Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,
perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah
mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan
selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan
dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi
emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko
perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal
telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan post
partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimanamana.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung
di Amerika Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup.
Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari
kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industri,
perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab
kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa
negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap
100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari
kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan
100.000 kematian matenal tiap tahunnya.

Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat
ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar
hemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di
Indonesia serta fasilitas tranfusi darah yang masih terbatas menyebabkan PPP
akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi.
Sehingga dalam hal ini, kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki
dalam makalah ini memilki kesempatan untuk membahas masalah perdarahan
post partum yakni dengan memberikan sebuah raangkuman makalah tentang
perdarahan post partum sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa
keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bgaimana konsep dasar perdarahan post partum?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
perdarahan post partum?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi perdarahan post partum
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi perdarahan post partum
3. Agar mahasiswa mengetahui klasifikasi dari perdarahan post partum
4. Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologi perdarahan post partum
5. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari perdarahan post
partum
6. Agar mahasiswa memahami langkah dan cara untuk menegakkan diagnose
penderita perdarahan post partum
7. Agar mahsiswa mengetahui tata cara pelaksaan atau penanggulangan yang
dilakukan terhadap pasien perdarahan post partum serta mengetahui
komplikasi yang dapat terjadi
8. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep asuhan
keperawatan pada pasien perdarahan post partum

D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan adanya makalah inidapat menjadi sumber referensi
bacaan bagi mahasiswa maupun masyarakat. Serta diharapkan mahasiswa
mengerti dan bisa menerapkan asuhan keperawatan tersebut ada pasien
perdarahan post partum.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Perdarahan Post Partum
1. Definisi
Perdarahan postpartum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang
berasal dari tempat implantasi (penanaman telur yang sudah dibuahi ke dalam
dinding uterus pada awal kehamian) plasenta, robekan jalan lahir dan jaringan
sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang disamping
pendarahan karena hamil ektopik (diluar tempatnya) dan abortus. PPP bila
tidak mendapat penanganan semestinya akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali. (Prawirohardjo, 2011)
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam
masa 24 jam setelah anak lahir. Dalam pengertian ini dimasukkan juga
perdarahan karena retensio plasenta. (Mochtar, 1990)
Mochtar (1990) membagi klasifikasi perdarahan post partum menurut
waktu terjadinya dibagi atas 2 bagian yaitu:
a. Pendarahan postpartum primer (early post partum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
b. Pendarahan postpartum sekunder (late postpartum hermorrhage) yang
terjadi setelah 24 jam dan biasanya antara hari ke 5 sampai ke 15
postparum.
Menurut Wiknjosatro, H. (1960) dikutip dari (Mochtar, 1990)
pendarahan umumnya dan perdarahan postpartum khususnya masih
merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu dalam persalinan.
Karena itu ada tiga pokok yang harus dipegang dalam menolong persalinan
dengan komplikasi perdarahan postpartum, yaitu :
a. Penghentian perdarahan;
b. Jaga jangan sampai timbul syok;
c. Penggantian darah yang hilang.

2. Etiologi
Adapun menurut Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung (1982) penyebab dari perdarahan post partum
adalah:
a. Perdarahan atonis
b. Robekan cervix atau robekan vagina,
c. Tertinggalnya bagian-bagian plasenta,
d. Perdarahan karena coagulopathi

3. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni (tidak ada kekuatan otot) uteri dan
subinvolusi (kembali kepada ukuran semula) uterus menyebabkan kontraksi
uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi
tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri
juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit
darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak
ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan
jalan lahir (Juliyanti, 2013)adalah:
a. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih
tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.

3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika,


kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terusmenerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3) Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri


Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta
dari rahim dan sebagian lagi belum, karena perlukaan pada jalan lahir atau
karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan
postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin
besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia
uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat
dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi
bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah
kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada
perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati
karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang
telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan
postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang
lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan
didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya
penghentian

perdarahan

secepat

mungkin

dan

mengangatasi

akibat

perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage


rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi
hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual
pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan
tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada
perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh
nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas (status
melahirkan anak pada wanita), partus lama dan partus terlantar, obstetri
operatif dan narkosa (keadaan mati rasa), uterus terlalu regang dan besar
misalnya pada gemelli (anak kembar), hidramnion atau janin besar, kelainan
pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, faktor
sosio ekonomi yaitu malnutrisi. (Juliyanti, 2013)

Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta


Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1
jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
1) Plasenta

adhesiva

plasenta

yang

melekat

pada

desidua

endometrium lebih dalam.


2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena
atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim
(akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta
keluar (plasenta inkarserata). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak

akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka
akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
(Juliyanti, 2013)

Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma


Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus
genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum
yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami. (Juliyanti, 2013)

Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robelan servik atau vagina. (Juliyanti, 2013)
a. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan servik uteri
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih
sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila

kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum.

c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus
genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung
lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

Pathway:
PPP
Pengeluaran darah yang lebih dari
500-600 cc setelah melahirkan (uri dan
anak).

Berkurangnya volume
intravaskular

Eritrosit keluar

Anemia
Mudah terjadi infeksi

Hb menurun

Transport O2 ke organ menurun

Ke otak syock.

Pembentukan leuko menurun

Depresi sumsum tulang

4. Manifestasi Klinis

Terganggunya fungsi organ

Asidosis metabolik

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, mual. (Juliyanti, 2013)
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut
nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.Gejala yang
kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik gejala yang kadang-kadang
timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan

5. Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu
syok hipovolemik. Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat, dapat
terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi
dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada perdarahan
yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi kegagalan
fungsi organ organ seperti gagal ginjal mendadak.(Chalik, 2000) dikutip dari
(Anonim, 2013)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan


peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:1216gr/dl, saat hamil: saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil
5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk
split

fibrin

(FDP/FSP),

penurunan

kadar

fibrinogen

masa

tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT),


masa protrombin memanjang pada KID
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
g. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk
melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta. USG pada
periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan
post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya.

