Anda di halaman 1dari 10

CASE REPORT SESSION

EFUSI PLEURA e.c KEGANASAN

Disusun oleh :
Rizki Fasa Ramdhani

130112120623

Rashmika Nambiar

130112123559

Preseptor :
Rachim Sobarna, dr., Sp.B, Sp.BTKV (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN BEDAH THORAKS KARDIO
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013

A) Identitas
Nama

: Ny. S

Usia

: 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Kp. Rancamalang, Margaasih, Bandung

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: tamat SD

Agama

: Islam

Status

: Sudah Menikah

Tanggal masuk RS

: 28 September 2013

Tanggal pemeriksaan : 16 Oktober 2013


B) Anamnesa (Autoanamnesa, 16 Oktober 2013)
Keluhan utama :
Sesak nafas
Anamnesa Khusus :
Sejak 1 minggu SMRS penderita mengeluh sesak nafas yang bertambah berat
disertai nyeri dada kanan dan kiri terutama saat batuk dan menarik nafas panjang. Keluhan
sesak tidak disertai nafas berbunyi. Rasa sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas penderita.
Penderita tidak terbangun pada malam hari karena sesak. Penderita masih dapat tidur dengan
1 bantal Keluhan tidak disertai adanya bengkak di kelopak mata terutama pada pagi hari,
bengkak di kaki ataupun perut.
Sejak tujuh tahun SMRS penderita menyadari adanya benjolan di payudara kiri yang
makin lama makin besar. Benjolan tidak disertai rasa nyeri, tidak keluar darah atau cairan
dari puting susu Sejak lima tahun SMRS penderita menyadari ada benjolan di payudara
kanan. Adanya benjolan di tempat lain tidak dikeluhkan. Riwayat penurunan nafsu makan
dan berat badan diakui.
Tidak terdapat riwayat batuk lama atau berdarah, keringat malam, minum obat dalam
jangka waktu panjang atau yang membuat kencing menjadi merah, dan kontak dengan
penderita batuk-batuk lama. Tidak terdapat riwayat bersin di pagi hari, alergi pada penderita
dan keluarganya, mengi disangkal, serta panas badan. Pasien hanya mengambil obat jamu
untuk benjolan di payudara dan belum pernah berobat ke dokter yang lain.

C) Pemeriksaan Fisik (28 September 2013)


Keadaan umum :
Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

Tanda vital : T : 110/70 mmHg


R:

32 x/menit

N : 80x menit regular, equal, isi cukup.


S : Afebris

Kepala : Konjungtiva : anemis


Sklera

: tidak ikterik

Hidung

: pernafasan cuping hidung : (-)

Telinga

: t.a.k

Mulut

: Sianosis peroral (-)

Leher : KGB teraba di supraclavicular kanan, infraclavicular kanan dan di axilla kanan.
JVP tidak meningkat
Trakhea normal
Thoraks :
Bentuk dan gerak simetris
Retraksi inter kostal (-)
Pulmo : ANTERIOR
Hemithoraks kiri:
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
Hemithoraks kanan :
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
WSD

: undulasi (+), air bubble (-), produksi 50cc/ hari, serous

Pleural friction rub -/Rhonchi -/Wheezing -/POSTERIOR


Hemithoraks kiri:
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
Hemithoraks kanan :
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun

Pleural friction rub -/Rhonchi -/Wheezing -/Cor

: Iktus kordis tidak tampak, teraba di ICS V, tidak kuat angkat


Batas jantung sulit dinilai.
BJ : S1-S2, normal reguler, S3-S4 (-), murmur (-)

Abdomen : datar, lembut


Pekak samping (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar, ruang traube terisi (-)
Bising Usus (+) normal
Ekstremitas :
Atas :

Edema -/Clubbing finger (-)


Capillary refill < 2 detik
Palmar eritem -/-

Bawah : Edema -/Clubbing finger (-)


Capillary refill < 2 detik
Palmar eritem -/-

D) Pemeriksaan Fisik (16 Oktober 2013)


Keadaan umum :
Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

Tanda vital : T : 110/70 mmHg


R:

20 x/menit

N : 72x menit regular, equal, isi cukup.


