molekul induser.
Protein allosteric adalah protein yang mempunyai dua sisi pengikatan dengan
molekul lain. Jika protein tersebut berikatan dengan suatu molekul, maka hal ini
akan mengubah bentuk protein pada sisi yang lain sehingga mengubah

interaksinya dengan molekul kedua. Molekul induser dapat terikat pada repressor
yang berada dalam keadaan bebas di dalam sel maupun pada saat repressor terikat
pada DNA. Dengan adanya induser (laktosa yang diubah menjadi allolaktosa)
maka molekul induser akan menempel pada repressor. Penempelan tersebut
akhirnya mengubah secara allosteric konformasi molekul repressor sehingga
repressor tidak dapat menempel lagi pada operator. Oleh karena itu, daerah
operator berada dalam keadaan bebas sehingga dapat dilewati oleh RNA
polymerase untuk melakukan transkripsi gen lacZ, lacY, dan lacA. Setelah
ditranskripsi, transkrip yang membawa kodon-kodon untuk ketiga macam enzim
tersebut selanjutnya ditranslasi menghasilkan enzim -galaktosidase, permease
galaktosida, dan transasetilase thiogalaktosida. Enzim -galaktosidase dan
permease galaktosida itulah yang akhirnya digunakan untuk metabolism laktosa.
Berikut ini gambar pola pengendalian ekpresi operon lac pada E.coli.

Gambar 3. Pola pengendalian ekspresi operon lac pada E.coli


2. Pengendalian positif operon laktosa (lac)
Selain dikendalikan secara negative, operon lac juga dikendalikan secara
positif. Dalam system semacam ini operon lac diaktifkan kembali setelah
sebelumnya ditekan sampai aras paling dasar (basal level). Pengendalian positif
ini memberikan keuntungan bagi sel karena operon laktosa tetap dalam keadaaan
non-aktif selama masih tersedia glukosa dalam jumlah banyak. Dalam kasus
operon lac, penghilangan repressor dari operator tidak cukup untuk mengaktifkan
operon tersebut sehingga diperlukan suatu system yang bekerja secara positif
(mempercepat) proses pengaktifan operon. Pada saat E.coli ditumbuhkan dalam
medium yang mengandung dua macam sumber yang berbeda, yaitu glukosa dan
laktosa, maka sel tidak perlu mengaktifkan operon laktosa jika di dalam sel masih
tersedia glukosa. Hal ini ditunjukkan dalam suatu eksperimen menggunakan
E.coli yang ditumbuhkan dalam medium yang mengandung suksinat dan IPTG
(isopropyl thiogalaktosida). IPTG mempunyai struktur yang mirip dengan laktosa
sehingga dapat berfungsi sebagai induser operon laktosa. Pada saat awal ketika
IPTG tersedia, -galaktosidase dapat diekspresikan. Akan tetapi ketika
ditambahkan glukosa maka sintesis enzim ini mengalami penurunan yang tajam.
Pada awalnya diduga bahwa suatu katabolit glukosa (produk pemecahan glukosa)
menjadi penyebab fenomena ini sehingga kemudian dikenal sebagai fenomena
represi katabolit atau efek glukosa. Akan tetapi, ketika molekul nukleotida cAMP
(cyclic AMP) ditambahkan bersama-sama dengan glukosa, proses represi sintesis
-galaktosidase tidak terjadi. Represi katabolit semacam ini juga terjadi pada
operon yang lain.
Represi katabolit pada operon lac dilakukan melalui protein regulator yang
dikenal sebagai CAP (catabolite activator protein) dan suatu molekul efektor yaitu
cAMP. Telah diketahui bahwa pada E.coli konsentrasi cAMP, yang disintesis oleh
enzim adenil siklase, berkebalikan dengan konsentrasi glukosa dalam sel. Hal itu
berarti bahwa jika konsentrasi glukosa rendah, maka konsentrasi cAMP
meningkat. Pada saat konsentrasi cAMP meningkat, yaitu pada saat konsentrasi
glukosa rendah, cAMP akan berikatan dengan CAP dan mengaktifkan operon lac.
Promoter lac mempunyai 2 sisi pengikatan yang berbeda, yaitu sisi pengikatan

