Anda di halaman 1dari 6

Berikut ini merupakan mekanisme tubuh terhadap keadaan malnutrisi energi

protein :
1. Respon metabolik terhadap asupan energi yang inadekuat
Pada keadaan non infeksi, hasil dari asupan energi yang inadekuat
menginisiasi

pemecahan

penyimpanan

lemak

dan

glikogen

yang

menyebabkan terjadinya perubahan metabolik dan hormon sebagai bentuk


kompensasi agar fungsi vital berjalan dengan baik. Awal perubahan yang
terjadi yaitu pengurangan aktivitas untuk menyimpan energi. Pertumbuhan
tubuh menjadi terhambat akibat pengurangan energi tersebut sehingga terjadi
perubahan pada komposisi tubuh misalnya indeks massa tubuh menjadi
rendah, otak dan organ viscera mengalami penurunan fungsi. Selain itu,
terjadi akumulasi cairan ekstraseluler. Komposisi tubuh ini menunjukkan tipe
tubuh marasmus (Panny, 2008).
Pada keadaan asupan energi yang inadekuat terjadi pula perubahan
hormon terutama hormon cortisol. Konsentrasi hormon cortisol meningkat
akibat respon stress tubuh. Efek lain yang terjadi yaitu sekresi insulin
menurun sehingga kadar insulin dalam plasma berkurang yang menyebabkan
respon terhadap glukosa menjadi menurun serta terjadi resistensi insulin
perifer. Asupan energi yang inadekuat menyebabkan aktivitas IGF-1 menjadi
rendah dimana IGF-1 berfungsi sebagai efektor pada hormon pertumbuhan.
Peningkatan hormon cortisol menyebabkan kehilangan ion K sebagai efek
dari restriksi energi dan penurunan sintesis ATP pada pompa Na. Kadar
Kalium dalam intraseluler berbanding tebalik dengan kadar natrium dimana
terjadi mekanisme pengeluaran secara aktif ion K dari sel melalui pompa Na.
Pada penderita marasmus maupun kwarshiokor terjadi retensi natrium yang
menyebabkan peningkatan kadar Na dalam tubuh meskipun dalam
pemeriksaan serum Na bisa rendah. Keadaan ini menyebabkan akumulasi
cairan di ekstraseluler. Kadar kalium dalam tubuh terjadi penurunan
walaupun pada pemeriksaan kadar serum kalium normal (Panny, 2008).
2. Adaptasi tubuh akibat asupan protein yang kurang
Pada kondisi asupan protein yang kurang, otot skelet kehilangan
struktur protein yang digunakan untuk menyediakan energi untuk proses
metabolisme. Peningkatan pemecahan protein otot untuk menyediakan asam

amino essensial ke hepar yang digunakan untuk untuk sintesis protein dan
glukoneogenesis. Di dalam Hepar terjadi penurunan sintesis albumin,
transferrin serta apolipoprotein B tetapi sisntesis protein lain masih
dipertahankan (Panny, 2008)..
3. Perubahan pada beberapa organ dan sistem
a. Sistem endokrin
Pada pasien marasmus sering ditemukan atrofi pankreas, bahkan pasien
dengan malnutrisi yang parah sering terjadi penurunan sekresi insulin dan
berpengaruh pada respon insulin pada glukosa, glukagon, arginine. Hal ini
dapat menjelaskan tingkat keparahan anak-anak untuk mengetahui kapan
memulai makan dan membutuhkan frekuensi makanan kecil. Hipokalemia
juga berpengaruh pada keadaan penurunan sekresi insulin, oleh karena
pemberian suplemen kalium sangat diperlukan (Scheinfeld, 2014).
Kortisol meningkat pada 80% anak-anak yang mengalami kwarshiokor
dengan infeksi dan 50% anak-anak yang mengalami marasmus dengan
infeksi. Pada pasien malnutrisi energy dan protein mengalami penurunan
kadar T3, T4 dan thyroid binding protein (Oshikoya & Senbajo, 2009).
b. Sistem imun
Imunoglobulin yang diproduksi oleh sel B menunjukkan kadar normal
bahkan meningkat. Beberapa penelitian menunjukkan IgA dapat
meningkat dan menurun pada pasien malnutrisi berat. Pada sistem
komplemen didapatkan penurunan level C3 sedangkan level C4
meningkat. Hal ini dapat meningkatkan resiko sepsis yang menjadi salah
satu penyebab utama kematian pada anak-anak yang malnutrisi (Panny,
2008).
c. Liver
Pada pasien kwarshiokor terjadi pembesaran hepar dan terdapat infiltrat
lemak akibat penumpukan trigliserida. Saat ini masih belum ada bukti
kwarshiokor menyebabkan kerusakan hepar jangka panjang atau sirosis
(Panny, 2008).
d. Sistem cardiac

Pasien malnutrisi energi protein terjadi penurunan cardiac output dan


sering terjadi hipotensi. Hipokalemia, anemia, dan defisiensi vitamin
mempengaruhi sistem cardiac (Panny, 2008).
e. Sistem respirasi
Massa otot berkurang pada malnutrisi yang berat terutama otot respirasi
misalnya diafragma. Hal ini menyebabkan fungsi muskular menurun
sehingga kapasitas vital paru dan inspirasi maksimal berkurang(Panny,
2008).
f. Saluran cerna
Pada malnutrisi yang berat menyebabkan peningkatan selularitas lamina
propia sehingga menyebabkan permeabilitas meningkat. Struktur vili
mukosa intestinal juga mengalami kerusakan sehingga mengurangi
aktivitas disakarida karena komponen disakarida ditemukan pada vili-vili
tersebut. Aktivitas disakarida yang berkurang dapat menyebabkan
malabsorbsi laktosa (Panny, 2008).
g. Hematologi
Pada sistem hematologi, pasien mengalami defisiensi besi dan penurunan
produksi sel darah merah akibat mekanisme adaptasi indek massa tubuh
yang kecil.

