Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK VI

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5


Tutor : Drg. Nursiah
Rafika

(04011181320037)

Ayulaisitawati

(04011181320009)

Moulya Halisyah Cempaka

(04011381320053)

Eriza Dwi Indah Lestari

(04011181320023)

Patimah Sitompul

(04011181320069)

Nurul Afika

(04011181320113)

Maya Indah Sari

(04011181320095)

Fellani

(04011181320061)

Revana Pramudita

(04011381320001)

Miranda Alaska

(04011181320039)

Fira Adriani

(04011381320065)

Dwina Yunita Marsya

(04011381320051)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas ridho dan karunia-Nya lah laporan
tutorial skenario B blok 6 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil diskusi kami mengenai skenario B selama sesi
tutorial.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Drg. Nursiah selaku tutor serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Kami menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca akan sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang,14 Februari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

2
3

HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI


I. Skenario C Blok VI
II. Klarifikasi Istilah

4
4

III. Identifikasi Masalah


IV. Analisis Masalah
V. Hipotesis

5
6

40

VI. Keterkaitan antarmasalah ......................................................................................................


VII. Learning Issues

41

42

VIII. Sintesis
- Kerangka konsep.....................................................................................................................

43

- Struktur Anatomi Histologi dan Fisiologi ..........................................................................


- Leher ............................................................................................................................

44

- Sistem Tractus Respiratorius .......................................................................................

51

- Paru ..............................................................................................................................

64

- Kelenjar Limfondous ...................................................................................................

66

- HIV/AIDS...............................................................................................................................

76

- TBC Paru................................................................................................................................

78

- TBC Kelenjar Getah Bening................................................................. 83


IX. Kesimpulan....... 91
Daftar Pustaka

92

I.

SKENARIO C BLOK V
Tuan Aidal umur 36 tahun, seorang supir truk yang sering berpergian keluar kota. Sejak
4 bulan yang lalu ia merasakan ada benjolan kecil pada lehernya, sering batuk disertai demam
dan berkeringat terutama pada malam hari. Kemarin Tuan Aidal mengalami batuk darah
kemudian memeriksakan dirinya pada dokter keluarga. Dari hasil pemeriksaan tersebut, dokter
memduga Tuan Aidal menderita penyakit TBC pada paru-paru dan TBC pada kelenjar getah
bening dileher. Selama ini Tuan Aidal juga merupakan penderita HIV/AIDS. Oleh karena itu,
dokter menganjurkan kepada Tuan Aidal untuk memeriksakam diri lebih lanjut untuk
memastikan dugaan tersebut.

II. KLARIFIKASI ISTILAH


No

Istilah

Arti

Benjolan kecil pada leher

Bagian yang bengkak (kecil) pada leher

Batuk

Mengeluarkan partikel asing pada system pernapasan

Demam

Suhu tubuh diatas 36,5c

Berkeringat

Keluarnya cairan tubuh melalui kulit

Batuk darah

Keluarnya darah pada saat batuk

Dokter keluarga

Dokter yang memberikan pelayanan primer

TBC

Penyakit di paru-paru

Paru-paru

Organ yang terletak di rongga dada yang berfungsi


untuk bernapas.

Getah bening

Kelenjar limfe pada daerah leher

10

HIV/AIDS

Penyakit seks menular yang menyerang system


kekekalan tubuh manusia

11

Leher

Bagian tubuh yang menghubungkan kepala dan badan

III.
No

IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah
3

Konsen

1. Tuan Aidal umur 36 tahun, seorang supir truk yang sering bepergian keluar
kota
Tuan Aidal 36 tahun, sejak 4 bulan yang lalu merasakan :
-Ada benjolan kecil pada leher

VV

VVVV

-Sering batuk
-Demam
-Berkeringat terutama pada malam hari
3

Tuan Aidal kemarin mengalami batuk darah

VVV

Hasil pemeriksaan dokter


- Aidal menderita penyakit TBC pada paru
- Aidal menderita penyakit TBC pada kelenjar getah bening

VVV

Tn. Aidal selama ini menderita HIV/AIDS

VVVVV

IV.
ANALISIS MASALAH
1) Tuan Aidal umur 36 tahun, seorang supir truk yang sering bepergian keluar kota
Bagaimana hubungan pekerjaan Tn. Aidal dengan kasus ?
Pekerjaan Tn Aidal sebagai supir truk mengakibatkan kekebalan imun menurun
serta ditambah lagi dengan faktor lingkungan sehingga timbul gejala-gejala yang
mengakibatkan ia terkena TBC paru dan TBC kelenjar getah bening

Bagaimana hubungan umur Tn. Aidal dengan kasus ?


Semakin bertambahnya usia maka semakin menurun imunitas tubuh sehingga mudah

terkena penyakit seperti TBC yang dialami Tn Aidal .


3

2) Tuan Aidal 36 tahun, sejak 4 bulan yang lalu merasakan :


a) Ada benjolan kecil pada leher
Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi dari leher ?
Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks dan
caput. Batas di sebelah cranial adalah basis mandibula dan suatu garis yang ditarik dari
angulus mandibula menuju ke processus mastoideus, linea nuchae suprema sampai ke
protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh
incisura jugularis sterni, klavicula, acromion dan suatu garis lurus yang
menghubungkan kedua acromia.
Jaringan leher dibungkus oleh tiga fascia. Fascia koli superficialis membungkus
musculus Sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu
dengan fascia sisi lain. Fascia koli media membungkus otot-otot pratrakeal dan
bertemu pula dengan fascia sisi lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan
dengan fascia coli superficial. Ke dorsal fascia koli media membungkus arteri karotis
komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus jadi satu. Fascia koli profunda
membungkus musculus prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fascia koli media.

Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap ke arah
kaudal. Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus
adiposus, os. hyoideum, trachea dan glandula thyroidea. Turut menentukan adalah
posisi kepala dan columna vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka
processus spinosus dari vertebra prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral
melipat-lipat. Pada posisi retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal
melipat-lipat sedangkan disebelah ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trachea
dan glandula thyroidea ( terutama pada wanita)
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior
atau medial dan trigonum posterior atau lateral.
1.

Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea

mediana leher dan mandibulae, terdiri dari :


a. Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus omohyoid
venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.
3

b. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter superior,


musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter posterior.
c. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus digastricus,
os. hyoid dan linea mediana.
d. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior
musulus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus
2.

Trigonum

posterior

dibatasi

superior

oleh

musculus

sternokleidomastoideus, musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :


a)

Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus

omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.


b)

Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid,

musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus.


3.

Batang leher

Leher terbagi dua bagian utama yang berbentuk segitiga yaitu anterior dan
posterior. Oleh otot sternokleidomastoid yang bejalan menyerong dari prosesus
mastoid tulan pelipis ke sebelah depan klavikula, dan dapat diraba. Tulang itu terletak
pada dasar leher dan memisahkannya dari rongga torak .
Segitiga posterior leher sebelah depan di batasi otot sternokleidomastoid dan di
belakang oleh tepi otot trapezius. Bagian ini berisi sebagian saraf servikal dan plekus
brakhialis, serangkaian kelenjar limfe, urat saraf dan pembuluh darah, di tempat ini
penekanan arteri subklavia di lakukan dengan jari.
Segitiga anterior di sebut juga segitiga karotis karena terdapat arteri karotis
komunis beserta cabangnya yaitu karotis interna dan karotis eksterna juga vena
jugularis interna dan saraf.
Segitiga digastrik, terletak di bawah rahang, terdapat kelenjar submandibularis
dan kelenjar parotis, cabang saraf fasialis dan arteri fasialis. Struktur lainnya sebelah
dalam pembulu karotis manubrium sterni merupakan hal penting karena di
belakangnya terletak sebagaian dari arkus aorta dan vena inominata.
Trakea di mulai dari bawah tulang rawan krikoid berjalan masuk rongga toraks
dan berakhir menjadi bronkus kiri dan kanan setinggi sudut sternum. Esofagus mulai
dari tepi bawah tulang rawan krioid berjalan kebwah di belakang trakea. Kelenjar timus
3

terletak di belakang manubrium sterni, ada kalanya meluas ke atas sampai ke batang
leher.

Bagaimana anatomi dan topografi benjolan pada leher (limfonodus) ?


Dari 800 kelenjar limfe di seluruh tubuh hampir (30 %nya) 300 kelenjar limfe
berada di kepala dan leher dengan demikian seringkali baik metastasis ataupun
penjalaran infeksi muncul sebagai pembesarann kelejar limfe kepala leher.
Diagnosis benjolan di leher memerlukan pengetahuan tentang struktur anatomi
pada leher yang normal.

M. Sternokleidomastoid sebaiknya dipalpasi dari atas

kebawah untuk memastikan adakah pembesaran pembuluh limfe leher jugularis


bagian dalam. Perlu juga membedakan benjolan kelenjar lemfe dan benjolan kelenjar
parotis dimana

parotis terletak pada area preaurikula sampai sisi inferior arkus

mandibula.

Bagaimana fisiologi dari jaringan limfonodus ?


Kelenjar getah bening adalah organ berbentuk ginjal atau lonjong bersimpai yang

terdiri atas jaringan limfoid yang tersebar di seluruh tubuh di sepanjang pembuluh limfe.
Kelenjar getah bening ditemukan di ketiak, lipat paha sepanjang pembuluh besar di leher,
dan banyak dijumpai di thoraks dan abdomen, khususnya dalam mesenterium. Kelenjar
getah bening mempunyai sisi konveks dan lekukan konkaf, yakni hilus, tempat masuknya
arteri dan saraf, keluarnya vena dan pembuluh limfe dari organ. Simpai jaringan ikat
mengelilingi kelenjar getah bening, menjulurkan trabekula ke bagian dalam organ. Setiap
kelenjar getah bening memiliki sebuah korteks luar, korteks dalam, dan medulla.
Korteks Luar : pada permukaan korteks luar terdapat sinus subkapsularis, dengan
bagian luarnya yang dibatasi simpai dan bagian dalamnya yang dibatasi korteks luar.
Korteks terdiri atas jalinan longgar, makrofag dan sel retikular serta serat retikulin. Sinus
subkapsularis berhubungan dengan sinus medullaris melalui sinus intermediate yang
berjalan dengan trabekula. Korteks luar dibentuk jalinan sel dan serat retikulin, yang
dipenuhi sel B. Di dalam jaringan limfoid korteks terdapat struktur bulat yang disebut nodul
limfoid. Nodul ini kaya akan limfosit B yang bereaksi terhadap antigen, bertambah besar,
dan berproliferasi melalui mitosis, yang menghasilkan sel-sel besar, basofilik, dengan inti
jelas, yang disebut imunosit. Beberapa nodul memperlihatkan bagian pusat yang terpulas
lebih terang, yang disebut pusat germinal. Pusat germinal biasanya memperlihatkan

sejumlah sel yang bermitosis dan banyak mengandung imunosit. Sel-sel ini menghasilkan
sel plasma penghasil antibodi.
Korteks dalam : adalah lanjutan dari korteks luar dan mengandung sedikit, nodul
limfoid, namun banyak mengandung limfosit T.

Medula : terdiri dari atas korda medularis yang merupakan perpanjangan korteks
dalam yang bercabang-cabang dan mengandung limfosit B dan sedikit sel plasma. Korda
medullaris dipisah-pisahkan oleh struktur mirip kapiler lebar yang disebut sinus limfoid
medularis. Sinus-sinus ini merupakan rongga-rongga tak teratur yang mengandung limfe;
seperti sinus subkapsularis dan sinus trabekularis, sinus limfoid medularis sebagian dilapisi
oleh sel-sel retikular dan makrofag. Sel dan serat retikulin seringkali menjembatani sinussinus dalam bentuk jalinan longgar (Junquera, 2006).

Bagaimana penyebab adanya benjolan kecil pada leher ?


Pada kasus ini benjolan terjadi disebabkan karena adanya infeksi bakteri TBC.
Infeksi dapat menimbulkan benjolan pada leher melalui beberapa cara yang diantaranya
berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang
secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas tubuh
yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening. Awalnya terjadi
dysplasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga differensiasi sel
tidak lagi sempurna. Dysplasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler
seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel
terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada
timbulnya benjolan pada jaringan. Benjolan pada kelenjar getah bening sering terjadi
akibat tuberkulosis, pembesaran limpa ini disebut Splenomegali. Pada TBC,
splenomegali termasuk pada golongan sedang dengan berat benjolan sekitar 500 gr
1000 gr.

Bagaimana patofisiologi benjolan kecil ?


Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi
imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya,
3

sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan
mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa
IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan
menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta
pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah
yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel
pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan
agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan
sel-sel tubuh terutama eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya
perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras
untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami
kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain.

Apa saja dampak adanya benjolan kecil pada leher ?


Demam, nyeri tenggorok dan batuk.

Bagaimana hubungan benjolan kecil pada leher dengan kasus ?


Benjolan timbul karena TBC kelenjar getah bening yang dideritanya

b) Sering batuk
Bagaimana patofisiologi batuk ?
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada.
Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu
berlebihan, ia akan menjadi amat mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada
penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/ hari. Penderita TB paru
jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4
kali/hari.
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4
fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari
inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan
meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi
sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar
udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi
sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu
fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50%
dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya
sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi
nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat
kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga
pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan
tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat
sampai 50

100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang

membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga
yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100%
3

lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat
terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar 2. Fase Batuk


Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara
akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga
menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai
dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang
menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit,
dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.

Bagaimana jenis-jenis batuk ?


Batuk dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu batuk akut dan batuk kronis,
keduanya dikelompokkan berdasarkan waktu.
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 14 hari, serta dalam 1
episode. Bila batuk sudah lebih dari 14 hari atau terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan
berturut-turut, disebut batuk kronis atau batuk kronis berulang.
Batuk kronis berulang yang sering menyerang anak-anak adalah karena asma,
tuberkolosis (TB), dan pertusis (batuk rejan/batuk 100 hari). Pertusis adalah batuk kronis
yang disebabkan oleh kuman Bordetella pertussis. Pertussis dapat dicegah dengan
imunisasi DPT.

Apa saja sistem yang terlibat pada saat batuk ?


Sistem yang terlibat saat kita batuk adalah sistem respirasi. yaitu fase inspirasi,
fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu
fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi).

Bagaimana hubungan sering batuk dengan kasus ?


Pada kasus kita mengetahui bahwa tuan aidal didiagnosis menderita TBC paru . Dan

sering batuk merupakan salah satu gejala yang ditimbulkan oleh penyakit TBC. Terjadi
karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada ulkus dinding bronkus.
Adapun gejala lainnya dapat berupa demam, sesak napas, nyeri dada dan malaise.
Malaise sendiri dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Selain itu demam juga merupaka salah satu
gejala pada tahap awal terinfeksinya virus HIV pada AIDS . Dan pada kasus tuan Aidal
merupakan penderita HIV/AIDS.

c) Demam
Bagaimana patofisiologi demam ?
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.
Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan
oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan
pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005). Proses terjadinya demam
dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen
eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih
tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
3

TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus

untuk

membentuk

prostaglandin

(Dinarello

&

Gelfand,

2005).

Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat


termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah
dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan
penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik
ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh
yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot
yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga
yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga
tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).

Bagaimana klasifikasi demam ?


Jenis demam
Demam septik

Demam hektik

Demam remiten

Demam
intermiten
Demam
Kontinyu
Demam Siklik

Penjelasan
Pada demam ini, suhu badan berangsur
naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari.
Pada demam ini, suhu badan berangsur
naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat
yang normal pada pagi hari
Pada demam ini, suhu badan dapat turun
setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu normal
Pada demam ini, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari.
Pada demam ini, terdapat variasi suhu
sepanjang hari yang tidak berbeda lebih
dari satu derajat.
Pada demam ini, kenaikan suhu badan
selama beberapa hari yang diikuti oleh
3

periode bebas demam untuk beberapa


hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.
d) Berkeringat terutama pada malam hari
Bagaimana fisiologi berkeringat?
Panas merangsang hipotalamus anaterior (area preoptik), impuls dipindahkan
melalui jaras otonom ke medula spinalis dan kemudian melalui saraf simpatis ke kulit
ke seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk memproduksi
keringat.

Bagaimana struktur histologi dari organ yang mengeluarkan keringat ?


Sudoriferous Glands
Kelenjar ini menghasilkan keringat yang nanti akan dikeluarkan melalui folikel
rambut atau melalui pori-pori kulit. Sudoriferous gland ini terdiri dari
eccrine(merocrine) sudoriferous gland dan apocrine sodoriferous gland.

1. Eccrine atau Merocrine sudoriferous gland


Epitel kelenjar yang memiliki bentuk simple tubular bergelung yang terletak di
lapisan dermis bagian dalam dan beberapa terdapat di lapisan subkutan. Memiliki
jumlahnya yang lebih banyak dari apocrine glands. Saluran eksretorinya melalui
dermis-epidermis-pori-pori kulit. Keringat yang diproduksi oleh Merocrine gland yaitu
air, ion ( Na+, dan Cl-), urea, uric acid, ammonia, asam amino,glukosa dan asam laktat.
Merocrine glands ini berfungsi untuk mengatur temperatur tubuh dan menjaganya
dalam keadaan normal.
Pengeluaran keringat ketika Thermoregulating akan dimulai dari pengeluaran
keringat dari kulit kepala, pengeluaran keringat di bagian tubuh dan terakhir di
telapak tangan dan kaki. Merocrine aktif sejak lahir.

2. Apocrine Sudoriferous Glands


Kelenjar ini juga memiliki bentuk simple tubular bergelung yang berukuran
lebih besar dan terdapat di ketiak, areola dan anus pada lapisan dermis dan
hipodermis serta duktusnya bermuara ke folikel rambut.
Apocrine aweat glands ini memiliki sekresi yang berbau khas yang
diakibatkan oleh aktivitas metabolik bakteri pada permukaan kulit. Apocrine mulai
aktif ketika sudah puberitas. Apcrine menghasilkan keringat ketika dalam keadaan
tertekan (nervous) atau ketika melakukan sex execitement , tidak terikat pada
thermoregulation.