untuk RNA polymerase untuk kompleks CAP-cAMP. Kompleks CAP-cAMP


terikat pada promoter lac pada daerah di antara sekuens -72 dan -52 dihitung dari
nukleotida pertama operon lac. Sekuens consensus sisi pengikatan CAP-cAMP
adalah TGTGA. Sisi pengikatan kompleks CAP-cAMP semacam ini bervariasi
dari satu operon dengan operon yang lain, misalnya operon gal sisi pengikatan
tersebut terletak pada sekuens -50 dan -23, sedangkan pada operon ara terletak
pada daerah -107 dan -78. Meskipun mekanisme rinci pengaktifan operon lac
belum diketahui secara jelas, diduga protein CAP mampu melakukan perubahan
struktur DNA atau berinteraksi secara langsung dengan RNA polymerase. Buktibukti menunjukkan bahwa pengikatan kompleks CAP-cAMP pada promoter
membantu RNA polymerase untuk terikat pada promoter. Salah satu hipotesis
mengatakan bahwa kompleks CAP-cAMP dan RNA polymerase saling
bersentuhan karena keduanya melekat pada sisi yang berdekatan di promoter.
Kedekatan ikatan CAP-cAMP dan RNA polymerase tersebut menyebabkan ikatan
RNA polymerase dengan promoter menjadi lebih kuat. Pada kasus operon lac, sisi
pengikatan CAP-cAMP dan RNA polymerase memang secara fisik berdekatan,
tetapi pada operon ara sisi pengikatan activator tersebut berada cukup jauh dari
promoter. Hipotesis mengatakan bahwa CAP-cAMP mampu menyebabkan
perubahan pada struktur DNA yaitu dengan membengkokkan DNA (DNA
bending). Pembengkokan DNA tersebut dapat mendekatkan hubungan antara
kompleks CAP-cAMP dengan RNA polymerase.
Jadi secara umum dapat dijelaskan bahwa pengikatan CAP-cAMP pada
promoter menyebabkan RNA polymerase dapat terikat pada promoter membentuk
kompleks promoter tertutup (closed promoter complex) yang selanjutnya akan
menjadi kompleks promoter terbuka yang siap melakukan transkripsi. Pengikatan
RNA polymerase pada promoter tersebut difasilitasi oleh CAP-cAMP melalui
interaksi protein-protein, pembengkokan DNA, atau keduanya.
3. Pengendalian operan triptofan (trp)
Operon trp berperanan di dalam sintesis asam amino triptofan pada E.coli.
operon trp dikendalikan melalui 2 macam mekanisme yaitu: 1) penekanan
(represi) oleh produk akhir ekspresi, dan 2) pelemahan (attenuation). Operon ini
dikendalikan secara negative oleh suatu repressor seperti pada operon lac.
Meskipun demikian, ada perbedaan fundamental antara kedua operon tersebut.

Operon lac adalah operon yang mengkode enzim-enzim katabolic, yaitu enzim
yang digunakan untuk merombak suatu senyawa, sedangkan operon trp adalah
operon yang mengkode enzim-enzim anabolic yang digunakan untuk sintesis
seuatu senyawa. Operon untuk enzim katabolic cenderung akan diaktifkan jika
ada senyawa yang akan dirombak, misalnya laktosa. Sebaliknya, operon untuk
enzim anabolic pada umumnya akan dinonaktifkan jika tersedia senyawa yang
akan disintesis, misalnya asam amino triptofan. Oleh karena itu, jika di dalam sel
sudah tersedia cukup triptofan maka operon trp akan dinonaktifkan. Selain dengan
mekanisme pengendalian negative semacam ini, operon trp juga mempunyai
mekanisme pengendalian lain, yaitu mekanisme pelemahan yang tidak ada pada
operon lac.
Pengendalian negative operon trp dilakukan dengan cara menekan ekspresi
gen-gen dalam operon ini pada saat tersedia triptofan dalam jumlah banyak.
Operon trp terdiri atas 5 gen structural, yaitu trpE, D, C, B, dan A. promoter dan
operator operon ini terletak pada daerah yang sama. Hal ini berbeda dengan
operator lac yang terletak tepat pada sisi sebelah hilir promoter lac. Pada daerah
hilir setelah promoter, tetapi sebelum daerah gen structural, terdapat suatu urutan
nukleotida (trpL) yang mengkode suatu polipeptida awal berukuran pendek
(leader peptide) yang terdiri atas 14 asam amino dan tidak fungsional sebagai
protein. Sekuens gen peptide awal tersebut mempunyai kodon inisiasi translasi
AUG diikuti oleh 13 kodon asam amino dan kodon terminasi translasi UGA. Gen
structural trpE mempunyai kodon inisiasi translasi (AUG) tersendiri yang berbeda
dari kodon inisiasi pada sekuens peptide awal. Setelah sekuens trpL terdapat suatu
sekuens yang mempunyai fungsi khusus dalam pengendalian dengan mekanisme
pelemahan (attenuation) yang disebut sebagai daerah attenuator. Selain itu, juga
ada regulator operon trp yaitu trpR yang menkode sintesis aporepresor yang tidak
aktif jika tidak ada triptofan.
Pada saat triptofan tidak tersedia, atau hanya tersedia dalam jumlah sangat
terbatas, gen trpR hanya menghasilkan aporepresor yang tidak mampu menempel
pada daerah operator sehingga RNA polymerase dapat dengan mudah melakukan
transkripsi gen-gen structural trpE, D, C, B, dan A setelah melewati daerah
attenuator. Sebaliknya, pada saat tersedia triptofan dalam jumlah banyak,
aporepresor yang dikode oleh trpR akan berikatan dengan molekul triptofan

