Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Dimensi Iklim Organisasi
Istilah iklim organisasi (organizational climate)pertama kalinya dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun
1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate), kemudian istilah iklim
organisasi dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Menurut Tagiuri dan Litwin dalam Wirawan
(2007) bahwa "Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relatif terus
berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku setiap anggotanya". Sedangkan
Litwin dan Stringer dalam Wirawan (2007) menyatakan bahwa iklim organisasi sebagai "a concept
describing the subjective nature or quality of the organizational environment. Its propertiescan be
perceived or experienced by members of the organization and reported by them in an appropriate
questionare.
Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa iklim organisasi merupakan
suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Menurut Pines
(1982), iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui 4 (empat) dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi psikologikal, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang otonomi, kurang
pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif), dan kurang inovasi.
b. Dimensi struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat keserasian antara
keperluan kerja dan struktur fisik.
c. Dimensi sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas dan ciri-ciri
permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama dan penyelia-penyelia
dukungan dan imbalan).
d. Dimensi birokratik, yaitu meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan konflik peranan dan
kekaburan peranan.
Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi.
Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda.
Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi atau sifat individu yang ada akan
menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam mengelola
SDM. Iklim organisasiyang terbuka memacu pegawai untuk mengutarakan kepentingan dan
ketidakpuasantanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu
dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan bagaimanapun juga hanya
tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan
tindakan iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang tentang apa
yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya.
Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan hargai oleh organisasi.

Kelneer dalam Lila (2002) menyebutkan 6 (enam) dimensi iklim organisasi sebagai berikut:

1. Flexibility conformity
Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan
bertindak bagi karyawan serta melakukan peyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal
ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada.
Penerimaan terhadap ide- ide yang baru merupakan nilai pendukung didalam mengembangkan
iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
2. Resposibility
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan pelaksanaan tugas organisasi yang diemban, karena
mereka terlibat didalam proses yang sedang berjalan.
3. Standards
Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada
pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan.
4. Reward
Hal ini berkaitan dengan perasaankaryawaan tentang penghargaan dan pengakuan atas kerja baik.
5. Clarity
Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka
dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.
6. Tema Commitment
Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan
kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.
Kata iklim biasanya dihubungkan dengan suasana atau kondisi udara di lingkungan tertentu. Iklim
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:369) berarti:
(1) Keadaan hawa (suhu, kelembapan, perawanan, hujan dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam
jangka waktu yang agaklama (30 tahun);
(2) Suasana; keadaan. Iklim ada tetapi tidak dapat dilihat dan tidak dapat disentuh dan memiliki
pengaruh dalam perilaku manusia yang ada di dalamnya.
Istilah iklim dalam konteks organisasi atau institusi, memiliki pengertian yang senada dengan
pengertian iklim yang dibicarakan di atas. Menurut Gilmer (1984), iklim organisasi adalah
seperangkat karakteristik yang menetap yang menggambarkan suatu organisasi dan membedakannya
dengan organisasi-organisasi lain, mempengaruhi perilaku orang set of condition that exist and have
impact on individual behavior. Kondisi ini merupakan karakteristik obyektif dari organisasi dan
dapat diamati baik oleh anggota organisasi maupun oleh orang-orang di luar organisasi.
Istilah iklim organisasi telah didefinisikan dengan berbagai cara, namun masih sulit untuk
memberikan suatu definisi formal karena terlalu luas pengertiannya (Gibson,dkk, 1997). Di bawah ini
ada beberapa definisi yang dapat saling menjelaskan pengertian dari iklim organisasi.