Ceruminous Glands

Ceruminous glands merupakan modifikasi dari kelenjar keringat di telinga


bagian luar yang memproduksi cairan lilin di lapisan subkutan dan mengeluarkannya
ke saluran auditori atau masuk ke dalam sebacceous glands. Kombinasi hasil sekresi
sebacceous dan cerumenous akan menghasilkan material kuning yang disebut dengan
cerumen. Cerumen berfungsi sebagai sawar yang mencegah masuknya bacteri dan
jamur.

Apa saja penyebab berkeringat pada malam hari ?

Efek samping obat, Fase menopause, Gejala kanker,Kadar gula rendah dan Tiroid
yang terlalu aktif
3) Tuan Aidal kemarin mengalami batuk darah
Bagaimana anatomi dari system pernafasan ?
1. Hidung
Hidung terdiri atas nasus externus (hidung luar) dan cavum nasi.
NASUS EXTERNUS
Nasus externus mempunyai ujung yang bebas, yang dilekatkan ke dahi melalui
radix nasi atau jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah kedua nares atau lubang
hidung. Setiap haris di lateral dibatasi oleh ala nasi dan di medial oleh septum nasi.
Ranka nasus externus dibentuk oleh os nasales, processus frontalis ossis
maxillaries, dan pars nasalis ossis frontalis. Dibawah rangga ini dibentuk oleh
lempeng-lempeng tulang rawan, yaitu cartilago nasi superior dan inferior, dan
cartilago septi nasi.
CAVUM NASI
Cavum nasi terletak dari nares di depan sampe choanae di belakang. Rongga ini
dibagi oleh septum nasi atas belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mempunyai
dasar, atap, dinding lateral, dan dinding medial.
Dasar dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis
palatini, yaitu permukaan atas palatum durum.
Bagian atap sempit dan dibentuk dari belakang ke depan oleh corpus ossis
sphenoidalis. Lamina cribrosa ossis ethmoidalis, os frontale, os nasale, dan
cartilagines nasi.
Dinding lateral ditandai dengan tiga tonjolan disebut chonca nasalis superior,
media, dan inferior. Area di bawah setiap chonca disebut meatus
i. Persarafan Cavum Nasi
N. olfactorius berasal dari sel-sel olfactorius khusus yang terdapat pada
membran mucusa. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribrosa dan mencapai
bulbus olfactorius.
Saraf-saraf sensasi umum berasal dari divisi ophthalmica dan maillaris n.
trigeminus. Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n. ethmoidalis

anterior. Persarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus
nasopaltinus, dan ramus palatinus ganglion pterygopalatinum.
ii. Pendarahan Cavum Nasi
Suplai arteri untuk cavum nasi terutama berasal dari cabang-cabang a.
maxillaris. Cabang yang terpentin adalah a. sphenopalatina. A. sphenopalatina
beranastomosis dengan cabang septalis a. labialis superior yang merupakan cabang
dari a. facialis di daerah vestibulum. Daerah ini sering terjadi pendarahan
(epistaxis).
Vena-vena membentuk plexus yang luas di dalam submucosa. Plexus ini
dialirkan oleh vena vena yang menyuplai arteri.
iii. Aliran Limfe Cavum Nasi
Pembuluh limfe mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares.
Bagian lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke nodi carvicales profundi
superior.
2. Pharynx
Pharynx terletak di belakang cavum nasi, cavum oris, dan larynx dan dibagi
bagi lagi menjadi nasopharynx, oropharynx, dan laryngopharynx. Pharynx berbentuk
seperti corong, dengan bagian atasnya yang lebar terletak di bawah cranium dan
bagian bawahnya sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi vertebra cervicalis
keenam. Pharynx mempunyai dinding musculomembranosa yang tidak sempurna
dibagian depan. Di tempat ini, jaringan musculomembranosa diganti oleh apartura
nasalis posterior (chonae), isthmus faucium (perbukaan kerongga mulut), dan aditus
laryngis. Melalui tuba auditiva, membrana mucosa juga berhubungan dengan
membrana mucosa dari cavitas tymphani.

Dinding dalam pharynx


Pharynx dibagi dalam tiga bagian , yakni
1. Nasopharynx
Nasopharynx terletak diatas palatum molle dan disisi belakang rongga hidung.
Didalam submucosa atap terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsilita
pharyngea. Isthmus pharyngeus adalah lubang didasar nasopharynx diantara pinggir
bebas palatum modle dan dinding posterior pharynx. Pada dinding lateral terdapat
tuba auditiva berbentuk elevasi yang disebut elevasi tuba. Recessus pharyngeus
adalah lekukan kecil pada dinding pharynx dibelakang elevasi tuba. Plica
salpingopharyngea adalah lipatan vertikal membrana mucosa yang menutupi
musculus salpingopharyngeus.
2. Oropharynx
Oropharynx terletak dibelakang cavum oris. Dasar dibentuk oleh sepertiga
posterior lidah dan celah antara lidah dan epiglotis. Pada garis tengah terdapat plica
3

glossoepiglottica mediana dan plica glossoepiglottica lateralis pada masing masing


sisi. Lekukan kanan dan kiri dari plica glossoepiglottica mediana disebut vallecula
3. Laryngopharynx
Laryngopharynx terletak dibelakang auditus laryngis. Dinding lateral dibentuk
oleh cartilago thyroidea dan membrana thryoidea. Recessus piriformis merupakan
cekungan pada membrana mucosa yang terletak di kanan dan kiri aditus laryngis
a) Persyarafan sensorik membrana mukosa pharynx
i. Nasopharynx
: nervus maxillaris
ii. Oropharynx
: nervus glossopharyngeus
iii. Laryngopharynx : ramus laryngeus internus dari nervus
vagus
b) Vaskularisasi pharynx
Pharynx mendapatkan darah dari arteri pharyngica ascendens, cabangcabang tonsilar arteria fascialis, cabang-cabang arteria maxillaris, dan arteria
lingulias
c) Aliran limfe pharynx
Limfe dialirkan dari pharynx langsung menuju ke nodi lymphoidei
cervicales profundi atau tidak langsung melalui nodi retropharyngeales atau
paratracheales, baru menuju nodi lymphoidei cervicalis profundi
3. Larynx
Larynx adalah organ yang berperan sebagai sphincter pelindung pada
pintu masuk jalan napas dan berperan dalam pembentukan suara. Larynx terletak
dibawah lidah dan os hyoid, diantara pembuluh pembuluh besar leher, dan terletak
setinggi vertebra cervicalis keempat, kelima, dan keenam. Keatas, larynx terbuka ke
laryngopharynx, ke bawah larynx berlanjut sebagai trakea. Didepan, larynx ditutupi
oleh ikatan otot-otot infrahyoid dan dilateral oleh glandula thyroidea.Kerangka larynx
dibentuk oleh beberapa cartilago, yang dihubungkan oleh membrana dan ligamentum,
dan digerakkan oleh otot. Larynx dilapisi oleh membran mukosa
a) Cartilago Larynx
Cartilago thyroidea
Cartilago thyroidea merupakan cartilago terbesar larynx dan terdiri dari dua
lamina cartilago hyalin yang bertemu digaris tengah pada tonjolan bersudut V
(disebut Adams apple). Pinggir posterior menjorok keatas sebagai cornu superius dan
kebawah cornu inferius. Pada permukaan luar setiap lamina terdapat linea obliqua
sebagai tempat melekat otot otot
Cartilago cricoidea
Cartilago cricoidea dibentuk oleh cartilago hialin dan berbentuk seperti cincin
cap, mempunyai lamina yang lebar dibelakang dan arcus yang sempit dianterior.
Cartilago cricoidea terletak dibawah cartilago thyroidea dan pada masing-masing
3

permukaan lateralnya terdapat facies articularis untuk bersendi dengan cornu inferius
cartilago thyroidea.
Cartilago Arytenoidea
Terdapat dua buah cartilago arytenoidea; kecil, berbentuk piramid dan terletak
pada permukaan belakang larynx. Cartilago ini bersendi dengan pinggir atas lamina
cartilago cricoidea. Masing masing cartilago mempunyai apeksserta basis.
Cartilago Corniculata
Dua buah cartilago kecil berbentuk kerucut, bersendi dengan apeks
cartilaginis arytenoidae menjadi tempat lekat plica aryepiglottica.
Cartilago Cuneiforme
Dua cartilago kecil yang berbentuk batang ini terletak didalam plica
aryepiglottica dan berperan memperkuat plica tersebut
Epiglotis
Merupakan kartilago elastis berbentuk daun yang terletak dibelakang radix
linguae. Tangkainya dilekatkan dibelakang cartilago thyroidea. Sisi epiglottis
dihubungkan dengan cartilago arytenoidea oleh plica aryepiglottica yang merupakan
lipatan membrana mucosa. Pinggir atas epiglottis bebas. Membrana mucosa yang
melapisinya berjalan kedepan, meliputi permukaan posterior lidah sebagai plica
glossoepiglottica mediana.
b) Otot Otot Larynx
Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot
ekstrinsik dan otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda. Terbagi atas :
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :
- M. Stilohioideus - M. Milohioideus
- M. Geniohioideus - M. Digastrikus
- M. Genioglosus - M. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :
- M. Omohioideus
- M. Sternokleidomastoideus
- M. Tirohioideus
Kelompok otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 dan
penting untuk proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi). Muskulus
konstriktor faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada linea
oblikus kartilago tiroidea. Otot-otot ini penting pada proses deglutisi.4 otot-otot
intrinsik

menghubungkan

kartilago

satu

dengan

yang

lainnya.

Berfungsi

menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara
dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus
yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses
pembentukkan suara, proses menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus
3

berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan
adduksi pita suara.
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah :
1. Otot-otot adduktor :
Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik
M. Krikotiroideus
M. Krikotiroideus lateral
Berfungsi untuk menutup pita suara.
2. Otot-otot abduktor :
M. Krikoaritenoideus posterior
Berfungsi untuk membuka pita suara.
3. Otot-otot tensor :
Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis
Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus
Mempunyai fungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor
internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral
mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak.
Otot-otot ekstrinsik
Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok
otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan.
c) Persyarafan pada larynx
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn.
Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan.
1. Nn. Laringeus Superior
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan
medial di bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua,
yaitu :
Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis
dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.
Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m.
Konstriktor inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di
belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang
panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N.
vagus setinggi bagian proksimal A. subklavia dan
sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus,

berjalan membelok ke atas


selanjutnya akan mencapai laring

tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan :


Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea
Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M. Krikotiroidea
4. Trachea
Trachea merupakan tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 5
inci (13cm) dan berdiameter 1 inci (2.5 cm). trachea memiliki dinding fibroelastis
yang tertanam didalam balok-balok cartilago hyalin yang berbentuk huruf U yang
3

mempertahan lumen trachea agar tetap terbuka. Ujung posterior cartilago yang bebas
dihubungkan dengan otot polos yang disebut otot trachealis. Trakea berpangkal di
leher dibawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae cervicalis VI.
Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah
vertebrae thoracica IV) membelah menjadi bronchus principalis (utama) dextra dan
sinistra. Bifurcatio tracheae ini disebut carina. Pada inspirasi dalam carina turun
sampai setinggi vertebra thoracica VI.
Persarafan Trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus cagus, nervus laryngeus
recurrens dan truncus symphaticus; saraf ini mengurus otot trachea dan
membrana mucosa yang melapisi trachea.
1. Bronchi Principalis
Bronchus principalis (utama) dexter lebih lebar, lebih pendek dan lebih vertikal
dibandingkan bronchus principalis sinister dan panjangnya kurang lebih 1 inci (2.5
cm). sebelum masuk ke hilum pulmonis dexter brnchus principalis dexter
mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus
principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris
inferior dextra.
Bronchus principalis (utama) sinister lebih sempit, lebih panjang, dan lebih
horizontal, dibandingkan bronchus principalis dexter dan panjangnya kurang lebih 2
inci (5cm). berjalan ke kiri dibawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada waktu
masuk ke hilum pulmonis sinistra, bronchus principalis sinister bercabang menjadi
bronchus labris superior sinister dan bronchus lobaris inferior sinister.

Bagaimana fisiologi dari system pernafasan ?


Fungsi utama pernfasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-

sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Pernafasan memiliki makna yang
luas, terdapat pernafasan internal yang mengacu kepada reaksi metabolisme intrasel yang
berlangsung di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama
penyerapan energi dari molekul nutrien.
Respirasi eksternal mengacu kepada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat
dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Pernafasan
eksternal meliputi empat langkah:

1. Udara secara bergantian bergerak masuk dan keluar dari paru-paru, sehingga dapat
terjadi pertukan antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara (alveolus)
paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh kerja mekanis pernfasan atau ventilasi.
2. Oksigen dan karbodioksida dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler pulmonalis melalui proses difusi.
3. Oksigen dan CO2diangkut oleh darah antara paru dan jaringan.
4. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi
melintasi kapiler sistemik.
Sistem pernafasan tidak melakukan keempat hal tersebut; sistem ini hanya terlibat
dengan ventilasi dan pertukan O2 dan CO2antara paru dan darah. Sistem sirkulasi
menjalankan proses pernafasan selanjutnya.

Bagaimana histologi dari system pernafasan ?


1. Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda : di luar adalah vestibulum
dan di dalam fossa nasalis. Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior
yang melebar, kira-kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh epitel
berlapis pipih yang mengalami keratinisasi, terdapat rambut-rambut pendek dan tebal
atau vibrissae dan terdapat banyak kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat.
Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum nasalis. Dari masingmasing dinding lateral terdapat 3 penonjolan tulang yang dikenal sebagai concha, yaitu
concha superior, concha tengah dan concha inferior.
Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis semu bersilia, selsel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina propria terdapat jaringan ikat dan
kelenjar serous dan mukus yang mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat vena
yang membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies.
Pada concha superior dan septum nasal membentuk daerah olfaktori dengan selsel khusus yang meliputi sel-sel olfaktori, sel pendukung dan sel sel basal. Sel olfaktori
merupakan neuron bipolar/ sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada lamina propria
dan silia pada permukaan epitel.

Silianya mengandung reseptor olfaktori yang

merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada laminar proprianya terdapat kelenjar
Bowman,

alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel epitel kubus.

menghasilkan sekresi serous yang berwarna kekuningan.


2. Pharynx
3

Kelenjar ini

Pharynx dibatasi oleh epitel respirasi. Pharynx terdiri dari nasopharynx dan
oropharynx. Nasopharynx dilapisi oleh epitel respirasi sedang oropharynx dilapisi
oleh epitel berlapis pipih. Limfosit banyak dijumpai di bawah epitel dari pharynx.
Jaringan ikat adalah fibroelastik yang dikelilingi oleh otot lurik.
3. Histologi Larynx
Larynx menghubungkan pharynx

dengan trakea.

Larynx mempunyai 4

komponen yaitu lapisan mukosa dengan epitel respirasi, otot ektrinsik dan intrinsic,
tulang rawan. Tulang rawannya meliputi tulang rawan tiroid, krikoid dan arytenoids
(merupakan tulang rawan hialin). Otot intrinsik menentukan posisi, bentuk dan
ketegangan dari pita suara,
struktur lain dari leher.

otot ekstrinsik menghubungan tulang rawan dengan

Pita suara terdiri dari epitel berlapis pipih yang tidak

kornifikasi, lamina propria dengan jaringan ikat padat yang tipis, jaringan limfatik
dan pembuluh darah.
4.

Histologi Trakea
Trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Sejumlah sel-sel goblet terdapat di antara
sel-sel epitelnya, dan jumlah tergantung ada tidaknya iritasi kimia atau fisika dari
epitelium ( yang dapat meningkatkan jumlah sel goblet). Iritasi yang berlangsung
dalam waktu yang lama dapat mengubah tipe sel dari tipe sel epitel berlapis pipih
menjadi metaplasia. Pada lapisan epitel terdapat sel brush, sel endokrin (sel granul
kecil ), sel klara (sel penghasil surfaktan) dan sel serous.
Lapisan-lapisan pada trakea meliputi lapisan mukosa, lapisan submukosa dan
lapisan tulang rawan trakeal dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa meliputi lapisan
sel-sel epitel respirasi dan lamina propria. Lamina proprianya banyak mengandung
jaringan ikat longgar dengan banyak serabut elastik, yang selanjutnya membentuk
membran elastik yang menghubungkan lapisan mukosa dan submukosa.

Pada

submukosa terdapat kelenjar muko-serous yang mensekresikan sekretnya menuju selsel epitel.
Tulang rawan pada trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari tulang rawan
hialin. Ujung-ujung dorsal dari huruf C dihubungkan oleh otot polos dan ligamentum
fibroelastin. Ligamentum mencegah peregangan lumen berlebihan, dan kontraksi otot
polos menyebabkan tulang rawan saling berdekatan. Hal ini digunakan untuk respon
batuk. Tulang rawan trakea dapat mengalami osifikasi dengan bertambahnya umur.
Lapisan adventitia terdiri dari jaringan ikat fibrous. Trakea bercabang dua yaitu dua
bronkus utama
3

5. Histologi Bronkus Dan Bronkiolus


Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan adventitia.
Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan
lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan
berkas otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral. Limfosit dapat berupa
nodulus limfatikus terutama pada percabangan bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari
alveoli dari kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada lapisan adventitia terdapat tulang
rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan ikat longgar dengan serabut
elastin.
Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia.
Lapisan mukosa seperti pada bronkus, dengan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus
terminalis, epitelnya kubus bersila dan mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan
apical berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen). Pada lamina propria terdapat
jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot polos. Pada bronkiolus tidak ada tulang
rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat elastin. Lapisan
otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus. Pada orang asma
diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus.
Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia, dan pada tepinya
terdapat lubang-lubang yang berhubungan dengan alveoli. Pada bagian distal dari
brionkiolus respiratorius, pada lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot
polos dan jaringan ikat elastin.
6. Histologi Saluran Alveolaris Dan Alveolus
Saluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang sangat tipis. Dalam
lamina propria terdapat jala-jala sel-sel otot polos yang saling menjalin. Jaringan
ikatnya berupa serabut elastin dan kolagen. Serabut elastin memungkinkan alveoli
mengembang waktu inspirasi dan sebut kolagen berperan sebagai penyokong yang
mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa alveoli
yang tipis. Saluran alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang terdiri dari dua atau
lebih sakus alveolaris).
Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada salah satu sisinya pada
sakus alveolaris. Pada kantung kecil ini O2 dan CO2 mengadakan pertukaran antara
udara dan darah. Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan lamina
propria yang berisi kapiler dan jaringan ikat elastin.
3

Bagaimana patofisiologi batuk darah ?


