Anda di halaman 1dari 5

Delirium

Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan
dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah
gejala psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi, dan inkontinensia
urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya delirium mempunyai onset yang
mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan
yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing ciri
karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual.
Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai
banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan dengan
tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab delirium terletak di
luar sistem saraf pusatsebagai contoh, gagal ginjal atau hati.
Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang didiagnosis.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk mengidentifikasi
dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi
yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena
kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan
yang tidak diperlukan. kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama
mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan bangsal medis
dan bedah umum.
I. Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum. Kira-kira 10-15% pasien di bangsal bedah umum dan
15-25% pasien di bangsal medis umum mengalami delirium selama mereka tinggal di RS.
Kira-kira 30% pasien di unit perawatan intensif dan unit perawatan jantung intensif, dan 4050% pasien yang dalam pemulihan setelah pembedahan fraktur panggul mempunyai episode
delirium. Diperkirakan 20% pasien dengan luka bakar berat dan 30% pasien dengan AIDS
mempunyai episode delirium saat dirawat di RS. Penyebab delirium pasca operasi stres
pembedahan, jalur pasca operasi, insomnia, medikasi nyeri, ketidakseimbangan elektrolit,
infeksi, demam, dan kehilangan darah.
Usia lanjut adalah faktor risiko utama untuk perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai
40% pasien rawat di RS yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium.
Faktor predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia yang muda (anakanak), cedera otak yang telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol,
diabetes, kanker, gangguan sensoris, dan malnutrisi.
Adanya dleirium merupakan tanda prognostik yang buruk. Angka mortalitas tiga bulan pada
pasien yang mempunyai suatu episode delirium diperkirakan adalah 23-33%. Angkata
mortalitas 1 tahun untuk pasien yang mempunyai episode delirium adalah sampai 50%.

II. Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat, penyakit sistemik, dan
intoksikasi maupun putus dari agen farmokolgis atau toksik. Setiap obat yang digunakan
pasien bisa menyebabkan terjadinyda delirium.
Neurotransmitter utama yang dihipotesisikan berperan dalam delirium adalah asetilkolin, dan
daerah neuroanatomis utama adalah formasi terikularis. Beberapa jenis penelitian telah
melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium menyebabkan penurunan
aktivitas asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas
dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas antikolinergik. Obatobat antikolinergik sendiri banyak digunakan di bidang psikiatri. Formasi retikularis batang
otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan jalur utama yang
berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis
mesensefalik ke tekrum dan talamus.
Mekanisme patofisiologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang
dihubungkan dengan putus alkohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus sereleus
dan neuron adrenergiknya. Neurotransmitter lain yang berperan adalah serotonin dan
glutamat.

III. Gambaran klinis


Delirium digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
Ketidakmampuan untuk memertahankan perhatian adalah ciri khas dari delirium. Paling
sering, gangguan kesadaran dan ketidakmampuan untuk memerhatikan berfluktuasi selama
perjalanan hari, sehingga periode yang relatif jernih berganti dengan periode yang
simptomatik. Keadaan delirium mungkin didahului dengan beberapa hari oleh perkembangan
kecemasan, mengantuk, insomnia. Halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari,
dan kegelisahan. Pasien yang pernah mengalami periode delirium sebelumnya kemungkinan
akan mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang sama.

Kesadaran
Dua pola umum dari kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu
pola ditandai dengan hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola
lain ditandai dengan penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan
putus zat seringkali mengalami delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda
otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual,
muntah, dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai sedang depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala
campuran dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis.

Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan.
Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga
terganggu pada kasus yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap
dirinya sendiri.

Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala yang
paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan
mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah apati, depresi, dan euforia.
Beberapa pasien dengan cepat berpindah-pindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan
sehari-hari.

Bahasa Dan Kognisi


Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa
biacara yang melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk
mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lain yang mungkin terganggu pada pasien delirium
adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan,
dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan akan kenangan yang jauh
akan tetap dipertahankan. Di samping penurunan perhatian, pasien mungkin mempunyai
penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang ciri khas.
Pasien delirium juga mempunyai masalah gangguan kemampuan memecahkan masalah dan
mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik.