S : Afebris

Kepala : Konjungtiva : anemis


Sklera

: tidak ikterik

Hidung

: pernafasan cuping hidung : (-)

Telinga

: t.a.k

Mulut

: Sianosis peroral (-)

Leher : KGB teraba di supraclavicular kanan, infraclavicular kanan dan di axilla kanan.
JVP tidak meningkat

Trakhea normal
Thoraks :
Bentuk dan gerak simetris
Retraksi inter kostal (-)
Pulmo : ANTERIOR
Hemithoraks kiri:
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
Hemithoraks kanan :
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
WSD

: undulasi (+), air bubble (-), produksi 50cc/ hari, serous

Pleural friction rub -/Rhonchi -/Wheezing -/POSTERIOR


Hemithoraks kiri:
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
Hemithoraks kanan :
Vokal fremitus dull
Vesicular breath sound menurun
Pleural friction rub -/Rhonchi -/Wheezing -/Cor

: Iktus kordis tidak tampak, teraba di ICS V, tidak kuat angkat


Batas jantung sulit dinilai.
BJ : S1-S2, normal reguler, S3-S4 (-), murmur (-)

Abdomen : datar, lembut


Pekak samping (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar, ruang traube terisi (-)
Bising Usus (+) normal
Ekstremitas :
Atas :

Edema +/-

Clubbing finger (-)


Capillary refill < 2 detik
Palmar eritem -/Bawah : Edema -/Clubbing finger (-)
Capillary refill < 2 detik
Palmar eritem -/E) Status Lokalis
a/r Mammae bilateral
Inspeksi: tampak mammae simetri, benjolan di payudara kanan dan kiri, massa (+), ulkus (+)
F) Usul pemeriksaan
-

Foto thoraks PA

Darah rutin, Albumin, Protein total, GDS, Ureum, kreatinin

Pemeriksaan patologi anatomi cairan pleura

Pemeriksaan cairan pleura

G) Diagnosa Banding
-

Efusi pleura bilateral e.c Keganasan

Efusi pleura bilateral e.c Hipoalbuminemia

H) Pemeriksaan Penunjang
-

Foto thoraks PA

Darah rutin, Albumin, Protein total, GDS, Ureum, kreatinin

Lab (tanggal 29/09/13)


Hemoglobin : 9,6 g/dL ( N : 12-16)
Hematokrit : 27 % (N : 35-47)
MCV : 72,5 (N:80-100)
MCH : 25,0
MCHC : 34,0
Kimia Klinik
Albumin: 2,6 (N:3.5-5)
Protein Total: 5.5 (N:6.6.- 8.7)

Lab (tanggal 5/10/13)


Hemoglobin : 10,4 g/dL ( N : 12-16)
Hematokrit : 31 % (N : 35-47)
MCV : 72,5 (N:80-100)
MCH : 24,4
Kimia Klinik
Albumin: 2,9 (N:3.5-5)
Protein Total: 6,1 (N:6.6.- 8.7)
I) Diagnosa klinis
Post insersi CTT a.i efusi pleura bilateral e.c malignan tumor mammae bilateral T4cN3M1
J) Terapi tanggal 16 Oktober 2013
a) Umum
-