Pada tuberculosis, perdarahan mungkin terjadi karena robekan/rupture aneurisma
arteri

pulmoner

misalnya

yang

terdapat

pada

dinding

kavitas

(aneurisma

Rassmussen) atau karena pecahnya anastomosis yang membesar. Selain itu bisa juga
terjadi perdarahan apabila terdapat ulserasi mukosa bronkus namun jarang menimbulkan
perdarahan massif. Pada bronchitis, perdarahan berasal dari pembuluh darah supervisial
di mukosa

Bagaimana hubungan batuk darah pada kasus?


TB paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti
aneurisma Rassmussen). atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau
proses erosif pada arteri bronkialis menyebabkan darah keluar saat batuk

4) Hasil pemeriksaan dokter


a) Aidal menderita penyakit TBC pada paru
Bagaimana anatomi dari paru-paru ?
Lobus dan Fissura
Paru kanan; pulmo dexter
Pulmo dexter sedikit lebh besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis pulomonis dextri menjadi tiga lobus; lobus superior,
lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir ke atas dan ke
belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior
sekitas 2 (1/2) inci. Dibawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal
menyilang permukaan cosatlis setingi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura
obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk
segtiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.
Paru kiri; pulmo sinister
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua
lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidka dietmkan fissura
horizontalis.
Pendarahan Paru

Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta descendens. Venae bronchiales mengalirkan
darahnya ke vena azygos dan hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae
pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke
cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke
radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninalkan setiap radix pulmonis untuk
bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Aliran limf Paru
Pembuluh limf berasal dari plexus superficiales dan plexus profundus;
pembuluh-pembuluh ini tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis
(subpleural) terletak di bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui
permukaan paru ke arah hilum pulmonis, tempat pembuuh-pembuluh limf bermuara ke
nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteriae,
venae pulmonales menuju ke hilum pulmonis, mengalirkan limf ke nodi intrapulmonales
yang terletak di dalam substansi paru. Semua cairan limf akan mengalir ke nodi
tracheobronchiales

dan

kemudian

masuk

ke

dalam

truncus

lymphaticus

brinchomediastinalis.
Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen
dan aferen saraf otonom. Pleus dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan
menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan
vasokontriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronkokontriksi,
vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.

Bagaimana histologi dari paru-paru ?


Histologi Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3 bronkus pada paru-paru
kanan dan 2 bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus-bronkus ini bercabang berulangulang membentuk bronkus-bronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang terminalnya
dinamakan bronkiolus. Masing-masing bronkiolus bercabang-cabang lagi membentuk 5

7 bronkiolus terminalis.

Tiap-tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2

bronkiolus respiratorius atau lebih.


Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan adventitia.
Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan
lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan
berkas otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral. Limfosit dapat berupa
nodulus limfatikus terutama pada percabangan bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari
alveoli dari kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada lapisan adventitia terdapat tulang
rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan ikat longgar dengan serabut
elastin.
Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia.
Lapisan mukosa seperti pada bronkus, dengan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus
terminalis, epitelnya kubus bersila dan mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan
apical berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen). Pada lamina propria terdapat
jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot polos. Pada bronkiolus tidak ada tulang
rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat elastin. Lapisan
otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus. Pada orang asma
diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus.
Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia, dan pada tepinya
terdapat lubang-lubang yang berhubungan dengan alveoli. Pada bagian distal dari
brionkiolus respiratorius, pada lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot
polos dan jaringan ikat elastin.

Histologi Alveolus
Saluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang sangat tipis. Dalam
lamina propria terdapat jala-jala sel-sel otot polos yang saling menjalin.
ikatnya berupa serabut elastin dan kolagen.

Jaringan

Serabut elastin memungkinkan alveoli

mengembang waktu inspirasi dan sebut kolagen berperan sebagai penyokong yang
mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa alveoli
yang tipis. Saluran alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang terdiri dari dua atau
lebih sakus alveolaris).
Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada salah satu sisinya
pada sakus alveolaris. Pada kantung kecil ini O2 dan CO2 mengadakan pertukaran
3

antara udara dan darah. Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan
lamina propria yang berisi kapiler dan jaringan ikat elastin.

Bagaimana patofisiologi TBC pada paru ?


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini merupakan kuman batang aerobik dan tahan
asam, merupakan organisme patogen dan saprofit. Tempat masuk kuman M. tuberculosis
adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. TB
adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantai sel. Sel efektor
adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
seluler (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada di dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas
paru atau di bagian atas alveolus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit
bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri dapat terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju yang disebut dengan nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
3

mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara
klinis atau dengan radiografi.
Respons lain pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke
dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial.
Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan
rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah sedikit,
yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfo-hematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya enyebabkan TB
milier; hal ini akan terjadi jika fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

Bagaimana penyebab TBC pada paru ?


TBC pada paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis . Melalui udara
yang tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan/ dikeluarkan oleh
penderita TB paru saat batuk. Bakteri akan masuk ke dalam paru-paru dan berkumpul
hingga berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang memiliki daya tahan
tubuh rendah.
3

Sementara, bagi yang mempunyai daya tahan tubuh baik, maka penyakit TB paru
tidak akan terjadi. Tetapi bakteriakan tetap ada di dalam paru dalam keadaan tidur,
namun jika setelah bertahun-tahun daya tahan tubuh menurun maka bakteriyang tidur
akan bangun dan menimbulkan penyakit. Salah satu contoh ekstrim keadaan ini
adalah infeksi HIV yang akan menurunkan daya tahan tubuh secara drastis sehingga TB
parumuncul.Seseorang dengan HIV positif 30 kali lebih mudah menderita TB paru
dibandingkan orang normal(Aditama, 2006).
Pada umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet (percikan
dahak) ada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet,
sementara cahaya dan sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri. Droplet dapat
bertahan beberapa jamdalam kondisi gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi jika
droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Jadi penularan TB paru tidak
terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur (Depkes, 2005)
Daya penularan dari seseorang penderita TB paru ditentukan oleh banyaknya
bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar
bakteri TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lama menghirup
udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat terpapar dengan droplet dan
kerentanan terhadap penularan (Depkes, 2008).

Bagaimana jenis-jenis TBC ?


Klasifikasi Tuberkulosis
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru)
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif


dan biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll.
a) Tuberkulosis milier
b) Tuberkulosis sistem saraf pusat

g) Tuberkulosis Peritonitis
h) Tuberkulosis
Gastriontestinal

c)
d)
e)
f)

( TB meningitis )
Bronchopleural fistula
Tuberkulosis Pericarditis
Tuberkulosis Skelet / Tulang
Tuberkulosis Genitourinary

(Organ Cerna)
i) Tuberkulosis Iymphadenitis
j) Tuberkulosis Kutis
k) Tuberkulosis Laringitis

Bagaimana hubungan TBC pada paru dengan kasus ?


TBC paru yang diderita oleh tuan Aidal merupakan TBC infeksi sekunder yang
diakibatkan oleh invasi Mycobacterium tuberculosis. Dimana invasi ini dapat terjadi
karena sistem imun Tn.Aidal menurun dikarenakan HIV/AIDS yang dideritanya.

b) Aidal menderita penyakit TBC pada kelenjar getah bening


Bagaimana histologi kelenjar getah bening pada leher ?
Kelenjar getah bening adalah struktur berbentuk buncis dan bersimpai, yang
umumnya berdiameter 2-10mm dan tersebar di seluruh tubuh sepanjang pembuluh limfe.
Kelenjar getah bening ini ditemukan pada ketiak dan selangkangan, di sepanjang
pembuluh besar leher, dan banyak dijumpai dalam toraks dan abdomen, khususnya
3

dalam mesenterium. Organ berbentuk ginjal ini merupakan tempat masuknya pembuluh
limfe dan lekukan konkaf, yakni hilum, tempat masuknya saraf dan keluarnya vena dan
pembuluh limfe dari organ. Suatu simpai jaringan ikat mengelilingi kelenjar getah
bening, dan menjulurkan trabekula ke bagian dalam organ. Sel terbanyak di kelenjar
getah bening adalah limfosit, makrofag, dan APC lain, sel plasma, dan sel retikular, sel
dendritik folikular terdapat di dalam nodul limfoid. Berbagai susunan sel dan stroma
serabut retikular yang menyangga sel membentuk korteks, medula, dan parakorteks yang
menyusup (Anthony L. Mescher, 2011). Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar
melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir
dibawah simpaidi dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel
endotel

Sebuah kelenjar limfe mempunyai pinggiran cembung dan yang cekung.


Pinggiran yang cekung disebut hilum. Sebuah kelenjar terdiri dari jaringan fibrous,
jaringan otot, dan jaringan kelenjar. Di sebelah luar, jaringan limfe terbungkus oleh
kapsul fibrous. Dari sini keluar tajuk-tajuk dari jaringan otot dan fibrous, yaitu
trabekulae, masuk ke dalam kelenjar dan membentuk sekat-sekat. Ruangan diantaranya
berisi jaringan kelenjar, yang mengandung banyak sel darah putih atau limfosit.
Pembuluh limfe aferen menembus kapsul di pinggiran yang cembung dan
menuangkan isinya ke dalam kelenjar. Bahan ini bercampur dengan benda-benda kecil
daripada limfe yang banyak sekali terdapat di dalam kelenjar dan selanjutnya campuran
ini dikumpulkan pembuluh limfe eferen yang mengeluarkannya melalui hilum. Arteri
dan vena juga masuk dan keluar kelenjar melalui hilum.

Bagaimana penyebab TBC pada kelenjar getah bening ?


Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat

terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar
getah bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening
termasuk salah satu penyakit TB di luar paru (Tb-extraparu). Penyakit ini disebabkan oleh
M.tuberkulosis, kemudian dilaporkan ditemukan berbagai spesies M. Atipik.

Untuk pasien-pasien tanpa infeksi HIV, terjadinya Limfadenopati Tuberkulosis


perifer yangterisolasi (contoh, pada bagian cervical) kemungkinan besar disebabkan oleh
reaktivasi dari penyakit pada bagian tersebut melalui jalur hematogen ketika pasien
3

terinfeksi TuberkulosisPrimer. Akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa limfadenitis


tuberkulosis pada bagiancervical mungkin disebabkan oleh infeksi pada tonsil, adenoid, dan
cincin waldeyers dimana hal ini akan menyebabkan terlibatnya nodal cervical.
Pada pasien yang terinfeksi HIV dengan limfadenitis tuberkulosis, lebih banyak terdapat bukti
bahwa infeksi mereka lebih menyeluruh seperti sering timbul demam yang tiba-tiba,gambaran foto thoraks
yang abnormal dan jumlah mycobacterium yang lebih banyak.Reaktivasi dari infeksi yang laten lebih sering
terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV.rute yang menjadi kemungkinan tempat masuknya
mikobakterium tuberkulosa ke kelenjar limfe:
1.Reaktifasi dari TB paru atau pelebaran hilus (paling sering).
2.Keterlibatan cervical melalui infeksi laring
3.Jalur hematogen

Bagaimana hubungan penyakit TBC pada kelenjar getah bening dengan kasus ?
Tuberkulosis ekstraparu, dalam hal ini TB kelenjar getah bening telah
memberikan kontribusiyang besar dalam kejadian TB terutama pada pasien yang
menderita imunodefisiensi akibat HIV, seperti halnya Tn.Aidal.TB kelenjar getah bening
ini juga disebabkan oleh reaktivasi dari penyakit pada bagian tersebut melalui jalur
hematogen ketika pasien terinfeksi TuberkulosisPrimer.

5) Tn. Aidal selama ini menderita HIV/AIDS

Bagaimana definisi HIV ?


HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
kemudian menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan
tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4
CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem
kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam
famili Retroviridae subfamili Lentivirinae. Retrovirus mempunyai kemampuan
menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali
selama periode inkubasi yang panjang.16 Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka
infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup.

Bagaimana definisi AIDS ?


3

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit


retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang
menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan manifestasi neurologis.
(Vinay Kumar, 2007). HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab acquired Immune
Deficiency Syndrom (AIDS). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia Anderson Price, 2006).

Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?


HIV yang dulu disebut sebagai HTLIV-III (Human T cell lymphotropik virus
Tipe III) atau LAV (lymphafrnopathy virus) adalah virus sitopatik dari family retivirus.
Virus ini ditransmisikan melalui kontak seksual darah atau produk darah yang terinfeksi,
dan cairan tubuh tertentu, serta melalui perinatal. Virus memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang memiliki molekul CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai
molekul CD4 adalah limfosit T4. Sel-sel target lainnya adalah monosit, makrofag, sel
dendrite, sel Langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4, virus
memasuki sel target dan melepaskan selubung luarnya. RNA retrovirus ditranskripsi
menjadi DNA melalui transkripsi terbaik. Beberapa DNA yang baru terbentuk akan
disatukan ke dalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus kemudian terjadi infeksi
yang permanent.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang diaktifkan, replikasi serta
pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru
terbentuk ini, kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel CD4+
lainnya. Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan
tidak mengakibatkan kematian sel tang bermakna. Tapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi
HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari system imun dan terangkat ke
seluruh tubuh lewat system ini untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian
besar jaringan ini dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk
memproduksinya. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi
HIV. Tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika system imun terstimulasi,
replikasi virus akan terjadi dan virus menyebar ke dalam plasma darah yang
menyebabkan infeksi berikutnya pada sel CD4+ yang lainnya.

Bagaimana pengaruh yang disebabkan oleh virus HIV terhadap tubuh ?


3

AIDS merupakan sekumpulan penyakit sebagai dampak dari melemahnya sistem


kekebalan tubuh. Kekebalan tubuh dapat melemah karena mendapat serangan dari HIV
(Human Immunodeviciency Virus). Virus ini mampu menyerang dan merusak sel darah
putih sehingga kemampuan tubuh dalam memerangi kuman penyakit menjadi berkurang.

Apa saja gejala yang ditimbulkan oleh virus HIV/AIDS ?


Berikut adalah beberapa tanda-tanda bahwa mungkin seseorang positif terkena HIV dan
AIDS, antara lain:
1.Demam
Salah satu tanda-tanda pertama ARS adalah demam ringan, sampai sekitar 39 derajat C
(102 derajat F). Demam sering disertai dengan gejala ringan lainnya, seperti kelelahan,
pembengkakan pada kelenjar getah bening, dan sakit tenggorokan.
2.Kelelahan
Respon inflamasi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh juga dapat menyebabkan
lelah dan lesu. Kelelahan dapat menjadi tanda awal dan tanda lanjutan dari HIV.
3.Pegal, nyeri otot dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
ARS sering menyerupai gejala flu, mononucleosis, infeksi virus atau yang lain, bahkan
sifilis atau hepatitis. Hal tersebut memang tidak mengherankan. Banyak gejala penyakit
yang mirip bahkan sama, termasuk nyeri pada persendian dan nyeri otot, serta
pembengkakan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening merupakan bagian dari
sistem kekebalan tubuh dan cenderung akan meradang bila ada infeksi. Kelenjar getah
bening berada di pangkal paha leher ketiak, dan lain-lain.
4.Mual,

muntah

dan

diare

Sekitar 30 hingga 60 persen dari orang dengan HIV memiliki gejala jangka pendek
seperti mual, muntah, atau diare pada tahap awal HIV, kata Dr. Malvestutto. Gejala
tersebut juga dapat muncul sebagai akibat dari terapi antiretroviral, biasanya sebagai
akibat dari infeksi oportunistik.
5.Penurunan berat badan
Jika penderita HIV sudah kehilangan berat badan, berarti sistem kekebalan tubuh
biasanya sedang menurun, kata Dr. Malvestutto.
3

6.Batuk

kering

Batuk kering dapat merupakan tanda pertama seseorang terkena infeksi HIV. Batuk
tersebut dapat berlangsung selama 1 tahun dan terus semakin parah.

Bagaimana pengaruh AIDS terhadap tubuh ?


Pada pasien HIV terjadi respons imun humoral dan selular terhadap produk gen
HIV. Respons awal terhadap infeksi HIV serupa dengan pada infeksi virus lainnya dan
dapat menghancurkan sebagian besar virus di dalam darah dan sel T yang bersirkulasi.
Kendati demikian, respons imun ini gagal untuk menghilangkan semua virus, dan
selanjutnya infeksi HIV mengalahkan sistem imun pada sebagian besar individu.
Terdapat 3 karakteristik respons imun terhadap HIV. Pertama, respons imun
dapat berbahaya terhadap pejamu, misalnya dengan menstimulasi uptake virus yang
teropsonisasi kepada sel yang tidak terinfeksi melalui endositosis yang diperantarai Fc
reseptor atau melalui eradikasi sel T CD4 + yang mengekspresi antigen virus oleh sel T
sitotoksik CD8+. Kedua, antibodi terhadap HIV merupakan petanda infeksi HIV yang
digunakan secara luas untuk uji tapis tetapi sedikit yang memiliki efek netralisasi.
Ketiga, pembuatan vaksin HIV memerlukan pengetahuan tentang epitop virus yang
paling mungkin menstimulasi imunitas protektif.
Respons imun awal terhadap infeksi HIV mempunyai karakteristik ekspansi
masif sel T sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap protein HIV. Respons antibodi
terhadap berbagai antigen HIV dapat dideteksi dalam 6-9 minggu setelah infeksi, namun
hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa antibodi mempunyai efek yang
bermanfaat untuk mengontrol infeksi. Molekul HIV yang menimbulkan respons antibodi
terbesar adalah glikoprotein envelope, sehingga terdapat titer anti-gp120 dan anti-gp41
yang tinggi pada sebagian besar pasien HIV. Antibodi anti-envelope merupakan inhibitor
yang buruk terhadap infektivitas virus atau efek sitopatik. Terdapat antibodi netralisasi
dengan titer rendah pada pasien HIV. Antibodi netralisasi ini dapat menginaktivasi HIV
in vitro. Terdapat pula antibodi yang memperantarai ADCC. Semua antibodi ini spesifik
terhadap gp120. Belum ditemukan korelasi antara titer antibodi dengan keadaan klinis.
Uji tapis standar untuk HIV menggunakan imunofluoresensi atau enzyme-linked
immunoassay untuk mendeteksi antibodi anti-HIV pada serum. Setelah dilakukan uji
tapis dengan hasil yang positif, sering dilanjutkan dengan Western blot atau
radioimmunoassay untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap protein virus tertentu.

