Anda di halaman 1dari 17

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

A. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut
beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat
tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan
obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran
kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau
lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat
mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar
ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa
dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung
kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.
B. PENYEBAB
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan

mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria
usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya
sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi
penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011)
meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara
estrogen dan testosteron), factor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT
pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja
pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan kadar
estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan
testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan
dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan

testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast

Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF
dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam
kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung

pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya


menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan
sel stroma maupun sel epitel.
C. FAKTOR-FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko
BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu

dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting


dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.
2. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua
menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada
proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga
menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara
keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan
oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara
fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron
adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang.
Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan
pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi
yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga
yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk

dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko
meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat
menjadi 2-5 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI
1,7-10,2)
4. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe
bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar
di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah
yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan
kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja
testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan
menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki
biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. Salah satu cara pengukuran
untuk memperkirakan lemak tubuh adalah teknik indirek, di antaranya yang
banyak dipakai adalah Body Mass Indeks (BMI) dan waist to hip ratio (WHR). BMI
diukur dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m).
Interpretasinya (WHO) adalah overweight (BMI 25-29,9 kg/m2), obesitas (BMI >
30 kg/m2). Pengukuran BMI mudah dilakukan, murah dan mempunyai akurasi
tinggi. WHR diukur dengan cara membandingkan lingkar pinggang dengan lingkar
panggul. Pengukurannya dengan cara penderita dalam posisi terlentang, lingkar
pinggang diambil ukuran minimal antara xyphoid dan umbilicus dan lingkar
pinggul diambil ukuran maksimal lingkar gluteus - simfisis pubis. Pada laki-laki
dinyatakan obesitas jika lingkar pinggang > 102 cm atau WHR > 0,90.19 Pada
penelitian terdahulu didapatkan Odds Rasio (OR) pada laki-laki yang kelebihan
berat badan (BMI 25-29,9 kg/m2) adalah 1,41 pada lakilaki obesitas (BMI 30-34
kg/m2) adalah 1,27 sedangkan pada laki-laki dengan obesitas parah (BMI >35
kg/m2) adalah 3,52.
5. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada
fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng

berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan


kadar testosteron. Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat
penurunan kadar testosteron. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,38 (95% CI :
1,20- 4,90). Walaupun kolesterol merupakan bahan dasar untuk sintesis zat

pregnolone yang merupakan bahan baku DHEA (dehidroepianandrosteron) yang


dapat memproduksi testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan terjadi
penumpukan lemak pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan
mengganggu testis, sehingga kelebihan lemak tersebut justru dapat menurunkan
kemampuan seksual. Akibat lebih lanjut adalah penurunan produksi testosteron,
yang nantinya mengganggu prostat. Suatu studi menemukan adanya hubungan
antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan
mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah
mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika
estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat
menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih
sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein,
secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar
terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk
makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung
lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak
keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit. Estrogen, hormon
yang jumlahnya lebih besar padawanita ternyata juga dimiliki oleh pria (dalam
jumlah kecil). Namun, hormon ini sangat penting bagi pria, sebab estrogen
mengatur libido yang sehat, meningkatkan fungsi otak (terutama ingatan), dan
melindungi jantung. Tetapi jika tingkatnya terlalu tinggi, maka tingkat hormone
testoteron akan berkurang, dan pria akan mengalami kelelahan, lemas, fungsi
seksual yang menurun, dan akan terjadi pembesaran prostat.
Masukan makanan berserat berhubungan dengan rendahnya kadar sebagian besar
aktivitas hormon seksual dalam plasma, tingginya kadar SHBG (sex hormone-

binding globulin), rendahnya/bebas dari testosteron. Mekanisme pencegahan


dengan diet makanan berserat terjadi akibat dari waktu transit makanan yang
dicernakan cukup lama di usus besar sehingga akan mencegah proses inisiasi atau

mutasi materi genetik di dalam inti sel. Pada sayuran juga didapatkan mekanisme
yang multifactor dimana di dalamnya dijumpai bahan atau substansi anti
karsinogen seperti karoteniod, selenium dan tocopherol. Dengan diet makanan
berserat atau karoten diharapkan mengurangi pengaruh bahan-bahan dari luar
dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan berkembangnya sel-sel
abnormal.
6. Aktivitas Seksual
Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan
hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan
kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan
darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan
terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen.
Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan
BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar
hormon testosteron. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,40.
7. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas
enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.
Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,74 (95% CI : 1,43-5,25)
8. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat.
Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink
membantu

mengurangi

kandungan

prolaktin

di

dalam

darah.