Observasi TNRS dan WSD

O2 3 liter/menit

Infus RL

Head lift 30o

Konsul ke onkologi

b) Khusus
26 September 2013
-

Pungsi cairan pleura

Pemasangan CTT

Antibiotik profilaksis post CTT

Ceftriaxone 1 x 2 g i.v

Ketorolac 2 x 1

Ranitidine 2 x 1

Pembahasan
1. Apa dasar diagnosis pada pasien ini ?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini ?
1. Apa dasar diagnosis pada pasien ini ?
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit,
akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya
mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis
dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Menurut Standar Layanan Medik 2005, pengertian efusi pleura adalah adanya
cairan pada rongga pleura > 15 ml, akibat : ketidakseimbangan gaya starling, abnormalitas struktur
endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu dan abnormalitas site of entry.
Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam yaitu : tuberculosis paru (merupakan
penyebab terbanyak di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit sistemik, dan keganasan
baik pada pleura maupun di luar pleura. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi
yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan
kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitan 5060% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 95% kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara
akhirnya akan mengalami efusi pleura
Diagnosis efusi pleura ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluhkan adanya
sesak nafas yang semakin berat dan nyeri dada yang terasa saat batuk dan menarik nafas panjang.
Rasa nyeri membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal .
Keluhan tidak disertai nafas bunyi.
Dari pemeriksaan fisik saat pertama kali, pasien tampak sesak nafas. Fremitus suara
melemah sampai menghilang, dan pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi
anterior dan di posterior. Pada auskultasi, suara pernafasan melemah sampai menghilang pada
daerah efusi pleura.
Pada pasien ini didapatkan kecurigaan efusi pleura disebabkan oleh keganasan berdasarkan :
Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan berat badan. Pasien mengalami benjolan di mammae
bilateral. Terdapat tanda-tanda adanya anemia yang secara fungsional didefinisikan sebagai
penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer, berdasarkan keadaan pasien

dengan kulit pucat, lemah badan, penurunan berat badan, dan dari hasil laboratorium tanggal 29
September 2013, jumlah Hb pasien menunjukan 9, 6 g / dl, Kriteria anemia menurut WHO adalah:
NO
1.
2.
3.

KELOMPOK
Laki-laki dewasa
Wanita dewasa tidak hamil
Wanita hamil

KRITERIA ANEMIA
< 13 g/dl
< 12 g/dl
< 11 g/dl

2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini ?


Umum
Pemberian O2 untuk memastikan suplai oksigen yang adekuat
Khusus :
Antibiotic : Ceftriaxone
Thorakocentesis
Terapi khusus yaitu berdasarkan penyebab terjadinya efusi pleura, pada pasien ini yaitu keganasan.
Penanganan ditujukan kepada penyebab dari efusi pleura. Tidak mungkin dilakukan
aspirasi cairan terus menerus tanpa mengobati penyebabnya.
Penanganan efusi pleura keganasan hampir selalu bersifat paliatif dengan tujuan
mengurangi gejala-gejala dan mencegah pembentukan cairan pleura. Pengobatan terhadap kanker
dilakukan. Penanganan paliatif pada efusi pleura dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan
pembedahan. Tujuan tindakan ini adalah mengurangi dan mencegah penimbunan kembali cairan
pleura, menghindari komplikasi akibat efusi pleura, dan mengembalikan fungsi normal pleura-paru .
Aspirasi cairan pleura
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat, namun aman dan sempurna.
Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut: tempat untuk memasukkan selang toraks
biasanya di ruang sela iga 7, 8 atau 9 linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3
lineamedioklavikularis. Setelah dibersihkan dan dianestesi, dilakukan sayatan tranversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis. Kemudian dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura parietalis.
Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik. Pancaran cairan
diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks. Setelah posisi benar, selang dijepit dengan klem
dan luka kulit ' dijahit serta dibebat dengan kasa dan plester. Selanjutnya selang dihubungkan
dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang sebaiknya diletakkan di bawah permukaan air
sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura. WSD perlu

diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undsulasi pada selang, maka cairan mungkin sudah
habis dan jaringan paru sudah mengembang. Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan
foto toraks. Selang toraks dapat dicabut jika produksi cairan harian kurang dari 100 ml dan jaringan
paru telah mengembang, yang ditandai oleh terdengarnya kembali suara nafas dan terlihat
pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi maksimum.
Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga pleura sehingga terjadi
keadaan pleuritis obliteratif. . Bahan kimia yang lazim digunakan adalah sitostatika, seperti tiotepa,
bleomisin, nitrogen mustard, 5 fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sebanyak banyaknya, obat sitostatika (misalnya, tiotepa 45 mg) diberikan dengan
selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari,
jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga
mencegah penimbunan kembali cairan di dalam rongga tersebut. Obat lain yang murah dan mudah
diperoleh adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam
keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan ke dalam 30 50 ml larutan garam faal,
kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulkan obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan 11,5 jam sebelum pemberian
tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam
dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga
pleura. Apabila dalam waktu 24 48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat dicabut.
Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan karena efusi pleura
keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan pembedahan
menimbulkan risiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas
pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat
limfoma atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, di mana cairan pleura tetap
terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.

Anda mungkin juga menyukai