Apa saja system yang terlibat dalam HIV/AIDS ?


Sistem imunitas
3

Bagaimana hubungan HIV/AIDS dengan system imun ?


Pada infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV), tubuh secara gradual
akan mengalami penurunan imunitas akibat penurunan jumlah dan fungsi limfosit CD4.
Pada keadaan di mana jumlah dan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan di mana jumlah
limfosit CD4 <200/ml atau kurang, sering terjadi gejala penyakit indikator AIDS

V. Hipotesis
Tn Aidal, laki-laki berumur 36 tahun menderita TBC paru dan limfadenitis tuberculosis
sebagai infeksi dari virus HIV/AIDS .

VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH

Tn. Aidal adalah laki-laki berumur 36


th, seorang supir truk yang menderita
HIV/AIDS

Kemarin
Batuk darah

Sejak 4 bulan yang lalu

Ada benjolan pada leher ,


batuk, demam, berkeringat
terutama pada malam hari

Hasil Pemeriksaan dokter


TBC pada paru dan TBC
pada kelenjar getah
bening di leher

VII. LEARNING ISSUES


Pokok Bahasan

What I know

Struktur Anatomi ,
Histologi

Definisi

What I dont know

What I have to How

prove
Kaitan

dan

Definisi

dan

Kelenjar

Limfonodus
Sistem
Tractus

Definisi

Karakteristik,

Kaitan

- Journal

fungsi

- Text book
Definisi

Karakteristik,
letak,

Definisi

struktur,

fungsi
Mekanisme,

Akibat
Mekanisme,

TBC Kelenjar Getah Definisi


Bening
HIV/AIDS

Definisi

Definisi

Kaitan
klinis

Kaitan
klinis

Kaitan

gejala, penyebab
Mekanisme,

klinis
Kaitan

gejala, penyebab
Mekanisme,

klinis
Kaitan

gejala, penyebab

VIII. SINTESIS

pada

struktur, masalah klinis

Karakteristik,
TBC Paru

pada

struktur, masalah klinis

letak,

Respiratorius
Sistem Imun

Kaitan

fungsi

Struktur Anatomi ,
Fisiologi

Karakteristik,
letak,

Fisiologi dari Paru,

dan

pada

fungsi

Struktur Anatomi ,

Histologi

learn

struktur, masalah klinis

letak,

Fisiologi dari Leher

Histologi

Karakteristik,

KERANGKA KONSEP
3

Klinis

- Pakar
- Internet

will

Tn. Aidal adalah laki-laki berumur 36 th,


seorang supir truk

Hubungan Seksual

invasi virus hiv

HIV/AIDS

Sistem Imun Menurun

infeksi mycobacterium
tuberculosis

Limfadenitis Tuberculosis
TBC Paru

ANATOMI HISTOLOGI DAN FISIOLOGI LEHER


3

Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks dan caput. Batas di
sebelah cranial adalah basis mandibula dan suatu garis yang ditarik dari angulus mandibula menuju ke
processus mastoideus, linea nuchae suprema sampai ke protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal
dari ventral ke dorsal dibentuk oleh incisura jugularis sterni, klavicula, acromion dan suatu garis lurus
yang menghubungkan kedua acromia. (3)

Jaringan
leher
dibungkus
oleh

tiga

fascia.
Fascia koli
superficialis

membungkus musculus Sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu
dengan fascia sisi lain. Fascia koli media membungkus otot-otot pratrakeal dan bertemu pula dengan
fascia sisi lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fascia coli superficial. Ke dorsal
fascia koli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus jadi
satu. Fascia koli profunda membungkus musculus prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fascia
koli media.

Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap ke arah

kaudal. Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus adiposus, os.
hyoideum, trachea dan glandula thyroidea. Turut menentukan adalah posisi kepala dan columna
vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka processus spinosus dari vertebra prominens
sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi retrofleksi kepala dan leher maka

kulit disebelah dorsal melipat-lipat sedangkan disebelah ventral akan kelihatan dengan jelas laring,
trachea dan glandula thyroidea ( terutama pada wanita) (3)
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau medial dan
trigonum posterior atau lateral.
7. Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea mediana
leher dan mandibulae, terdiri dari :
1. Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus omohyoid venter
superior, dan musculus sternokleidomastoideus.
2. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter superior, musculus
sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter posterior.
3. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus digastricus, os. hyoid
dan linea mediana.
4. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior musulus
digastricus, dan venter anterior musculus digastricus
8. Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus sternokleidomastoideus,
musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :
1. Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid,
clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.
2. Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid, musculus
trapezius dan musculus sternokleidomastoideus.

Gambar 2 Trigonum anatomicum


Batang leher
Leher terbagi dua bagian utama yang berbentuk segitiga yaitu anterior dan posterior. Oleh otot
sternokleidomastoid yang bejalan menyerong dari prosesus mastoid tulan pelipis ke sebelah depan
klavikula, dan dapat diraba. Tulang itu terletak pada dasar leher dan memisahkannya dari rongga torak .
Segitiga posterior leher sebelah depan di batasi otot sternokleidomastoid dan di belakang oleh
tepi otot trapezius. Bagian ini berisi sebagian saraf servikal dan plekus brakhialis, serangkaian kelenjar
limfe, urat saraf dan pembuluh darah, di tempat ini penekanan arteri subklavia di lakukan dengan jari.
Segitiga anterior di sebut juga segitiga karotis karena terdapat arteri karotis komunis beserta
cabangnya yaitu karotis interna dan karotis eksterna juga vena jugularis interna dan saraf.
Segitiga digastrik, terletak di bawah rahang, terdapat kelenjar submandibularis dan kelenjar
parotis, cabang saraf fasialis dan arteri fasialis. Struktur lainnya sebelah dalam pembulu karotis
manubrium sterni merupakan hal penting karena di belakangnya terletak sebagaian dari arkus aorta dan
vena inominata.
Trakea di mulai dari bawah tulang rawan krikoid berjalan masuk rongga toraks dan berakhir
menjadi bronkus kiri dan kanan setinggi sudut sternum. Esofagus mulai dari tepi bawah tulang rawan
krioid berjalan kebwah di belakang trakea. Kelenjar timus terletak di belakang manubrium sterni, ada
kalanya meluas ke atas sampai ke batang leher.
Arteri Utama Leher
Arteria Carotis Comunis
Arteria carotis communis dextra berasal dari a. brachichepalica di belakang articulatio
sternoclavicularis kanan. A. carotis comunis sinistra berasal dari arcus aorta di mediastinum superior.
A. carotis communis berjalan ke atas melintasi leher, dari articulatio sternoclavicularis ke pinggir atas
carilago tyroidea, disini pembuluh ini berabang dua menjadi a. carotis eterna dan interna. Pada tempat
perabangan ini, bagian terminal a. carotis communis atau bagian permulaan a. carotis interna tampak
melebar dan disebut sinus caroticus. Sinus ini berfungsi pada mekanisme refleks pressoreceptor:
naiknya tekanan darah menyebabkan melambatnya denyut jantung dan vasodilatasi arteriol.
Glomus caroticum adalah struktur kecil yang terletak posterior terhadap tempat percabangan a.
carotis communis. Glomus ini dipersarafi oleh n. glossopharyngeus dan merupakan kemoreseptor, yang
sensitif terhadap kelebihan karbondioksida dan penurunan kadar oksigen darah. Keadaan seperti ini
menimbulkan refleks naiknya tekanan darah dan denyut jantung serta meningkatkan gerakan
pernafasan.
Arteri carotis communis sepanjang perjalanannya dibungkus oleh selubung carotis dan
berhubungan erat dengan vena jugularis interna dan nervus vagus.
Arteria Carotis Externa
Pembuluh ini menyuplai struktur-struktur di leher, wajah, dan kulit kepala, juga lidah dan
maxilla. Arteri ini mulai setinggi pinggir atas cartilago thyroidea dan berakhir di dalam massa glandula
3

paratiroidea dibelakang collum mandibulae dengan berabang dua menjadi a. temporalis superficialis
dan a. maxillaris.
Cabang-cabang
1. A. thyroidea superior
2. A. pharyngea ascendens
3. A. lingualis
4. A. facialis
5. A. occipitalis
6. A. auricularis posterior
7. A. temporalis superficialis
8. A. maxilaris
Areteria Carotis Interna
Pembuluh ini mendarahi otak, mata, dahi, dan sebagian hidung. Arteri ini mulai setinggi pinggir
atas cartilago thyroidea dan berjalan ke atas di leher menuju basis cranii. A. carotis interna tidak
memberikan cabang di daerah leher.
Vena Utama Leher
Vena-vena utama leher terletak superficial terhadap fascia profunda leher, yaitu v. jugularis externa dan
v. jugularis anterior.
Vena jugularis externa mulai tepat dibelakang angulus mandibulae dari gabungan penyatuan v.
auricularis posterior dengan divisi posterior v. retromandibularis. Vena ini berjalan miring ke bawah
menyilang m. sternocleidomastoideus dan tepat di atas clavicula di dalam rigonum psterior menembus
fascia profunda dan bermuara ke dalam v. subclavia. Ukurannya sangan bervariasi, dan berjalan dari
angulus mandibulae sampai ke pertengahan clavicula.
Cabang-cabang
V. jugularis eterna mempunyai cabang-cabang sebagai berikut:
1. V. auricularis posterior
2. Divisi posterior v. retromandibularis
3. V. jugularis externa posterior. Vena ini adalah vena kecil yang mendrainase bagian posterior kulit
kepala dan leher serta bergabung dengan v. jugularis externa kira-kira dipertengahan perjalanannya.
4. V. transversa colli (cervicalis)
5. V. suprascapularis
6. V. jugularis anterior
Vena jugularis anterior mulai teoat di bawah dagu dari gabungan beberapa vena kecil.
Pembuluh ini berjalan turun di leher dekat garis tengah. Tepat di atas incisura suprasternalis, vena
kedua sisi saling dihubungkan oleh bagian yang horizontal disebut arcus jugularis. Selanjutnya vena ini
membelok ke dalam, ke lateral dan berjalan profunda terhadap m. sternocleidomastoideus untuk
bermuara ke v. jugularis eterna.
Saraf Utama Leher
Nervus Vagus (Saraf Cranial X)
N. vagus tersusun atas serabut motorik dan sensorik. Berasal dari medulla oblongata dan
meninggalkan tengkorak melalui bagian tengan foramen jugulare bersama nn. Craniales IX dan XI. N.
3

vagus mempunyai dua buah ganglion sensorik: ganglion superius yang terletak di dalam foramen
jugulare, dan ganglion inferius yang terletak tepat distal dari foramen. Di bawah ganglion inferius,
pars cranialis n. acessorii bergabung dengan n. vagus dan terutama didistribusikan ke dalam ramus
pharyngeus dan laryngeus recurrens.
Cabang-cabang N. vagus di Leher
Ramus meningeus mempersarafi durameter di dalam fossa cranii posterior
Ramus auricularis mempersarafi permukaan medial auricula, dasar meatus externus , dan
bagian membrana tympani yang berdekatan.
Ramus pharyngeus mengandung serabut-serabut motorik dari pars cranialis n. acessorii.
Ramus ini berjalan ke depan di antara a. carotis interna dan externa untuk mencapai dinding pharynx.
Kemudian bergabung dngan cabang-cabang n. glossopharyngeus dan truncus symphaticus untuk
membentuk plexus pharyngeus. N. pharyngeus mempersarafi semua otot-otot pharynx, kecualis m.
stylopharyngeus dan semua otot palatum molle kecuali m. tensor veli palatini
N. laryngeus superior berjalan ke bawah dan medial di belakang a. carotis interna. Kemudian
berabang dua menjadi laryngeus internus dan externus.
Rami cardiaci (dua atau tiga buah) berasal dari nervus vagus waktu saraf ini berjalan turun
dileher. Kemudian bergabung dengan rami cardiaci trunci symphatici dan berakhir pada plexus
cardiacus di dalam thorax.
N. laryngeus recurrens dextra dan sinista
Nervus Acessorius (N. Cranialis XI)
Tersusun atas saraf-saraf motorik. Saraf ini dibentuk dari gabungan radix cranialis dan spinalis.
Radix cranialis lebih kecil dan berasal dari medulla oblongata, radix spinalis berasal dari lima segmen
cervicalis medulla spinalis bagian atas.
Nervus Hypoglossus (N. Cranialis XII)
Merupakan saraf motorik untuk otot-otot lidah. Berasal dari medulla oblongata dan
meninggalkan tengkorak melalui canalis nervi hypoglossi os occipitale.

Viscera Leher
2. Glandula Thyroidea
Terdiri atas lobus kanan dan kiri yang dihugungkan oleh isthmus yang sempit. Kelenjar ini
merupakan organ vascular yang dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamna pretrachealis
fasciae profundae. Selubung ini melekatkan glandula pada larynx dan trachea.
Setiap lobus berbentuk seperti buah alpukat, dengan apexnya menghadap ke atas sampai linea
oblique cartilago thyroidea; basisnya terletak di bawah setinggi cincin trachea ke empat atau lima.
Pendarahan
Arteria ke glandula thyroidea adalah:
a. A. thyroidea superior, cabang dari a. carotis externa, berjalan turun menuju ke kutub atas setiap
lbus, bersama dengan n. laryngeus externus.

b. A. thyroidea inferior, caban dari truncus thyrocervicalis, berjalan ke atas di belakang glandula
sampai setinggi cartilago cricoidea. Kemudian membelok ke medial dan bawah untuk mencapai
pinggi posterior glandula.
c. A. thyroidea ima, bila ada dapat merupakan cabang dari a. brachiocephalica atau arcus aortae.
Berjalan ke atas di depan trachea menuju isthmus.
Vena-vena dari glandula thyroidea, (akan bermuara ke dalam v. brachiocephalica sinistra di dalam
rongga thorax) adalah:
a. V. thyroidea superior, yang bermuara ke V. jugularis interna
b. V. thyroidea media, yang bermuara ke V. jugularis interna
c. V. thyroidea inferior, menampung darah dari isthmus dan kutub bawah kelenjar. Vena ini dari
kedua sisi akan beranastomosis satu dengan yang lainnya pada saat mereka berjalan turun di
depan trachea.
Aliran Limfe
Cairan limfe dari glandula thyroidea terutama mengalir ke lateral ke dalam nodi lymphoidei
cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nodi lymphoidei paratracheales.
3. Glandula Parathyroidea
Merupakan organ berbentuk lonjong dengan ukuran diameternya yang paling panjang adalah
6mm. biasanya terdapat empat buah dan berhubungan erat dengan pinggir posterior glandula
thyroidea. Terletak di dalam bungkus fascianya.
Kedua glandula parathyroidea superior mempunyai posisi yang lebih konstan dan terletak
setinggi pertengahan pinggir posterior glandula thyroidea
Kedua glandula parathyroidea inferior biasanya terletak dekat kutub inferior glandula
thyroidea.
Pendarahan
Suplai darah ke glandula parathyroidea berasal dari a. thyroidea superior dan inferior.
4. Trachea
Trachea merupakan tabung membranosa dan cartilaginosa yang dapat bergerak. Berasal dari
pingir bawah cartilago cricoidea dan meluas ke bawah pada garis tengah leher. Di thorax, trachea
berakhir dengan bercabang menjadi dua bronchus setini discus antara vertebra thoracica keempat
dan kelima.
Pendarahan
Suplai darah trachea di daerah leher terutama bersal dari a. thyroidea inferior.
Aliran Limfe di daerah leher
Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei pretrachealis dan paratrachealis.
Persarafan
Persarafan di daerah leher berasal dari n. vagus, n. laryngeus recurrens, dan truncus
symphaticus.
3

5. Oesophagus
Oesophagus adalah tabung muscular dengan panjang kira-kira 10 inci (25cm), terbentang dari
pharynx sampai ke gaster. Mulai dari setinggi cartilago cricoidea, di depan corpus vertebra
cervicalis enam. Mula-mula oesophagus terletak pada garis tengah. Tetapi pada waktu berjalan
turun melewati leher akan miring ke kiri.
Pendarahan
Arteri untuk oesophagus di daerah leher berasal dari a. tyroidea inferior. Vena mengalirkan
darah ke v. thyroidea inferior.
Aliran Limfe
Pembuluh limfe mengalirkan cairannya ke nodi lymphoidei cervicales profundi.
Persarafan
Persarafan di daerah leher berasal dari n. vagus, n. laryngeus recurrens, dan truncus
symphaticus.
Aliran Limfe Kepala dan Leher
Nodi lymphoidei daerah kepala dan leher tersusun dalam beberapa kelompok regional dan
sebuah kelompok terminal. Kelompok regional terdiri atas (1) occipitales, (2) retroauriculares, (3)
parotidei, (4) buccales (faciales), (5) submandibulares, (6) submentales, (7) cervicales anteriores, (8)
cervicales superficiales, (9) retropharyngeales, (10) laryngeales, dan (11) tracheales.
Nodi lymphoidei kelompok terminal menampung semua pembuluh limfe dari kepala dan leher,
secara langsung ataupun tidak langsung melalui salah satu kelompok regional. Kelompok terminal
berhubungan erat dengan selubung carotis, terutama dengan v. jugularis interna dan disebut sebagai
kelompok cervicales profundi.