(disebut sebagai ko-represor) sehingga terjadi perubahan structural pada protein


aporepresor menjadi protein repressor yang fungsional. Perubahan structural
tersebut mengakibatkan repressor dapat menempel pada daerah promoter operon
trp sehingga RNA polymerase tidak dapat melakukan transkripsi gen-gen
structural.
Selain dengan mekanisme pengendalian negative semacam itu, operon trp juga
dikendalikan melalui mekanisme pelemahan. Perlu dipahami bahwa system
represi operon trp sebenarnya tidak cukup kuat, jauh lebih lemah dibandingkan
dengan represi operon lac, sehingga transkripsi gen-gen structural trp masih dapat
terjadi meskipun ada protein repressor. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme
pengendalian yang lain untuk meningkatkan efisiensi selular karena sintesis asam
amino triptofan memerlukan banyak energy.
Jika triptofan tersedia dalam jumlah banyak, pada awalnya RNA polymerase
akan melakukan transkripsi sekuens trpL yang kemudian langsung diikuti dengan
translasi transkrip trpL. Perlu diingat bahwa dalam system prokaryot, transkripsi
akan langsung diikuti dengan translasi, berbeda dengan eukaryote yang memiliki
system terpisah. Meskipun trpL dapat ditranskripsi namun proses transkripsi
tersebut akan segera diakhiri karena daerah attenuator mempunyai sekuens
terminator transkripsi sehingga akhirnya RNA polymerase terlepas dari DNA
sebelum mencapai gen-gen structural trpEDCBA. Sekuens terminator pada daerah
attenuator berupa suatu sekuens berulang-terbalik (inverted repeat) yang diikuti
oleh delapan pasangan A-T. Dengan adanya sekuens berulang-terbalik semacam
ini maka transkrip mRNA pada daerah ini akan cendrung mengalami pasangan
basa intramolekular membentuk struktur sekunder jepit rambut (hair pin).
Pembentukan struktur jepit rambut yang diikuti dengan rangkaian basa U tersebut
menyebabkan ikatan antara transkrip dengan DNA menjadi tidak stabil sehingga
akhirnya transkrip terlepas dan transkripsi tidak dapat dilanjutkan.
Ada empat sekuens pada daerah peptide awal dan attenuator yang dapat
membentuk struktur jepit rambut. Proses pelemahan transkrip ditentukan oleh laju
translasi peptide awal, relative terhadap laju transkripsinya. Sekuens 1 dapat
membentuk struktur jepit rambut dengan sekuens 2 (1 : 2) sedangkan sekuens 3
dengan sekuens 4 (3 : 4). Struktur jepit rambut 3 : 4 itulah yang berfungsi sebagai
terminator transkripsi sebelum RNA polymerase mencapai gen trpE. Sebaliknya,

jika terjadi struktur jepit rambut antara 2 : 3, maka pembentukan struktur 3 : 4


dapat dicegah sehingga tidak ada terminasi transkripsi dan RNA polymerase dapat
berjalan mencapai gen trpEDCBA.
Pengaturan pembentukan struktur sekunder 2 : 3 atau 3 : 4 dilakukan dengan
mengatur laju translasi peptide awal. Sekuens peptide awal mengandung 2 kodon
triptofan (UGG) yang terletak berurutan pada sekuens 1. Sekuens 1 tersebut dapat
membentuk struktur jepit rambut pertama. Keberadaan 2 kodon triptofan yang
berurutan semacam ini termasuk jarang karena asam amino triptofan sangat jarang
ditemukan pada struktur protein; triptofan umumnya hanya ada satu setiap 100
asam amino. Pada saat triptofan tersedia dalam jumlah sedikit maka jumlah
tRNAtrp (tRNA yang membawa asam amino triptofan) juga akan berkurang.
Keadaan ini menyebabkan ribosom yang melakukan translasi peptide awal akan
berhenti pada daerah kodon triptofan yang pertama sehingga terjadi penumpukan
ribosom pada daerah ini. Ribosom yang menumpuk pada sekuens kodon triptofan
pertama menyebabkan penghambatan pembentukan struktur jepit rambut 1 : 2,
sehingga sekuens 2 dapat membentuk struktur jepit rambut dengan sekuens 3 (2 :
3). Akibatnya, struktur jepit rambut 3 : 4 tidak dapat terbentuk sehingga tidak ada
terminasi transkripsi oleh RNA polymerase.
Sejalan dengan proses transkripsi dan translasi gen structural trpEDCBA,
maka jumlah asam amino triptofan meningkat, demikian pula dengan tRNAtrp.
Pada keadaan ini ribosom dapat mencapai daerah terminasi translasi (UGA), yang
terletak antara sekuens 1 dan 2, karena tidak ada lagi hambatan akibat
keterbatasan triptofan sehingga akhirnya ribosom terlepas. Dengan tidak adanya
ribosom maka dapat terbentuk struktur jepit rambut 1 : 2 dan 3 : 4 sehingga
struktur 3 : 4 dapat berfungsi sebagai terminator transkripsi oleh RNA
polymerase.
Pengendalian operan dengan mekanisme serupa (pelemahan) juga terjadi pada
operan his pada E.coli yang mempunyai daerah peptide awal dengan kodon
histidin berurutan sebanyak tujuh buah. Selain itu, operon lain yang juga
dikendalikan dengan mekanisme pelemahan adalah operon thr, ilv, leu, dan phe.
Pada bakteri baccilus subtilis, mekanisme pengendalian operon trp dengan
mekanisme pelemahan dilakukan dengan cara yang berbeda. Pada saat triptofan
tersebut tersedia dalam jumlah banyak, triptofan berikatan dengan suatu protein