Prolaktin

meningkatkan penukaran hormone testosteron kepada DHT. Penelitian terdahulu


didapatkan OR : 2.56 (95% CI : 1,37-4,75)
9. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar

dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan


prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang
melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang
berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali dalam seminggu dalam waktu 30
menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam
seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik tetapi tidak ada
tambahan keuntungan yang berarti bila latihan dilakukan lebih dari 5 kali dalam
seminggu. Olahraga akan mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga kadar
kolesterol menurun. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,58.
D. PATOFISIOLOGI
Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan
hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka
destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang
statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero,
dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan
aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing
terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan
untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga

pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi
dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila
terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
E. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH
yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas,
dan gejala di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah :
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas :
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya
gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda
dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

3. Gejala diluar saluran kemih


Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak
pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan
tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada
epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual
yang besar.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalis : Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan SDM,SDP,kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan mineral,
bakteri PUS ; PH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau
alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat)
Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat.
Kultur urin : mungkin menunjukkan ISK (stapilococcus aureus, proteus, klebsiela,
pseudomonas).
Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein,
elektrolit.
BUN / kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum / rendah pada urin)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia
/nekrosis.
Kadar klorida dan bikarbonat serum : peninggian kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi / septikimia.
SDM : biasanya normal
Hb / Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi / gagal ginjal).
Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin)

Foto rontgen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan / atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
IVP : memberikan inoformasi yang cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul menunjukkan abnormalis pada pada struktur anatomic
(distensi uretra) dan garis bentuk kalkuli.
Sistouretrokopi : Visualisasi langsung kandung kemih dan uretra dapat
menunjukkan batu dan / atau efek obstruksi.
Skan CT : mengidentifikasi / menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter,
dan distensi kandung kemih.
Ultrasound ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu

G. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.
Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung
kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung
kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk
melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan
dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a) Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi.

b) Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita
BPH adalah :
a) Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b) Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker
(penghambat alfa adrenergenik)
c) Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase,
fitofarmaka.
a) Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau
yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik
karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak
kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak
ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat
sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejalagejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam
1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan
ekasaserbasi

retensi

urin

maka

perlu

dihindari

seperti

antikolinergenik,

antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot


kandung kemih dan sfingter uretra.
b) Penghambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa
bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih
diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari
keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini
dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini
diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
c) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda
penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat.
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan
komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan
meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah :
a) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi
dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik
demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan
komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang
cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi

adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomen mayor.
b) Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguna untuk biopsy terbuka.
Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi
dilakukan dekat dengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan
ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
c) Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang
terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat
dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat
terjadi diruang retropubik.
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan
dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
a) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar
prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas)
agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah
gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr. Tindakan
ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang
langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway.
Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah
pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan
atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih
singkat. Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme
kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi, fertilitas
(Baradero dkk, 2007).

b) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila
volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan
TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30
gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan
instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
c) Terapi invasive minimal
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien
dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral

Ballon

Dilatation

(TUBD),

Transuretral

Needle

Ablation/Ablasi

jarum

Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.

1) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini


hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan
cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika,
yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.

2) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan dilatasi


(pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan
balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien
dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga cara
ini sekarang jarang digunakan.

3) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy dari
frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani

TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi


retensi urine (Purnomo, 2011).

4) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra


prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu
supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati
lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC Jilid 1. Media Action Publishing. Yogyakarta
Amalia Rizki. 2007. Jurnal Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Jurnal jtptunimus-gdl-amandatama-6700-2-babii
Jurnal bab-ii-h-prostat-wandi

Anda mungkin juga menyukai