STRUKTUR ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI TRAKTUS


RESPIRATORIUS
Anatomi
1. Hidung
Hidung terdiri atas nasus externus (hidung luar) dan cavum nasi.
NASUS EXTERNUS
Nasus externus mempunyai ujung yang bebas, yang dilekatkan ke dahi melalui radix nasi atau
jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah kedua nares atau lubang hidung. Setiap haris di lateral
dibatasi oleh ala nasi dan di medial oleh septum nasi.
Ranka nasus externus dibentuk oleh os nasales, processus frontalis ossis maxillaries, dan pars
nasalis ossis frontalis. Dibawah rangga ini dibentuk oleh lempeng-lempeng tulang rawan, yaitu
cartilago nasi superior dan inferior, dan cartilago septi nasi.
CAVUM NASI
Cavum nasi terletak dari nares di depan sampe choanae di belakang. Rongga ini dibagi oleh
septum nasi atas belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mempunyai dasar, atap, dinding lateral,
dan dinding medial.
Dasar dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini, yaitu
permukaan atas palatum durum.
Bagian atap sempit dan dibentuk dari belakang ke depan oleh corpus ossis sphenoidalis.
Lamina cribrosa ossis ethmoidalis, os frontale, os nasale, dan cartilagines nasi.
Dinding lateral ditandai dengan tiga tonjolan disebut chonca nasalis superior, media, dan
inferior. Area di bawah setiap chonca disebut meatus
Persarafan Cavum Nasi
N. olfactorius berasal dari sel-sel olfactorius khusus yang terdapat pada membran
mucusa. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribrosa dan mencapai bulbus olfactorius.
Saraf-saraf sensasi umum berasal dari divisi ophthalmica dan maillaris n. trigeminus.
Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n. ethmoidalis anterior. Persarafan bagian
posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus nasopaltinus, dan ramus palatinus

ganglion pterygopalatinum.
Pendarahan Cavum Nasi
Suplai arteri untuk cavum nasi terutama berasal dari cabang-cabang a. maxillaris.
Cabang yang terpentin adalah a. sphenopalatina. A. sphenopalatina beranastomosis dengan
cabang septalis a. labialis superior yang merupakan cabang dari a. facialis di daerah vestibulum.
Daerah ini sering terjadi pendarahan (epistaxis).
Vena-vena membentuk plexus yang luas di dalam submucosa. Plexus ini dialirkan oleh

vena vena yang menyuplai arteri.


Aliran Limfe Cavum Nasi
Pembuluh limfe mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares. Bagian
lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke nodi carvicales profundi superior.
3

2. Pharynx
Pharynx terletak di belakang cavum nasi, cavum oris, dan larynx dan dibagi bagi lagi menjadi
nasopharynx, oropharynx, dan laryngopharynx. Pharynx berbentuk seperti corong, dengan bagian
atasnya yang lebar terletak di bawah cranium dan bagian bawahnya sempit dilanjutkan sebagai
oesophagus setinggi vertebra cervicalis keenam. Pharynx mempunyai dinding musculomembranosa
yang tidak sempurna dibagian depan. Di tempat ini, jaringan musculomembranosa diganti oleh
apartura nasalis posterior (chonae), isthmus faucium (perbukaan kerongga mulut), dan aditus
laryngis. Melalui tuba auditiva, membrana mucosa juga berhubungan dengan membrana mucosa
dari cavitas tymphani.

Otot otot pharynx


Otot
M.

Origo
constrictor Lamina

pharyngis superior

Insersi

Persyarafan

Fungsi

Tuberculum

Plexus

Membantu

pterygoideus

pharyngeus ossis pharyngeus

pallatum

medialis,

occipitalis, raphe

molle dalam

hamulus

mediana

menutup

pterygoides

posterior

nasopharyx,
mendorong
bolus
ke bawah

M.

constrictor Bagian bawah Raphe

pharyngis medius

ligamentum

pharyngeal

Plexus

Mendorong

pharyngeus

bolus

stylohyoideum,
cornu

minus

dan

majus

kebawah

ossis hyoidei
M.

constrictor Lamina

pharyngis inferior

cartilago

Raphe

Plexus

Mendorong

pharyngeal

pharyngeus

bolus

thyroidea,

ke

bawah

cartilago
cricoidea
M. cricopharyngeus

Serabut serabut

Fungsi

paling

sphincter

bawah

M. constrictor

pada ujung
3

M. Stylopharyngeus

pharyngis

bawah

inferior

pharynx

Processus
styloideus
ossis
temporalis

M.salphingopharyngeus Tuba auditiva

Pinggir posterior N.
Mengangkat
glossopharyngs larynx
cartilago
selama
thyroidea
menelan
Bercampur
dengan

Plexus
M. pharyngeus

Mengangkat
pharynx

palatopharyngeus
M. palatopharyngeus

Aponeurosis

Pinggir posterior Plexus

Mengangkat

palatinum

cartilago

dinding

cartilago

pharyngeus

pharynx

thyroidea

Dinding dalam pharynx


Pharynx dibagi dalam tiga bagian , yakni
1. Nasopharynx
Nasopharynx terletak diatas palatum molle dan disisi belakang rongga hidung. Didalam
submucosa atap terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsilita pharyngea.
Isthmus pharyngeus adalah lubang didasar nasopharynx diantara pinggir bebas palatum
modle dan dinding posterior pharynx. Pada dinding lateral terdapat tuba auditiva berbentuk
elevasi yang disebut elevasi tuba. Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada dinding
pharynx dibelakang elevasi tuba. Plica salpingopharyngea adalah lipatan vertikal membrana
mucosa yang menutupi musculus salpingopharyngeus.
2. Oropharynx
Oropharynx terletak dibelakang cavum oris. Dasar dibentuk oleh sepertiga posterior
lidah dan celah antara lidah dan epiglotis. Pada garis tengah terdapat plica glossoepiglottica
mediana dan plica glossoepiglottica lateralis pada masing masing sisi. Lekukan kanan dan
kiri dari plica glossoepiglottica mediana disebut vallecula
3. Laryngopharynx
Laryngopharynx terletak dibelakang auditus laryngis. Dinding lateral dibentuk oleh
cartilago thyroidea dan membrana thryoidea. Recessus piriformis merupakan cekungan pada

membrana mucosa yang terletak di kanan dan kiri aditus laryngis


Persyarafan sensorik membrana mukosa pharynx
Nasopharynx
: nervus maxillaris
Oropharynx
: nervus glossopharyngeus
Laryngopharynx
: ramus laryngeus internus dari nervus vagus
Vaskularisasi pharynx
Pharynx mendapatkan darah dari arteri pharyngica ascendens, cabang-cabang tonsilar arteria
fascialis, cabang-cabang arteria maxillaris, dan arteria lingulias
3

Aliran limfe pharynx


Limfe dialirkan dari pharynx langsung menuju ke nodi lymphoidei cervicales profundi atau
tidak langsung melalui nodi retropharyngeales atau paratracheales, baru menuju nodi
lymphoidei cervicalis profundi

3. Larynx
Larynx adalah organ yang berperan sebagai sphincter pelindung pada pintu masuk jalan napas
dan berperan dalam pembentukan suara. Larynx terletak dibawah lidah dan os hyoid, diantara
pembuluh pembuluh besar leher, dan terletak setinggi vertebra cervicalis keempat, kelima, dan
keenam. Keatas, larynx terbuka ke laryngopharynx, ke bawah larynx berlanjut sebagai trakea.
Didepan, larynx ditutupi oleh ikatan otot-otot infrahyoid dan dilateral oleh glandula
thyroidea.Kerangka larynx dibentuk oleh beberapa cartilago, yang dihubungkan oleh membrana dan
ligamentum, dan digerakkan oleh otot. Larynx dilapisi oleh membran mukosa

Cartilago Larynx
Cartilago thyroidea
Cartilago thyroidea merupakan cartilago terbesar larynx dan terdiri dari dua lamina
cartilago hyalin yang bertemu digaris tengah pada tonjolan bersudut V (disebut Adams apple).
Pinggir posterior menjorok keatas sebagai cornu superius dan kebawah cornu inferius. Pada
permukaan luar setiap lamina terdapat linea obliqua sebagai tempat melekat otot otot
Cartilago cricoidea
Cartilago cricoidea dibentuk oleh cartilago hialin dan berbentuk seperti cincin cap,
mempunyai lamina yang lebar dibelakang dan arcus yang sempit dianterior. Cartilago cricoidea
terletak dibawah cartilago thyroidea dan pada masing-masing permukaan lateralnya terdapat
facies articularis untuk bersendi dengan cornu inferius cartilago thyroidea.
Cartilago Arytenoidea
Terdapat dua buah cartilago arytenoidea; kecil, berbentuk piramid dan terletak pada
permukaan belakang larynx. Cartilago ini bersendi dengan pinggir atas lamina cartilago
cricoidea. Masing masing cartilago mempunyai apeksserta basis.
Cartilago Corniculata
Dua buah cartilago kecil berbentuk kerucut, bersendi dengan apeks cartilaginis
arytenoidae menjadi tempat lekat plica aryepiglottica.
Cartilago Cuneiforme
Dua cartilago kecil yang berbentuk batang ini terletak didalam plica aryepiglottica dan
berperan memperkuat plica tersebut
Epiglotis
Merupakan kartilago elastis berbentuk daun yang terletak dibelakang radix linguae.
Tangkainya dilekatkan dibelakang cartilago thyroidea. Sisi epiglottis dihubungkan dengan
cartilago arytenoidea oleh plica aryepiglottica yang merupakan lipatan membrana mucosa.
3

Pinggir atas epiglottis bebas. Membrana mucosa yang melapisinya berjalan kedepan, meliputi

permukaan posterior lidah sebagai plica glossoepiglottica mediana.


Otot Otot Larynx
Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan
otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Terbagi atas :
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :
- M. Stilohioideus - M. Milohioideus
- M. Geniohioideus - M. Digastrikus
- M. Genioglosus - M. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :
- M. Omohioideus
- M. Sternokleidomastoideus
- M. Tirohioideus
Kelompok otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 dan penting untuk
proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor faringeus
medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada linea oblikus kartilago tiroidea. Otototot ini penting pada proses deglutisi.4 otot-otot intrinsik menghubungkan kartilago satu dengan
yang lainnya. Berfungsi menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk
membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m.
interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses
pembentukkan suara, proses menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi,
maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara.
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah :
1. Otot-otot adduktor :
Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik
M. Krikotiroideus
M. Krikotiroideus lateral
Berfungsi untuk menutup pita suara.
2. Otot-otot abduktor :
M. Krikoaritenoideus posterior
Berfungsi untuk membuka pita suara.
3. Otot-otot tensor :
Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis
Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus
Mempunyai fungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor
internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral
mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak.
Otot-otot ekstrinsik
Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot ini
menggerakkan laring secara keseluruhan.

Persyarafan pada larynx


Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus
Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan.
1. Nn. Laringeus Superior
3

Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial
di bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu :
Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan
mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.
Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor
inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang
artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan
dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian
proksimal A. subklavia dan
trakea dan esofagus,

berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara

selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio

krikotiroidea dan memberikan persarafan :


Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea
Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M. Krikotiroidea
4. Trachea
Trachea merupakan tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 5 inci (13cm) dan
berdiameter 1 inci (2.5 cm). trachea memiliki dinding fibroelastis yang tertanam didalam balokbalok cartilago hyalin yang berbentuk huruf U yang mempertahan lumen trachea agar tetap terbuka.
Ujung posterior cartilago yang bebas dihubungkan dengan otot polos yang disebut otot trachealis.
Trakea berpangkal di leher dibawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae cervicalis
VI. Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebrae
thoracica IV) membelah menjadi bronchus principalis (utama) dextra dan sinistra. Bifurcatio
tracheae ini disebut carina. Pada inspirasi dalam carina turun sampai setinggi vertebra thoracica VI.
Persarafan Trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus cagus, nervus laryngeus recurrens dan truncus
symphaticus; saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea.
6. Bronchi Principalis
Bronchus principalis (utama) dexter lebih lebar, lebih pendek dan lebih vertikal dibandingkan
bronchus principalis sinister dan panjangnya kurang lebih 1 inci (2.5 cm). sebelum masuk ke hilum
pulmonis dexter brnchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter.
Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius
dan bronchus lobaris inferior dextra.
Bronchus principalis (utama) sinister lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal,
dibandingkan bronchus principalis dexter dan panjangnya kurang lebih 2 inci (5cm). berjalan ke
kiri dibawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada waktu masuk ke hilum pulmonis sinistra,
bronchus principalis sinister bercabang menjadi bronchus labris superior sinister dan bronchus
lobaris inferior sinister.
3

HISTOLOGI
1) Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda : di luar adalah vestibulum dan di dalam
fossa nasalis. Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang melebar, kira-kira 1,5
cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh epitel berlapis pipih yang mengalami keratinisasi,
terdapat rambut-rambut pendek dan tebal atau vibrissae dan terdapat banyak kelenjar minyak
(sebasea) dan kelenjar keringat.
Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum nasalis. Dari masing-masing
dinding lateral terdapat 3 penonjolan tulang yang dikenal sebagai concha, yaitu concha superior,
concha tengah dan concha inferior.
Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis semu bersilia, sel-sel goblet
yang menghasilkan mucus. Pada lamina propria terdapat jaringan ikat dan kelenjar serous dan
mukus yang mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat vena yang membentuk dinding tipis
yang disebut cavernous bodies.
Pada concha superior dan septum nasal membentuk daerah olfaktori dengan sel-sel khusus
yang meliputi sel-sel olfaktori, sel pendukung dan sel sel basal. Sel olfaktori merupakan neuron
bipolar/ sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada lamina propria dan silia pada permukaan
epitel. Silianya mengandung reseptor olfaktori yang merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada
laminar proprianya terdapat kelenjar Bowman, alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel epitel kubus.
Kelenjar ini menghasilkan sekresi serous yang berwarna kekuningan.
2) Pharynx
Pharynx dibatasi oleh epitel respirasi. Pharynx terdiri dari nasopharynx dan oropharynx.
Nasopharynx dilapisi oleh epitel respirasi sedang oropharynx dilapisi oleh epitel berlapis pipih.
Limfosit banyak dijumpai di bawah epitel dari pharynx. Jaringan ikat adalah fibroelastik yang
dikelilingi oleh otot lurik.
3) Histologi Larynx
Larynx menghubungkan pharynx dengan trakea. Larynx mempunyai 4 komponen yaitu lapisan
mukosa dengan epitel respirasi, otot ektrinsik dan intrinsic, tulang rawan. Tulang rawannya
meliputi tulang rawan tiroid, krikoid dan arytenoids (merupakan tulang rawan hialin). Otot
intrinsik menentukan posisi, bentuk dan ketegangan dari pita suara, otot ekstrinsik menghubungan
tulang rawan dengan struktur lain dari leher.

Pita suara terdiri dari epitel berlapis pipih yang tidak kornifikasi, lamina propria dengan jaringan
ikat padat yang tipis, jaringan limfatik dan pembuluh darah.

4) Histologi Trakea
Trakea adalah saluran pendek (10-12 cm panjangnya) dengan diameter sekir 2 cm. Trakea
dilapisi oleh epitel respirasi. Sejumlah sel-sel goblet terdapat di antara sel-sel epitelnya, dan
jumlah tergantung ada tidaknya iritasi kimia atau fisika dari epitelium ( yang dapat meningkatkan
jumlah sel goblet). Iritasi yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengubah tipe sel dari
tipe sel epitel berlapis pipih menjadi metaplasia. Pada lapisan epitel terdapat sel brush, sel endokrin
(sel granul kecil ), sel klara (sel penghasil surfaktan) dan sel serous.
Lapisan-lapisan pada trakea meliputi lapisan mukosa,

lapisan submukosa dan lapisan

tulang rawan trakeal dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa meliputi lapisan sel-sel epitel respirasi
dan lamina propria. Lamina proprianya banyak mengandung jaringan ikat longgar dengan banyak
serabut elastik,

yang selanjutnya membentuk membran elastik yang menghubungkan lapisan

mukosa dan submukosa. Pada submukosa terdapat kelenjar muko-serous yang mensekresikan
sekretnya menuju sel-sel epitel.
Tulang rawan pada trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari tulang rawan hialin. Ujung-ujung
dorsal dari huruf C dihubungkan oleh otot polos dan ligamentum fibroelastin. Ligamentum
mencegah peregangan lumen berlebihan, dan kontraksi otot polos menyebabkan tulang rawan
saling berdekatan. Hal ini digunakan untuk respon batuk. Tulang rawan trakea dapat mengalami
osifikasi dengan bertambahnya umur.
Lapisan adventitia terdiri dari jaringan ikat fibrous. Trakea bercabang dua yaitu dua bronkus
utama
5) Histologi Bronkus Dan Bronkiolus
Bronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3 bronkus pada paru-paru kanan dan 2
bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus-bronkus ini bercabang berulang-ulang membentuk bronkusbronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang terminalnya dinamakan bronkiolus. Masing-masing
bronkiolus bercabang-cabang lagi membentuk 5 7 bronkiolus terminalis. Tiap-tiap bronkiolus
terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus respiratorius atau lebih.
Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa
terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang tipis
(dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan berkas otot polos yang silang menyilang
3

tersusun seperti spiral. Limfosit dapat berupa nodulus limfatikus terutama pada percabangan
bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari alveoli dari kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada
lapisan adventitia terdapat tulang rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan ikat
longgar dengan serabut elastin.
Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia. Lapisan mukosa seperti
pada bronkus, dengan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus bersila dan
mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan apical berbentuk kubah yang menonjol ke dalam
lumen). Pada lamina propria terdapat jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot polos. Pada
bronkiolus tidak ada tulang rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat
elastin. Lapisan otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus. Pada orang
asma diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus.
Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia, dan pada tepinya terdapat lubanglubang yang berhubungan dengan alveoli. Pada bagian distal dari brionkiolus respiratorius, pada
lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastin.

6) Histologi Saluran Alveolaris Dan Alveolus


Saluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang sangat tipis. Dalam lamina propria
terdapat jala-jala sel-sel otot polos yang saling menjalin. Jaringan ikatnya berupa serabut elastin
dan kolagen. Serabut elastin memungkinkan alveoli mengembang waktu inspirasi dan sebut
kolagen berperan sebagai penyokong yang mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan kapilerkapiler halus dan septa alveoli yang tipis. Saluran alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang
terdiri dari dua atau lebih sakus alveolaris).
Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada salah satu sisinya pada sakus
alveolaris. Pada kantung kecil ini O2 dan CO2 mengadakan pertukaran antara udara dan darah.
Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan lamina propria yang berisi kapiler dan
jaringan ikat elastin.

FISIOLOGI
Fungsi utama pernfasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh
dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Pernafasan memiliki makna yang luas, terdapat
pernafasan internal yang mengacu kepada reaksi metabolisme intrasel yang berlangsung di dalam

mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama penyerapan energi dari molekul
nutrien.
Respirasi eksternal mengacu kepada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Pernafasan eksternal meliputi
empat langkah:
5. Udara secara bergantian bergerak masuk dan keluar dari paru-paru, sehingga dapat terjadi
pertukan antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran
ini dilaksanakan oleh kerja mekanis pernfasan atau ventilasi.
6. Oksigen dan karbodioksida dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam kapiler
pulmonalis melalui proses difusi.
7. Oksigen dan CO2diangkut oleh darah antara paru dan jaringan.
8. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi melintasi kapiler
sistemik.
Sistem pernafasan tidak melakukan keempat hal tersebut; sistem ini hanya terlibat dengan
ventilasi dan pertukan O2 dan CO2antara paru dan darah. Sistem sirkulasi menjalankan proses
pernafasan selanjutnya.
Sistem pernafasan juga melakukan fungsi nnrespirasi lain berikut ini:

Menyediakan jalan untuk mengeluarkan air dan panas.