yang disebut sebagai TRAP (trp RNA-binding attenuator protein). Pengikatan ini
menyebabkan TRAP dapat melekat pada RNA hasil transkripsi peptide awal dan
menyebabkan terbentuknya terminator sehingga transkripsi gen-gen trp tidak
terjadi. Sebaliknya, pada saat triptofan tidak tersedia dalam jumlah banyak, TRAP
tidak dapat berikatan dengan transkrip gen peptide awal sehingga tidak terbentuk
terminator.
4. Pengendalian operon arabinose (ara)
Katabolime L-arabinosa oleh E.coli melibatkan 3 enzim yang dikode oleh tiga
gen berurutan, yaitu araB, araA, dan araD. Aktivitas transkripsi ketiga gen juga
tersebut diatur oleh gen keempat yaitu araC. Lokus araC dan araBAD
ditranskripsi dengan arah yang berlawanan oleh suatu daerah promoter sentral.
Aktivitas promoter araC (PC) maupun promoter araBAD (PBAD) distimulasi oleh
CAP-cAMP. Operon ara mempunyai 2 operator yaitu araO1 (mengendalikan
araC) dan araO2 (mengendalikan araBAD). Operator araO2 terletak cukup jauh
dari promoter PBAD (pada posisi -265 dan -294) tetapi masih mampu melakukan
pengendalian transkripsi. Sisi pengikatan CAP terletak sekitar 200 bp di sebelah
hulu dari promoter ara. Protein AraC (dikode oleh araC) mempunyai 3 daerah
pengikatan yaitu pada araO2, araO1, dan pada araI yang dapat dibedakan menjadi
dua sub bagian yaitu araI1 dan araI2.
Pada saat tidak tersedia arabinose, sehingga tidak diperlukan enzim untuk
katabolismenya, protein AraC melakukan pengendalian negative dengan cara
menempel pada araO2 dan araI1. Penempelan itu menyebabkan DNA
membengkok sehingga menekan transkripsi operon araBAD. Sebaliknya, jika
arabinose tersedia, terjadi perubahan konformasi protein AraC sehingga protein
regulator tersebut tidak dapat menempel pada araO2 melainkan melekat pada
araI1 dan araI2. Hal ini menyebabkan penghilangan struktur bengkokan DNA
yang sebelumnya menekan operon araBAD sehingga operon ini dapat
ditranskripsi dan ditranslasi menghasilkan enzim-enzim yang digunakan untuk
metabolism arabinose.
Protein AraC sendiri juga dapat diatur aras sintesisnya dengan mekanisme
autoregulasi. Gen araC ditranskripsi ke arah kiri dari promoternya (PC) sementara
di sebelah kirinya (di sebelah hulu dari AraC) terdapat operator araI1. Pada saat
konsentrasi AraC meningkat, protein ini akan menempel pada araO1 sehingga
akhirnya menghambat transkripsi araC ke arah kiri (ke arah hulu dari lokus

araC). Penghambatan transkripsi araC ini pada akhirnya akan mengurangi jumlah
protein repressor sehingga tidak disintesis dalam jumlah berlebihan.
5. Pengendalian operon galaktosa (gal)
Operon gal pada E.coli terdiri atas 3 gen structural, yaitu galE, galT, dan galK
yang ditranskripsi dari 2 promoter yang saling tumpang tindih pada sisi sebelah
hulu dari galE. Operon ini selain bertanggung jawab dalam metabolism galaktosa
sebagai sumber karbon, juga berperan dalam mengubah UDP-glukosa menjadi
UDP-galaktosa pada waktu tidak ada galaktosa. Meskipun transkripsi kedua
promoter gal dapat diinduksi oleh galaktosa, tetapi produk galE dalam aras dasar
selalu dibutuhkan pada saat tidak tersedia galaktosa. Operan gal juga diatur oleh
system represi katabolit. Pada saat konsentrasi cAMP tinggi, kompleks CAPcAMP akan menstimulasi transkripsi dari promoter pertama sekaligus menekan
promoter kedua sehingga terbentuk produk gen-gen structural operan gal.
Sebaliknya, jika bakteri ditumbuhkan dalam medium yang mengandung glukosa,
sehingga konsentrasi cAMP rendah, maka transkripsi dimulai dari promoter kedua
yang terletak di sebelah hulu promoter pertama. Keadaan ini menyebabkan
disintesisnya enzim-enzim gal pada aras dasar (basal level). Kedua promoter gal
tersebut dikendalikan secara negative oleh produk gen galR yang tidak terkait
dengan operon gal.
B. Pengendalian Ekspresi Genetik pada Eukaryotik
Ekspresi genetic adalah suatu rangkaian proses kompleks yang melibatkan
banyak factor. Salah satu ciri penting pada system jasad hidup adalah keteraturan
system. Oleh karena itu dalam ekspresi genetic proses pengendalian (regulasi)
system menjadi bagian mendasar dan penting. Secara umum dapat dikatakan
bahwa proses ekspresi genetic dimulai dan diatur sejak pra-inisiasi transkripsi.
Meskipun demikian, sebenarnya tidak satu orang pun dapat menentukan secara
pasti kapan sebenarnya proses regulasi tersebut mulai dilakukan karena system
biologis adalah suatu system siklis yang tidak dapat secara pasti ditentukan titik
awalnya. Untuk membatasi pembahasan mengenai hal ini maka kita berasumsi
bahwa ekspresi genetic dimulai dan diatur sejak tahapan pra-inisiasi transkripsi.
Pada prokaryotic, pengendalian ekspresi genetic hanya terjadi pada aras
transkripsi, sedangkan pada eukaryotic pengendalian ekspresi genetic terjadi
mulai dari transkripsi sampai pasca translasi. Secara umum pengendalian ekpresi

