OLEH :
MURDIANA
: 1204104010007
: 1204104010022
DOSEN PEMBIMBING :
CUT NURSANIAH ST, MT
ZAHRUL FUADI ST, MT
HILDA MUFIATY ST, M.Sc
ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2014
1 . Arsitektur Tradisional
Arsitektur tradisional adalah suatu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersama
dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu suku bangsa. Oleh karena itu arsitektur tradisional
merupakan salah satu di antara identitas dari suatu pendukung kebudayaan yang bersangkutan.
1.1 Arsitektur Tradisional Jawa
Arsitektur Jawa adalah arsitektur yang digunakan oleh masyarakat Jawa. Arsitek Jawa telah
ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun. Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh
kebudayaan India bersamaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan
masyarakat Jawa. Wilayah India yang cukup banyak memberi pengaruh terhadap Jawa adalah
India Selatan. Ini terbukti dari penemuan candi-candi di India yang hampir menyerupai candi
yang ada di Jawa. Begitu pula aksara yang banyak ditemui pada prasasti di Jawa adalah jenis
huruf Pallawa yang digunakan oleh orang India selatan.
Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di wilayah Jawa Timur pada
abad ke1315 M arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah memperoleh gayanya
tersendiri. Bentuk arsitekturnya terdiri dari candi bergaya Singhasari, gaya candi Jago, gaya candi
Brahu, dan punden berundak. Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam konsep
keagamaannya saja, konsep-konsep kedewataan kemudian digubah kembali oleh para pujangga
Jawa Kuna.
Rumah tinggal tradisional Jawa pada umumnya merupakan ungkapan dari hakikat
penghayatan terhadap kehidupan.
Orientasi terhadap sumbu kosmis dari arah utara-selatan yaitu sumbu kosmis gunung merapi
dan pantai selatan.
Rumh tradisional Jawa dilengkapi dengan tembok sebagai batas antara dalam dan luar /
makrokosmos dan mikrokosmos/ lingkungan alam dan buatan
(Gambar 1.2 patokan arah rumah tradisional jawa, menurut kepercayaan yang di percayai)
Pada relief Candi Borobudur tampak bahwa rumah di Jawa digambarkan berkolong
tinggi dan cenderung persegi panjang daripada bujur sangkar sehingga lebih mirip rumah
panggung[. Karena makin sedikit hutan di Jawa, maka saat ini rumah Jawa merupakan satusatunya bangunan rumah tradisional yang tidak berkolong di Nusantara
Sikap dualisme masyarakat Jawa menuntutadanya keseimbangan dalam hidup keadaan ini
akan dapat dicapai apa bila ada kemampuan untuk menjaga titik keseimbangan di antara
dualisme tersebut
Dalam konteks tersebut ,rumah sebagai salah satu bentuk pernyataan diri untuk setia pada
sikap penyelarasan diri sekaligus sebagai wahana pencapaian kondisi yang selaras tersebut .
Jadi orang Jawa tidak hanya memandang rumah sebagai sekedar tempat tinggal namun lebih
tepat membangun religi penghuninya.
Perlu ada air untuk menyeimbangkan api,berupa penambahan selokan dan kolam
Namun ketika orang membersihkan pekarangan rumah,akan terjadi gangguan berupa kelebihn
angin dan cahaya beserta air pada musim hujan
Gangguan tersebut dapat dikurangi dengan penanaman pohon pelindung yang juga
menghasikan kayu.
Suatu perumahan tradisional Jawa terdiri dari atas bagian halaman terbuka dan halaman
tertutup.
Untuk halaman tertutup dibagi menjadi dua,yaitu rumah induk dan rumah tambahan
Njaba
Pendopo
Seketeng
Dalem/ patenan
Gandok
Pringgitan
Pawon
Halaman Luar
a. Regol
b. Njaba
c. Kandhang /gedhongan
d. Pendopo
e. Tratag /longkongan
Rumah Induk
a.
Pringgitan
b.
Dalem agung
c.
Senthong
Rumah Tambahan
a.
Gandhok
b.
Gandri
c.
Pawon
d.
Pekiwan
Lagenda
1. Regol
2. Rana
3. Sumur
4. Langgar
5. Kuncung
6. Kandang kuda
7. Pendapa
8. Longkonan/ tratag
9. Seketheng
10. Pringgatan
11. Dalem
12. Snthong kiwa/kiri
13. Sentong tengah
14. Sentong temgen/kanan
15. Gandhok
16. Dapur dan lain-lain
A. Halaman luar
B. Halaman dalam
Pondasi atau umpak yang ditinggikan 70cm menggunakan cor beton dan difinish dengan
batu wonosari dimaksudkan sebagai cermin bangunan ini berasal. Ciri khas dari pondasi ini
adalah tampilan dan posisi pondasi yang berada diatas tanah bukan berada di dalam tanah.
Pondasi ini dapat terlihat dengan mata telanjang.
Tiang
Rumah Joglo mempunyai 16 buah tiang atau kolom sebagai penopang konstruksi atap yang
terdiri dari 4 buah saka guru dengan masing masing tiang berukuran (15cm x 15cm) dan 12
buah tiang emper masing-masing berukuran (11cm x 11cm), serta mempunyai 5 buah
Blandar Tumpang Sari lengkap dengan kendhitatau koloran yang berfungsi sebagai
balok penyiku konstruksi utama bangunan tersebut. Keseluruhan bangunan asli menggunakan
material struktur kayu jati dan mempunyai ukuran 8,4 m x 7,6 m.
Motif Ukir
2. Limasan
Dinamakan Limasan,
karena jenis
rumah tradisional ini
mempunyai denah
empat persegi panjang
atau berbentuk
limas. Rumah bentuk
limasan yang
sederhana terdiri dari
empat buah
atap, terdiri dua buah atap bernama kejen/ cocor serta dua buah atap
bernama bronjong yang berbentuk jajaran genjang sama kaki. Kejen
berbentuk segi tiga sama kaki
3. Rumah bentuk kampung
Rumah bentuk Kampung adalah rumah dengan denah empat persegi panjang,
bertiang empat dengan dua buah atap persegi panjang pada sisi samping atas
ditutup dengan tutup keyong. Rumah ini kebanyakan dimiliki oleh orang
kampung atau orang jawa menyebutnya desa.
4. Rumah Panggang Pe
Panggang artinya dipanaskan di atas bara api. Sedangkan pe berati dijemur. Rumah
panggang Pe merupakan bangunan kecil yang terdiri dari sebuah atap dengan empat
buah tiang atau lebih yang di atasnya biasanya dipergunakan untuk menjemur barangbarang.
5. Rumah Masjidan/Tajug
Adalah rumah yang mempunyai denah bujursangkar, dan bentuk inilah yang
masih mempertahankan bentuk aslinya hingga sekarang. Sesuai dengan
namanya, Rumah bentuk Tajug/ Masjid tidak berfungsi sebagai tempat tinggal
namun biasanya dipergunakan sebagai tempat ibadah atau makam.