Meningkatkan aliran balik vena

Berperan dalam memelihara keseimbangan asam basa normal dengan mengubah jumlah CO 2
penghasil asam (H+) yang dikeluarkan.

Mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing

Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau meninaktifkan berbagai bahan yang melewati


sirkulasi paru

Hidung, bagian sistem pernafasan, berfungsi sebagai organ penghidu

Sistem respirasi berperan untuk penyediaan oksigen untuk darah dan membuang CO2.Sistem
respirasi dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu bagian konduksi dan bagian respirasi.
Bagian konduksi meliputi rongga hidung, nasopharynx, larynx, trakea, bronkus dan bronkiolus.
Bagian ini berperan untuk (1) menyediakan saluran di mana udara dapat mengalir ke dan dari paruparu,

(2) memelihara udara yang diinspirasi (dibersihkan, dibasahi dan dihangatkan).

Untuk

melaksanakan fungsi tersebut, maka pada saluran respirasi terdapat tulang-tulang rawan, serabut
elastin dan otot polos. Tulang rawan berperan sebagai penyokong dinding bagian konduksi.Serabutserabut elastin dapat menjamin fleksibilitas struktur dan memungkinkan kembali ke bentuk semula
3

setelah meregang. Berkas otot polos terdapat pada lamina propria dan berperan untuk mengurangi
diameter saluran berarti mengatur aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi.
Pada pemeliharaan udara, pembersihan dilakukan oleh epitel bersilia yang berfungsi membuang
partikel-partikel debu dan zat-zat lain. Untuk membasahi saluran respirasi diperlukan peranan dari
kelenjar-kelenjar mukus (sel-selnya terdiri sel mukosa dengan granul sekresi yang besar dan jernih) dan
seromukus (gabungan sel serosa dan mukosa, dimana sel serosa mempunyai granul sekresi yang mudah
diwarnai).Untuk menghangatkan diperlukan peranan dari pembuluh darah.
Mekanika Pernapasan
Ventilasi atau bernapas, adlaah proses pergerakan udara masuk-kelaur paru secara berkala
sehingga udara alveolus yang lama dan telah ikut serta dalam pertukaran O2 dan CO2 dengan darah
kapiler paru diganti oleh udara atmosfer segar. Ventilasi secara mekanis dilakasanakan dengan
mengubah-ubah secara berselang-seling arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan
alveolus melalui ekspansi dan penciutan.
Pertukaran Gas
Oksigen dan karbondioksida bergerak melintasi membran tubuh melalu proses difusi pasif
mengikuti gradien tekanan parsial. Difusi netto oksigen mula-mula terjadi antara alveolus dan darah,
kemudian antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial oksigen yang tercipta oleh
pemakaian terus menerus oksigen oleh sel dan pemasukan terus menerus O2 segar melalui ventilasi.
Difusi netto CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertama-tama antara jaringan dan darah,
kemdian antara darah dan alveolus, akibat gradien tekanan parsial CO2 yang tercipta oleh produksi
terus menerus CO2 oleh sel dan pengeluaran terus menerus CO2 alveolus oleh proses ventilasi.

Transportasi Gas
Mekanisme transportasi oksigen:
1. Larut dalam plasma darah ( 1,5 %)
2. Diangkut bersama Hb (98,5 %)
Dinamakan oksihemoglobin
Mekanisme transportasi CO2
1. Larut 10%
2. Terikat Hb 30%
3. Bikarbonat 60%
Pengaturan Pernafasan
Pusat pernapasan:
1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal medula, terutama menyebabkan inspirasi
3

2. Kelompok pernapasan ventral, terletak ventrolateral medula, menyebabkan ekspirasi


3. Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagaian superior pons, terutama mengatur kecepatan
dan kedalaman napas.
Efektor pernapasan
1. Otot pernapasan utama
2. Otot pernapasan tambahan
Sensor pernapasan
1. Kemoreseptor sentral
2. Kemoreseptor perifer
Proses Respirasi
Kontraksi diafragma dan interkostalis eksterna inspirasi udara masuk nares anterior
konka nares posterior nasofaring faring trakhea bronkus bronkeolus
alveolus pertukaran gas gas larut / diikat oleh Hb pertukaran gas di jaringan
peningkatan tekanan CO2 pertukaran gas kembali di alveoli tekanan intra-alvoli
meningkat dan terjadi relaksasi dari diafragma dan interkostalis eksterna udara dari intrapulmonal ke atmosfer

ANATOMI PARU; PULMO

Masing-masing paru mempunyai apex pumonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam
leher sekitar 1 inci dia tas clavicula;basis pulomnis yang konkaf tempat terdapat diaphragma; fascies
costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang
konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur ediastinum lainnya. Sekitar pertengahan facies
mediastinalis ini terdapat hilum monis, yaitu suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan
saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.
Lobus dan Fissura
Paru kanan; pulmo dexter
Pulmo dexter sedikit lebh besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura
horizontalis pulomonis dextri menjadi tiga lobus; lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.
Fissura obliqua berjalan dari pinggir ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis
sampai memotong pinggir posterior sekitas 2 (1/2) inci. Dibawah apex pulmonis. Fissura horizontalis
berjalan horizontal menyilang permukaan cosatlis setingi cartilago costalis IV dan bertemu dengan
fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segtiga yang
dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.
Paru kiri; pulmo sinister
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus
superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidka dietmkan fissura horizontalis.
Pendarahan Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang
merupakan cabang aorta descendens. Venae bronchiales mengalirkan darahnya ke vena azygos dan
hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales.
Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae
pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae
pulmonales meninalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Aliran limf Paru
Pembuluh limf berasal dari plexus superficiales dan plexus profundus; pembuluh-pembuluh ini
tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis (subpleural) terletak di bawah pleura visceralis
dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilum pulmonis, tempat pembuuhpembuluh limf bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan
arteriae, venae pulmonales menuju ke hilum pulmonis, mengalirkan limf ke nodi intrapulmonales yang
3

terletak di dalam substansi paru. Semua cairan limf akan mengalir ke nodi tracheobronchiales dan
kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus brinchomediastinalis.
Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen
saraf otonom. Pleus dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut
parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokontriksi. Serabutserabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronkokontriksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi
kelenjar.

LIMFONODUS
3

KGB/ limfonodus merupakan organ yang dilapisi kapsul jaringan ikat dan terdiri atas korteks
dan medula. Pada korteks terdapat jejeran nodulus limfoideus yang mengandung banyak agregrasi
limfosit sedangkan bagian medula nya disebut korda medularis yang mengandung jaringan limfe tidak
teratur dari sel plasma, limfosit kecil, dan makrofag.

Limfonodus berfungsi untuk menyaring limfe dan fagositosis bakteri serta sebagai tempat
membuat, menyimpan, dan menyalurkan sel B dan sel T. Disini limfosit dapat berproliferasi dan sel B
dapat berkembang menjadi sel plasma setelah proses pengenalan antigen, akibatnya cairan limfe yang
keluar dari limfonodus banyak mengandung antibodi. Limfosit B banyak berkumpul pada sentrum
germinatifum nodulus limfoideus sedangkan limfosit T terkonsentrasi di parakorteks/ korteks dalam.

HISTOLOGI ORGAN LYMFOID


Limfosit terdapat sebagai sel yang berada di dalam darah, limfe, jaringan pengikat dan epitel,
terutama dalam lamina propria tractus respiratorius dan tractus digestivus, limfosit terlihat bersama
dengan plasmasit dan makrofag sebagai kumpulan yang padat dalam jaringan pengikat longgar. Apabila
jaringan penyusunnya terdiri atas sel-sel limfosit saja maka jaringan tersebut disebut jaringan limfoid,
sedangkan organ limfoid adalah jaringan limfoid yang membentuk bangunan sendiri. Jadi, jaringan dan
organ limfoid adalah jaringan yang mengandung terutama limfosit, terlepas apakah terdapat bersama
dengan plasmasit dan makrofag atau tidak.
Berdasarkan atas fungsinya, jaringan limfoid terbagi menjadi:
1. Jaringan limfoid primer/sentral
Jaringan limfoid primer berfungsi sebagai tempat diferensiasi limfosit yang berasal dari jaringan
myeloid. Terdapat dua jaringan limfoid primer , yaitu kelenjar thymus yang merupakan diferensiasi
limfosit T dan sumsum tulang yang merupakan diferensiasi limfosit B. Pada aves, limfosit B
berdiferensiasi dalam bursa fabricius. Jaringan limfoid primer mengandung banyak sel-sel limfoid
diantara sedikit sel makrofag dalam anyaman sel stelat yang berfungsi sebagai stroma dan jarang
ditemukan serabut retikuler.
2. Jaringan limfoid perifer/sekunder
Jaringan limfoid sekunder berfungsi sebagai tempat menampung sel-sel limfosit yang telah
3

mengalami diferensiasi dalam jaringan sentral menjadi sel-sel yang imunokompeten yang berfungsi
sebagai komponen imunitas tubuh. Dalam jaringan limfoid sekunder, sebagai stroma terdapat sel
retikuler yang berasal dari mesenkim dengan banyak serabut-serabut retikuler. Jaringan limfoid yang
terdapat dalam tubuh sebagian besar tergolong dalam jaringan ini, contohnya nodus lymphaticus,
limfa dan tonsilla.
Berdasarkan susunan histologisnya, jaringan limfoid terbagi menjadi:
1. Jaringan limfoid longgar
Susunan unsur sel yang menetap (sel makrofag dan sel retikuler) lebih banyak dari sel-sel bebas.
2. Jaringan limfoid padat
Limfosit mendominasi dibandingkan sel-sel lain.
3. Jaringan limfoid noduler
Sebenarnya merupakan jaringan limfoid padat karena sel-sel limfosit memadati jaringan tersebut
dan tersusun dalam struktur bulat, disebut juga noulus lymphaticus. Jaringan limfoid ini merupakan
bangunan sementara yang dapat menghilang dan timbul lagi, berfungsi sebagai tempat proliferasi
limfosit. Bagian tengah nodul berisi limfosit-limfosit muda yang berukuran besar dengan inti pucat
yang disebut centrum germinalis.
Organ Limfoid terdiri dari :
Thymus,
Nodus lympaticus,
Lien
Tonsilla
1. Thymus
Thymus merupakan organ yang terletak dalam mediastinum di depan pembuluh-pembuluh darah besar
yang meninggalkan jantung, yang termasuk dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satusatunya organ limfoid primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama
pada embrio sesudah mendapat sel induk dari saccus vitellinus. Limfosit yang terbentuk mengalami
proliferasi tetapi sebagian akan mengalami kematian, yang hidup akan masuk ke dalam peredaran
darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami diferensiasi menjadi limfosit T. Limfosit ini
akan mampu mengadakan reaksi imunologis humoral. Geminal centers tidak terdapat di organ ini.
a. Gambaran Histologis
Tiap lobulus dibungkus dalam kapsel jaringan pengikat longgar yang tipis dan melanjutkan diri
ke dalam membagi lobus menjadi lobuli dengan ukuran 0,5 2 mm. Jaringan parenkim thymus
3

terdiri dari anyaman sel-sel retikuler saling berhubungan tanpa adanya jaringan pengikat lain,
diantara sel retikuler terdapat limfosit. Sel retikulernya berbentuk stelat seperti didalam nodus
lymphaticus dan lien, tetapi berasal dari endoderm. Hubungan ini lebih jelas di daerah medulla
sampai membentuk struktur epitel yang disebut corpuskulum hassalli (thymic corpuscle).
Masing-masing lobus terdiri dari cortex dan medulla.
Cortex
Limfosit dihasilkan di daerah cortex sehingga sebagian besar populasi sel di cortex adalah
limfosit dari berbagai ukuran. Hubungan antara sel retikuler terlihat dengan M.E. sebagai
desmosom, sel retikuler epitelnya adalah sel stelat dengan inti oval yang berwarna pucat dan
berukuran 7-11 mikron. Limfosit besar banyak terdapat di bagian perifer dan makin kedalam
jumlah limfosit kecil makin bertambah, sehingga cortex bagian dalam sangat padat oleh
limfosit kecil. Dalam cortex terjadi proses proliferasi dan degenerasi, dan terdapat makrofag
yang walaupun sedikit merupakan penghuni tetap dalam cortex. Kadang-kadang juga
ditemukan sedikit plasmasit dalam parenkim.
Medulla
Pada medulla, banyak terdapat sel retikuler dengan berbagai bentuk, kadang mempunyai
tonjolan dan kadang tidak mempunyai tonjolan sitoplasma. Ada pula sel retikuler yang
berbentuk gepeng dan tersusun konsentris membentuk corpusculum Hassali. Sel-selnya
berhubungan sebagai desmosom. Bagian tengahnya mengalami degenerasi dan kadang-kadang
kalsifikasi. Limfosit terdapat tidak begitu banyak dan hanya dari jenis bentuk kecil. Perbedaan
dengan limfosit cortex karena bentuk yang tidak teratur dengan sitoplasma lebih banyak.
Dalam medulla terdapat jenis sel lain dalam jumlah kecil seperti makrofag dan eosinofil.
b. Pembuluh Darah
Cortex mendapat darah sebagai anyaman kapiler yang dipercabangkan dari arteriola yang
terdapat di perbatasan cortex dan medulla. Hanya terdapat sedikit perpindahan makromolekul
dari darah ke parenkim melintasi dinding kapiler cortex, sedang di medulla pembuluh darah lebih
permeabel. Maka, limfosit dalam cortex dilindungi terhadap pengaruh makromolekul dengan
adanya blood-thymus barier. Pembuluh limfe terdapat di jaringan pengikat penyekat lobulus.
c. Histogenesis
Thymus berasal dari dua tonjolan epitel endoderm saccus brachialis III. Mula-mula penonjolan
ini memiliki lumen yang berhubungan dengan pharynx, dengan adanya proliferasi epitel
dindingnya, lumen akan terisi oleh sel-sel yang juga mengadakan invasi diantara sel-sel jaringan
mesenkim di sekelilingnya. Pada umur enam minggu akan muncul limfosit yang makin lama
makin bertambah dan parenkim akan mengubah sel-sel stelat yang dihubungkan oleh desmosom.
Medulla terjadi kemudian di daerah dalam.
3

d. Involusi
Proses invulsi disebut sebagai age invultion, dimulai sejak masa kanak-kanak. Proses tersebut
dapat dipercepat sebagai akibat berbagai rangsangan, misalnya penyakit, stress, kekurangan gizi,
toksis atau ACTH, proses ini disebut sebagai accidental involution. Pada binatang percobaan akan
terjadi experimental involution yang dapat diikuti regenerasi yang intensif.
Thymus mengalami involusi secara fisiologis dengan perlahan-lahan. Cortex menipis, produksi
limfosit menurun sedang parenkim mengkerut diganti oleh jaringan lemak yang berasal dari
jaringan pengikat interlobuler.
e. Histofisiologis
Limfosit sangat penting untuk perkembangan, karena adanya sejenis limfosit yang
bertanggungjawab atas penolakan jaringan cangkok, delayed hypersensitvity, reaksi terhadap
fungsi mikroorganisme dan virus tertentu. Limfosit T tidak melepaskan anmtibodi yang biasa
tetapi diperlukan untuk membantu reaksi humoral oleh limfosit B. Limfosit thymus baru bersifat
imunokompeten apabila sudah berada di luar thymus.
Apabila sel induk telah sampai ke thymus, maka akan berubah menjadi limfosit thymus dan
mulai berproliferasi. Limfosit besar akan berproliferasi di cortex tepi memberikan limfosit kecil
yang berkelompok di cortex sebelah dalam. Proliferasi di thymus tidak dipengaruhi oleh antigen
yang berbeda dengan di limfosit di organ limfoid perifer, denganh adanya blood thymus barrier.
Limfosit yang meninggalkan thymus akan menuju organ limfoid perifer untuk berkumpul di
daerah yang dibawah pengaruh thymus (thymus depending regions) yaitu cortex bagian dalam
nodus lymphaticus, selubung limfoid periarterial di lien, daerah antara nodulus lymphaticus
tonsilla, plaques Peyeri dan appendiks.
2. Nodus Lymphaticus
Nodus lymphaticus merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret sepanjang pembuluh limfe.
Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi
reaksi imunologis secara spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5
mm. Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus, yang merupakan tempat keluar masuknya
pembuluh darah. Pembuluh limfe aferen masuk melalui permukaan konveks dan pembuluh limfe eferen
keluar melalui hillus. Nodus lymphaticus tersebar pada ekstrimitas, leher, ruang retroperitoneal di
pelvis dan abdomen dan daerah mediastinum.
a. Gambaran Histologis
Nodus lymphaticus terutama terdiri atas jaringan limfoid yang ditembusi anyaman pembuluh
3