Iklim organisasi memiliki banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh Forehand and
Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari
karakteristik organisasi yang bertahan dalam jangka waktu lama (Toulson & Smith, 1994:455). Pada
tulisan Litwin dan Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994:457) mendefinisikan iklim
organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada pegawai dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi
akan berpengaruh pada motivasidan perilaku pegawai. Davis dan Newstrom(2001:25) memandang
iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya
yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang
membedakansebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsimasingmasing anggota dalam memandang organisasi. Steers (1985) mengatakan bahwa konsep iklim
organisasi, sebenarnya yang sedang dibicarakan adalah mengenai sifat-sifat atau ciri yang dirasa
terdapat dalam lingkungan kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan
secara sadar atau tidak, dan dianggap mempengaruhi perilaku kemudian. Dengan kata lain, iklim
organisasi adalah merupakan kepribadian dari organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya.
Gibson, dkk (1997) mendefinisikan iklim organisasi sebagai karakteristik yang membedakan suatu
organisasi dengan organisasi lainnya, dan karakteristik ini dapat mempengaruhi perilaku orang-orang
dalam organisasi. Sedang Landy dan Trumbo (1980) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah
pemikiran yang menggambarkan persepsi anggota terhadapkarakteristik obyektif organisasi.
Definisi yang senada mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal
suatu organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi perilaku serta dapat
tergambar dari seperangkat karakteristik atau atribut khusus dari organisasi tersebut (Taguiri&
Litwin dalam Steers, 1985). Karakteristik dari iklim organisasi ini secara nyata menggambarkan
suatu organisasi memperlakukan anggota-anggotanya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kesimpulan dari iklim organisasi adalah kualitas lingkungan
internal yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi sikap dan perilaku serta dapat
tergambar dalam sejumlah nilai karakteristik khusus dari suatu organisasi dan disebut sebagai
kepribadian organisasi tersebut yang merupakan pemikiran hasil persepsi dari anggota organisasi.
Tagiuri dan Litwin (dalam Denison, 1990:25) merumuskan iklim sebagai berikut: Organizational
climate is relatively enduring quality of the internal environment of an organization that (a) is
experienced by its members, (b) influences their behavior, and (c) can be described in terms of the
values of the particular set of characteristic (or attitudes) of the organization. Definisi Tagiuri dan
Litwin ini mencakup tiga hal yang harus dicermati yaitu kualitas lingkungan organisasi yang (a)
dialami oleh anggota-anggotanya, (b) mempengaruhi perilaku mereka, dan (c) ada nilai-nilai yang
menjadikan organisasi tersebut memiliki karakteristik atau sikap tertentu. Definisi-definisi yang
dikemukakan di atas semuanya membicarakan adanya pengaruh iklim terhadap perilaku anggota
organisasi. Adanya kata kualitas pada definisi Tagiuri dan Litwin menunjukkan bahwa iklim
organisasi memiliki karakteristik yang akan membedakan suatu organisasi satu dengan yang lain.
Iklim organisasi adalah suatu konsepyang dikembangkan oleh para psikolog (Drenth dkk, 1998).
Iklim organisasi ditangkap individu melalui persepsi mereka.
Dengan demikian, karena individu menggunakan persepsi dalam menanggapi iklim organisasi, maka
dapat dikatakan bahwa iklim organisasi adalah iklim psikologis sebagaimana dikatakan oleh James,
James and Ashe (dalam Murphy, 1996) bahwa iklim merupakan bentukan psikologis. Maksudnya,
iklim biasanya didefinisikan sebagai produk penaksiran kognitif terhadap lingkungan kerja seseorang.
Pengertian iklim menekankan aspek individualistik, fenomenologik dan interpretatif dari persepsi