genetic dapat ditinjau dari 3 sisi, yaitu: (1) sinyal pengendali ekspresi, (2) aras
pengendalian ekspresi, dan (3) mekanisme pengendalian. Sinyal pengendali
ekspresi meliputi semua molekul yang berperanan dalam proses pengendalian
ekspresi, misalnya factor transkripsi dan protein regulator khusus. Aras
pengendalian ekspresi terjadi pada tahapan: (a) inisiasi transkripsi dan
perpanjangan transkrip, (b) pengakhiran (terminasi) transkripsi, (c) pengendalian
pasca transkripsi, dan (d) pengendalian selama proses translasi dan pasca translasi.
Mekanisme pengendalian ekspresi membahas proses rinci pengedalian ekspresi
genetic yang meliputi interaksi antar sinyal pengendali ekspresi.
1. Sinyal pengendali ekspresi genetik pada eukaryotik
Proses ekpresi genetikpada eukaryotic diatur oleh banyak molekul yang
berinteraksi secara spesifik. Interaksi antarmolekul tersebut dapat terjadi melalui
ikatan antara DNA dengan protein, protein dengan protein, maupun protein
dengan molekul lain, misalnya hormone. Sinyal (molekul) pengendali ekspresi
genetic dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu (1) RNA polymerase sebagai
protein utama yang melakukan proses transkripsi, dan (2) protein-protein
pembantu (auxiliary proteins) yang meliputi (a) factor transkripsi umum, (b)
protein yang berikatan dengan urutan nukleotida spesifik, dan (c) protein-protein
yang terlibat dalam proses translasi (penerjemahan transkrip/RNA) menjadi
polipeptida.
Selain RNA polymerase, ekspresi genetic (transkripsi dan translasi) diatur oleh
banyak molekul protein lain. Factor transkripsi (transcription factor, TF) adalah
molekul-molekul protein yang berperanan memulai proses transkripsi. Factor
transkripsi berikatan satu sama lain dengan pola kompleks yang menyebabkan
RNA polymerase dapat melakukan sintesis RNA dengan menggunakan cetakan
(template) berupa urutan nukleotida gen yang ditranskripsi. Factor transkripsi
dibedakan berdasarkan atas kelas gen yang diaturnya, yaitu TFI, TFII, dan TFIII,
masing-masing dengan subkelas yang bermacam-macam. Molekul-molekul
tersebut dikenal sebagai factor transkripsi umum (general transcription factor).
Selain factor transkripsi umum, ada protein-protein lain yang berikatan dengan
urutan DNA khusus.
2. Motif-motif Protein Pengendali Ekspresi Genetik pada Eukaryotik

Secara umum, protein pengendali mempunyai 3 domain fungsional, yaitu: (1)


domain pengikat DNA, (2) domain yang mengaktifkan transkripsi, dan (3) domain
dimerisasi. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing domain tersebut:
(1) Domain pengikat DNA
Domain pengikat DNA adalah bagian protein yang berikatan secara langsung
dengan DNA. Domain pengikat DNA dapat dibedakan menjadi beberapa kelas,
yaitu 1) modul yang mengandung atom zinc, 2) homeodomain, 3) -barrel, 4)
mengandung motif bZIP dan bHLH. Modul yang mengandung zinc, misalnya zinc
finger pada factor transkripsi TFIIIA dan Sp1. Homeodomain mengandung sekitar
60 asam amino yang mirip dengan domain pengikat DNA pada prokaryotic. barrel adalah suatu domain yang berbentuk tong (barrel). Berikut ini adalah
beberapa contoh dari motif protein regulator dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

Gambar 4. Contoh motif protein regulator transkripsi pada eukaryote: helix-turnhelix, leucine zipper, zinc finger
a. Motif zinc finger
Salah satu motif yang ditemukan diantara protein regulator transkripsi adalah
motif zinc finger (jari-jari zink). Protein yang mempunyai motif semacam ini
tersusun atas beberapa asam sistein dan histidin yang berurutan serta berikatan
dengan atom zink membentuk suatu struktur seperti jari, misalnya factor
transkripsi TFIIIA dan protein Gal4. Protein dengan motif jari-jari zink dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu yang mempunyai motif jari-jari CH dan
jari-jari CC. Motif jari-jari CH (cysteine histidine finger) mempunyai urutan
consensus sebagai berikut:
Cys X4 cys X3 phe X5 leu X2 his X3,4 his