Persepsi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan
stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan masa lalu mereka.
Dengan demikian, pasien seringkali tertarik oleh stimuli yang tidak relevan atau menjadi
teragitasi jika dihadapkan dengan informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada pasien
delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris, walau pun halusinasi juga
dapat taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometric
sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dan pemandangan. Ilusi visual
dan auditoris adalah sering pada delirium.

IV. Gejala Penyerta

Gangguan tidur bangun. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu.
Pasien seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat
tidurnya atau di ruang keluarga. Tetapi, tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan
terputus-putus. Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium sematamata terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur,
situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang-kadang, mimpi menakutkan di
malam hari dan mimpi yang mengganggu pada pasien delirium terus berlangsung ke keadaan
terjaga sebagai pengalaman halusinasi.
Gejala neurologis. Pasien dengan delirium seringkali mempunyai gejala neurologis yang
menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan inkontinensia urin. Tanda
neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium.
Diskusi. Penurunan kemampuan untuk mempertahankan perhatian, disorganisasi berpikir,
dan penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda untuk dinyatakannya pasien delirium.
Walaupun istilah lama delirium yang mempunyai konotasi keadaan konfusional yang
teragitasi atau meluap, sekarang ini inti dari sindrom ini dianggap adalah gangguan dalam
perhatian dan pikiran yang diarahkan tujuan. Gejala delirium lainnya, yang tidak ditunjukkan
oleh pasien, adalah gangguan persepsi, peningkatan aktivitas motorik, dan gangguan ingatan.
Walaupun ahli neurologis biasanya setuju bahwa, secara teknis, pasien menderita delirium
jika ia diperiksa oleh dokter psikiatrik konsultan, mereka kemungkinan tidak mencatat
formulasi diagnostiknya sendiri, karena mereka akan memusatkan secara diagnostik pada
proses penyebab, penyakit serebrovaskuler.

V. Diagnosis banding
Delirium dan demensia
Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset demensia biasanya datang perlahanlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan kogniif, perubahan demensia adalah
lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan hari. kadangkadang delirium juga terjadi pada pasien yang menderita demensia, suatu keadaan yang
dikenal sebagai beclounded dementia. Diagnosis delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat
definitif tentang demensia sebelumnya.
Delirium dan psikosis atau depresi
Beberapa pasien dengan gangguan psikotik, biasanya skizofrenia, atau episode manik
mungkin mempunyai episode perilaku yang sangat terdisorganisai yang mungkin sulit
dibedakan dari delirium. Tetapi pada umumnya, halusinasi dan waham pada pasien
skizofrenik adalah lebih konstan dan terorganisasi lebih baik dibandingkan pada pasien
delirium. Juga, pasien skizofrenik biasanya tidak mengalami perubahan dalam tingkat
kesadaran atau orientasinya. Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak
agak mirip dengan pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis

psikiatirik lain yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan
psikotik singkat, gangguan skizofreniform, dan gangguan dissosiatif.

VI. Perjalanan dan prognosis


Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodormal dapat terjadi pada hari
sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor
penyebab yang relevan ditemukan. Setelah diidentifikasi dan menghilangkan faktor
penyebab, gejala delirium biasanya menghilang dalam periode 3-7 hari, walaupun beberapa
gejala mungkin memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk menghilang secara lengkap.
Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama
waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Ingatan yang dialami selama
delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang timbul, dan pasien mungkin
menganggapnya sebagai mimpi buruk atau pengalaman yang mengerikan yang diingat secara
samar.
Periode delirium kadang-kadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres
pascatraumatis.

VII. Pengobatan
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika
kondisinya adalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physistigmine salicylate (antilirium)
1-2mg IV atau IM , dengan dosis ulangan dalam 5 sampai 30 menit, dapat diindikasikan.
Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan
lingkungan. Bantuan fisik adalah diperlukan, sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam
situasi di mana mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh
dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang berlebihan.
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan adalah psikosis dan
insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol, suatu obat antipsikotik
golongan butyrophenone. Pemberian tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik
pasien. Golongan phenotiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut
disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek
atau golongan hydroxyzine. Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan
barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari
pengobatan untuk gangguan dasar, seperti putus alkohol.

Anda mungkin juga menyukai