(misalnya tentang kesamaan, hubungan persahabatan, kerjasama, tantangan) yang secara intrinsik
bersifat psikologis. Ada perbedaan antara masing-masing individu dalam mempersepsikan lingkungan
kerjanya, berdasarkan apa yang dapat dilihat, dirasakan, diterangkan serta diinterpretasikannya.
James dan James (dalam Murphy, 1996) melihat individu-individu mempersepsikan dan
memberikan makna terhadap lingkungan kerjanya yang memiliki hubungan dengan sebagian dari
sistem nilai pribadi. Nilai pribadi menurut Locke (dalam Amiyati, 2000) dapat didefinsikan sebagai
yang diinginkan atau dicari seseorang untuk diperoleh karena dihormati sebagai pendukung
kesejahteraan. Sebagai bentukan psikologis , ada perbedaan antara individu-individu dalam
menanggapi lingkungan kerjanya dalam arti bagaimana dia merasakan iklim organisasinya. Aspek
persepsi ini menurut James dan McIntyre (dalam Murphy, 1996) merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi individu di dalam memberi makna situasi yang dimilikinya. Dengan kata lain, bagaimana
individu memaknai lingkungannya akan berpengaruh dalam perilaku yang dimunculkannya. Iklim
organisasi juga dikatakan dapat menimbulkan pengaruh besar terhadap motivasi, prestasi dan
kepuasan kerja pegawai (Davis & Newstrom dalam Situmorang, 2000).
Jadi iklim organisasi ini ada di dalam organisasi, menunjukkan cara hidup organisasi, dirasakan dan
dipersepsikan oleh anggota-anggota yang ada didalamnya sebagai sesuatu yang diberi makna dan
memiliki pengaruh terhadap perilaku anggota-anggota organisasi tersebut. Dengan demikian persepsi
yang positif dari anggota terhadap iklim organisasi, akan lain dampaknya terhadap perilaku anggota
daripada bila persepsi anggota terhadap iklim organisasi bersifat negatif. Dalam penelitian ini karena
iklim organisasi dikatakan memiliki pengaruh terhadap tingkah laku anggota maka iklim organisasi
diduga memiliki hubungan dengan motivasi bekerja individu anggota organisasi. Stinger (Wirawan,
2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan
munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai,
sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Tagiuri dan Litwin
mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara
relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku mereka serta
dapat dilukiskan dalam satu set karateristik atau sifat organisasi. Robert G. Owens mendefinisikan
iklimorganisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya.
Sementara Keith Davis mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai The human environment
within an organizations employees do their work. Pernyataan Davis tersebut mengandung arti
bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi
oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya.
Unsur-unsur yang mengkontribusi terciptanya iklim yang menyenangkan adalah : (1) kualitas
kepemimpinan, (2) kadar kepercayaan, (3) komunikasi, ke atas dan ke bawah, (4) perasaan melakukan
pekerjaan yang bermanfaat, (5) tanggung jawab, (6) imbalan yang adil, (7) tekanan pekerjaan yang
nalar, (8) kesempatan, (9) pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar, dan (10)keterlibatan
pegawai, partisipasi. Sebagai satu keadaan yang dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi,
iklim organisasi memiliki berbagai unsur atau dimensi. James dan James (dalam Murphy, 1990)
membagi dimensi iklim organisasi menjadi:
a. Role stress and lack of harmony
Di sini organisasi perlu memperhitungkan beban kerja dan tekanan yang dirasakan dari lingkungan
pekerjaan untuk memunculkan perilaku kerja yang positif, karena tekanan pekerjaan dan
kurangnya keserasian dalam tubuh organisasi dapat menjadi kondisi yang kurang menguntungkan
bagi pegawai untuk dapat bekerja dengan tenang.

b. Leadership facilitation and support


Diperlukan dukungan dan kepemimpinanyang sesuai bagi pegawai.
c. Job challenge and autonomy
Pegawai perlu memiliki tantangan pekerjaan dan otonomi tugas.
d. Work group cooperation, friendliness and warmth
Organisasi perlu menjaga adanya kerjasama dalam kelompok kerja, hubungan yang hangat dan
persahabatan di antara para anggotanya. Dengan demikian suasana dapat menyenangkan bagi para
anggotanya.
Gibson (dalam Santosa, 2001) mengklasifikasikan tujuh unsur iklim organisasi yaitu:
a. Struktur (structure)
Yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas manajemen yang berkaitan
dengan tugas manajemen yang berkaitan dengan peraturan, sistem hirarki dan birokrasi, penjelasan
dan penjabaran tugas, proses pengambilan keputusan dan sistem pengawasan yang berlaku.
b. Tantangan dan tanggungjawab (challenge and responsibility)
Organisasi yang baik akan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mendapatkan tugas yang
menantang dan menuntut adanya tanggung jawab.
c. Kehangatan dan dukungan (warmth and support)
Ini berkaitan dengan suasana interaksi antara anggota organisasi. Hubungan yang baik antar
mereka mencerminkan komunikasi, persahabatan, saling bantu dan suasana kerja yang nyaman.
d. Imbalan dan sanksi (reward and punishment)
Imbalan dan sanksi merupakan unsur penting bagi pembinaan pegawai. Imbalan sebaiknya
proporsional karena merupakan cerminan unsur keadilan dan penghargaan. Sanksi harus pula
proporsional seimbang dengan bobot kesalahan, tingkat tanggungjawab masing-masing pegawai.
e. Pertentangan (conflict)
Pertentangan pendapat antar pegawai merupakan hal yang pasti terjadi dalam suatu hubungan antar
manusia. Konflik tersebutharus dapat diselesaikan dengan baik karena mempunyai potensi yang
dapat mendorong terjadinya lingkungan kerja yang tidak kondusif untuk tercapainya kinerja yang
baik.
f. Standar penampilan dan harapan (performance standard and expectations)
Standar penampilan dan harapan-harapan organisasi merupakan cerminan kinerja pegawai yang
terlibat di dalamnya sekaligus harapan-harapan pegawai. Standar penampilan dan harapan yang
tinggi dapat membangkitkan rasa percaya diri pegawai serta meningkatkan layalitas dan sense of
belonging. Hal tersebut pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi pegawai terhadap
organisasinya.
g. Identitas organisasi, risiko dan pengambilan risiko (organizational identity, risk and risk taking)