X adalah asam amino apapun sedangkan angka menunjukkan jumlah residu asam
amino. Motif seperti ini terdapat misalnya pada TFIIIA yang ada dalam Xenopus
laevis dan terdiri atas 9 jari-jari. Motif jari-jari CC (cysteine cysteine finger)
terdapat misalnya pada protein Gal4.
b. Struktur protein homeodomain
Protein homeodomain adalah anggota keluarga protein pengikat DNA yang
mempunyai struktur dasar helix-turn-helix, yaitu suatu struktur dua helix yang
dipisahkan oleh belokan rantai . Nama homeodomain berasal dari kata
homeobox, yaitu daerah gen pada Drosophila yang bertanggung jawab dalam
perkembangan tubuh lalat buah tersebut. Mutasi pada gen homeobox dapat
menyebabkan terbentuknya struktur tubuh yang menyimpang, misalnya suatu
mutasi yang disebut antennapidia menyebabkan munculnya struktur kaki pada
daerah kepala yang seharusnya merupakan tempat munculnya antenna. Protein
regulator yang mempunyai struktur homeodomain misalnya Mat 1, Mat a1, Mat
a2 pada khamir Saccharomyces cerevisiae, dan antennapedia serta ultrabithorax
pada Drosophila.
c. Struktur domain bZIP dan HLH
Motif bZIP dan HLH mempunyai dua fungsi yaitu sebagai domain pengikat DNA
dan domain dimerisasi. ZIP berasal dari kata leucine zipper sedangkan HLH
berasal dari kata helix-loop-helix. Huruf b menandakan bagian protein yang
bersifat basis. Protein yang memiliki motif leucine zipper mengandung helix
yang tersusun oleh rangkaian asam amino leusin sedemikian rupa membentuk
struktur zipper. Protein yang domainnya bermotif semacam ini misalnya protein
regulator GCN4, yaitu suatu activator pada
(2) Domain yang mengaktifkan transkripsi
Domain yang mengaktifkan transkripsi adalah bagian struktur protein yang
berperanan dalam melakukan aktivasi transkripsi. Domain semacam ini dapat
dibagi menjadi 3 bagian kelas, yaitu: 1) domain yang bersifat asam, 2) domain
yang akan akan glutamin, 3) domain yang kaya akan prolin. Domain yang berifat
asam misalnya adalah 49 domain asam amino activator Gal14 yang mengandung
asam amino bersifat asam. Domain yang kaya akan glutamin misalnya adalah Sp1
yang mengandung sekitar 25% glutamin. Domain yang kaya akan prolin misalnya

adalah activator CTF yang mempunyai domain berupa 84 asam amino yang 19
diantaranya terdiri atas prolin.
(3) Domasin dimerisasi
Domain semacam ini misalnya terdapat pada monomer protein Gal14 yang
membentuk dimer berupa gulungan. Activator ini mempunyai domain pengikat
DNA yang dihubungkan dengan modul dimerisasi melalui domain penghubung.
Proses transkripsi pada eukaryotic tidak hanya melibatkan enzim RNA
polymerase melainkan juga banyak protein pembantu yang lain. RNA polymerase
dalam bentuk holoenzim memang dapat melakukan transkripsi tetapi hanya pada
aras dasar, sedangkan untuk mendapatkan transkrip yang cukup berarti diperlukan
protein-protein activator. Fungsi utama protein activator adalah dalam proses
pengikatan factor-faktor transkripsi dan RNA polymerase pada daerah promoter,
yang dikenal sebagai proses recruitment. Protein activator transkripsi mempunyai
target uatama protein TFIID dan TFIIB pada system ekspresi gen kelas II.
3. Pengendalian Ekspresi Gen Kelas I
Gen kelas I adalah gen-gen yang mengkode sintesis rRNA. Laju sintesis
rRNA berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan sel. Faktor yang
mempengaruhi laju sintesis rRNA adalah:
1. Jumlah enzim RNA polymerase
2. Aras fosforilasi RNA polymerase
3. Jumlah dan aktivitas factor transkripsi.
Dalam kasus sintesis RNA pada Acanthamoeba castellani, jika sel
ditumbuhkan dalam medium yang kaya kemudian dipindahkan ke medium
minimal, maka laju sintesis 39S rRNA turun, sedangkan jumlah RNA polymerase
1 dan factor transkripsi tetap. Meskipun demikian, ekstrak sel yang diisolasi pada
kisaran waktu berbeda selama pembentukan kista menunjukkan kehilangan secara
progresif kemampuan untuk melakukan transkripsi rRNA in vitro. Hal ini
nampaknya terjadi karena adanya perubahan RNA polymerase 1 di dalam kista
sehingga menjadi lebih tremolabil meskipun tidak ada perubahan komposisi
subunitnya. Penurunan kemampuan ini dapat diatasi dengan menambahkan RNA
polymerase 1 dari sel-sel vegetative.
Selain karena adanya perubahan termolabilitas RNA polymerase 1,
regulasi gen kelas I dapat terjadi karena perbedaan dalam pemrosesan precursor

rRNA (pre rRNA). Sebagai contoh, laju sintesis pre rRNA pada bermacam-macam
jaringan sel mamalia secara umum sama tetapi berbeda dalam hal pemrosesannya.
Jika jaringan liver diambil, proses regenerasi dan jumlah ribosomnya meningkat
tetapi sintesis pre-rRNAnya tetap. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
dalam pemrosesan pre-rRNA.
4. Pengendalian Ekspresi Gen Kelas II
Pengendalian ekspresi gen kelas II dapat terjadi pada beberapa aras, yaitu
aras metabolism mRNA, aras translasi mRNA menjadi polipeptida, dan aras pasca
translasi. Pada aras metabolisme mRNA, pengendalian dapat terjadi pada saat
sintesis transkrip (mRNA), penggunaan transkrip primer, atai pada saat ada proses
stabilisasi/destabilisasi

mRNA.