Zat besi (Fe) berikatan dengan protein selama proses

penyimpanan dan transportasi untuk mencegah pembentukan zat besi


bebas menjadi radikal hydroxil yang dapat menyebabkan kerusakan. Pada
pasien kwarshiokor terjadi penurunan kadar serum transferin diakibatkan
kapasitas pengingkatan zat besi kurang sehingga konsentrasi Fe bebas
meningkat (Panny, 2008).
h. Kulit, Rambut, Gigi
Pada pasien marasmus terjadi kehilangan lemak pada subkutan yang
menyebabkan kulit kering berlipat. Pada kondisis ini terjadi penurunan
fungsi protektif terhadap temperatur khususnya hipotermia. Rambut tipis,
tumbuh lambat, dan mudah rontok. Pada pasien kwarshiokor, kulit
mengalami acrodermatitis enteropathica dimana merupakan salah satu
akibat dari defisiensi zink, defisiensi asam lemak essensial, vitamin B,
dan asam amino (Scheinfeld, 2014). Rambut mengalami depigmentasi

karena atrofi dan konstriksi pemecahan pigmen serta pertumbuhan rambut


mengalami

abnormalitas.

Gigi

pada

penderitas

marasmus

dan

kwarshiokor mengalami karies (Panny, 2008).


i. Otak
Pertumbuhan sel otak mengalami gangguan sehingga terjadi penurunan
fungsi otak (Panny, 2008).
j. Tulang
Pada pasien malnutrisi mengalami demineralisasi tulang bahkan terjadi
perubahan bentuk tipe tulang akibat defisiensi vitamin C. Defisiensi
vitamin D dapat menyebabkan rickets dan osteomalasia. Vitamin D
dibutuhkan dalam fungsi sel T dan sel B terutama fungsi fagositosis
(Panny, 2008).
Tidak langsung :
1. Ketahanan pangan
2. Pola pengasuhan anak
3. Pelayanan kesehatan
& lingkungan

Langsung :
1. Asupan gizi yang
kurang
2. Penyakit infeksi

Malnutrisi
Energi dan
Protein

Asupan energi
tidak adekuat

Hormon
Cortisol

sekresi
insulin

ion K

insulin
plasma

ion Na di
intraseluler
cairan
ekstraselular

insulin
respon
glukosa

aktivitas
IGF-1
aktivitas
growth
hormon

Asupan protein
tidak adekuat
struktur
protein pada
otot skelet
Asam amino
essensial ke
heparsintesis
protein
sintesis albumin,

transferrin serta
apolipoprotein B

Malnutrisi
Energi dan
Protein

Sistem
endokrin
(Marasmus)
Atrofi

(Kwarshi
okor)

pankreas

cortisol

sekresi
insulin

ion K

insulin
plasma

ion Na
Intraselu
ler

Sistem
imun
T3, T4,
Tiroid
binding
protein

Sistem
Cardiac

Liver

(Kwarshiokor)

Kadar Ig
N/ &
kadar C3

Liver
membesar
& infiltrat
lemak
akibat
akumulasi
TG

Sistem
respirasi

CO
Hipotensi

massa
otot
pernafasan
Kapasitas
vital paru
dan
inspirasi
maksimal

ECW

Saluran
cerna
(kwarshiokor)

permeabilitas
mukosa
Abnormalitas
vili usus
Malabsorbsi
lactosa

Hematologi

Tulang

Def. besi dan


produksi sel
darah merah

Deminerali
sasi tulang

Anemia

Def. vit
D
fungsi sel
T dan B

fagositosis

Otak
perkemba
ngan sel
otak
fungsi
otak

Kulit,
rambut, gigi
Marasmus

Kwarshiokor

Lemak
subcutan
habis kulit
kering
berlipat
hipotermia

Def. EFA,vit
B, asam
amino dan
zinc
warna kulit
kekuningan

Rambut
tipis, mudah
rontok,
tumbuh
lambat

Atrofi dan
kontriksi
depleting
pigmen
depigmentasi
rambut

Carries dentis

Carries dentis

Daftar Pustaka

Oshikoya, K. A.dan Senbanjo, I.O. 2009. Pathophysiological changes that affect


drug disposition in protein-energy malnourished children. Nutrition & Metabolism
vol 6:50.
Panny, M. E. 2008. Protein-Energy Malnutrition: Phatophysiology, Clinical
Consequences and Treatment dalam Nutrition in Pediatric: Basic Science and
Clinical Applications. New York: BC Decker Inc.
Scheinfeld, N. S. 2014. Protein-Energy Malnutrition. Available
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview#a0104.

at:

Anda mungkin juga menyukai