Setiap anggota organisasi perlu mengetahui identitas organisasi, sehingga mengetahui dengan pasti
kemana organisasi akan mengarah, mengetahui risiko yang dihadapi organisasi dan risiko yang
timbul bila tidak dapat diatasi. Hal ini akan mendorong pegawai untuk lebih loyal, bangga
terhadap organisasinya dan membangkitkan rasa memiliki.
Selain itu, Denison (1990) membagi iklim organisasi ke dalam tujuh unsur yaitu:
a. Organization of work (organisasi kerja)
Yaitu sejauhmana metode kerja dalam organisasi tersebut mampu menghubungkan tugas-tugas
individudengan tujuan organisasi.
b. Communication flow (arus komunikasi)
Yaitu bagaimana arus informasi yang ada dalam tubuh organisasi, baik secara vertikal di dalam
hirarki organisasi maupun secara lateral lintas oeganisasi.
c. Emphasis of people (penekanan pada sumber daya manusia)
Yaitu bagaimana perhatian organisasi di dalam mensejahterakan dan mengembangkan pegawaipegawainya.
d. Decision making practices (pembuatan keputusan)
Yaitu sejauh mana keputusan organisasimelibatkan orang-orang yang akan dipengaruhinya dibuat
pada taraf yang layak dan didasarkan pada berbagai informasi yang luas.
e. Influence and control (pengaruh dan pengawasan)
Yaitu sejauh mana pengaruh atasan padaorang-orang yang ada di bawahnya.
f. Absence of bureaucracy (tidak adanya hambatan dalam birokrasi atau kelancaran administrasi)
Yaitu tidak adanya hambatan-hambatan administrative dalam fungsi internal organisasi. Dengan
demikian semuanya berjalan sesuai aturannya.
g. Coordination (koordinasi)
Yaitu adanya koordinasi, kerjasama dan resolusi masalah di antara unit-unit kerja dalam
organisasi. Dari dimensi-dimensi yang disajikan para ahli, nampak ada perbedaan pandangan
tentang unsur-unsur yang merupakan pendukung iklim organisasi. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangannya

2.2 Karakteristik Iklim Organisasi


Karakteristik iklim organisasi sangat berkaitan erat dengan persepsi yang dilakukan individu.
Sejumlah karakteristik telah diajukan oleh para ahli dalam membahas masalah faktor-faktor dalam
iklim organisasi. Litwin dan Stringer (dalam Steers, 1985) mengembangkan suatu alat ukur iklim
organisasi yang disebut Litwin and Stringer Organizational Climate Questionaire. Alat ukur ini
menggunakan delapan faktor iklim organisasi yaitu :