7. Penatalaksanaan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak
berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
a. Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus
bagian

bawah

untuk

menstimulasi

kontraksi

dan

kekuatan

penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang


kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat
menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan
dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
b. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus
uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus
dilakukan.

c. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang


menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah
yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni
uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna
merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan
akibat adanya laserasi.
d. Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang
beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk,
gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
e. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan
ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim
contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika
pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
f. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline
normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt
bersama dengan mengurut uterus secara efektif
g. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara
IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan
baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
h. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan
kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
i. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10
L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan.
Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam
merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan.
Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan
objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terhadap klien post meliputi :


a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain lain
b. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat kesehatan dahulu: riwayat penyakit jantung, hipertensi,
penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma
jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat
implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2) Riwayat kesehatan sekarang: keluhan yang dirasakan saat ini
yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi
lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3) Riwayat kesehatan keluarga: adanya riwayat keluarga yang
pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan
pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit
menular.
c. Riwayat obstetrik
1) Riwayat

menstruasi

meliputi:

Menarche,

lamanya

siklus,

banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT


2) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa,
Usia mulai hamil
3) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah


ada abortus, retensi plasenta

Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,


penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam
persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir

Riwayat

nifas

meliputi:

Keadaan

lochea,

apakah

ada

pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi
4) Riwayat Kehamilan sekarang

Hamil muda, keluhan selama hamil muda

Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan,


tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan
darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain

Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan,


beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari

Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi,


baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan
dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup
kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah buahan.

Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna,


konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB
harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )

Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena


perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi,


menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat
serta perawatan mengganti balutan atau duk.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu badan biasanya meningkat sampai
Setelah satu hari suhu akan kembali normal
penurunan akibat hipovolemia

C dianggap normal.

C), terjadi

b. Nadi: denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat.
c. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
d. Pernafasan: bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi
tidak normal.
e. Pemeriksaan Khusus
f. Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini
meliputi :
1) Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen
plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung
(hematoma)
2) Sistem vaskuler

Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian


tiap 8 jam berikutnya

Tensi diawasi tiap 8 jam

Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan


merah

Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan


kekenyalan

Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek


koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3) Sistem Reproduksi

Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post


partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi
fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya

Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,


banyak dan bau

Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda


infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas

Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak

Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum

Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan
fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)

Traktus urinarius

Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi


lancar atau tidak, spontan dan lain-lain

4) Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan


obstipasi
5) Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

3. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan
pembentukan sel darah putih.
b. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
c. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
yang terjadi secara terus menerus.
d. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan
jumlah darah dalam kapiler.
e. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Rencana Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan
pembentukan sel darah putih.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan
kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan
fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan
respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:

1) Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.


R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif
terhadap tindakan keperawatan.

2) Observasi jumlah perdarahan.


R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah
akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3) Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah
pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5) Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan
pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

b. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.


Tujuan: Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan
kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1) Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab
dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap
tindakan keperawatan.

2) Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.


R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban
suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.

3) Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).


R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5) Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

c. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang


terjadi secara terus menerus.
Tujuan: Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak terjadi penurunan kesadaran.
- TTV dalam batas normal.
- Turgor kulit baik.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1) Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler
yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2) Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara
dini.
3) Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak

ditangan secara baik.


4) Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan
yang berlebihan.
5) Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

d. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan


jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan: Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan
dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1) Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya
asidosis.
2) Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme.
3) Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.

e. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan: Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari
terpenuhi dengan kriteria:
-

Klien terlihat tidak kotor, tidak bau, tampak segar

Klien mengungkapkan dapat memenuhi perawatan dirinya

Rencana:
1) Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif
terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan
dengan bantuan orang lain.
3) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/

Kelemahan

tubuh

yang

terjadi

dapat

mengakibatkan

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.


4) Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat
mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar, 1990)
Klien yang mengalami perdarahan post partum akan berrisiko
kekurangan cairan, anemia hingga sepsis, hingga infeksi sehingga
mengganggu proses pada masa nifas pada klien tersebut.
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu
syok hipovolemik. Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat, dapat
terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi
dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada perdarahan
yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi kegagalan
fungsi organ organ seperti gagal ginjal mendadak.(Chalik, 2000) dikutip dari
(Anonim, 2013)

B. Saran
Ibu hamil ataupun yang akan melahirkan sebaiknya menyiapkan kondisi
fisik maupun psikologinya sehingga saat melahirkan kemungkinan untuk
mengalami perdarahan post partum berpersentasi kecil, dapat dilakukan
seperti pola atau hidup yang baik hingga asupan makanan yang adekuat untuk
proses persalinan sehingga kalaupun terjadi perdarahan si ibu masin banyak
mempunyai cadangan fe yang cukup untuk meregenarasi sel darah merah
maupun hemoglobin yang di dalam tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. 1982. Obstetri Patologi. Penerbit & Percetakan Elstar Offset:
Bandung.
Mochtar, Rustam. 1990. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta
Anonim.

Tinjauan

Teori

Perdarahan

Post

Partum.

Maret

2014.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-umarohchay-63052-babii.pdf
Indri Rohmawati. Perdarahan post partum dan penanganannya. 23 Januari 2013.
http://indrirohmawati.blogspot.com/2013/01/pendarahan-postpartum-danpenanganannya.html
Nova Juliyanti. Askep Pada Post Partum dengan Komplikasi Perdarahan, Infeksi
dan Baby Blues. 14 Juni 2013. http://njuliyanti.blogspot.com/2013/04/askeppada-post-partum-dengan.html

Anda mungkin juga menyukai