limfe khusus yang disebut sinus lymphaticus. Nodus lymphaticus dibungkus oleh jaringan
pengikat sebagai kapsula yang menebal di daerah hillus dan beberapa jalur menjorok ke dalam
sebagai trabekula. Parenkim diantara trabekula diperkuat oleh anyaman serabut retikuler yang
berhubungan dengan sel retikuler. Diantara anyaman ini diisi oleh limfosit, plasmasit dan sel
makrofag. Parenkim nodus lymphaticus terbagi atas cortex dan medulla, dengan perbedaan
terdapat pada jumlah, diameter dan susunan sinus.
Cortex
Dengan M.E. tampak sebagai kumpulan pada sel-sel limfoid yang dilalui oleh trabekula dan
sinus corticalis. Pada cortex dibedakan daerah-daerah sebagai nodulus lymphaticus primarius,
nodulus lymphaticus secondaris dan jaringan limfoid difus. Nodulus lymphaticus primer dan
sekunder menmpati cortex bagian luar, sedang jaringan limfoid difus menempati cortex bagian
dalam atau daerah paracortical.
Pada pengamatan dengan M.E. sel retikuler terlihat memiliki inti yang jernih dengan
sitoplasma menagndung granular endoplasmic retikulum dan diduga membuat serabut-serabut
retikuler. Pada umumnya germinal center banayk terdapat di daerah cortex. Daerah dekat sinus
marginalis mengandung banyak limfosit kecil karena menerima limfosit yang baru datang dari
pembuluh darah aferen. Pada bagian dalam cortex, sel-selnya tersusun lebih longgar dan
terutama terdapat limfosit kecil dan sel retikuler yang makin bertambah.
Medulla/Medulla Cord
Medulla cord merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tersusun di sekitar pembuluh darah.
Kumpulan jaringan limfoid ini membentuk anyaman dan berakhir di daerah hillus. Medulla ini
banyak sekali mengandung anyaman serabut retikuler dan sel retikuler yang di dalamnya
mengandung limfosit, plasmasit dan makrofag. Kadang ditemukan granulosit dan eritrosit.
Dalam keadaan sakit jumlah unsur sel akan bertambah.
b. Pembuluh Darah
Hampir semua pembuluh darah yang menuju nodus lymphaticus akan masuk melalui hillus,
hanya sedikit yang melalui permukaan cortex., Mula-mula arteri dari hillus mengikuti trabecula
memasuki medullary cord menjadi kapiler. Arterinya sendiri menuju cortex untuk bercabangcabang menjadi kapiler membentuk anyaman. Anyaman kapiler di cortex ini akan ditampung
dalam venula dengan endotil berbentuk kuboid. Dari venula ini akan berkumpul menjadi vena
yang jalannya mendampingi arteri. Venula ini tidak mempunyai serabut otot polos dan terdapat
juga pada beberapa bagian pembuluh darah di tonsilla, plaques Peyeri dan appendix.
c. Histofisiologis
Dinding pembuluh limfe yang tipis mudah ditembus oleh makromolekul dan sel-sel yang
berkelana dari jaringan pengikat, sehingga tidak dijumpai adanya barier yang mencegah bahan3

bahan antigenik, baik endogen maupun eksogen. Sel bakteri dapat dengan mudah melintasi
epidermis dan epitel membrana mukosa yang membatasi ruangan dalam tubuh, yang apabila
luput dari perngrusakan oleh fagosit dalam darah maka akan berproliferasi dan menghasilkan
toksin yang mudah masuk dalam limfe.
Nodus lymphaticus berfungsi sebagai filtrasi terhadap limfe yang masuk karena terdapat
sepanjang pembuluh limfe sehingga akan mencegah pengaruh yang merugikan dari bakteri
tersebut. Fungsi imunologis nodus lymphaticus disebabkan adanya limfosit dan plasmasit dengan
bantuan makrofag untuk mengenal antigen dan pembuangan antigen fase terakhir. Nodus
lymphaticus juga merupakan tempat penyebaran sel-sel yang baru dilepas oleh thymus atau
sumsum tulang.
Hemal Nodes
Apabila dalam nodus lymphaticus ditemukan eritrosit sangat banyak disebut sebagai hemal
nodes. Jenis ini ditemukan pada domba, tetapi tidak pada manusia.
3. Lien
Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah kiri atas di bawah
diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh peritoneum. Lien merupakan organ penyaring yang
kompleks yaitu dengan membersihkan darah terhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping
sebagai pertahanan imunologis terhadap antigen. Lien berfungsi pula untuk degradasi hemoglobin,
metabolisme Fe, tempat persediaan trombosit, dan tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang,
lien berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit.
a. Gambaran Histologis
Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan diri sebagai trabecula.
Capsula akan menebal di daerah hilus yang berhubungan dengan peritoneum. Dari capsula
melanjutkan serabut retikuler halus ke tengah organ yang akan membentuk anyaman. Pada
sediaan terlihat adanya daerahbulat keabu-abuan sebesar 0,2-0,7 mm, daerah tersebut dinamakan
pulpa alba yang tersebar pada daerah yang berwarna merah tua yang dinamakan pulpa ruba.
Pulpa alba
Pulpa alba sering disebut pula sebagai corpusculum malphigi terdiri atas jaringan limfoid difus
dan noduler.Pulpa alba membentuk selubung limfoid periarterial (periarterial limfoid
sheats/PALS) di sekitar arteri yang baru meninggalkan trabecula, selubung tersebut mengikuti
arteri sampai bercabang-cabang menjadi kapiler. Sepanjang perjalanannya pada beberapa
tempat selubung tersebut mengandung germinal center. PALS dan germinal center merupakan
jaringan limfoid, tetapi PALs sebagian besar mengandung limfosit Tdan germinal center
3

mengandung limfosit B. Struktur PALS terdiri dari anyaman longgar serabut retkuler dan sel
retikuler. Di tengah pulpa alba terdapat arteri sentralis . dalam celah-celah anyaman terdapat
limfosit kecil dan sedang, kadang ditemukan plasmasit. Pada waktu adanya rangsangan
antigen di daerah PALS banyak terdapat limfosit besar, limfoblas dan plasmasit muda banyak
sekali.
Pulpa rubra
Pulpa rubra terdiri atas pembuluh-pembuluh darah besar yang tidak teratur sebagai sinus
renosus dan jaringan yang mengisi diantaranya sebagai splendic cords of Billroth. Warna
merah pulpa rubra disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinus venosus dan jaringan
diantaranya.
Di dalam celah pulpa terdapat sel-sel bebas seperti makrfag, semua jenis sel dalam darah
dengan beberapa plasmasit. Dengan M.E. makrofag dapat dengan mudah ditemukan sebagai
sel besar dengan sitoplasma yag kadang-kadang mengandung eritrosit, netrofil dan trombosit
atau pigmen. Bagian tepi pulpa alba terdapat daerah peralihan dengan pulpa rubra sebesar 80100 mikron, daerah ini dinamakan zona marginalis yang mengandung sinus venosus kecil.
Zona marginais merupakan pulpa rubra yang menerima darah arterial sehingga merupakan
tempat hubungan pertama antara sel-sel darah dan partikel dengan parenkim lien.
b. Capsula dan Trabecula
Capsula dan trabecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman
serabut elastis. Permukaan luar terdiri dari sel mesotil sebagai bagian peritoneum. Trabecula
merupakan lanjutan kapsula yang membawa arteri, vena dan pembuluh limfe. Trabecua
mengandung lebih banyak serabut elastis dan beberapa serabut sel otot polos.
c. Arteri
Cabang-cabang arteri linealis masuk melalui hilus,mengikuti trabecula dan tiap kali bercabang
menjadi makin kecil. Mula-mula arteri ini sebagai jenis arteri muskuler dengan tunika adventitia
yang longgar dalam jaringan pengikat padat trabecula. Setelah mencapai diameter 0,2 mm, arteri
tersebut mennggalkan trabecula dan tunika adventitianya diganti oleh jaringan limfoid hingga
menjadi arteri sentralis.
Arteri sentralis merupakan arteri muskuler dengan endotil berbentuk tinggi disertai selapis atau
dua lapis otot polos yang melanjutkan dengan bercabang-cabang dan makin kecil. Pada diameter
40-50 mikron, selubung limfoid menipis dan bercabang menjadi 2-6 pembuluh sebagai arteria
penicillus atau arteria pulpa rubra. Pada waktu masuk pulpa rubra, arteri penicillus bercabang
menjadi 2-3 kapiler dengan dinding yang menebal yag disebut selubung Schweiger Seidel.
Kapilernya disebut sheated capillary.
Menurut Baleys Textbook of Histology, arteri penicullus terdiri dari tiga bagian:
1. Arteri pulpa,merupakan segmen terpanjang denganselapis otot polos.
3

2. Sheated capillary, tanpa otot polos


3. Terminal arterial capilarry
d. Sinus Venosus dan Vena
Sinus venosus terdapat di seluruh pulpa rubra dan banyak sekali terdapat di sekeliling pulpa alba.
Pembuluh-pembuluh darah ini dapat disebut sinus venosus sebab lumennya tidak teratur lebarnya
(12-40 mikron).Dindingnya terdiri atas endotil dan lamina basalis. Sitoplasma mengandung dua
macam filament yang tersusun sejajar sumbu panjang dan tidak terdapat intercellular junction.
Kemampuan fagositosis sangat terbatas. Sinus venosus akan mengalirkan darah ke vena pulpa
yang menpunyai dinding terdiri atas endotil memanjang, lamina basalis dan selapis tipis otot pos.
Selanjutnya vena pulpa akan bermuara ke vena trabecula yang akan berkumpul di hilus sebagai
vena lienalis.
e. Hubungan Arteri dan Vena
Ada tiga teori mengenai hubungan arteri dan vena:
1. Teori sirkulasi terbuka
Teori ini menyatakan bahwa darah drai kapiler bermuara di dalam celah-celah antara sel retikuler
kemudian perlahan-lahan kembali ke sinus venosus.
2. Teori sirkulasi tertutup
Teori ini menyatakan bahwa kapiler berhubungan langsung dengan sinus venosus.
3. Teori kompromi
Teori ini menyatakan bahwa dalam lien terdapat kedua macam sirkulasi tersebut pada suatu
tempat.
f. Histogenesis dan Regenerasi Lien
Primordium lien tampak pada embrio umur 8-9 minggu sebagai suatu penebalan jaringan
mesenkim pada mesogastrium dorsalis. Sel-sel mesenkim memperbanyak diri dengan mitosis
membentuk hubungan melalui tonjolannya sebagai rangka retikuler dalam pulpa alba dan pulpa
rubra. Kemudian muncul sel primitif basofil yang berasal dari sel-sel induk dalam saccus
vitelinus, hepar atau medulla oseum.
Limfosit dalam lien sebagian beupa limfosit T, sebagian dari medulla oseum yang dibawah
pengaruh Limfosit B. Makrofag dalam lien kemungkinan berasal dari sel induk dalam medulla
osseum. Apabila lien diangkat, maka fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi
luka, akan terjadi kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat.

4. Tonsilla
Lubang penghubung antara cavum oris dan pharynx disebut faucia. Di daerah ini membran mukosa
tractus digestivus banyak mengandung kumpulan jaringan limfoid dan terdapat infiltrasi kecil-kecil
3

diseluruh bagian di daerah tersebut. Selain itu diyemukan juga organ limfoid dengan batas-batas
nyata.
Rangkaian organ limfoid ini (cincin Waldeyer) meliputi:
a. Tonsila Lingualis

Tonsilla lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada
permukaannya terdapat lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi(crypta) yang
dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelilingi oleh jaringan limfoid. Sejumlah
limfosit yang mengalami infiltrasi dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian
mengalami degenerasi dan membentuk suatu kumpulan dengan sel epitel yang sudah terlepas
bersama bakteri sebagai detritus. Kadang-kadang dalam crypta bermuara kelenjar mukosa. Dalam
jaringan limfoid tampak adanya nodus lymphaticus.
b. Tonsila Palatina

Diantara arcus glossoplatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat ua buah jaringan limfoid
dibawah membrane mukosa yang masing-masing disebut tonsilla palatine. Epitel bersama
jaringan pengikat yang menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta sebanyak 10-20
buah. Pada dasar crypta, batas antara epitel dan jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit
dalam epitel. Limfosit yang telah melintasi epitel bersama dengan leukosit dan sel epitel yang
mati sebagai corpusculum salivarius. Terdapat nodulus lymphaticus sebesar 1-2 mm dengan
germinal centernya tersusun berderet dalam jaringan limfoid yang difus. Antara nodulus
lymphaticus yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh jaringan pengikat (capsula) yang
mengandung limfosit, mast sell dan plasmasit. Apabila ditemukan granulosit, hal ini
menunjukkan adanya radang.
c. Tonsila Pharyngealis

Pada atap dan dinding dorsal nasopharynx terdapat kelompok jaringan limfoid yang ditutupi pula
oleh epitel yang dinamakan tonsilla pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tractus
respiratorius ialah epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala. Epitelnya tidak mengadakan
invaginasi membentuk crypta tetapi melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit,
dibawah epitel terdapat nodulus lymphaticus yang mengikuti lipatan-lipatan. Jaringan limfoid ini
dipisahkan oleh capsula tipis jaringan pengikat dan diluar capsula terdapat kelenjar-kelenjar
campuran yang saluran keluarnya menembus jaringan limfoid dan bermuara didalam saluran
lipatan epitel.

HIV/ AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel darah putih di
dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam
darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang
tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan
berbagi alat suntik dengan orang lain.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang
timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya
kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC,
kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS

membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh
sehingga bisa sehat kembali.
Cara Penularan HIV

Melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom sehingga memungkinkan cairan mani atau

cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam tubuh pasangannya
Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayinya selama masa kehamilan, waktu

persalinan dan/atau waktu menyusui.


Melalui transfusi darah/produk darah yang sudah tercemar HIV. Lewat pemakaian alat suntik
yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, terutama terjadi pada
pemakaian bersama alat suntik di kalangan pengguna narkoba suntik (penasun).
Transfusi darah di fasilitas kesehatan tidak berisiko menelurkan HIV, karena umumnya, Palang

Merah Indonesia dan fasilitas kesehatan selalu melakukan pengecekan atau skrining HIV pada
darah donor sebelum melakukan transfusi kepada orang lain. Darah tercemar HIV tidak digunakan.
Cara Mencegah HIV
1. Abstinence Tidak berhubungan seks (selibat)
2. Be Faithful Selalu setia pada pasangan
3. Condom Gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko
4. Drugs Jauhi narkoba
Orang yang sedang dalam tahap HIV tidak bisa kita kenali. Mereka tampak sehat dan tidak
menunjukkan gejala penyakit apapun. Status terinfeksi HIV hanya dapat diketahui setelah mengikuti
test HIV yang disertai konseling. Segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat (Klinik VCT) untuk tes
HIV.
Keterkaitan infeksi HIV dan Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual atau IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual
baik melalui vagina, anus atau mulut. Orang yang mengidap IMS memiliki risiko yang lebih besar
untuk terinfeksi HIV. Perlukaan pada kelamin karena adanya IMS dapat mempermudah seseorang
tertular HIV saat berhubungan seks tanpa pengaman.
Gejala yang timbul tergantung pada jenis IMS yang diderita. Beberapa gejala IMS yang mungkin
timbul adalah:

Keluarnya sekret atau nanah dari penis, vagina atau anus


Nyeri atau terasa panas waktu kencing
Benjolan, bintil atau luka pada penis, vagina, anus atau mulut
Pembengkakan di pangkal paha
Perdarahan setelah berhubungan kelamin
3

Nyeri pada perut bawah (wanita)


Nyeri pada buah pelir

Penyakit IMS misalnya:

Sifilis
Kencing Nanah (Gonore)
Klamidia
Herpes Genitalis
Infeksi Trikomunas
Kutil Kelamin

Bila terdapat gejala di atas, jangan mengobati diri sendiri dengan obat bebas di pasaran. IMS itu
mencakup banyak jenis penyakit. Segera periksakan diri anda ke layanan kesehatan terdekat
untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

Hindari hubungan seks atau gunakan kondom dalam hubungan seks selama masih dalam
pengobatan. Agar infeksi tidak berulang, ajak pasangan untuk diperiksa dan diobati pula.

Bila IMS tidak mendapakan pengobatan yang tepat, dapat meningkatkan risiko terkena infeksi
HIV, kemandulan, keguguran, atau penularan IMS kepada pasangan atau bayi yang dikandung.

Tuberculosis Paru
Tuberculosis, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm serta bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Ada perbedaan antara infeksi TBC dengan penyakit TBC. Infeksi TBC adalah bakteri TBC
yang berada di dalam tubuh tidak aktif yang pada umumnya bisa mengendalikan pertahanan tubuh,
namun bakterinya dapat tetap hidup dalam keadaan tidak aktip. Selama kumannya tidak aktfp, tidak
dapat terjadi kerusakan atau penyebaran kepada orang lain. SedangkanPenyakit TBC itu adalah
penyakit yang walaupun sudah bertahun-tahun, akan tetapi bakteri TBC tidak aktif dan dapat menjadi
aktif jika ketahanan tubuh melemah misalnya karena tua, sakit parah, kejadian menekan,
penyalahgunaan obat bius atau minuman keras, infeksi HIV (virus penyebab AIDS) .
TBC bisa menyerang bagian tubuh yang mana pun, tapi paru-paru yang paling sering.
Pengidapnya mungkin mendapat aneka gejala sebagai berikut: batuk yang berlangsung lebih dari 3
3

minggu, demam, berat badan turun tanpa sebab, keringat malam, senantiasa lelah, nafsu makan
berkurang, Batuk darah. Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis
atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kavitas.
Penyakit tuberkulosis ( TBC ) terdiri atas 2 golongan besar,yaitu :
1.

TB paru ( TB pada organ paru-paru )


Penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang
jaringan paru-paru, namun tidak menyerang selaput pembungkus paru-paru, yaitu pleura.