1. Struktur; Faktor ini merupakan pandangan anggota terhadap derajat aturan, prosedur kebijaksanaan
yang diberlakukan dalam organisasi, dan batasanbatasan yang diberikan oleh atasan atau
organisasi terhadap anggotanya.
2. Tantangan dan tanggungjawab; Faktor ini mengukur persepsi anggota terhadap besarnya
tanggungjawab yang dipercayakan kepada anggota organisasi yang timbul karena tersedianya
tantangan kerja, tuntutan untuk bekerja, serta berkesempatan untuk merasakan prestasi. Faktor
tantangan akan muncul dengan kuat dan berhubungan secara positif dengan pengembangan
prestasi pegawai.
3. Kehangatan dan bantuan; Faktor ini menekankan adanya hubungan yang baik dalam situasi kerja.
Adanya dukungan yang bersifat positif dan pertolongan kepada anggota daripada pemberian
penghargaan dan hukuman dalam situasi kerja sehingga menumbuhkan rasa tenteram dalam
bekerja. Adanya kehangatan dan dukungan akan mengurangi kecemasan dalam bekerja.
4. Penghargaan dan hukuman; Faktor ini menekankan pada persepsi anggota terhadap pemberian
penghargaan dan hukuman dalam situasi kerja. Hukuman menunjukkan penolakan terhadap
perilaku.
5. Konflik; Faktor ini merupakan persepsianggota terhadap kompetensi dan konflik-konflik dalam
situasi kerja, serta kebijaksanaan organisasi dan menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi
didalamnya.
6. Standar penampilan kerja dan harapan kerja. Faktor ini merupakan persepsi anggota terhadap
derajat pentingnya hasil kerja yang harus dicapai dan penampilan kerja dengan organisasi dan
kejelasan harapan organisasi terhadap penampilan kerja anggotanya.
7. Identitas organisasi; Faktor ini menekankan pada persepsi anggota terhadap derajat pentingnya
loyalitas kelompok dalam diri anggota organisasi, apakah timbulnya rasa kebanggaan mampu
memperbaiki penampilan kerja individu.
8. Pengambilan resiko; Faktor ini merupakan persepsi orang/organisasi terhadap kebijakan organisasi
tentang seberapa besar anggota diberi kepercayaan untuk mengambil resiko dalam membuat
keputusan, yang timbul akibat diberikannya kesempatan untuk menyalurkan ide dan kreativitas.
Swansburg (1990), juga mengajukan dimensi iklim organisasi yaitu :
1. Kejelasan dalam merumuskan tujuan dan kebijakan organisasi yang ditunjang oleh informasi yang
mengalir lancar dan didukung oleh pegawai.
2. Komitmen dalam pencapaian tujuan melalui pelibatan pegawai.
3. Standar kinerja yang menantang dan yang mendatangkan kebanggan serta memperbaiki kinerja
pegawai.
4. Tanggungjawab terhadap pekerjaannyadan didukung oleh manager.
5. Penghargaan terhadap hasil kerja yang baik
6. Kerjasama kelompok, rasa memiliki, percaya, dan adanya saling menghargai satu sama lain.

Karakteristik ini secara nyata menggambarkan cara suatu organisasi memperlakukan anggotaanggotanya. Apabila iklim organisasi dipandang positif oleh pegawai maka diharapkan sikap dan
perilaku yang timbul akan positif.

2.3 Pengertian Kinerja Pegawai


Selain memperhatikan pegawai sebagai tenaga kerja, institusi juga berusaha meningkatkan hasil kerja
para pegawainya dan hasil kerja pegawai inilah yang disebut sebagai kinerja pegawai. Kinerja
merupakan pencapaian hasil (the degree of accomplishment) (Rue, & Byars, 1980). Demikian halnya
Maier (1987) yang memberi batasan pada kinerja sebagai kesuksesan seseorang di dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Pendapat ini didukung olehPorter dan Lauler yang menyatakan bahwa
kinerja adalah Succesfull of role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya (dalam
Asad, 1991). Ukuran kesuksesan tidak dapat disamakan dengan individu yang satu dengan individu
yang lain. Kesuksesan yang dicapai individu adalah berdasarkan ukuran yang berlaku dan disesuaikan
dengan jenis pekerjaannya, seperti yang dijelaskan oleh Asad (1991) bahwa yang dimaksud dengan
kinerja ialah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran dan standar yang berlaku untuk pekerjaan
yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan
seseorang dalam melaksanakan pekerjaan (Guswandi, 1995). Pernyataan tersebut senada dengan apa
yang diutarakan oleh Miner (1998) yang mendefinisikan kinerja sebagai perluasan dari bertemunya
individu dan harapan tentang apa yang seharusnya dilakukan individu berkaitan dengan suatu peran.
Jika harapan-harapan tersebut hanya memaparkan keabstrakan dan kekaburan, maka individu tidak
mengetahui secara pasti apa yang ia harapkan sehingga hasilnya berperan ganda. Jika harapan pada
dua atau lebih individu berbeda, individu yang memegang suatu pekerjaan dan unggul akan memiliki
perbedaan cara berfikir dari individu lain dalam menghadapi konflik peran.
Pengertian kinerja yang lain adalah sebagai catatan hasil yang diproduksi pada suatu fungsi pekerjaan
yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu yang berhubungan dengan tujuan organisasi
(Russell, 1998; Singer, 1990; Kane & Kane, 1993; Campbell, dkk. dalam Cascio, 1998) dan
memenuhi standar yang ada (Bailey, 1989). Selanjutnya Miner (1992) mengartikan kinerja sebagai
evaluasi tentang berbagai kebiasaan dalam organisasi. Institusi yang sangat kecil mungkin tidak
memerlukan sistem yang formal dalam menilai,akan tetapi evaluasi tetap dilakukan dan sebagai
institusi yang berpengalaman dalam pertumbuhannya membutuhkan standarisasi, pemeliharaan, dan
mengkomunikasikan informasi penilaian sehingga akan meningkat seperti lembaga dengan sistem
formal. Kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, seperti kualitas,
efisiensi, dan kriteria keefektifan lainnya. Dikatakan juga bahwa kinerja pegawai merupakan fungsi
dari individu dan organisasi. Dengan kata lain disebutkan juga sebagai kombinasi perspektif
psikologikal yang memuat kontribusi individu dan sosiologikal yang memuatrangka organisasi
(Gibson, dkk., 1997; Osborn ,1990).
Berdasarkan berbagai pengertian atau uraian mengenai kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang menentukan kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh individu yang
disesuaikan dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu
ukuran nilai atau standar tertentu dari institusi tempat individu tersebut bekerja dengan maksud untuk
dapat mencapai tujuan organisasi.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai


Singer (1990) menyatakan bahwa kinerja (performance) adalah sebagai suatu catatan keluaran hasil
pada suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerjanya dalam periode waktu tertentu. Perbedaan
kinerja antara pegawai satu dengan yang lainnya perlu disadari oleh para pemimpin organisasi.
Walaupun pegawai bekerja pada tingkat yang sama, namun produktivitas mereka tidaklah sama.
Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua variabel yaitu variabel individu dan
variabel situasi kerja atau situasional (Asad, 1991).
Menurut Hunt (1979), faktor atau variabel individu ini terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pengalaman, tujuan, persepsi, motivasi, kemampuan, nilai-nilai, dan lain-lain. Variabel
situasional terdiri dari struktur, pekerjaan, teknologi, peran, kelompok kerja dan lain-lain.
Senada dengan pendapat di atas, Robbins (1996) mengemukakan beberapa karakteristik biografik
yang dapat mempengaruhi kinerja:
1. Umur, kinerja akan menurun seiring bertambahnya umur seseorang. Dalam kenyataannya kekuatan
kerja seseorang akan menurun dengan bertambahnya umur mereka.
2. Jenis kelamin, wanita lebih suka menyesuaikan diri dengan wewenang, sedangkan pria lebih
agresif dalam mewujudkan harapan dan keberhasilan.
3.

Jabatan/senioritas, kedudukan seseorang dalam organisasi akan mempengaruhi kinerja yang


dihasilkannya, karena perbedaan pekerjaan dapat membedakan jenis kebutuhan yang ingin
dipuaskan dalam pekerjaan individu yang bersangkutan.

Kinerja dapat dilihat sebagai kombinasi atau interaksi perkalian dari kemampuan dan motivasi. Kedua
aspek ini diperlukan untuk mencapai kinerja yang baik (Mitchell, 1982; Vroom, 1964). Arti
darihubungan di atas adalah jika seseorang rendah pada salah satu komponennya, maka kinerja akan
rendah pula. Dengan kata lain apabila kinerja seseorang rendah hal ini dapat merupakan hasil dari
motivasi yang rendah atau kemampuannyatidak baik, atau hasil komponen motivasi dan kemampuan
yang rendah.
Sementara Vinake (dalam Huse & Bowditch, 1977) mengungkapkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kuantitas dan kualitas pada kinerja individu adalah inteligensi, kemampuan,
koordinasi otot, pengalaman masa lampau, latihan dalam tugas, dan motivasi. Pendapat yang senada
diungkapkan oleh Luthans (1981), bahwa kinerja tidak hanya tergantung pada sejumlah usaha yang
digunakan, akan tetapi kemampuan seseorang juga diperlukan (seperti pengetahuan pekerjaan dan
keahlian) serta bagaimana seseorang merasakan peran yang dibawakan.
Miner (1988) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang antara lain :
1. Sikap, meliputi keyakinan, perasaan, dan perilaku yang cenderung kepada orang lain atau sesuatu.
2.