Pada

saat

berlangsung

sintesis

mRNA,

pengendalian ekspresi genetic dapat berupa aktivasi atau represi transkripsi yang
umumnya melibatkan suatu sirkuit pengendalian yang kompleks. Dalam beberapa
sistem, perbedaan dalam penggunaan transkrip primer, yang dimanifestikan dalam
bentuk pemrosesan yang berbeda, dapat menghasilkan transkrip berbeda yang jika
ditranslasikan akan menghasilkan polipeptida yang berbeda.
Salah satu contoh dari model regulasi gen kelas II yang sudah diketahui
cukup rinci adalah mekanisme regulasi gen GAL pada khamir Saccharomyces
cerevisiae. Gen GAL adalah serangkaian gen yang bertanggung jawab dalam
metabolism galaktosa. System regulasi gen GAL melibatkan suatu sirkuit yang
terdiri atas aktivasi dan represi transkripsi. Sirkuit ini melibatkan produk ekspresi
gen-gen yang terletak pada kromosom yang berbeda. Secara umum, regulasi
ekspresi gen-gen GAL ditentukan oleh dua protein utama, yaitu protein Gal4
(dikode oleh gen GAL4 terletak pada kromosom XVI), dan protein Gal80. Protein
Gal4 berperan sebagai activator transkripsi gen-gen GAL2, GAL7, GAL10, dan
MEL1, sedangkan protein Gal80 berperan sebagai repressor yang mengeblok
protein Gal4 sehingga Gal4 tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai activator
transkripsi. Berikut ini adalah sirkuit regulasi ekspresi gen GAL pada khamir
saccharomyces cerevisiae.

GAL 7 GAL 10
Gal 1

GAL 2

MEL 1

GAL4
Glukosa
Protein Gal4
Blok
GAL80

Protein Gal80
Blok
GAL3

Inducer
Gaktosa
(masuk)

Gaktosa
(keluar)

Aktivasi
transkripsi
Represi
transkripsi
Regulasi pasca
translasi

Gambar 5 sirkuit regulasi gen GAL pada khamir saccharomyeces cerevisisae


5. Pengendalian Ekspresi Gen Kelas III
Gen kelas III adalah gen yang mengkode sintesis tRNA dan 5S rRNA.
Salah satu model pengendalian ekspresi gen kelas III yang diketahui adalah
regulasi sintesis 5S rR5S somatic NA selama proses oogenesis dan embriogenesis

pada Xenopus laevis. Pada jasad ini ada dua tipe gen5S rRNA, yaitu gen 5S
somatic dan 5S pada oosit. Dalam sel-sel somatic terdapat beberapa ratus kopi gen
5S (per genom haploid) yang terletak di daerah telomer d=pada satu kromosom.
Di dalam oosit terdapat lebih banyak gen 5S yang jumlahnya dapat mencapai
23000 kopi gen 5S (per genom haploid) yang tersebar di daerah telomere pada
beberapa kromosom. Hal yang menarik dalam kasus ini adalah kenyataan bahwa
laju sintesis 5S rRNA berbeda antara sel-sel somatic dengan sintesis 5S rRNA
pada oosit.
Gen 5S somatic diketahui juga ditranskripsi di oosit pada aras yang tidak
terlalu tinggi, yaitu kurang dari 10% dari 5S RNA total, tetapi gen tersebut tetap
aktif selama sel somatic masih hidup. Sebaliknya, gen 5S rRNA oosit hanya
ditranskripsi di oosit. Transkripsi gen tersebut mencapai aras maksimal di dalam
oosit yang masih muda dan akan menurun sejalan dengan semakin tuanya oosit.
Transkripsi gen 5S oosit tidak terdeteksi pada saat embryogenesis maupun di
dalam sel somatic. Penelitian menunjukkan bahwa factor kunci yang
menyebabkan perbedaan dalam pengendalian ekspresi gen 5S rRNA tersebut
adalah factor transkripsi TFIIIA. Diketahui bahwa TFIIIA mempunyai daya ikat
(affinity) yang lebih besar terhadap gen 5S somatic daripada gen 5S oosit. Selain
itu juga diketahui bahwa TFIIIA berikatan dengan 5S rRNA untuk membentuk
partikel berukuran 7S.
Pada awal proses oogenesis, molekul TFIIIA tersedia dalam jumlah
banyak sehingga terjadi akumulasi 5S rRNA. Keadaan ini akhirnya menyebabkan
terjadinya proses autoregulasi karena molekul 5S rRNA berikatan dengan TFIIIA.
Ikatan antara TFIIIA dengan 5S rRNA menyebabkan TFIIIA tidak lagi tersedia
untuk proses transkripsi gen 5S berikutnya. Selain itu, dengan semakin tuanya
oosit maka terjadi penurunan aras mRNA yang mengkode TFIIIA sehingga
molekul TFIIIA hasil translasi mRNA juga berkurang. Pada keadaan ini molekul
TFIIIA yang ada mempunyai kecendrungan untuk berikatan dengan 5S somatic
sehingga factor transkripsi ini tidak tersedia untuk proses transkripsi gen 5S rRNA
pada oosit. Akibatnya, gen 5S rRNA pada oosit tidak dapat ditranskripsi lagi.
Secara garis besar regulasi gen 5S rRNA disajikan dalam Gambar 6 berikut.