2. TB ekstra paru (TB pada organ tubuh selain paru )


l) Tuberkulosis milier
TBC ini adalah hasil dari penyebaran TBC melalui penyebaran melalui aliran darah
diikuti dengan gerombolan kuman yang relatif besar. TB milier dapat terjadi segera setelah
infeksi primer. Pasien menjadi akut sakit dengan demam tinggi dan berada dalam bahaya
kematian. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penyakit kronis dan penurunan lambat.
Gejala termasuk demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Ini bisa sulit
untuk mendiagnosis karena dada awal x-ray mungkin normal. Pasien yang imunosupresi dan
anak-anak yang telah terkena bakteri berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan TB
milier.

m) Tuberkulosis sistem saraf pusat ( TB meningitis )


M. tuberculosis dapat menginfeksi meninges (membran utama yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang). Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen dan kematian.
TB bisa sulit untuk membedakan dari tumor otak karena dapat hadir sebagai massa fokal di otak
dengan tanda-tanda neurologis fokal.Sakit kepala, mengantuk, dan koma adalah gejala khas.
Pasien mungkin tampak telah mengalami stroke.
n) Bronchopleural fistula
Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui
pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat.

o) Tuberkulosis Pericarditis
3

Membran yang mengelilingi jantung (perikardium) yang terpengaruh dalam kondisi ini.
Hal ini menyebabkan ruang antara pericardium dan jantung untuk mengisi dengan cairan,
menghambat kemampuan jantung untuk mengisi dengan darah dan memukul secara efisien.

p) Tuberkulosis Skelet / Tulang


Infeksi tulang pun dapat terjadi, tetapi salah satu tempat yang paling umum adalah
tulang belakang. Infeksi tulang belakang dapat menyebabkan fraktur kompresi dan deformitas
dari tulang belakang.

q) Tuberkulosis Genitourinary
TB genitourinarius berkembang dengan lamban. Dapat memunculkan tanda dan gejala
infeksi lokal dengan sedikit manifestasi sistemik, atau penyakit mungkin saja asimptomatis
(Fitzpatrick & Braden, 2000). Keterlibatan saluran genitourinarius mengakibatkan disuria,
frekuensi urine, dan gross hematuria dengan atau tanpa nyeri pinggang. Penyakit di antara
wanita dapat menyebabkan nyeri pelvik, ketidakteraturan menstruasi, dan infertilitas. Laki-laki
dapat mempunyai massa skrotum yang tidak nyeri.

r) Tuberkulosis Peritonitis
M. tuberculosis dapat melibatkan lapisan luar usus dan lapisan dalam dinding perut,
memproduksi cairan meningkat, seperti pada tuberkulosis pleuritis. Peningkatan cairan
menyebabkan distensi abdomen dan nyeri. Pasien sakit sedang dan demam.
s) Tuberkulosis Gastriontestinal (Organ Cerna)
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang berkembang terutama bila sistem kekebalan
tubuh melemah. Tuberkulosis usus dapat menginfeksi setiap bagian dari usus, tetapi tempat
paling sering terjadi adalah ileum dan colon.

t) Tuberkulosis Iymphadenitis
Limfadenitis TB (skrofula) merupakan bentuk paling umum dari TB ekstraparu.
Beberapa nodus dapat terlibat, tetapi rantai-rantai servikal dan supraklavikular paling sering
terkena. Pasien datang untuk perhatian medis dengan adenopati yang tidak nyeri, yang sering
berdrainase secara spontan. Pada tahap awal penyakit, nodus akan padat dan diskret. Pada
3

tahapan penyakit lebih lanjut, nodus akan menjadi lembek dan berfluktuasi

u) Tuberkulosis Kutis
Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status
imunodefisiensi. Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai kulit secara endogen maupun
eksogen dari pusat infeksi.

v) Tuberkulosis Laringitis
TB dapat menginfeksi laring, atau daerah akord vokal.
PATOFISIOLOGI TUBERCULOSIS
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Micobacterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah
infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling
sering terkena yaitu paru-paru (Smeltzer & Bare, 2001).
Saat Micobacterium tuberkulosaberhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri
itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan
mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini
membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi
sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah
dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi
sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah
3

penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu
daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui
jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan
pembuluh darah kearea paru lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem imun tubuh berespon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specifik tuberculosis melisis basil
dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan
bronkopnemonia.
Massa jaringan paru / granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati)
dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa,
yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk scar kolagenosa.
Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri
kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak mengakibatkan bronkopneumonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).

TBC KELENJAR GETAH BENING


Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis
tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh
basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut
dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling
sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan
kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya
(Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman
pertengahan dengan nama Kings evil, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat
menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan
langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis
disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).
Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB
ekstrapulmoner. Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi
paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet.
Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan
dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).
3

Manifestasi Klinik
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB
juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan
pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif,
limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga
pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari
pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum
diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (Mohapatra, 2004).
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti
berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus,
perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002)
didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar
mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35% pasien pembengkakan
terjadi pada lebih dari satu tempat. Menurut Sharma (2004), pada pasien dengan HIV-negatif maupun
HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe
aksilaris dan inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun
multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan
minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di
regio supraklavikular (Mohapatra, 2004). Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39% pasien HIVnegatif dan pada 90% pasien HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal,
limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan (Sharma, 2004).
Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam,
penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala
sistemik (Mohapatra, 2004). Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan
terdapat TB paru pada 16,1% pasien (Mohapatra, 2004).
Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004) limfadenopati tuberkulosis perifer dapat
diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena adanya
periadenitis.
3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan abses.
4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.
3

5. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.


Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar limfe yang
terkena biasanya tidak nyeri kecuali (i) terjadi infeksi sekunder bakteri, (ii) pembesaran kelenjar yang
cepat atau (iii) koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian
kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus.
Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadenitis TB servikalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan
penelitian oleh Jniene (2010) dari 69 pasien limfadenitis TB didapat 11 orang dengan pembengkakan
kelenjar yang nyeri dan 6 orang dengan adanya pembentukan fistula. Terdapat juga 10 orang dengan
pembengkakan kelenjar yang disertai adanya tanda-tanda inflamasi tetapi tidak disertai oleh adanya
fistula. Secara klasik, sinus tuberkulosis mempunyai pinggir yang tipis, kebiru-biruan, dan rapuh
dengan pus cair yang sedikit. Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit disebabkan oleh
perluasan langsung infeksi TB ke kulit dari struktur dibawahnya atau oleh paparan langsung terhadap
basil TB (Mohapatra, 2004).
Limfadenitis TB mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa limfadenitis
mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang terjadi pada pasien dengan
keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula
tracheo-oesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas juga dapat
menyebabkan obstruksi duktus toraksikus dan chylothorax, chylous ascites ataupun chyluria. Pada
keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat pembesaran kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive
jaundice. Tamponade jantung juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis mediastinal
(Mohapatra, 2004).
Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran 2 cm biasanya disebabkan oleh M.tuberculosis.
Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak
menutup kemungkinan pembengkakan tersebut disebabkan oleh M.tuberculosis (Narang, 2005)

Mekanisme Sistem Imun


Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat
mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam
tubuh . Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen penginvasi dan
untuk menghilangkan penyakit . Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate
immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif
(adaptive immunity system) atau respon/sistem spesifik, bergantung pada derajat selektivitas
mekanisme pertahanan
1. Sistem Imun Bawaan (Innate Immunity System)
Sistem imun bawaan atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren
yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis
apapun, walaupun baru pertama kali terpajan. Respon ini membentuk lini pertama pertahanan
terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera
jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar, termasuk dalam menghadapi serangan
berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap
mikroorganisme tertentu. Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap
serangan agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan umumnya
memiliki durasi yang singkat . Sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik
seperti kulit, selaput lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah masuknya berbagai
kuman patogen kedalam tubuh; sejumlah komponen serum yang disekresikan tubuh, seperti
sistem komplemen, sitokin tertentu, dan immunoglobulin alamiah; serta komponen seluler,

seperti sel natural killer (NK), polymorphonuclear neutrophils (PMNs), sel makrofag, dan sel
dendritik.
o

Peptida antimikroba, Sejumlah peptida yang berkhasiat antimikroba dihasilkan oleh


permukaan sel epitel, peptida ini memainkan peranan penting dalam mekanisme
pertahanan lokal. Kulit yang utuh sulit dirusak oleh bakteri patogen, kekebalan ini akibat
adanya peptida antimikroba, termasuk cathelicidin, defensin, and dermicidin. Peptida ini
menunjukkan aksi yang dapat langsung menghambat pertumbuhan patogen. Psoriasin
adalah peptida lain yang ditemukan dikulit, dan menunjukkan aktivitas bakterisid
terhadap Escherichia coli dan juga terhadap organisme yang dapat mendiami kulit.

Sistem Komplemen, adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang penting. Sistem
ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum atau di permukaan sel-sel tertentu.
Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan melisiskan
dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem
komplemen bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh. Ketika diaktivasi, akan
menghasilkan sejumlah fragmen komplemen reaktif secara biologis. Fragmen
komplemen tersebut akan memodulasi bagian lain dari sistem imun dengan cara terikat
secara langsung pada T limfosit dan sumsum tulang penghasil limfosit (B limfosit) pada
sistem imun adaptif dan juga menstimulasi sintesis dan pelepasan sitokin. Komponen
komplemen juga dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan neutrofil dengan bekerja
sebagai opsionin.

Antibodi alamiah (immunoglobulin),didefinisikan sebagai antibodi pada individu


normal dan sehat yang belum distimulasi oleh antigen eksogen. Antibodi alamiah
ditemukan dalam kadar rendah dalam serum dan termasuk antibodi dengan afinitas
rendah. Antibodi alamiah yang ditemukan dalam kadar tinggi dalam serum adalah
kelompok IgM. Antibodi ini dihasilkan B limfosit primitif, yang sering disebut B-1
limfosit. Antibodi alamiah memainkan peran penting sebagai pertahanan lini pertama
terhadap patogen dan beberapa tipe sel, termasuk prakanker, kanker, sisa pecahan sel,
dan beberapa antigen.

Toll-Like Receptors (Reseptor Toll-like)Toll-Like Receptors (TLRs) ditemukan pada sel


fagosit, termasuk fagosit mononuklear, monosit yang bersirkulasi, makrofag jaringan,
dan sel endotel, dan merupakan komponen penting dalam sistem imun bawaan. TLRs
merupakan kelompok reseptor pada permukaan sel pada beberapa tipe sel yang
berfungsi untuk mengenali komponen molekular tertentu dari mikroorganisme dan
isyarat bahwa mikroba telah menembus pertahan tubuh. TLRs berperan sebagai
3

responder pertama pada mamalia untuk mengenal adanya serangan patogen, mereka
juga menghasilka respon inflamasi sebagai usaha untuk menghilangkan agen
panginfeksi. Terdapat tidak kurang 10 TLRs pada manusia dan resptor ini mampu untuk
mendeteksi dalam rentang yang lebar berbagai ligan mikroba. TLRs berfungsi untuk
mengekang infeksi akut dengan mengaktifasi dan mengatur secara cepat respon-respon
efektor dalam sistem imun bawaan, termasuk pelepasan sitokin dan kemokin inflamasi,
melepaskan bahan oksidatif di sel fagosit, seperti halnya aktifasi berbagai peptida
kationik. TLRs juga berpengaruh secara kuat dan moderat pada sistem imun adaptif
melalui induksi molekul dan sitokin-sitokin yang berkaitan dengan reaktifitas limfosit-T
dan B.
o

Fagositosis, Fagositosis adalah suatu proses ingesti partikel oleh sel, fagositosis
dilakukan terutama oleh fagosit mononuklear, neutrofil, dan dalam jumlah kecil oleh
eosinofil. Fagosit mononuklear terdiri dari monosit dalam sirkulasi darah dan makrofag
yang terdapat di dalam jaringan tubuh, fagosit mononuklear dihasilkan oleh sel induk
(stem cell) di dalam sumsum tulang, mengalami proliferasi dan dilepaskan ke dalam
darah sesudah melalui periode monoblast, promonosit, dan monosit. Monosit berada di
dalam darah dalam waktu singkat untuk kemudian bermigrasi ke tempat kerja utama di
jaringan dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Setelah sebuah fagosit memasukkan
benda sasaran, terjadi fusi lisosom dengan membran yang membungkus partikel dan
mengeluarkan enzim-enzim hidrolitik, sehingga partikel dapat diuraikan. Selain itu,
OGorman and Albert mengungkapkan bahwa mikroba yang difagositosis akan
menstimulasi produksi radikal superoxida dan oksigen reaktif lainnya, yang merupakan
bahan mikrobisidal yang poten. Partikel-partikel yang tidak dapat diuraikan disimpan
tanpa batas waktu dalam sel fagositik. Pada kenyataannya, bakteri tertentu terutama
penyebab tuberkulosis, dapat diingesti tetapi tidak dapat dihancurkan karena bakteri
resisten terhadap zat-zat kimiawi lisosom, mikroorganisme tersebut baru menimbulkan
penyakit apabila dibiarkan lolos.

Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine), Sitokin dan kemokin adalah
polipeptida yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun.
Sitokin berperan dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau
mengontrol perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel
imun dalam organ limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompokmessenger intrasel
yang berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga
memainkan peran penting dalam atraksi leukosit dengan menginduksi produksi
3

kemokin, yang kita kenal sebagai mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan
kemokin menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan
respon inflamasi.
o

Natural Killer Cells (Sel Natural Killer), Sel Natural Killer (NK) diketahui secara
morfologi mirip dengan limfosit ukuran besar dan dikenal sebagai limfosit granular
besar. Sekitar 1015% limfosit yang beredar pembuluh darah tepi adalah sel NK. Sel
NK memainkan peran penting pada respon dan pengaturan imun bawaan. Sel NK
mengenal dan melisiskan sel terinfeksi patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel
dengan melepaskan sejumlah granul sitolitik di sisi interaksi dengan target. Komponen
utama granul sitolitik adalah perforin.

Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferiensasi di sumsum


tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa dan nodulus
limfatikus yang terletak di sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital.
Adanya rangsangan antigen sel B akan berkembang menjadi sel plasma dan membentuk
antibodi. Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan protein yang
dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan
antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen sejenis yang
baru lainnya. Bila protein serum tersebut dipisahkan dengan cara elektroliferesis, maka
imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada
beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta. IgG
juga berperanan pada imunitas selular, karena dapat merusak antigen selular melalui
interaksi dengan system komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K),
eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG. Kadar IgG
meninggi pada infeksi penyakit kronis dan penyakit autoimun.

Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami perkembangan dan pematangan


dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan memperoleh
kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan perbedaan
fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik
(Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak
pula pada permukaan sel-sel tersebut.

2. Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)


3

Sistem Imun Adaptif atau sistem imun nonspesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal
benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa karakteristik,
meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen, masing-masing dengan pola yang
spesifik; kemampuan untuk membedakan antara antigen asing dan antigen sendiri; dan
kemampuan untuk merespon antigen yang ditemukan sebelumnya dengan memulai respon
memori yang kuat.
Terdapat dua kelas respon imun spesifik :
o

Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok


limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi
limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang saluran pernafasan,
pencernaan dan urogenital. Adanya rangsangan antigen sel B akan berkembang menjadi
sel plasma dan membentuk antibodi. Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang
merupakan golongan protein yang dibetuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi
sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini
akan mengikat antigen sejenis yang baru lainnya.

Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami perkembangan dan pematangan


dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan memperoleh
kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan perbedaan
fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik
(Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak
pula pada permukaan sel-sel tersebut.

Serangan pada sistem kekebalan : HIV


Virus imunodefisiensi manusia (human immunodeficiency virus, HIV), patogen yang
menyebabkan AIDS, meloloskan diri sekaligus menyerang respons kekebalan yang diperoleh. Begitu
masuk ke dalam tubuh, HIV menginfeksi sel-sel T penolong dengan sangat efisien. Untuk menginfeksi
sel-sel ini, virus berikatan secara spesifik ke molekul CD4 sel. Akan tetapi, HIV juga menginfeksi
beberapa tipe sel yang memiliki sedikit CD4, termasuk makrofag dan sel otak. Dalam sel, genom RNA
HIV ditranskripsi balik, dan DNA produk diintegrasikan ke dalam genom sel inang. Dalam bentuk ini,
genom virus dapat mengarahkan pembuatan partikel virus yang baru.
Walaupun tubuh merespons HIV dengan respons kekebalan agresif yang cukup untuk
memusnahkan sebagian besar infeksi virus, beberapa HIV dapat lolos. Salah satu alasan HIV bertahan
adalah variasi antigenik. Virus bermutasi dengan laju sangat tinggi selama bereplikasi. Protein-protein
3

yang berubah pada permukaan beberapa virus yang bermutasi mencegah pengenalan dan pemusnahan
oleh sistem kekebalan. Virus-virus semacam itu sintas, memperbanyak diri dan bermutasi lagi. Dengan
demikian virus berevolusi di dalam tubuh. Keberadaan HIV yang berlanjut juga dibantu oleh latensi.
Ketika DNA virus berintegrasi ke dalam kromosom sel yang terinfeksi namun tidak menghasilkan
protein atau partikel virus baru, DNA virus pun terlindungi dari pengawasan oleh sistem kekebalan.
DNA virus yang inaktif, atau laten, ini juga terlindung dari agen-agen antivirus yang saat ini digunakan
untuk melawan HIV karena agen-agen tersebut hanya menyerang virus yang sedang aktif bereplikasi.
Lama-kelamaan, infeksi HIV yang tak tertangani tidak hanya menghindari respons kekebalan
yang diperoleh, namun juga melenyapkannya. Efek merussak dari reproduksi virus dan kematian sel
yang dipicu oleh virus menyebabkan kehilangan sel T, sehingga melemahkan respons kekebalan
humoral maupun respons kekebalan diperantarai sel. Akibatnya adalah kerentanan terhadap infeksi.
HIV berkaitan dengan peningkatan risiko tuberkulosis pada semua stadium penyakit HIV. 10%-30%
pasien HIV terserang M. tuberculosis.
.

IX. KESIMPULAN

Daftar Pustaka
Snell. 1997. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa

Price, Sylvia A.;Wilson, Lorraine M. 2012.

Kedokteran. Jakarta, EGC.

Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Vol.2 Ed.6. Jakarta : EGC.

Pearce. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk


Paramedis. Jakarta : PT.Gramedia .

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan


Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Brown, Harold. 1983. Dasar Patologi Klinis.


Jakarta : PT. Gramedia.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia.


Jakarta: EGC.

Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran. Jakarta: EGC.

WEBSITE :
Junqeira, L.C. ; Carneiro, Jose. 1980. Basic
Histology. California : Lange Medical

Eka.2009. http://lontar.ui.ac.id/file?

Publications.

file=digital/124475-S-5659Pengaruh+makanan-Literatur.pdf diakses pada

Price, Sylvia A.;Wilson, Lorraine M. 2012.

tanggal 10 Februari 2014

Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Anonim. 2014.

Penyakit Vol.1 Ed.6. Jakarta : EGC.

http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publication
3

sandresources/pdf/publication-pdfs/diseasesand-conditions/7600/doh-7600-ind.pdf diakses
pada tanggal 10 Februari 2014
Anonim. 2014.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-116571207201717-CHAPTER1.pdf diakses pada
tanggal 10 Februari 2014.
Anonim. 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
16379/4/Chapter%20II.pdf diakses pada
tanggal 10 Februari 2014.

Sumatera Utara, Universitas: tahun 2011,


Klasifikasi demam.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
31365/4/Chapter%20II.pdf (diakses tanggal 11
Februari 2014)

Destriyana: 28 Mei 2013, 8 jenis demam yang


perlu diwaspadai.
http://www.merdeka.com/sehat/8-jenis-demamyang-perlu-diwaspadai.html (diakses tanggal 11
Februari 2014)

Anda mungkin juga menyukai