Keterlibatan kerja yaitu tingkat seseorang memilih berpartisipasi secara aktif dalam kerja,
menjadikan kerja sebagai pusat perhatian hidup dan memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang
penting kepada penghargaan diri.

3.

Perilaku yaitu tindakan seseorang dalam keadaan umum dan khusus.

4.

Partisipasi yaitu tingkat seseorang secara nyata ikut serta dalam kegiatankegiatan organisasi.

5.

Penampilan yaitu tindakan individu yang membantu mencapai tujuan organisasi termasuk
kuantitas dan kualitas.

Kesimpulannya bahwa faktor-faktor yang menentukan kinerja terdiri dari dua variabel yaitu individu
dan situasi kerja atau situasional yang semua itu terdapat dalam kemampuan, motivasi, pengetahuan
pekerjaan, tingkat pendidikan, persepsi, tujuan, nilai-nilai, keahlian, kompetisi, lingkungan sosial atau
tekanan situasi, umur, jenis kelamin, pengalaman, dan jabatan atau keterlibatan kerja.

2.5 Penilaian Kinerja Pegawai


Untuk mengetahui kinerja pegawai perlu dilakukan pengukuran menurut dimensi atau kriteria yang
sesuai ketentuan. Penilaian kinerja merupakan suatu proses yang dilakukan oleh institusi untuk
mengevaluasi atau menilai kinerja pegawai, dengan demikian pegawai yang dapat bekerja dengan
baik tentunya akan menghasilkan produk yang baik pula. Miner (1988) menyatakan dimensi kinerja
adalah ukuran sekaligus penilaian perilaku yang aktual di tempat pekerjaan. Henemen (1992)
menyatakan kinerja dapat diukur dengan standar absolut yaitu dinilai dengan cara membandingkan
antara perilaku yang didapatkan pekerja dengan yang sudah baku tentang kontribusi atau nilai yang
telah ditentukan organisasi.
Penilaian kinerja merupakan suatu proses pengukuran organisasi dan mengevaluasi perilaku individu
pegawai dan prestasi pada periode waktu tertentu (Devries, Morrison, Shullman, & Gerlach, 1981)
dan pemberian umpan balik penyesuaian kinerja dapat dilakukan (Schernerhorn, Hunt & Osborn,
1985).
Sementara penilaian kinerja menurut Handoko (1998) disebut sebagai prestasi kerja, yaitu proses
organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai dan kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan-keputusan personalia serta memperikan umpan balik kepada para pegawai
tentang pelaksanaan kerja mereka. Menurut Triono (1992), bagi pegawai penilaian pegawai
merupakan sarana untuk merencanakan dan mengendalikan pekerjaannya ke arah yang lebih baik.
Dengan adanya program penilaian pegawai, pegawai bisa mempelajari banyak hal dari kesalahankesalahan yang telah dibuatnya dan mengambil manfaat atas keberhasilan-keberhasilan yang
dicapainya. Penilaian kinerja merupakan sebuah alat yang menentukan dan efektif dalam
pengembangan dan pengoptimuman sumberdaya manusia pada suatu organisasi (Rio, 1986)
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
penilaian kinerja adalah suatu proses dan alat untuk mengukur serta mengevaluasi perilaku individu
pegawai dan kesuksesan terhadap hasil kerjanya dengan standar yang ditentukan sebelumnya, baik
standar yang dibuat oleh institusi maupun standar pekerja itu sendiri. Sedangkan standar untuk
pengukuran kinerja diperlukan suatu dimensi sesuai dengan jenis pekerjaan. Dimensi tersebut dapat
berupa kualitas, dan kuantitas kerja dengan memperhatikan waktu kerja dan kerjasama dengan rekan
sekerja (pegawai lain) pada periode waktu tertentu. Dapat dikatakan bahwa pegawai yang dianggap
memiliki kinerja yang tinggi jika mampu memenuhi kriteria yang ditentukan dalam dimensi kinerja.

Anda mungkin juga menyukai