Oogenesis awal:
Jumlah TFIIIA banyak
Akumulasi RNA 5S

autoregulasi

RNA 5S
berikatan
dengan TFIIIA
Aras mRNA
menurun

TFIIIA tidak tersedia untuk transkripsi


selanjutnya
Jumlah TFIIIA berkurang

TFIIIA cenderung berikatan dengan gen


somatik

Gen oosit tidak diekspresikan

Gambar 6 regulasi gen 5S rRNA


C. Post-Translasi
Polipeptida/protein yang baru ditranlasikan, memiliki waktu hidup yang
berbeda-beda dan tidak semua protein tersebut menghasilkan protein yang
fungsional. Ada beberapa polipeptida yang hanya dapat bertahan beberapa jam
atau hari, da nada pula yang mempu bertahan hingga beberap tahun. Sebagian
polipeptida tersebut didegradasi oleh lisosom dan sebagian lagi didegradasi
protease. Polipeptida yang telah ditranslasi dapat menjadi aktif jika selanjutnya
dilakukan proses post translasi, yang terbagi ke dalam 4 tahap, yaitu:
1. Protein folding.
Protein folding dimediasi oleh protein lain dan dapat diinduksi oleh stres pada
sel. molekul protein yang membantu proses folding adalah Chaperon molekuler
yaitu mengikat dan menstabilkan protein yang belum dilipat (unfolded protein),

sehingga tidak beragregat dengan protein lain. Chaperonin yaitu membantu proses
pelipatan protein dalam sel (in vivo).
Begitu diperoleh kondisi yang sesuai, kebanyakan polipeptida akan segera
melipat menjadi struktur tersier yang tepat karena biasanya struktur tersier ini
merupakan konformasi dengan energi yang paling rendah. Akan tetapi, secara in
vivo pelipatan yang tepat seringkali dibantu oleh protein-protein tertentu yang
disebut chaperon.
2. Cleavage proteolitik
Pemotongan proteolitik mempunyai dua fungsi pada pemrosesan paska
translasi, yaitu:
a. Digunakan untuk membuang potongan pendek dari ujung daerah N dan
atau C dari polipeptida, meninggalkan suatu molekul tunggal yang pendek
yang melipat menjadi protein yang aktif.
b. Digunakan untuk memotong poliprotein menjadi bagianbagian dengan
semua atau beberapa diantaranya adalah potein yang aktif.
3. Modifikasi kimia
Modifikasi kimia sederhana melibatkan penambahan kelompok kimia kecil
(asetil, metil atau pospat) pada satu rantai asam amino atau gugus karboksil dari
asam amino terminal di polipeptida. Tipe lain modifikasi kimia mempunyai peran
regulator penting, sebagai contoh terjadinya posporilasi untuk mengaktifkan
beberapa protein yang terlibat dalam sinyal tranduksi.
4. Intein penyambung
Intein adalah urutan penyela pada beberapa protein, mirip intron pada mRNA.
Intein harus dibuang (splicing) dan disambung (exteins) menjadi protein aktif.

BAB III
Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Pengendalian ekspresi gen merupakan rangkaian yang penting baik pada
prokaryot ataupun eukaryote. Tanpa adanya pengendalian ekpresi gen maka
suatu sel akan kehilangan banyak energy.
2. Pada pengendalian ekspresi gen prokaryot, dikenal istilah operon, yang
dimaksudkan sebagai kumpulan gen struktural yang diekspresikan secara
bersama-sama

oleh satu promoter. Sehingga hasil transkripsi akan

menghasilkan mRNA polisistronik.


3. Pada pengendalian ekspresi gen eukaryote, tidak dikenal istilah operon.
Sehingga hasil transkripsi menghasilkan mRNA monosistronik.
4. Terdapat 2 jenis pengendalian ekspresi gen, yaitu pengendalian secara
negative dan secara positif. Pengendalian secara positif, berarti gen/operon
diaktifkan oleh activator. Pengendalian secara negative, berarti gen operon
dinonaktifkan oleh repressor.
5. Pengendalian secara positif maupun negative dibedakan menjadi 2 sistem,
yaitu system yang dapat diinduksi (inducible system) dan system yang ditekan
(repressible system).
6. Post translasi dibagi ke dalam 4 proses, yaitu pelipatan protein, pembelahan
proteolitik, modifikasi kimia dan intein.

DAFTAR RUJUKAN

Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga.


Turner, P.C., Mclenna, A.G., Bates, A.D., & White, M.R.H. 1998. Instant Notes in
Molecular Biology. UK: springer.
Octaviani, D. 2013. Modifikasi Pasca Translasi Protein. Bandung: Sekolah Tinggi
Farmasi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai