Anda di halaman 1dari 161

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Fenomena demokrasi dan menguatnya kesadaran sipil pada tingkat global
cukup menarik untuk dicermati. Fenomena ini merupakan aspek yang penting
dalam perjalanan demokrasi. Kemajuan segnifikan dari proses negosiasi
demokrasi ini, bisa dilihat dari banyaknya forum forum regional maupun global
yang diadakan dalam waktu dan kesempatan yang sama. Keterlibatan para kepala
pemerintahan dan semakin seringnya isu lokal yang menjadi bahan diskusi
merupakan salah satu contoh varian gerakan sosial dan lebih menarik lagi
kesadaran ini justru muncul di negara negara barat sendiri yang notabene sudah
lebih dahulu mengkampanyekan diri sebagai negara demokrasi yang ideal.
Di samping itu juga bahwa dewasa ini demokrasi telah menjadi topik
bahasan yang penting tidak saja untuk didiskusikan melainkan juga untuk
diperjuangkan. Bahkan sejak perang dunia ke 2 berakhir demokrasi merupakan
istilah yang populer dan telah menjadi faham, sebagai norma politik diterima
secara universal (Mansur Fakih dalam D.Juliana,1998:5-6). Terlebih lagi pada era
pasca

perang

dingin.

Adanya

kecenderungan

meningkatnya

jumlah

pemerintahan yang menerapkan nilai nilai demokrasi di seluruh dunia (Saiful


Mujani, 2007:1) Dengan kata lain seolah olah tak ada satupun negara yang tidak
menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi walaupun dalam mekanisme
pemerintahannya berbeda antara satu dengan lainnya (S.Pamuji,1985 :1).

Demikian pula di kalangan akademisi (ilmuan politik) pada dasawarsa


terakir, proses demokrasi atau proses transisi dari otoritisme menuju demokrasi
menjadi salah satu topik yang cukup populer dan menempati posisi utama. Di
Indonesia isu itu mendorong ilmuan politik menggelar berbagai forum diskusi,
penelitian, seminar hasil studi, mengenai demokratisasi, juga mengamati
perkembangan global demokrasi, yang

memanfaatkan berbagai sarana

pemantauan. Hal ini semua dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses dan
kondisi apa yang memungkinkan berlangsungnya perubahan demokratis di
masyarakat masyarakat yang sebelumnya otoriter itu (Mohtar Masoed, 2003:vvl). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak negara didunia ini
menuntut adanya penerapan demokrasi pada pemerintahannya.
Implikasi lebih lanjut dengan adanya tuntutan penerapan prinsip
demokrasi disuatu negara adalah diperlukannya sikap dan prilaku demokratis pada
setiap warganegara dalam tatanan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Untuk itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap warganegara untuk memiliki dan
mengembangkan sikap dan prilaku demokratis agar dapat berperan aktif atau
berpertasi dalam pembinaan dan membangun masyarakat negara dan bangsanya.
Demokrasi masuk di Indonesia melalui aspek kultural dalam hal ini
subkultur pergerakan nasional. Sejak semula demokrasi menimbulkan persoalan
yang cukup rumit dalam mencari perpaduanya dengan nilai nilai yang hidup
dalam masyarakat Indonesia. Demokrasi yang ingin ditegakkan di Indonesia
adalah demokrasi yang didasarkan pada nilai dasar negara yaitu Pancasila.
Demokrasi Pancasila tidak hanya demokrasi dalam bidang politik kenegaraan

namun juga meliputi bidang ekonomi, sosial, dan budaya, sebagai cita cita yang
ingin diwujudkan (Rudini, 1994:32)
Konsep demokrasi bila dianut oleh sesuatu negara harus berjalan dengan
kontrol yang ketat dan tidak semata mata mengandalkan Political will. Ada
dua alasan utama mengapa sebuah negara memilih sistem demokrasi untuk
pemerintahannya. Pertama adanya pengakuan hak azazi manusia sebagai
penghargaan terhadap martabat manusia; Kedua adanya partisipasi dan dukungan
rakyat dalam pemerintahan. Inti pemikiran ini adalah bahwa kemajuan masyarakat
/ negara sejalan dengan sejauh mana perkembangan demokrasi di dalam
kehidupan masyarakat dan manusia (Nusantara, 2003:28-29).
Menurut Susilo Bambang Yudoyono (SBY) bahwa karakteristik dan
efektifitas sistem setiap negara berbeda beda. Pada bangsa yang tingkat
pendidikan tinggi, maka demokratisasi, kebebasan dan keterbukaan sangat efektif
dalam membangun karakter bangsa. Akan tetapi pada bangsa yang tradisioanal
dan tingkat pendidikan warganya tidak merata, maka keteladanan seorang
pemimpin lebih efektif dibandingkan demokratisasi dan keterbukaan. Pada bangsa
Indonesia demokrasi tidak bisa dilempar ke pasar bebas tanpa melihat nilai nilai
budaya lokal (Achmad Mubarok, 2005 : xii).
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa demokrasi yang ingin di
tegakkan di Indonesia ialah demokrasi yang didasarkan pada nilai dasar negara
yaitu Pancasila. Dengan demikian, maka demokrasi yang dikembangkan di
Indonesia ialah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat diartikan secara
luas maupun sempit. Secara luas berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada

nilai nilai Pancasila dalam bidang politik ekonomi dan sosial. Sedangkan dalam
arti sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan
menurut hikmat kebijaksanaan dalam permussyawaratan perwakilan (Winarno,
2006:74). Menyambut bergulirnya era demokratisasi banyak orang berharap pada
dunia pendidikan yang semakin baik dan bermutu pada setiap negara. Hal ini
adalah wajar karena pendidikan adalah sebagai sebuah wahana penyadaran yang
diyakini mampu membawa bangsa dan warga negara keluar dari krisis (Susetyo,
2005 : v).
Bila dikaitkan dengan demokrasi maka membangun demokrasi sejati
dalam suatu negara memerlukan sikap dan prilaku hidup demokratis
masyarakatnya melalui pendidikan. Untuk itu diperlukan kerja keras dan waktu
yang tidak sedikit. Oleh karena itu secara substantif berdimensi jangka panjang
guna mewujudkan masyarakat yang demokratis maka pendidikan demokrasi
mutlak diperlukan. Tujuannya adalah mempersiapakan warga masyarakat
berprilaku dan bertindak demokratis melalui aktifitas menanamkan pada generasi
muda pengetahuan, kesadaran, dan nilai nilai demokrasi (Winarno, 2006:82-83).
Selanjutnya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih demokratis di Indonesia
dimasa depan faktor yang harus diperhatikan adalah melakukan pembinaan nilai
nilai demokrasi kepada generasi muda. Dengan pembinaan ini diharapkan nilai
nilai demokrasi dapat difahami kemudian diamalkan / dipraktekkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang pada akirnya nanti
dapat membentuk individu yang benar benar memiliki sikap demokratis.

Salah satu faktor penting yang perlu dicermati adalah sekolah atau
lembaga pendidikan. Melalui proses belajar mengajar, seorang guru / dosen
dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mempraktekkan nilai
nilai demokrasi yang telah difahami. Peran ini terasa belum dioptimalkan karena
dalam kenyataan yang terjadi lebih mengarah pada ranah kognitif dan cenderung
belum menyentuh ranah afektif maupun psikomotor. Akibatnya sosialisasi nilai
demokrasi melalui lembaga pendidikan belum berjalan dengan baik. Dampak
lebih jauh adalah peserta didik akan menjadi individu yang hanya mengerti nilai
demokrasi, namun, kurang melaksanakan nilai demokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen generasi muda harus terus
dibina, dikembangkan sikap, dan prilaku demokratisnya pembinaan ini terasa
amat mendesak untuk dilakukan mengingat banyaknya peristiwa yang menjadikan
kurangnya menerapkan prinsip demokrasi dalam penyelesaikan masalah sehari
hari seperti tawuran, pemaksaan kehendak, dalam menghadapi masalah sosial,
perbuatan anarkis dan sebagainya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Dikwar merupakan pendidikan yang
wajib diberikan pada semua jenjang pendidikan termasuk jenjang pendidikan
tinggi (menurut Ps 37 UU No. 20 tahun 2003). Dikwar di Perguruan Tinggi
diwujudkan dalam matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang sebelumnya
bernama Kewiraan. Tujuan Dikwar ini pada dasarnya adalah bagaimana
menjadikan warga negara yang baik (good citizen) yang mampu mendukung

bangsa dan negara. Dalam hal menjadikan warganegara yang baik tergantung dari
pandangan hidup dan sistem politik negara.
Bangsa Indonesia memiliki pengalaman yang cukup panjang dan kaya
dalam upaya meng Indonesiakan warganya melalui serangkaian pelaksanaan
pendidikan kewarganegaraan. Pada era reformasi dan demokrasi sekarang ini
tentunya dibutuhkan Dikwar yang bertujuan membentuk warga negara yang
demokratis yaitu warganegara yang cerdas, berkedaulatan dan bertanggung jawab
bagi kelangsungan negara Indonesia. Kiranya inilah kriteria warganegara yang
baik untuk saat ini (Winarno, 2006 : V).
Berdasarkan paparan tersebut di atas terlihat bahwa masalah sikap dan
prilaku demokratis pada generasi muda dalam hal ini mahasiswa perguruan tinggi
menarik untuk dicermati oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas hal ini
secara lebih mendalam. Hal ini didasarkan karena sikap dan prilaku demokratis ini
nantinya akan tercipta kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan

uraian

latar

belakang

diatas

maka

dapat

dirumuskan

permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah :


1. Bagaimana pelaksanaan

pendidikan kewarganegaraan pada 3

perguruan tinggi di Kota Mataram dalam konteks pembinaan


kehidupan demokrasi ?

2. Faktor apa saja yang berpengaruh dalam pelaksanaan pendidikan


kewarganegaraan pada 3 perguruan tinggi di Kota Mataram dalam
konteks pembinaan kehidupan demokrasi ?
3. Bagaimana makna Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan dalam
konteks pembinaan kehidupan demokrasi pada 3 Perguruan Tinggi di
Kota Mataram ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mencari jawaban dari
permasalahan pokok yang diajukan dalam rumusan di atas yaitu mengkaji
pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dalam membina
kehidupan demokratis.
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan
mendiskripsikan pelaksanaan Dikwar pada Perguruan Tinggi di Mataram.
1.3.2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk dapat mengetahui mengidentifikasi pelaksanaan Dikwar pada 3
Perguruan Tinggi di Kota Mataram dalam membina kehidupan demokrasi.
2. Untuk dapat mengungkap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan
Dikwar di Perguruan Tinggi di Mataram.
3. Untuk dapat mengungkap makna pelaksanaan Dikwar pada 3 Perguruan
Tinggi di Kota Mataram dalam konteks membina kehidupan demokrasi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
Secara akademik hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya terutama bagi peneliti ilmu sosial dan
pendidikan lain untuk mengkaji yang lebih mendalam.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian secara praktis sebagai sumbangan pemikiran bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan di samping itu sebagai
penggugah masyarakat untuk berdemokrasi dengan baik dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka


Dalam kajian pustaka ini akan dibahas atau dikemukakan hasil kajian/
penelitian yang berkaitan dengan demokrasi maupun bahasan tentang demokrasi
dalam literatur yang ada sepanjang pengetahuan penulis ada beberapa hasil
penelitian atau bahasan. Teori tentang budaya dan demokrasi yang berkaitan
dengan pendidikan atau kajian tentang demokrasi itu sendiri. Kajian atau tulisan
tulisan tersebut antara lain seperti yang diuraikan berikut ini:
Tesis Arief Purnomo yang berjudul Sikap Demokratis Siswa Sekolah
Menengah Umum di Yogyakarta (1999). Tesis ini membahas tentang membina
dan pengembangan domokrasi di indonesia yang penekanannya ditekankan pada
generasi muda dalam hal- hal ini pada siswa SMU di Yogyakarta, pada kaderkader masa depan bangsa, sikap demokrasi generasi muda harus benar benar
memiliki sikap demokratis sehingga harus selalu dibina dikembangkan. Oleh
karenanya penelitian ini berusaha mendiskripsikan sikap demokratis siswa SMU
dan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap terwujudnya sikap demokratis
tersebut. Baik dalam proses belajar mengajar maupun di luar sekolah penelitian
ini mensimpulkan bahwa sikap demokratis siswa akan muncul dalam proses
belajar mengajar di sekolah tergantung dari cara guru memposisikan siswa.

10

Kesimpulan lainnya adalah : bahwa dalam kasus pemilihan ketua OSIS tanpak
adanya suatu upaya belajar bersikap demokrasi dari siswa. Selanjutnya sikap
demokratis siswa di pengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan seperti
guru, teman, orangtua, dan media masa unsur ini saling berinteraksi dalam pikiran
siswa yang menghasilkan sikap demokratis. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi
sebagi perbandingan dan masukan yang pada dasarnya samasama mengambil
obyeksubyek demokrasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa
penelitian ini membahas tentang bagaimana pelaksaan pendidkan demokrasi pada
mata kuliah pendidikan kewarganegaraan (Dikwar) di perguruan tinggi.
Selain hasil penelitian di atas ada lagi hasil penelitian Saiful Munjani
berjudul Muslim Demokrat Islam, Budaya Demokrasi dan Partisipasi Politik di
Indonesia Pasca Orde Baru penelitian ini menemukan bahwa Islam didefinisikan
sebagai dua satuan ibadah: sunah dan wajib. Jaringan keterlibatan kewargaan,
identitas sosail islam dan orientasi politik islamis tidak memiliki hubungan negatif
yang berarti dengan unsur unsur demokrasi. Namun demikian adanya islamis
yang intoleran bukanlah ancaman nyata terhadap stabilitas demokrasi karena
kalangan islamis yang intoleran cenderung merupakan partisipan politik pasif
bukan aktif. Tidak ada kaitan antara islamisme yang intoleran dengan aktifitas
protes yang berpotensi menjadi faktor yang mendestabilisasi sistem demokrasi.
Sebaliknya hampir semua unsur Islam mempunyai hubungan yang positif
dan signifikan dengan keterlibatan kewargaan yang bersifat sekuler, dengan
keterlibatan politik dan partisipasi politik. Oleh karena itu islam mendorong warga

11

negara muslim terlibat aktif dalam politik dan aktifitas ini sejalan dengan sistem
demokrasi secara keseluruhan. Mereka yang berpartisipasi inilah dan kemudian
disebut sebagai : kaum muslim demokrat. Hasil penelitian ini juga bermanfaat
untuk menambah hasanah pengetahuan tentang demokrasi di indonesai di samping
pendamping sebagai pembanding dalam membahas penelitian ini.
Hasil penelitian lain yang mirip dengan penelitian ini adalah Tesis dari
Nor Anida Fateraniah berjudul Nasionalisme Dalam Pembelajaran IPS Sejarah
SLTP Negeri 8 Yogyakarta. Penelitian ini menangkap upaya penanaman
nasionalisme melalui pembelajaran IPS sejarah. Selain itu mengungkap faktor
pendorong dan penghambat dalam upaya penanaman nasionalisme pada siswa
serta sikap siswa dalam upaya penanaman sikap nasionalisme dalam pembelajaran
IPS sejarah penelitian ini memenyimpulkan antara lain: dalam proses
pembelajaran guru belum secara optimal menerapkan metode dan penggunaan
media yang berakibat pada kurang menariknya pembelajaran IPS sejarah.
Sedangkan faktor pendorong penanaman nasionalisme adalah kompentensi
personal sosial guru, lingkungan, dan mata pelajaran lain seperti PPKn. Sementara
faktor penghambatnya adalah penerapan metode dan media yang belum optimal
juga sikap siswa terhadap mata pelajaran IPS sejarah tersebut yang bukan menjadi
makna tapi masih bersifat menghafal. Hasil penelitian ini juga penulis gunakan
sebagai pembanding dalam menguraikan pelaksanaan Dikwar di perguruan tinggi.
Lain lagi dengan bahasan tentang demokrasi yang ditulis oleh Afan Gaffar
dalam bukunya yang berjudul Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi
(2004). Buku ini membahas tentang demokrasi di Indonesia. Apakah yang

12

dimaksud dengan demokrasi memahami makna demokrasi dengan mudah kita


melawankannya dengan istilah otoritaritarianisme totaliterisme, tirani dan
despotisme. Demokrasi memberi penghargaan yang tinggi kepada rakyat,
memberi peluang pada rakyat untuk berperan dalam diskursus pembuatan
kebijakan politik. Rakyat adalah kunci bagi demokrasi sedangkan istilah lain yang
dilawankannya dengannya menempatkan penguasa pada tempat utama.
Namun sebenarnya demokrasi tidak sesederhana itu. Demokrasi harus
dipahami dari dua dimensi yaitu dimensi normatif dan empirik. Pada dimensi
normatif dijelaskan apa yang sebenarnya secara ideal dari demokrasi. Sedangkan
pada demokrasi empirik, demokrasi membahas apa yang sesungguhnya terjadi
dalam kehidupan politik suatu negara, bagaimana bentuk normatif ideal tersebut
diwujudkan dalam kehidupan politik senyatanya sehari-hari. Seperti yang
diwujudkan dalam Pemilu yang bebas dan persaingan antar parpol berjalan
dengan wajar, memberi peluang bagi semua warga negara untuk menduduki
jabatan politik, memberikan kebebasan berbicara, berkumpul, menikmati hak
dasarnya sebagai manusia dan lain-lain. Akhirnya demokrasi diwujudkan dalam
kehidupan di mana rakyat bebas dari rasa takut.
Selanjutnya menguraikan tentang budaya politik bahwa nilai-nilai
universal dan normatif yang terkandung dalam demokrasi dalam implementasinya
akan berhadapan dengan nilai-nilai lokal. Oleh karena itu dalam perwujudannya
yang menyangkut style demokrasi dapat saja berbeda antara negara satu dengan
yang lainnya namun substansinya tetap sama. Dalam bab lain diuraikan tentang
kilas balik perjalanan demokrasi Indonesia dari kemerdekaan sampai orde baru

13

kemudian menguraikan demokrasi dan masyarakat madani. Pada bab terakhir


memperlihatkan sebuah pesimisme tentang demokrasi Indonesia dan mencoba
mengajukan sebuah model alternatif yang diberi istilah demokrasi yang tidak
wajar adalah sebuah model yang diterapkan di negara-negara Skandinavia dan
Amerika Latin. Model demokrasi ini tetap merupakan demokrasi hanya saja tidak
sempurna karena kondisi sosial ekonomi belum menopang. Ketidakwajarannya
adalah menyangkut kemungkinan rotasi kekuasaan yang sangat terbatas tapi
dimensi-dimensi lain dari demokrasi dapat diwujudkan. Bagaimana pun juga
perkembangan demokrasi selanjutnya sangat tergantung pada dinamika sosial
yang ada dalam masyarakat. Model ini bukan sesuatu yang final tapi masih
bersifat transisional.
Berkaitan dengan praktik demokrasi di Indonesia Maswadi Rauf dalam
kata pengantarnya Kemajuan Masyarakat dan Demokratisasi pada buku
Pengkhianatan Demokrasi Ala Orde Baru oleh Eep Saefullah Fatah (2000)
mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan berdampak pada demokratisasi.
Pembangunan nasional Indonesia telah meletakkan dasar yang kuat bagi kemajuan
bangsa

Indonesia.

Akibatnya

pembangunan

masyarakat

Indonesia

juga

menyaksikan banyaknya warga negara yang melek huruf sehingga akan


memperluas pengetahuan dan cakrawala

berpikirnya.

Dengan demikian

masyarakat cenderung semakin vokal dalam menyampaikan tuntutan mereka


(2000:xv-xvi).
Perkembangan komtemporer telah menunjukkan bahwa masyarakat
mempunyai kedudukan yang amat kuat dalam berhadapan dengan pemerintah

14

sehingga protes masyarakat semakin tidak bisa diabaikan oleh pejabat pemerintah.
Penyelesaian kompromis yang menampung aspirasi rakyat adalah cara terbaik
dalam mencari solusinya. Dengan demikian dapat dikatakan satu-satunya cara
untuk mengatasi dampak politik dari kemajuan masyarakat Indonesia adalah
demokratisasi yakni menerapkan kaidah-kaidah demokrasi dalam setiap kegiatan
politik dan lain-lain. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang
bercirikan demokrasi sehingga demokrasi sangat perlu dikembangkan di
Indonesia dalam hal ini pengembangan sikap dan perilaku pemerintah serta
masyarakat yang lebih luas (2000:xvii-xix).
Untuk mengembangkan dan membina sikap dan perilaku demokratis
tersebut salah satu caranya adalah melalui jalur pendidikan. Zamroni dalam
bukunya berjudul Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi membahas tentang
Nilai-Nilai Demokrasi dan Pendidikan berkaitan dengan globalisasi.
Buku tersebut diawali dengan membahas apa dan mengapa masyarakat
informasi yaitu suatu bentuk baru masyarakat yang melahirkan nilai-nilai, sikap
dan perilaku baru masyarakat. Kemudian diikuti pembahasan masalah kultur yang
diyakini memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat dengan
segala sistem yang menyertainya. Berikutnya membahas posisi pendidikan dan
demokrasi pada masa kini yang merupakan masa transisi dari suatu bentuk dan
sistem pemerintahan otoriter menuju sistem demokrasi yang liberal dalam waktu
yang relatif singkat. Pendidikan tidak bisa terlepas dari sistem dan pemerintahan
yang ada. Dalam kaitan dengan demokrasi maka pemahaman pendidikan

15

pluralitas amat penting. Untuk itu perlu pengkajian ulang pendidikan khususnya
pendidikan demokrasi.
Bagaimana demokrasi diharapkan akan dapat mengantarkan masyarakat
menuju masyarakat madani. Bagaimana upaya menjadikan pendidikan sebagai
sarana untuk mempercepat proses mewujudkan masyarakat madani, masyarakat
sipil pada rekayasa proses pendidikan menjadi piranti mempercepat terwujudnya
masyarakat

madani

tersebut

peran

civic

education

atau

pendidikan

kewarganegaraan menjadi sangat penting. Secara lebih khusus pendidikan


kewarganegaraan dirancang dengan globalisasi pada tingkat perguruan tinggi.
Untuk dapat memahami pokok masalah dalam penelitian ini perlu
dijelaskan beberapa konsep yang digunakan yaitu :

2.2. Konsep
2.2.1 Pendidikan Kewarganegaraan (Dikwar)
Berbicara

tentang

Pendidikan

Kewarganegaraan

(Pendidikan

Kewarganegaraan) bukanlah merupakan sesuatu yang asing atau baru. Pendidikan


Kewarganegaraan sebenarnya telah dilakukan dan dikembangkan di setiap negara
di seluruh dunia. Mata kuliah tersebut dinamakan atau diberi istilah dengan
bermacam-macam di dunia, seperti Civic Education, Citizenship Education, dan
bahkan ada yang menyebut dengan Democracy Education. Mata kuliah ini
memiliki peran yang strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas,
bertanggung jawab, dan berkadaban. Berdasarkan rumusan Civic International
(1995) disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan Civic

16

Culture, untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan


demokrasi (Mansoer, 2006).
Dikwar merupakan salah satu komponen dari kelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian (MKPK) yang wajib diberikan pada seluruh pada
seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Komponen lain dalam kelompok MKPK
adalah pendidikan pancasila dan pendidikan agama. Dikwar menitikberatkan pada
kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif

dan afektif serta menumbuhkan

kesadaran berbangsa dan bernegara secara rasional dan untuk meyakini kebenaran
serta ketetapatan konsepsi bela negara dalam aplikasi pandangan hidup bangsa
(Noor MS Bachry, 2004: iii).
Secara

bahasa

istilah

Civic

Education

oleh

sebahagian

pakar

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan


Pendidikan Kewarganegaraan. Bagi Azyuimardi Azra dan tim ICCE (Indonesian
Centre of Civic Education) menyebutnya dengan istilah Pendidikan Kewargaan.
Sedangkan menurut pakr yang lain seperti Zamroni, M. Numan Soemantri,
Marphin Panjaitan, TIM CICEO (Centre for Indonesian Civic Education),
Soedijarto, dll, menyebutkan dengan istilah Pendidikan Kewarganegaraan.
Menurut UU no. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas pada pasal 39(2)
dinyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan antara warga negara
dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di Perguruan
Tinggi

Pendidikan Kewarganegaraan ini dikenal dengan nama Pendidikan

17

Kewiraan (Dikwir) yang lebih menekankan pada aspek (PPBN). Pada tahun 2000,
diadakan penyempurnaan kurikulum nasional dimana materi Pendidikan
Kewiraan di samping membahas materi PPBN juga ditambah dengan pembahasan
materi tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan Dikwir
kemudian

diganti

dengan

Pendidikan

kewarganegaraan

(Pendidikan

Kewarganegaraan). Kemudian menurut SK Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, mata


kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta PPBN merupakan salah satu komponen
yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MKPK) dalam suasana kurikulum inti perguruan tinggi di
Indonesia.
Dari paparan di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa pendidikan
kewarganegaraan pada hakikatnya adalah merupakan mata kuliah (studi) tentang
hubungan antara warga negara dengan negara dan sesama warga negara, sebagai
bekal mahasiswa/peserta didik menjadi warga negara yang baik atau handal.
Sebagai bidang studi ilmiah pendidikan kewarganegaraan bersifat inter
disipliner (antar bidang) bukan mono disipliner karena dalam Pendidikan
Kewarganegaraan dibangun dari kumpulan pengetahuan yang di ambil dari
berbagai disiplin ilmu, oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangannya
memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik,
ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu ekonomi pembangunan, ilmu
administrasi negara, ilmu sejarah bangsa dan ilmu budaya. (H. Kaelan: 2007:4)
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana
menjadikan warga negara yang baik yang mampu mendukung bangsa dan negara.

18

Dengan

kata

lain

bagaimana

pendidikan

kewarganegaraan

dalam

mewarganegarakan individu atau orang-orang yang hidup dalam suatu negara.


Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

menurut SK DIRJEN DIKTI

no.207/DIKTI/KEP/2000 mencakup: Tujuan utama, Tujuan ilmu dan khusus.


Tujuan Utamanya adalah : untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran
bernegara serta membentuk sikap dan prilaku cita tanah air yang bersendikan
budaya bangsa. Sedangkan secara ilmu Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan
memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai
hubungan yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara
serta pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) sebagai bekal menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara Republik Indonesia.
Kemudian secara khusus Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk :
1. Agar mahasiswa paham dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban
secara jujur, santun dan aktratis serta ikhlas. Sebagai warga negara
Indonesia yang terdidik dan bertanggung jawabpada bangsa dan negara RI;
2. Agar mahasiswa dapat memahami dan menguasai beragam masalah dasar
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta dapat
mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab berdasarkan
pancasila

ketahanan

nasional

(Tannas)

dan

wawasan

nusantara

(Wasantara);
3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan prilaku sesuai engan nilai-nilai
perjuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa, bangsa dan
negara.

19

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan seperti tersebut di atas diperbaharui


lagi menurut SK DIRJEN DIKTI no.43/DIKTI/Kep/2006. tentang rambu-rambu
pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan
tinggi. Hal ini dirumuskan dalam visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan.
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah merupakan
sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan dan pengembangan program studi
guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia
Indonesia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang harus dihadapi
bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi
intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan, dan cinta tanah air dan
bangsanya, sedangkan Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
adalah membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah
air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni (IPTEKS) dengan rasa tanggung jawab dan bermoral
(Kaelan:2007:2)
Sebagai mata kuliah yang nomerklaturnya didahului dengan kata
pendidikan, maka Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa mementingkan
terbentuknya sikap dan atau prilaku. Sehingga fokus utama penerapan tujuan
pembelajarannya adalah pada dimensi afektif dan atau psikomotor. Oleh karena
itu Pendidikan Kewarganegaraan secara umum hendak mengembangkan/membina
mahasiswa menjadi warga negara Indonesia yang baik dengan tidak meninggalkan
aspek akademik sebagai kajian yanag besifat ilmiah.

20

Sejalan dengan pengembangan dan penerapan kurikulum yang berbasis


kompetensi di perguruan tinggi, maka mahasiswa juga harus memiliki tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dengan mempertimbangkan ciri khusus
dalam Pendidikan Kewarganegaraan lulusan yang telah menempuh mata kuliah
ini diharapkan memiliki kompetensi:
1) CIVIC KNOWLEDGE, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pengetahuan yang berhubungan dengan keilmuan kewarganegaraan,
seperti teori tentang negara, terbentuknya masyarakat, identitas nasional,
demokrasi, HAM, dan lain sebagainya
2) CIVIC SKILL, yaitu kompetensi yang menyangkut kemampuan atau
keterampilan untuk memasuki masyarakat selaku warga negara yang baik
seperti keikutsertaannya dalam kegiatan kemasyarakatan baik secara
intelektual atau prilaku (behaviour)
3) CIVIC DISPOSITION, yaitu

terbentuknya watak mahasiswa yang

bersumber pada kepribadian bangsa atau jati diri bangsa (Majelis Dikti
Litbang PP Muhamadiyah 2005:4)
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
yang berhasil adalah akan membuahkan sikap mental yang cerdas penuh tanggung
jawab dari peserta didik dengan sikap dan prilaku yang bertaqwa kepda Tuhan
Yang Maha Esa, menghayati nilai falsafah bangsa, berbudi luhur, berdisiplin,
nasional, dinamis, sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara,
profesional, sadar untuk bela negara, serta cinta tanah air dalam melaksanakan
profesi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam

21

mengisi kemerdekaan dan menghadapi pengaruh global, setiap warga negara RI


pada umumnya dan mahsiswa sebagai calon sarjana/ilmuwan pada khususnya
harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah air. Dalam
perjuangan non fisik mahasiswa harus tetap memegang teguh nilai-nilai tersebut
di atas pada senua aspek kehidupan.
Dalam tesis ini akan meneliti bagaimana pelaksanaan Dikwar pada
perguruan tinggi di Mataram. Pelaksanaan yang dimaksud adalah segala hal yang
terkait dengan Dikwar seperti kebijakan, dosen, mahasiswa, materi kuliah, dan
fasilitas pendukung yang lainnya.

2.2.2 Demokrasi
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran bangsa Yunani sekitar abad
ke-4 SM negara dan hukum. Demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan rakyat.
Berdasarkan konsep ini kekuasaan menyiratkan tentang makna politik dan
pemerintahan dan rakyat atau warga masyarakat diartikan sebagiai warganegara.
Demokrasi yang dipraktekkan pada masa itu adalah demokrasi langsung artinya
hak

rakuntuk membuat keputusan politik dijalankan secara Langsung tanpa

perwakilan oleh sewluruh rakyat atau warga negara. Hal ini dapat dilakukan
karena Yunani pada waktu itu berupa Negara Kota (Polis) yang penduduknya
relatif sedikit atau terbatas pada sebuah kota dan sekitarnya.
Kata Demokrasi dari segi pengertiannya dapat ditinjau dari dua pengertian
yaitu pengertian secara etimologis dan secara terminologis. Bila ditinjau dari segi
etimologis maka kata demokrasi ini berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari

22

dua kata yaitu demos berarti rakyat dan cratos berarti kekuasaan atau
pemerintahan . Jadi bila digabung kedua kata demos + \cratos menjadi
demokrasi yang memiliki arti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat dan
selanjutnya dimaknai Sistim Pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Sedangkan pengertian demokrasi secara terminologi banyak sekali
pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli politik. Masing-masing
ahli memberikan pengertian/atau definisi dari sudut pandang yang berbeda.
Berikut ini beberapa definisi tentang demokrasi:
1) Henry B. Mayo
Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang
menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas
oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihanpemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik .
2) C. F. Strong
Suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari
masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan
kepada mayoritas itu.
3) Samuel Hatington
Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif
yang paling kuat dalamsistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang
adil, jujur dan berkala dan didalam sistenm itu para calon bebas bersaing

23

untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak


memberikan suara.
4) Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimama keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan
pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
5) Philippe C.Schmitter
Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana

pemerintah

dimintai tanggungjawab atas tindakan tindakan mereka di wilayah publik


oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui
kompetisi dan kerjaa dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
6) Harris Soche
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan
pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan
merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur,
mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan
orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
7) Abraham Lincoln (1863)
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(Democracy is government from the people , by the people and for the
people ).

24

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hakekat


demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial politik Dalam
demokrasi bkekuasaan pemerintahan di negara itu berada di tangan rakyat. Rakyat
adalah pemegang kekuasan tertinggi di Negara tersebut. Jadi pemerintahan yang
menempatkan rakyat sebagi pemegangkekuasaan tertnggi disebut pemerintahan
yang demokratis.
Pengertian demokrasi yang paling popular adalah pengertian yang
dikemukakan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln tahun
1863 yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerinthan
dari rakyat berate pemerintahannegara yang bersangkutan mendapat mandate dari
rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan pemerintahan oleh
rakyat berarti pemerintahan Negara yang bersangkutan dijalankan oleh rakyat.
Kemudian pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan menghasilkan dan
menjalankan kebijakankebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan
kesejahteraan rakyat.
Dalam

penelitian

ini

akan

membahas

bagaimana

Pendidikan

Kewarganegaraan dilaksanakan dalam konteks pembinaan kehidupan demokrasi


pada Perguruan Tinggi di Mataram.

Demokrasi menurut UUD 1945


Sejak disahkannya UUD 1945 maka sistem demokrasi yang dianut atau
dijalankan di Indonesia adalah demokrasi berdasarkan UUD 1945 yang bersumber

25

pada nilai ideologi bangsa yaitu Pancasila. Sehingga demokrasi Indonesia dikenal
dengan istilah Demokrasi Pancasila.
Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila dalam UUD 1945
adalah sebagai berikut :
a.

Kedaulatan Rakyat
Hal ini didasarkan Pembukaan UUD 1945 alinea IV yaitu ............
yang terbentuk dalam Susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat .......... Kedaulatan rakyat adalah merupakan
substansi demokrasi.

b.

Republik
Negara Indonesia adalah negara yang bentuk pemerintahannya
Republik yang berarti negara untuk kepentingan umum dan rakyat.
Hal ini didasarkan pada Pembukaan UUD 1945 alinea IV yaitu
.............yang terbentuk dalam Suatu Susunan Negara Republik
Indonesia.

c.

Negara berdasarkan Hukum


Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 3 Negara
Indonesia adalah negara hukum Negara hukum Indonesia menganut
hukum dalam arti luas atau material yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (Pembukaan
UUD 1945 alinea IV).

26

d.

Pemerintahan berdasarkan Konstitusi


Hal ini berdasarkan kalimat ............. maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, .............. UUD adalah konstitusi negara.

e.

Sistem Pemerintahan Rakyat


Hal ini berdasarkan sila ke empat Pancasila : Kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan.

f.

Prinsip Musyawarah
Berdasarkan sila ke empat Pancasila : Kerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan/Perwakilan

g.

Prinsip Ketuhanan/Religius
Bahwa

demokrasi

yang

dijalankan

harus

dapat

dipertanggungjawabkan di samping secara reel kepada rakyat dan


juga secara moral kepada Tuhan.

2.2.3 Pembinaan Kehidupan Demokrasi


Menurut pengamatan dan telaah para pakar politik dan negara paling tidak
ada dua alasan mengapa kajian tentang demokrasi itu amat penting artinya bila
dihubungkan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Alsan

27

pertama adalah bahwa hampir semua negra di dunia ini telah menjadikan
demokrasi sebagai azas fondamental dalam kehidupan bernegara. Hal ini
ditunjukan dari hasil studi UNESCO pada awal tahun 1950an yang
mengumpulkan lebih dari 100 sarjana Barat dan Timur. Sementara di negaranegara demokrasi itu pemberian peranan pada negara dan masyarakat hidup dalam
porsi yang berbeda-beda walaupun sama-sama berazas demokrasi. Alasan kedua ,
demok rasi sebagi azas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi
peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai sebagai organisasi
tertingginya tetapi ternyata demokrasi berjalan dalam jalur yang berbeda-beda
(Amin Rais, 1995:1). Dengan alasan tersebut dapat dikatakan bahwa asas
demokrasi hampir sepenuhnya disepakati sebagi model terbaik bagi dsar
penyelenggaraan suatu negara walaupun secara riil dalam penyelenggaraannya
diberbagai negara memberikan implikasi yang berbeda-beda.
Penerapan Demokrasi dalam sistem pemerintahan suatu negara
yang berbeda beda akan melahirkan sistem berbeda-beda pula seperti:( 1 ).
Sistem

Presidensial yang mensejajarkan antara parlemen dan prsiden dengsn

memberi dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan sebagai
kepala pemerintahan. ( 2 ). Sistem Parlementer yang meletakkan pemerintahan
dipimpin oleh Perdana Menteri yang hanya berkedudukan sebagai kepala
poemerintahan , dan bukan sebagai kepala negara.Sedangkan kepala negaranya
bisa diduduki oleh seorang raja/(/ratu ) atau presiden yang hanya sebagai simbol
kedaultan dan persatuan negara. ( 3 ) Sistem

Referandum yang meletakkan

pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari parlemen, dibeberapa negara ada

28

yang menggunakan sistem campuran antara sistem presidensial dengan sistem


parlemen (Kaelan; 2007: 54 ).
Pada masa-masa awal perkembangan demokrasi difahami sebagai salah
satu bentuk pemerintahan. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan
pemikiran umat manusia serta perkembangan ilmu dan teknologi demokrasi
difahami lebih luas lagi. Sekarang demokrasi bukan saja sebagai bentuk
pemerintahan tetapi sebagai sistem politik bahkan sebagai sistem ekonomi.
Pada masa sekarang tidak semata difahami sebagai suatu bentuk
pemerintahan akan tetapi sebagai sistem politik pengertiannya lebih luas dari
bentuk pemerintahan. Bahkan luas lagi sampai pada sistem ekonomi. Menurut
Samuel Huntington (2001 : 30). Sistem politik yang demokratis adalah dimana
pembuat keputusan kolektif yang paling kuat adalah yang dipilih melalui Pemilu
yang adil dan jujur dan berkala yang para calonnya bebas bersaing untuk
memperoleh suara dari rakyat yang berhak memberikan suara.
Sistem politik demokrasi tidak datang tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya. Namun membutuhkan usaha nyata dari setiap warga negara maupun
penyelenggara negara dalam bentuk prilaku yang demokratis. Untuk itu
diperlukan pendidikan tentang demokrasi yang sungguh-sungguh.
Demokrasi yang telah menjadi prinsip dalam pemerintahan dan sistem
pemerintahan Indonesia sangat penting dibina agar memasyarakat pada warga
negara Indonesia melalui pendidikan. Hal ini sesuai pula dengan pendapat Prof.
Zamroni, PhD yang menyatakan bahwa upaya membangun masyarakat yang
demokratis harus diiringi dengan membangun struktur sosial politik dan kultur

29

yang demokratis. Untuk itu pendidikan kiranya merupakan suatu instrumen untuk
membangun kultur demokrasi dan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan
tinggi merupakan salah satu bentuk untuk itu. (Asykuri Ibnu Chanim, 2003. VII).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokrasi tidak hanya memerlukan
institusi, hukum aturan ataupun lembaga-lembaga negara yang lain. Demokrasi
sejati memerlukan sikap dan prilaku hidup dari masyarakat pendukungnya. Oleh
karenanya pendidikan merupakan bagian yang penting dalam membina warga
negara yang demokratis.
Untuk dapat berkembang dan berjalannya demokrasi pada suatu negara
tidak hanya memerlukan institusi, hukum, aturan ataupun lembaga negara.
Demokrasi sejati memerlukan sikap dan prilaku masyarakatnya di samping
lembaganya. Tersedianya kondisi seperti ini membutuhkan waktu yang lama,
berat dan sulit. Oleh karena itu secara substantif berdimensi jangka panjang guna
mewujudkan masyarakat atau kehidupan demokratis pendidikan demokrasi
mutlak diperlukan. Karena pendidikan demokrasi pada hakekatnya merupakan
pengenalan dan mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan
dijalankan serta dapat ditegakkan dalam kehidupan berbangsa bermasyarakat dan
bernegara oleh warga negara.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pendidikan demokrasi
bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berprilaku dan bertindak demokratis
melalui penanaman pengetahuan, kesadaran untuk dapat melaksanakan nilai-nilai
demokrasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Zamroni (2001 : 165) menyatakan
bahwa pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai demokrasi itu meliputi tiga hal

30

yaitu : (1) kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri dan merupakan pilihan terbaik
tentang pola hidup bernegara ; (2) demokrasi adalah merupakan sebuah learning
proses yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain ; (3)
kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentranspormasikan nilai
nilai demokrasi pada masyarakat.

2.2.4 Perguruan Tinggi di Mataram


Yang dimaksud perguruan tinggi di sini adalah lembaga yang sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
SisDiknas pada bagian keempat khususnya pasal 19 (1), 20 (1) yaitu bahwa
perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi yang merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk
akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Perguruan tinggi dalam penelitian ini merupakan tempat atau lokasi
penelitian yang ada di kota Mataram. Perguruan tinggi di kota Mataram ada yang
berstatus negeri dan swasta. Dikwar diberikan pada semua perguruan tinggi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

31

2.2.5 Kajian Budaya


Kajian Budaya menurut Chris Barker (2005, 45) adalah bidang yang
majemuk berisi berbagai perspektif yang saling bersaing melalui produksi teori,
berusaha mengintervensi politik kebudayaan. Kajian Budaya mempelajari
kebudayaan sebagai praktik pemaknaan dalam konteks kekuasaan sosial. Kajian
Budaya dengan metode eklektis menegaskan posisionalitas semua pengetahuan
termasuk dirinya sendiri. Ide kunci dalam Kajian Budaya adalah budaya praktek
pemaknaan representasi wacana kekuasaan artikulasi teks pembaca dan konsumsi.
Kajian Budaya adalah bidang penyelidikan inter displiner yang mempelajari
produksi dan penanaman peta-peta makna. Kajian Budaya juga merupakan projek
yang menarik dan cair yang menunjukkan pada kita tentang dunia yang sedang
berubah dengan harapan kita dapat memperbaikinya.
Selanjutnya Bennet (Chris Barker: 2005, 8-9) menawarkan elemen dari
definisi kajian budaya yaitu (1) kajian budaya adalah bidang inter disipliner yang
secara selektif mengadopsi beberapa perspektif dari berbagai disiplin lain untuk
meneliti hubungan antara kebudayaan dan politik; (2) kajian budaya tertarik pada
segala macam praktik lembaga dan sistem klasifikasi yang memungkinkan
ditanamkannya nilai keyakinan kompetensi rutinitas hidup dan bentuk-bentuk
perilaku khas yang menjadi kebiasaan pada suatu populasi; (3) kajian budaya
mengekplorasi berbagai macam bentuk kekuasaan termasuk gender, klas,
kolonialisme dan lain-lain; (4) kajian budaya mempelajari bentuk kekuasaan
saling berhubungan mengembangkan cara-cara untuk memahami budaya dan
kekuasaan yang digunakan oleh mereka yang menjadi agen dalam upaya

32

melakukan perubahan; (5) wilayah institusional kajian budaya adalah lembaga


pendidikan tinggi dalam hal ini kajian budaya punya kesamaan dengan bidangbidang disiplin akademik lain; (6) kajian budaya berusaha menjalin koneksi di
luar wilayah akademik dengan gerakan sosial politik, para pekerja di lembagalembaga kebudayaan serta manajemen kebudayaan.
Berdasarkan definisi dan konsep tersebut di atas maka kajian budaya
adalah bidang yang sangat majemuk dan bersifat multidisipliner dalam
memberikan makna dan pemaknaan terhadap perkembangan iptek. Kajian budaya
yang dimaksud dalam konsep ini adalah pelaksanaan pendidikan demokrasi dalam
mata kuliah Dikwar yang berorientasi pada nilai-nilai dan norma lokal yang dapat
dikembangkan ke dalam disiplin ilmu. Dengan demikian pembelajaran demokrasi
pada pelaksanaan Dikwar dapat didekatkan pada mata kuliah lainnya.
Potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal untuk dikembangkan dan
diajarkan pada mahasiswa merupakan bidang kajian budaya. Hal ini disebabkan
bahwa kajian budaya berusaha menggali, membela dan melestarikan nilai-nilai
budaya dan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut
dikembangkan ke dalam bentuk pendidikan demokrasi pada pelaksanaan Dikwar
di perguruan tinggi dalam perspektif kajian budaya.

2.3. Landasan Teori


Dalam upaya membahas masalah yang diajukan dalam penelitian ini
digunakan beberapa teori sebagai pijakan teoritis.

33

2.3.1 Teori Dekonstruksi


Teori dekonstruksi menurut Derrida adalah sebuah makna yang
mengalami penambahan, pergantian, dan memiliki potensi untuk terus mengalami
perubahan secara terbatas dan juga beroperasinya kekuasaan dalam praktek sosial.
Menurut Agger (2003) dalam bukunya Teori Sosial Kritis mengatakan bahwa
teori dekonstruksi merupakan teori yang membedakan keadaan masa lalu dengan
masa kini melalui suatu peristiwa yang ditandai dengan adanya dominasi,
ekploitasi, dan dekonstruksi terhadap gejala yang telah, sedang, maupun yang
akan terjadi.
Teori ini dipakai untuk membahas pelaksanaan pendidikan demokrasi
pada Dikwar di perguruan tinggi dalam hal ini akan melihat keberadaan sarana
prasarana kurikulum tenaga pengajar dan kebijakan dalam pelaksanaan Dikwar.
Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran Dikwar pada perguruan tinggi
tampaknya kebijakan pemerintah mendominasi. Selain itu inovasi yang dilakukan
pendidik sangat minim. Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang sentralistik dan
tidak boleh keluar dari rambu-rambu yang ditetapkan.

2.3.2. Teori Sosial Multikultural


Teori ini dikemukakan oleh Ritzer dan Rogers yang memiliki tipologi
sebagai berikut bahwa teori ini (1) menolak universalistik yang cenderung
membela yang kuat; (2) Teori ini bebas nilai; (3) bersifat terbuka; (4) membela
yang lemah; (4) tak membedakan narasi; (6) bersifat kritis ; (7) mengakui bahwa

34

karya mereka dibatasi oleh sejarah tertentu baik dalam konteks kultur maupun
sosial tertentu. Teori ini digunakan untuk membedah masalah yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan Dikwar. Pelaksanaan Dikwar dipengaruhi oleh beberapa
aspek antara lain aspek ekonomi, politik, hukum, sosial budaya. Terlebih saat ini
otonomi daerah dalam pendidikan dapat juga berpengaruh dalam pelaksanaan
Dikwar.
2.3.3. Teori Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi
seseorang

dalam

hidup

bermasyarakat.

Hal

yang mendorong

manusia

berkomunikasi dengan manusia lain adalah kebutuhan untuk mempertahankan


kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sementara menurut Harold D Lasswell menyebutkan ada tiga
fungsi dasar perlunya manusia berkomunikasi yaitu : (1) Hasrat manusia untuk
mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui
peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara atau dihindarkan di sekitar
lingkungannya;

(2)

Upaya

manusia

untuk

dapat

beradaptasi

dengan

lingkungannya dan (3) Upaya untuk melakukan transpormasi warisan sosialisai


(Cangara, 2005 : 2). Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik sebagai individu maupun
masyarakat. Komunikasi diperlukan untuk mengatur tatakrama pergaulan antar
manusia.
Dalam penelitian ini teori komunikasi digunakan untuk menganalisis
semua elemen pelaku dan bentuk komunikasi serta proses yang terjadi dalam

35

pengajaran Dikwar (Demokrasi) pada perguruan tinggi di Mataram. Elemenelemen tersebut berupa kurikulum yang meliputi jenis, materi, target dan fasilitas
belajar mengajar seperti, buku, perpustakaan, Lab. dsb. Pelaku komunikasi
mencakup dosen, mahasiswa, pejabat perguruan tinggi dalam kompetensinya
masing-masing. Selanjutnya, yang terkait dengan proses dan efek komunikasi
yang terjadi dalam pengajarn Dikwar, seperti proses belajar mengajar, materi
pelajaran, metode dan sistem evaluasi, target dan penggunaan fasilitas belajar
mengajar.

36

2.4. Model Penelitian


Gambar 1 :

UUD 1945

Sistem Pendidikan
Nasional

EKSTERN

INTERN
-

Kurikulum
Sarana
Dosen

Pelaksanaan Dikwar
pada 3 PT di Kota
Mataram

Pelaksanaan Dikwar
pada 3 Perguruan Tinggi
di Mataram

Faktor yang
mempengaruhi
Pelaksanaan Dikwar
pada 3 PT di Kota
Mataram

Globalisasi
Ideologi
Politik
Sosial
Budaya

Makna Pelaksanaan
Dikwar dalam Konteks
Pembinaan kehidupan
demokrasi pada 3 PT di
Kota Mataram

37

Keterangan Model Penelitian :


Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah merupakan penjabaran Pasal
31 UUD 1945. Pada pasal 37 ayat 3 UUSPN dinyatakan bahwa kurikulum
pendidikan

tinggi

wajib

memuat

Pendidikan

Agama,

Pendidikan

Kewarganegaraan dan Bahasa. Salah satu implementasi UU no. 20 tahun 2003


tentang Sisdiknas adalah penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan
(Dikwar) pada perguruan tinggi termasuk perguruan tinggi yang berada di
Kota

Mataram.

Dalam

pelaksanaan/penyelenggaraan

Pendidikan

Kewarganegaraan dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor


intern adalah faktor yang mempengaruhi berasal dari dalam perguruan tinggi
masing-masing yang terdiri dari kuriklum yang digunakan sarana prasarana
penunjang, dosen yang mengajar dan waktu belajar. Di lain pihak pelaksanaan
dikwar ekstern yang terdiri dari faktor Globalisasi, Ideologi, Politik, Sosial
Budaya Bangsa.
Dalam

kurikulum

43/Dikti/Kep/2006)

Dikwar

terbaru

dicantumkan

(SK
tentang

Dirjen

Dikti

Pendidikan

Diknas

No.

Demokrasi.

Penyelenggaraan Dikwar (demokrasi) pada perspektif kajian budaya di


Perguruan Tinggi perlu/mendesak dilaksanakan, terlebih paradigma baru
pendidikan yang berorientasi pada kearifan lokal dengan berpegang pada
prinsip

otonomi.

Sedangkan

otonomi

pendidikan

merupakan

upaya

menyangkut segala potensi yang dimiliki oleh daerah ke dalam pendidikan


sehingga akan diuraikan bagaimana penyelenggaraan Dikwar, faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi penyelenggaraan Dikwar dan bagaimana makna

38

pelaksanaan

pendidikan

kewarganegaraan

dalam

konteks

kehidupan demokrasi pada 3 perguruan tinggi di Kota Mataram.

pembinaan

39

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dirancang sebagai metode penelitian yaitu penelitian yang
menyimpulkan dan menganalisis data dengan ukuran tertentu yang dinyatakan
dalam kualitas. Penelitian ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa pelaksanaan
pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dipengaruhi oleh berbagai aspek
atau sistem seperti : politik ekonomi, sistem, sosial dan budaya. Oleh karena itu
penelitian

ini

secara

khusus

membicarakan

pelaksanaan

pendidikan

kewarganegaraan di perguruan tinggi dan aspek serta sistem yang berpengaruh


terhadap pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dan
maknanya dikaitkan dengan khasanah kebudayaan.

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini mengambil lokasi di kota Mataram Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Yaitu pada perguruan tinggi yang ada di kota Mataram. Dalam hal ini yaitu
Universitas Mataram, Universitas Muhammadiyah Mataram dan Institut Agama
Islam Negeri Mataram. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa perguruan
tinggi tersebut memiliki kekhususan terutama dalam pedoman yang dipakai dalam
penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan.

Hal ini ditunjukan pada

pedoman/literatur inti yang digunakan. Di Universitas Mataram digunakan buku

40

pedoman dari diknas/Lemhanas, di Universtas Muhammadiyah Mataram


menggunakan buku pokok yang disusun oleh Tim Perguruan Tinggi
Muhammdiyah sendiri suatu pedoman Perguruan Tinggi Muhammdiyah se
Indonesia demikian juga dengan buku yang disusun untuk IAIN, STAIN dan UIN
di seluruh Indonesia.

3.3. Jenis dan Sumber Data


3.3.1. Jenis Data
Berdasarkan uraian pendekatan penelitian di atas, maka jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif yaitu data yang berupa
pernyataan bukan merupakan angka.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan
sekunder. Menurut Molleong (1994:157) sumber data primer adalah data yang
didapat secara langgsung dari tangan pertama atau orang pertama sedangkan
sumber data sekunder adalah data yang dioperoleh dari sumber lain atau data
diperoleh secara tidak langgsung. Sumber data primer yang dimaksud berupa
orang yang diwawancara atau informan di lapangan.
Orang yang dijadikan sumber data dalam hal ini adalah orang yang
mengetahui dan memahami Pendidikan Kewarganegaraan (Dikwar) antara lain
pejabat perguruan tinggi yang bersangkutan, dosen yang mengajar dan mahasiswa
yang diajar. Serta koordinator mata kuliah umum di masing masing perguruan
tinggi. Adapun data yang dicari adalah :

41

1) Pelaksanaan Dikwar di perguruan tinggi;


2) Aspek aspek yang mempengaruhi dalam pelaksanaan Dikwar;
3) Makna Dikwar dikaitkan dengan hasanah kebudayaan.

3.4. Teknik Penentuan Informan


Informan adalah orang yang dijadikan sebagai sumber dalam memperoleh
data penelitian yang nantinya akan diwawancarai. Dalam penelitian ini yang
dijadikan sebagai informan ialah mahasiswa, dosen yang mengajar Dikwar pada
Perguruan Tinggi di Mataram. Untuk diketahui dosen yang membina mata kuliah
Dikwar adalah dosen khusus yang telah dikursus/dilatih untuk itu. Jadi tidak
semua dosen bisa membina mata kuliah Dikwar .
Oleh karena itu dalam teknik penentuan informan pada penelitian ini
adalah dengan teknik Purposif yaitu dimana informannya telah ditentukan atau
dipilih tidak berdasarkan strata tapi berdasarkan atas tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Dalam hal ini orang yang dipilih adalah orang yang mengetahui dan
memahami masalah Dikwar yang ditentukan sejak awal.

3.5. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian
dari awal sampai berakirnya proses penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002:26).
Sedangkan M.Singarimbun (Bungin, 2001:71) menyatakan bahwa instrumen
dalam penelitian kualitatif adalah juga peneliti itu sendiri. Oleh karena itu
penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri, maka dengan membawa dirinya

42

sendiri, peneliti kualitatif sebenarnya sudah siap ke lapangan untuk menghimpun


sabanyak mungkin data atau informasi yang dibutuhkan. Dalam upaya
mengumpulkan data atau informasi tersebut peneliti menggunakan alat bantu
berupa pedoman wawancara, alat perekam gambar, tape recorder, alat alat tulis
dan lain sebagainya.

3.6. Teknik Pengumpulan Data


Secara garis besar pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara yaitu 1) data yang di peroleh langsung dari lapangan yaitu untuk
mendapatkan data primer, dan 2) studi kepustakaan yang bertujuan untuk
mendapatkan data sekunder. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti akan
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

3.6.1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat,
mengamati, subyek penelitian. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang subyek penelitian. Dalam hal ini sebagai mana pelaksanaan
pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dalam perspektif kajian budaya.
Kegiatan yang diamati antara lain : 1) kegiatan mahasiswa dalam mengikuti
kuliah di kelas 2) Kegiatan dosen pendidikan kewarganegaraan dalam
memberikan materi pengajaran / melaksanakan tugas 3) mengamati sarana dan
prasarana pendukung kegiatan pengajaran.

43

3.6.2. Wawancara Mendalam


Selain melakukan obserfasi data primer juga di peroleh dengan
wawancara. Menurut Suharsimi Arikunto (2000 :102) menjelaskan tentang
wawancara mendalam yaitu wawancara yang dilakukan secara informal. Biasanya
dilakukan bersama dengan observasi. Dalam wawancara peneliti melakukannya
dengan informan yang telah di tentukan terlebih dahulu. Informan tersebut adalah
mahasiswa, dosen dan pejabat yang terkait, dalam hal ini seperti

ector, dekan,

atau koordinator mata kuliah umum atau MKPK. Adapun data yang akan
dikumpulkan melalui wawancara adalah tentang 1) pelaksanaan pendidikan
kewaqrganegraan di perguruan tinggi 2) aspek aspek yang berpengaruh dalam
melaksanakan

pendidikan

kewarganegaraan

3)

makna

pendidikan

kewarganegaraan dikaitkan dengan khasanah kebudayaan.

3.6.3. Studi Kepustakaan


Data yang dikumpulkan/diperoleh melalui studi kepustakaan merupakan
data sekunder. Data tersebut diperoleh melalui : (1) literatur, yang berhubungan
atau terkait dengan Dikwar di Perguruan Tinggi ; (2) hasil-hasil penelitian
sebelumnya yang mempunyai relevansi dengan Dikwar ; (3) jurnal ilmiah yang
berhubungan dengan penyelenggaraan Dikwar di Perguruan Tinggi.
Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan ini diperlukan dalam
penelitian ini adalah untuk memperdalam pengetahuan guna menguasai materi
yang

terkait

dengan penyelenggaraan Dikwar,

juga

aspek-aspek

yang

mempengaruhi maupun makna penyelenggaraan Dikwar di Perguruan Tinggi.

44

Dalam hal studi kepustakaan ini peneliti mengumpulkan data dengan jalan
mengkaji buku-buku/literatur atau dokumen yang berkaitan dengan pokok
masalah dalam penelitian ini.

3.7. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam
suatu penelitian. Analisis data merupakan proses mnelaah seluruh data yang
tersedia,

yang

diperoleh

baik

melalui

pengamatan,wawancara,studi

dokumenr,kajian pustaka dan lain sebagainya (Moleong, 1990.190).


Analisis data dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian dan
dilakukan terus menerus dari awal sampai akhir penelitian. Analisis data
dilakukan secara deskriptif kualitatif dan intenpretatif.
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dari hasil wawancara dan
dari sumber kepustakaan/dokumentasi sehingga dalam menganalisanya dilakukan
dengan analisis deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dari sumber-sumber
kepustakaan maupun inforrman selanjutnya dianalisis sebagaimana adanya
melalui pembahasan untuk memperoleh gambaran mengenai Pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembinaan kehidupan demokrasi pada
Perguruan Tinggi di kota Mataram. Selanjutnya dilakukan interpretasi dengan
teori-teori yang sesuai dengan rumusan tujuan penelitian guna mendapatkan
pemahaman yang komprehensif dan utuh yang pada akhirnya dapat menarik
kesimpulan.

45

3.8. Penyajian Hasil Analisis Data


Hasil analisis data disajikan secara informal dalam bentuk naratif,
sedangkan formal berupa tabel, grafik, dan gambar, sesuai dengan laporan
penelitian ilmiah dalam buku pedoman penulisan Tesis dan Disertasi Program
Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

46

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kota Mataram


4.1.1 Pembentukan Kota Mataram
Lokasi penelitian adalah di kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bila ditelusuri sejarah terbentuknya kota Mataram adalah merupakan sejarah yang
cukup panjang yaitu sejak zaman raja raja sebelum kemerdekaan sampai saat
ini. Di sini tidak akan diuraikan secara rinci namun akan diuraikan secara garis
besarnya saja.
Pada masa pulau Lombok diperintah oleh raja raja. Raja Mataram tahun
1842 menaklukan kerajaan Pagesangan dan setahun kemudian tahun 1843
menaklukan kerajaan Kahuripan kemudian Ibukota kerajaan dipindah ke
Cakranegara dengan Ukir Kawi sebagai nama istana rajanya. Setelah raja
Mataram jatuh maka Pemerintah Hindia Belanda mulai menerapkan sistem
pemerintahan di bawah Afdelling Bali Lombok yang berpusat di Singaraja Bali.
Pada masa ini pulau Lombok menjadi 3 (tiga) order Afdelling.

Dari pihak

kolonial sebagai wakil disebut controleur dan dari pihak wilayah administratif
disebut Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) sampai ke tingkat kedistrikan.
Adapun ketiga wilayah administratif masih disebut West Lombok (Lombok
Barat), midle Lombok (Lombok Tengah) dan East lombok (Lombok Timur) di
pimpin oleh controleur dan Kepala Pemerintahan Setempat.

47

Untuk wilayah west lombok membawahi tujuh wilayah administratif yang


meliputi :
a). Kedistrikan Ampenan Barat di Dasan Agung
b). Kedistrikan Ampenan Timur di Narmada
c). Kedistrikan Bayan di Bayan Belek
d). Asisten Distrik Gondang di Gondang
e). Kedistrikan Tanjung di Tanjung
f). Kedistrikan Gerung di Gerung
g). Kepunggawaan Cakranegara di Mayure
Sejak dikeluarkannya UU no 1 tahun 1957 lahir Undang Undang 64 dan
Undang Undang no 69 tahun 1958. tentang pembentukan daerah tingkat I Bali
NTB dan NTT serta daerah tinggkat II yang diundangkan pada 4 Agustus tahun
1958. Dengan lahirnya Dekrit Presiden 5 juli 1959 keluarlah Penpres no 6 tahun
1959 yang menentukan bahwa Kepala Daerah merangkap juga sebagai ketua
DPRD.
Pada masa kepemimpinan H.Lalu Anggrat, BA tanggal 1 Mei 1960
sampai dengan 1965 status Kepunggawaan Cakranegara dan Kepala Suku
dihapuskan dan berubah menjadi Kedistrikan Cakranegara. Kemudian setelah
berlakunya UU no 18 tahun 1965 kembali terjadi perubahan yang meliputi :
a. Merubah sebutan daerah Swatantra Tingkat II menjadi Kabupaten Tinggkat II.
b. Bupati Kepala Daerah tidak lagi merangkap menjadi Ketua DPRD
c. Berdasarkan Instruksi Mendagri no : 20 tahun 1967 maka diadakan
penyempurnaan DPR-GR Lombok Barat dari 34 kursi menjadi 32 kursi.

48

Berdasarkan perkembangan pemerintahan dan dengan SK Gubernur


Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat no : 288.Pem.20/1/12 diadakan
perubahan wilayah Kabupaten Lombok Barat yang terdiri dari :
a. Kecamatan Ampenan
b. Kecamatan Cakranegara
c. Kecamatan Narmada
d. Kecamatan Tanjung
e. Kecamatan Gangga
f. Kecamatan Bayan
g. Kecamatan Gerung
h. Kecamatan Kediri
Kemudian pada tahun 1957 berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah
Tinggkat I Nusa Tenggara Barat no: 156/pem.7/2/266 tgl 30 Mei 1969 yang isinya
tentang penambahan satu Kecamatan yang tadinya 2 Kecamatan yaitu Kecamatan
Ampenan dan Kecamatan Cakranegara, dirubah menjadi 3 Kecamatan.
Penambahan Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Mataram dengan mengambil
beberapa desa dari dua Kecamatan yang terdahulu. Perkembangan

selanjutnya

berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahun 1978 terbentuklah Kota


Adminstratif (Kotif) Mataram sebagai akibat dari adanya perubahan dan
perkembangan Kota Mataram yang makin pesat dan sebutan desa pun berubah
menjadi Kelurahan.
Peresmian Kota Administratif Mataram waktu itu dilakukan oleh
Mendagri H. Amirmahmud. Sedangkan pelantikan Drs. H. L. Mudjitahid sebagai

49

Walikota Kota Administratif Mataram yang pertama dilakukan oleh Gubernur


Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Nusa Tenggara Barat yang pada waktu itu
dijabat oleh H.R. Wasita Kusumah.
Perubahan status kota Administratif Mataram menjadi Kotamadya
Mataram berdasarkan UU no 4 th 1993 dimana wilayahnya terdiri dari tiga 3
Kecamatan yaitu Kecamatan Mataram, Kecamatan Ampenan dan Kecamatan
Cakranegara, dengan 23 Kelurahan dan 247 Lingkungan. Sejak itu maka terpisah
Kotamadya Mataram dengan Kabupaten Lombok Barat yang dulunya merupakan
induk dari Kotamadya Mataram pada tanggal 31 Agustus 1993 dan peresmian
Kotamadya Mataram waktu itu dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Mohammad
Yogi Suardi Memet pada tanggal 31 Agustus 1993 dan selanjutnya melantik
Walikota Madya Mataram H.Lalu Masud. Kemudian tanggal 31Agustus 1993 di
tetapkan sebagai hari lahir Kota Mataram.
Sejalan dengan diberlakukannya UU no 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, maka terjadi perubahan sebutan Kotamadya Mataram menjadi Kota
Mataram dan beberapa perubahan sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
UU tersebut. Selanjutnnya pada tanggal 13 Desember 1999 terjadi pergantian
Walikota dari H.L Masud kepada H.Muhammad Ruslan, SH yang dilantik secara
resmi oleh Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang pada waktu itu dijabat
oleh Drs. H Harun Al Rasyid,M.Si.
Kota Mataram yang letaknya sangat strategis dan menjadi pusat berbagai
aktifitas seperti pusat Pemerintahan, Pendidikan, Perdagangan, Industri dan Jasa,
saat ini sedang dikembangkan untuk menjadi Kota Pariwisata. Hal ini mengingat

50

berbagai fasilitas perhubungan yaitu keberadaan Bandar Udara Selaparang, Pusat


Perbelanjaan dan jalur transportasi yang menghubungkan antar Kabupaten / Kota
di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kota Mataram selain sebagai Ibukota Pemda, Kota Mataram juga
menyandang status sebagai Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hal inilah
yang menyebabkan kota Mataram menjadi pusat aktivitas yang memungkinkan
dikembangkan menjadi kota Pariwisata. Di samping itu faktor alam dan budaya
yang memungkinkan untuk itu seperti pantai dan peninggalan peninggalan sejarah
yang berada di wilayah Kota Mataram dan sekitarnya.

4.1.2 Letak Geografis dan Administratif


Kota Mataram yang terbentuk berdasarkan UU no 4 tahun 1993 secara
geografis terletak pada ujung sebelah barat pulau Lombok yang terletak pada
posisi 116 0 04 1 - 116 0 101 Bujur Timur dan 080331 080381 Lintang Selatan
dengan batas batas wilayah sebagai berikut.
Sebelah Utara

: Kecamatan Gunungsari dan Desa Lingsar Kabupaten Lombok


Barat

Sebelah Timur : Kecamatan Narmada dan Desa Lingsar Kabupaten Lombok


Barat
Sebelah Selatan : Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat
Sebelah Barat

: Selat Lombok

51

Secara administratif kota Mataram yang memiliki luas wilayah


61.30km2 terbagi menjadi tiga wilayah Kecamatan 23 Kelurahan dan 279
Lingkungan.

4.1.3 Penduduk
Penduduk kota Mataram sampai pada pertengahan 2005 berjumlah sekitar
342.020 jiwa dengan luas wilayah 61,30 kilometer persegi. Dari data di atas dapat
dihitung kepadatan penduduk kota Mataram mencapai 5.555 jiwa per kilometer
persegi. Bila dirinci maka Kecamatan Mataram yang tertinggi kepadatan
penduduknya yakni 6.160 per kilometer persegi diikuti Kecamatan Cakranegara
5.346 jiwa per kilometer persegi sedang Kecamatan Ampenan terendah 5.225 per
kilometer persegi.
Dilihat dari etnis dan suku bangsa yang mendiami kota Mataram sangat
beragam di samping etnis penduduk asli yaitu etnik atau suku bangsa sasak. Suku
suku bangsa tersebut antara lain suku Jawa, Bali, Sumbawa, Mbojo (Bima +
Dompu) dan lain lain yang masing masing etnis bebas menggunakan bahasanya
masing masing di kalangannya mereka sendiri. Namun dalam berkomunikasi
antar etnis rata rata dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Bahkan
dikatakan penggunaan bahasa Indonesia tertinggi adalah di kota Mataram bila
dibandingkan dengan Kabupaten / Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara
Barat.

52

4.1.4 Pemekaran Wilayah


Perkembangan Kota Mataram yang diiringi oleh laju pertumbuhan
penduduk menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh
penyelenggara pemerintahan kota. Masyarakat semakin maju dan otomatis
menuntut pelayanan yang semakin bermutu. Hal ini adalah merupakan hal yang
wajar dan logis sebagai imbalan atas kontribusi yang telah mereka berikan bagi
kemajuan kota.
Terkait dengan laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan
ekonomi masyarakat, membuka peluang baru bagi pemberdayaan masyarakat dan
meningkatkan intensitas pembangunan untuk kemaslahatan umum. Untuk itu
salah satu strategi yang ditempuh oleh pemerintah Kota Mataram dalam upaya
pendekatan pelayanan pada masyarakat adalah melalui pemekaran wilayah, baik
Kecamatan maupun Kelurahan sampai lingkungan, dan RT/RW. Dengan
demikian maka pemerintah Kota Mataram akan dapat melayani, memberdayakan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara efektif. Hal ini dapat
dilakukan melalui berbagai program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah kota Mataram.
Berdasarkan Keputusan Walikota Mataram No.103/III/2003 tanggal 31
Maret 2003 menetapkan TIM Pengkajian Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan.
Atas dasar keputusan tersebut maka wilayah Kota Mataram yang semula terdiri
dari 3 (tiga) Kecamatan, 23 Kelurahan dan 247 lingkungan setelah pemekaran
akan menjadi 6 (enam) Kecamtan 50 Kelurahan dan 279 lingkungan.

53

4.1.5 Topografi Iklim dan Curah Hujan


Kondisi Topografi Kota Mataram pada umunya datar dengan tingkat
kemiringan antara 0 - 8% pada Kecamatan Ampenan dan Kecamatan Mataram di
bagian barat. Sedangkan pada Kecamatan Cakranegara di bagian timur
kemiringan 10 - 15%. Ketinggian tanah bervariasi di Kota Mataram yaitu di
Kecamatan Cakranegara mencapai 25 m, Kecamatan Mataram mencapai 15 m,
dan Kecamatan Ampenan mencapai 5 m dari permukaan laut.
Dari segi iklim Kota Mataram pada umumnya merupakan daerah yang
beriklim tropis. Musim hujan antara bulan Oktober sampai dengan bulan April,
sebaliknya musim kemarau antara bulan April sampai dengan bulan Oktober
curah hujan rata rata 1.256,6mm per tahun. Suhu udara Kota Mataram rata rata
mencapai 260C dengan kelembaban udara rata rata mencapai 80% per tahun.
4.1.6 Bidang Sosial Budaya
4.1.6.1 Agama
Pada era reformasi sekarang ini kemampuan dan kemajuan berfikir serta
tingkat intelektulitas individu dalam membaca menganalisis kondisi dan situasi
semakin maju. Hal ini disebabkan tingkat ilmu pengetahuan Kota Mataram yang
semakin meningkat.
Penegakan nilai nilai keagamaan diupayakan melalui kegiatan
keagamaan berupa peringatan Hari Besar Keagamaan dan kegiatan keagamaan
lainnya. Demikian juga dengan kegiatan - kegiatan tukar pikiran antar pemuka
agama. Hal ini merupakan upaya mewujudkan kerukunan hidup antar umat
beragama. Aktivitas semacam ini untuk Kota Mataram saat ini makin

54

menunjukkan suasana yang lebih akrab dan erat. Di samping itu tidak
mengabaikan masalah pembangunan sarana dan prasarana keagamaan serta
keputusan tentang pembinaan bimbingan dan penyuluhan oleh para dai pada
umat masing masing pemeluk agama terus dilakukan secara berkesinambungan
dan bersinergi.
Kesemarakan kehidupan beragama di Kota Mataram antara lain ditandai
dengan makin meningkatnya sarana dan prasarana pribadatan dari masing
masing pemeluk agama sebagai berikut berikut (sumber : Kandepag Kota
Mataram) : Masjid = 210 buah ; Mushollah = 180 buah ; Gereja Protestan = 15
buah ; Gereja Katolik = 3 buah ; Pura = 121 buah ; Wihara = 3 buah.
Sedangkan jumlah umat beragama di Kota Mataram berdasarkan sumber
dari Kantor Departemen Agama kota Mataram :
Pemeluk agama Islam

263.439 Orang

Pemeluk agama Kristen Protestan

4.378 Orang

Pemeluk agama Kristen Katolik

3.405 Orang

Pemeluk agama Hindu

51.757 Orang

Pemeluk agama Budha

3.925 Orang

4.1.6.2 Pendidikan
Melalui pendidikan baik itu pendidikan formal nonformal maupun
informal merupakan sarana pembentukan sumber daya manusia, pembentukan
sikap watak dan kepribadian bangsa dan menopang laju pembangunan yang
sanggat cepat. Dengan demikian dapat dikatakan pendidikan menempati

55

kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa, sehingga maju


mundurnya suatu bangsa ditentukan bagaimana mengelola pendidikan ini secara
baik. Oleh karenanya pendidikan harus menjadi perhatian utama bagi pimpinan
negara maupun daerah bila hendak meraih kemajuan.
Untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah Kota Mataram
telah membangun sarana dan prasarana pendidikan yang memadai umumnya dan
secara khusus dibangun sekolah percontohan disetiap Kecamatan. Di samping itu
juga dibangun gedung sekolah dan kelas baru untuk menampung warga belajar.
Peningkatan dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan adalah merupakan
konsekuensi logis pemerintah Kota Mataram sebagai pusat pendidikan di samping
merupakan pusat pemerintahan dan aktivitas lainnya di Nusa Tenggara Barat.
Dalam menyongsong kehidupan di massa depan yang seimbang antara
intektualitas yang dihasilkan melalui pendidikan dan nilai nilai kerohanian di
bidang keagamaan yang akan membawa nilai nilai kepribadian menentukan
kebahagiaan hidup, keharmonisan dan kerukunan, disampaikan melalui pesan
pesan moral agama. Hal ini diaktualisasikan dalam motto Kota Mataram, Kota
IBADAH yang Maju dan Relegius.
Kemajuan dan perkembangan pendidikan di Kota Mataram menurut
sumber pada Dinas Pendidikan Kota Mataram adalah sebagai berikut:
a. Untuk kelompok usia sekolah 7 12 tahun sebanyak 41.572 orang
b. Untuk kelompok usia sekolah 13 15 tahun berjumlah 22.049 orang
c. Untuk kelompok usia sekolah 16 18 tahun berjumlah 25.592 orang

56

Sementara data untuk angka putus sekolah berdasarkan jenjang sekolah sebagai
berikut :
a. Untuk SD sebanyak 59 orang
b. Untuk SMP sebanyak 144 orang
c. Untuk SMA sebanyak 103 orang
d. Untuk SMK sebanyak 37 orang
Kemudian data untuk Perguruan Tinggi yang ada di kota Mataram
termasuk akademi : 20 buah dengan jumlah mahasiswa 32.266 orang jumlah
dosen 3.066 orang (sumber, Kota Mataram Dalam Angka:2007)
Dari jumlah Perguruan Tinggi yang ada seperti tersebut di atas yang
menjadi tempat penelitian adalah hanya 3 Perguruan Tinggi sebagai sampel. Hal
ini diambil karena dari sekian banyak Perguruan Tinggi tersebut pedoman yang
dipakai ada 3 (tiga) kelompok yaitu yang umum dari Depdiknas dan Lemhanas,
bahan yang dipakai khusus untuk IAIN dan STAIN, kemudian yang khusus
dipakai untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

4.1.6.3 Seni dan budaya


Menurut catatan sejarah tentang seni dan budaya (tradisional) yang
berkembang di Mataram tidak jauh berbeda dengan seni dan budaya yang ada dan
berkembang di pulau Lombok pada umumnya. Ada beberapa kesenian yang saat
ini telah mengalami kemerosotan akibat dari beberapa sebab antara lain tekanan
dari penjajah, arus modernisasi dan globalisasi yang demikan pesat. Sehingga ada
cenderung

hilang

maupun

berubah

dari

aslinya,

disesuaikan

dengan

57

perkembangan zaman. Contoh kesenian / budaya yang pernah ada dan


berkembang baik pada masa lampau yang kini mengalami kemerosotan adalah
seperti, kayak, cepung, lawas, lelakak, genggong, rebana, dan lain lain.
Sedangkan kesenian yang sampai saat ini masih ada dan berkembang dengan
dimodifikasi adalah oncer, atau yang sekarang populer dengan nama gendang
belek, rudat, cilokak, peresean. Kemudian kalau masalah tradisi yang masih
berkembang di Mataram, atau masyarakat sasak pada umumnya seperti sangkep
(musyawarah) belangar (melayat), serongserah, ajikrame, sejati nyelabar dan
lain lainnya.

4.1.7 Pelaksanaan Demokrasi di Kota Mataram


Kegiatan politik (demokrasi) di Kota Mataram telah mengalami pasang
surut sebagaimana yang terjadi juga diseluruh Nusa Tenggara Barat bahkan di
Indonesia tidak jauh berbeda. Kekuatan politik sebagaimana dimaklumi pada
umumnya memiliki tujuan untuk merebut kekuasaan politik dengan cara
konstitusional atau dengan demokratis yang diwujudkan dalam Pemilihan Umum
(Pemilu). Melalui Pemilu yang dilaksanakan dengan langgsung, umum bebas,
rahasia, serta jujur, adil dan damai akan mencerminkan terlaksananya demokrasi
dengan baik.
Penegakan dan pelaksanaan demokrasi yang direalisasikan dalam Pemilu
yang pertama pada tahun 1955. Pemilu pada saat itu merupakan multi partai yang
diikuti 118 partai diantaranya 42 partai politik selebihnya ormas dan perorangan.
Pemilu 1955 merupakan Pemilu yang bersejarah. Hal ini disebabkan oleh

58

komitmen bangsa Indonesia untuk mewujudkan demokrasi dengan memilih wakil


wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif (DPR dan Konstituante). Pada
tahun 1955 tersebut yang menjadi wakil dari pulau Lombok adalah H.Mustajab,
Djamhur Hakim, Tgh Abdul Hafidz dan Tgh Zainudin Abdullmajid sebagai
anggota konstituante.
Perjalanan sejarah pelaksanaan Pemilihan Umum (PEMILU) selama
pemerintahan Orde Baru diawali dengan pelaksanaan Pemilu yang berasas
Langsung, Umum, Bebas Dan Rahasia (LUBER). Pemilu pertama diadakan
tanggal 3 Juli 1971 diikuti oleh 9 partai politik dan satu Golongan Karya. Nama
nama 9 partai politik tersebut adalah Parkindo, Nahdatul Ulama (NU), Parmusi,
Perti, Partai Katolik, Partai PNI, Partai Murba, IPKI, PSII, ditambah 1 Golongan
Karya (Golkar). Lihat tabel berikut :
Tabel 4.1. Nama-Nama Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 1971
2004
Pemilu 1977
Pemilu 1971

Pemilu 1999

Pemilu 2004

Pemilu 1999
1)

Nahdatul Ulama

1) PPP

1)

PIB

1)

PNI Marhaenisme

2)

PSII

2) GOLKAR

2)

KRISNA

2)

Partai Buruh Sosial Demokrat

3)

PMI

3) PDI

3)

PNI

3)

Partai Bulan Bintang

4)

PERTI

4)

PADI

4)

Partai Merdeka

5)

Golongan Karya

5)

Partai KAMI

5)

Partai Persatuan Pembangunan

6)

PNI

6)

Partai Umat Islam

6)

Partai Persatuan Demokrat

7)

IPKI

7)

PKU

8)

MURBA

8)

Masyumi Baru

9)

PARKINDO

9)

PPP

10)

KATHOLIK

10)

PSII

11)

PDI-Perjuangan

12)

ABUL YATAMA

Kebangsaan
7)

Partai Perhimpunan Indonesia


Baru

8)

Partai Nasional Bintang Kemerdekaan

9)

Partai Demokrat

59

Sumber : KPU Kota Mataram

13)

PKM

10)

Partai Keadilan dan Persatuan

14)

PDKB

15)

PAN

16)

PRD

17)

PSII-1905

18)

PKD

19)

PILAR

13)

Partai Amanat Nasional

20)

PARI

14)

Partai Karya Peduli Bangsa

21)

PPII-Masyumi

15)

Partai Kebangkitan Bangsa

22)

PBB

16)

Partai Keadilan Sejahtera

23)

PSP

17)

Partai Bintang Reformasi

24)

Partai Keadilan

18)

Partai Demoktrasi Indonesia

25)

Partai Nahdatul Ummat

26)

PNI Front Marhaenis

19)

Partai Damai Sejahtera

27)

IP-KI

20)

Partai Golongan Karya

28)

Partai Republik

21)

Partai Patriot Pancasila

29)

Partai Islam Demokrat

22)

Partai Serikat Indonesia

30)

PNI Massa Marhaenis

23)

Partai Persatuan Daerah

31)

MURBA

24)

Partai Pelopor

32)

PDI

33)

Partai GOLKAR

34)

Partai Persatuan

35)

PKB

36)

PUDI

37)

PBN

38)

Partai MKGR

39)

Partai Daulat Rakyat

40)

Partai Cinta Damai

41)

PKP

42)

Partai SPSI

43)

PNBI

44)

PBI

45)

Partai SUNI

46)

PND

47)

PUMI

48)

PPI

Indonesia
11)

Partai Penegak Demokrasi


Indonesia

12)

Partai Persatuan Nahdatul


Ummah Indonesia

Perjuangan

60

Pemilu Kedua dilaksanakan pada tahun 1977, Pemilu kedua ini diikuti
oleh 2 (dua) Parpol yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Demokrasi Inonesia (PDI) serta satu Golongan Karya (Golkar). Hal ini setelah
dilakukan penggabungan (fusi) yaitu yang berjumlah 9 pada pemilu pertama, fusi
parpol didasarkan pada pengelompokan partai yang berdasarkan agama (Islam)
yaitu NU, Permasi, PSII dan Perti berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan
(PPP). Kedua yang berasaskan Nasionalis yaitu Perkindo Partai Katolik, PNI,
Murba, dan IPKI bergabung atau berfusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Sedangkan Golongan Karya (Golkar) berdiri sendiri.
Pemilu ke 3 dilaksanakan pada tahun 1982, Pemilu ke 4 tahun 1987
Pemilu ke 5 tahun 1992 dan Pemilu ke 6 dilaksanakan tahun 1997. Pada
pelaksanaan Pemilu sejak tahun 1971 sampai tahun 1997 sebagai pelaksana
adalah Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang diketuai atau sebagai penanggung
jawab pelaksanaan adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Pemilu diadakan pada 7 Juni 1999 diikuti oleh 48 parpol. Hasil pemilu ini
melalui sidang umum MPR terpilih KH Abdulrahman Wahid sebagai Presiden RI
ke IV dan Megawati Soekarno Putri sebagai Wakil Presiden. Namun masa
pemerintahan KH Abdulrahman Wahid tidak bertahan lama. Hal ini disebabkan
beberapa peristiwa yang terjadi di Indonesia kemudian laporan pertanggungan
jawaban Presiden Abdulrahman Wahid tidak diterima Oleh MPR maka Presiden
Abdulrahman Wahid dirberhentikan dari jabatannya, kemudian diganti oleh
Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden dan Hamzah Has sebagai Wakil
Presiden.

61

Pemilu berikutnya diadakan pada tahun 2004 berdasarkan UU no 12 tahun


2003 tentang pemilu legislatif dan UU no 31 tahun 2003 tentang Partai Politik.
Pemilu Legislatif (DPRRI, DPD dan DPRD) diadakan 5 april 2004. Kemudian
menurut UU no 23 tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
diadakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebanyak 2 kali putaran. Putaran
pertama diadakan pada 5 Juli 2004 dan putaran kedua diadakan pada tanggal 20
Septermber 2004. dalam Pemilu Presiden terpilih Susilo Bambang Yudoyono
sebagai Presiden dan Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden untuk
periode tahun 2004 sampai tahun 2009.

4.2 Profil 3 Perguruan Tinggi sebagai Lokasi Penelitian


4.2.1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram
4.2.1.1 Sejarah Singkat IAIN Mataram
Pada awal berdirinya IAIN Mataram merupakan perwujudan dari gagasan
dan hasrat umat Islam Nusa Tenggara Barat yang merupakan penduduk mayoritas
untuk mencetak kader pemimpin dan intelektual muslim bagi keperluan
perjuangan bangsa. Embrio dari pendirian IAIN Mataram diawali dengan adanya
sekolah persiapan IAIN Al-Jamiah Yogyakarta yang diresmikan berdirinya
berdasarkan SK Menteri Agama No. 63 Tahun 1965 tentang Pembentukan Panitia
Persiapan Pembukaan Fakultas Tarbiyah IAIN Al-Jamiah Sunan Ampel Cabang
Mataram tanggal 25 Desember 1965 yang diketuai oleh Kolonel M. Yusuf
Abubakar. Fakultas Tarbiyah ini kemudian diresmikan oleh Menteri Agama Prof.
K.H. Saifuddin Zohri, pada tanggal 24 Oktober 1966 dengan SK Menteri Agama

62

No. 63 Tahun 1966 bertempat di Pendopo Gubernur Nusa Tenggara Barat.


Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Mataram tahun 1966 mempunyai satu
jurusan yaitu Jurusan Pendidikan Agama Islam Program Sarjana Muda.
Pada tahun 1982 dirintis pembukaan Program Doktoral (Sarjana Lengkap).
Program ini disetujui oleh Dirjen Bimbaga Islam Departemen Agama dengan
Surat No. F/x/1748, tanggal 06 Mei 1982, dan dimulai pada tahun akademik 1983
s/d 1987. Dan selanjutnya, sejak T.A. 1987/1988, mulai diselenggarakan Program
Strata Satu (S1) dengan Sistem Kredit Semester (SKS), Ketika Alih Status dari
Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Cabang Mataram
menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Mataram, sesuai Keppres
RI, Nomor 11 Tahun 1997, Jurusan Tarbiyah STAIN Mataram terdiri dari 6 buah
Program Studi, yaitu: PAI, PBA, IPS, IPA, Matematika, D.2 PGAI dan D.2
PGMI.
Dalam perjalanan sejarahnya hingga tahun akademik 2005/2006, terutama
setelah berdiri menjadi IAIN induk pada tahun 2004, setidaknya terdapat 8
jurusan/program studi, yaitu (1) jurusan/program studi Pendidikan Agama Islam
(PAI), (2) jurusan/program studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA), (3)
jurusan/program studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial/IPS-Ekonomi, (4)
jurusan/program studi Tadris Matematika (MTK), (5) jurusan/program studi
Tadris Ilmu Pengetahuan Alam/IPA-Biologi, 6) program studi D2PGMI, 7)
program studi D2PGPAI, dan 8) program Akta IV.
Seiring dengan perkembangan Fakultas Tarbiyah maka Fakultas Syariah
Mataram IAIN Sunan Ampel yang berasal dari STIS diresmikan berdasarkan SK

63

Menag RI Nomor 27/1994. Pada tahun 1997 fakultas Syariah IAIN Mataram
membuka jurusan Peradilan Agama, Muamalah, dan Jinayah Siyashah.
Sejak menjadi fakultas syariah di IAIN Sunan Ampel cabang Mataram
tidak pernah mewisuda alumni yang memang berasal dari fakultas Syariah, tetapi
selama tiga kali wisuda selalu mewisuda alumni STIS Mataram. Alumni Fakultas
Syariah diwisuda setelah berubah status menjadi STAIN Mataram dalam jurusan
Syariah. Pada tanggal 13 Juni 1997 (berdasarkan Kep. Menpan Nomor B589/1/1997) Tentang Persetujuan Pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,
terjadi alih status dari fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Cabang Mataram menjadi STAIN Mataram sesuai dengan KEPRES RI, Nomor
11 tahun 1997. Fakultas Tarbiyah berubah menjadi Jurusan Tarbiyah dan Fakultas
Syariah berubah menjadi Jurusan Syariah, sedangkan Jurusan menjadi Program
Studi (Prodi). Ketua Jurusan Tarbiyah pada saat itu adalah Drs. H. Asnawi, MA
Sekretaris Jurusan Drs. Zulkarnain sedangkan Ketua Jurusan Syariah adalah Drs.
H.M Fahrir Rahman, MA dan Sekjur adalah Drs. Sainun, M.Ag.
Jurusan Dakwah saat itu terbentuk seiring tuntutan kemandirian Institut
cabang menjadi Institut atau Sekolah Tinggi mandiri. Jurusan Dakwah STAIN
Mataram saat itu memiliki dua Program Studi (Prodi) yakni Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) dan Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam (MPI). Melalui proses yang panjang, Fakultas Tarbiyah,
Fakultas Syariah dan Fakultas Dakwah (penyempurnaan syarat dan rukun) IAIN
Sunan Ampel Cabang Mataram berbenah dan berubah status menjadi Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Mataram sejak saat itu memiliki tiga

64

jurusan yakni Jurusan Tarbiyah, Jurusan Syariah dan Jurusan baru (penyempurna
syarat dan rukun) yakni Jurusan Dakwah.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta tuntutan era
globalisasi dan sistem

informasi,

serta

untuk

dapat berkiprah

dalam

mengembangkan potensinya yang lebih leluasa, maka STAIN Mataram dalam hal
ini melakukan pengembangan kelembagaan yang didukung oleh lokal area yang
strategis, dimana STAIN Mataram berada pada kawasan yang diapit oleh wilayah
sebelah timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan masyarakat mayoritas
Nasrani dan dari sebelah barat provinsi Bali dengan masyarakat mayoritas Hindu,
sehingga dirasakan sangat strategis dan perlu diadakan penataan serta
pengembangan kelembagaan dari STAIN Mataram menjadi IAIN Mataram,
Setelah melalui proses panjang yang didukung oleh masyarakat NTB dari
berbagai kelangan, yakni Gubernur (Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat),
Perguruan Tinggi se NTB, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, serta
Organisasi Kemasyarkatan Islam, kemudian berkat semangat dan perjuangan para
petinggi STAIN Mataram, sesuai dengan visi/misinya maka terlaksana alih status
menjadi IAIN Mataram yang berada pada kawasan Nusa Tenggara. (Bali, NTB
dan NTT). Yang kemudian diresmikan oleh Menteri Agama RI pada hari Senin
tanggal 11 Juli 2005. Berdasarkan Surat Keputusan Alih Status dari Presiden RI.
Nomor 91 Tahun 2004, Tanggal 18 Oktober 2004 tentang : Perubahan Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Mataram menjadi Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Mataram.

65

4.2.1.2 Visi dan Misi IAIN Mataram


Visi IAIN Mataram sebagai berikut :
Terwujudnya Lembaga Pendidikan Tinggi Agama Islam terkemuka di
kawasan Timur Indonesia dalam mengembangkan dan mengintegrasikan
aspek keislaman, keilmuan, kemanusiaan dan ke-Indonesiaan
Misi IAIN Mataram sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang Islami dan
berkualitas;
b. Mewujudkan Insan akademik yang cerdas dan ber-akhlak mulia;
c. Menumbuh kembangkan etos ilmu, etos kerja, etos pengabdian yang
tinggi serta berpartisipasi aktif dalam memperdayakan segenap
potensi masyarakat.

4.2.1.3 Kedudukan, Tupoksi dan Organisasi IAIN Mataram


A.

Kedudukan
Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor : 3 tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram
Bab 1 pasal 1, 2 dan 3 bahwa :
a. Institut Agama Islam Negeri Mataram yang selanjutnya disebut
IAIN Mataram adalah perguruan tinggi di Lingkungan Departemen
Agama yang dipimpin oleh Rektor yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama.

66

b. Pembinaan IAIN Mataram secara fungsional dilakukan oleh Direktur


Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.
B.

Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi)


Tugas pokok IAIN Mataram adalah menyelenggarakan pendidikan
akademik, profesi dan/atau

vokasi dalam

sejumlah disiplin ilmu

pengetahuan, teknologi dan/atau seni agama Islam


Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud maka IAIN Mataram
melaksanakan fungsinya sebagai berikut :
a. Perumusan dan penetapan visi, misi kebijakan dan perencanaan
program;
b. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian
pada masyarakat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
seni agama Islam
c. Pelaksanaan pembinaan civitas akademika dan kerjasama dengan
perguruan tinggi dan/atau lembaga-lembaga lain.
d. Pelaksanaan penilaian prestasi dan proses penyelenggaraan kegiatan
serta penyusunan laporan.
e. Pelaksanaan kegiatan/layanan administrasi dan manajemen IAIN.
C.

Organisasi
Organisasi Institut agama Islam Negeri (IAIN) Mataram terdiri dari :
1. Dewan Penyantun
2. Rektor dan Pembantu Rektor
3. Senat Institut

67

4. Fakultas :
a. Tarbiyah
b. Syariah
c. Dawah
5. Lembaga Penelitian (LEMLIT)
6. Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM)
7. Biro Administrasi Umum, Akademik dan Kemahasiswaan (AUAK)
8. Unit Pelaksana Teknik;
a. Perpustakaan
b. Pusat Bahasa dan Budaya
Untuk lebih jelasnya tentang Struktur Organisasi IAIN Mataram ini dapat
dilihat pada gambar/bagan struktur organisasi berikut ini :

68

Gambar 2 :
Bagan Struktur Organisasi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram

REKTOR

Senat
Institut

PR, BID, AKAD

PR, BID, ADUM

Senat
Institut

PR, BID, KEMAH

Biro AUAK

Bag Can/
Kua

Bag Kepg
Otl Um

Bag
Akadma

Bag KSM/
Publikasi

Subag
Can

Subag
Otl Um

Subag
Regist

Subag
KSM

Subag
Keu

Subag
Kepeg

Subag
Kemah

Subag
Pubdok

LPM

LEMLIT

Subag TU

Subag TU
PUSLIT

PERPUSTAKAAN

FAK. TARBIYAH

PUSLIT

PUSAT BHS/BUDAYA

FAK. SYARIAH

FAK. DAWAH

69

4.2.1.4 Tata Kerja IAIN Mataram


Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan suatu organisasi/satuan kerja di
lingkungan IAIN Mataram wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi, baik di lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi di
lingkungan IAIN Mataram serta dengan instansi lain di luar IAIN Mataram sesuai
dengan tugas masing-masing.
Setiap pimpinan suatu organisasi/satuan kerja di lingkungan IAIN Mataram,
bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masingmasing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas
bawahan.
Setiap pimpinan suatu organisasi/satuan kerja wajib mengembangkan tugas dan
fungsinya berdasarkan visi, misi dan kebijakan IAIN Mataram serta wajib
mengikuti dan mematuhi petunjuk kerja pimpinan suatu organisasi di atasnya dan
bertanggung jawab serta wajib menyampaikan laporan tugas secara berkala
kepada atasan masing-masing.
Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan suatu organisasi/satuan kerja dari
bawahan wajib melakukan pengolahan atas laporan pelaksanaan tugas tersebut
untuk dipergunakan sebagai salah satu bahan utama dalam penilaian prestasi
kerja,

pengambilan

keputusan

dan

pembinaan

karier

pegawai

serta

penyempurnaan pelaksanaan tugas lebih lanjut.


Pembantu Rektor, Dekan, Ketua Lembaga Penelitian, Ketua Lembaga Pengabdian
Kepada Masyarakat, Kepala

Unit Pelaksana Teknis dan Kepala Biro

menyampaikan laporan kepada Rektor, Selanjutnya Kepala Biro Administrasi

70

Umum, Akademik dan Kemahasiswaan menyusun laporan Akuntabilitas kinerja


pelaksanaan tugas IAIN Mataram.
Dalam menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan laproan wajib
disampaikan pula kepada satuan-satuan organisasi lain yang secara fungsional
mempunyai hubungan kerja.
Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan suatu organisasi dibantu oleh
kepala-kepala satuan organsasi/satuan kerja dibawahnya dan dalam rangka
pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat
berkala.

4.2.2 Universitas Mataram


4.2.2.1 Sejarah
Universitas Mataram (Unram) merupakan perguruan tinggi yang
diselenggarakan di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, berkedudukan di
Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Proses berdirinya Universitas
Mataram diawali dengan pembentukan Panitia Persiapan Pendirian Universitas
Negeri di Mataram berdasarkan Surat Keputusan Menteri PTIP nomor 89/62
tanggal 26 Juni 1962. Panitia ini diketuai oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
NTB, yaitu R. Ar. Moh. Ruslan Tjakraningrat. Panitia persiapan ini kemudian
membentuk Badan Persiapan, yang terdiri atas dua bagian, yaitu Bagian Inti
(Gubernur, Danrem, Kepala Polisi, dan Kepala Cabang Kejati) dan Bagian
Penyelenggara (Seksi Pelajaran diketuai oleh Drs. Soeroso, MA dan Seksi

71

Material diketuai oleh Sadili Sastrawidjaja, SH). Badan Persiapan ini


menghasilkan dua usulan pokok, yaitu :
a.

Pendirian Fakultas Ekonomi, Fakultas Peternakan, dan Fakultas yang


menghasilkan ahli agronomi

b.

Alternatif nama Universitas: SANGKAREANG atau MATARAM.


Berdasarkan usulan Badan Persiapan yang diteruskan oleh Panitia

Persiapan, ditetapkan berdirinya Universitas Negeri yang berkedudukan di


Mataram, dengan Surat Keputusan Menteri PTIP Nomor 139/62 tanggal 3
Nopember 1962. Sampai satu tahun setelah penerbitan SK tersebut, tidak ada
kegiatan yang menandai berfungsinya universitas, sehingga atas permintaan
Gubernur, pada tanggal 17 Nopember 1963 Yayasan Pendidikan Sangkareang
membuka Fakultas Ekonomi yang diharapkan kelak akan menjadi salah satu
fakultas di Universitas Negeri di Mataram.
Badan Persiapan Pendirian Universitas Mataram dibubarkan tanggal 7
Desember 1963 karena tugasnya dinyatakan telah selesai. Pada tanggal 19
Desember 1963 Yayasan Pendidikan Sangkareang menyerahkan Fakultas
Ekonomi yang didirikan bersama 41 orang mahasiswanya kepada Gubernur untuk
selanjutnya diresmikan oleh Menteri PTIP. Pada saat inilah secara resmi
Universitas Negeri di Mataram mengawali kegiatannya. Atas dasar inilah pada
masa-masa awal Universitas Mataram memperingati Dies Natalis pada tanggal 19
Desember. Namun setelah serangkaian proses pendirian tersebut dicermati ulang
ditetapkan kemudian bahwa Dies Natalis jatuh pada setiap tanggal 1 Oktober.

72

Pada tahun 1967, Universitas Mataram mendirikan tiga fakultas sekaligus,


yaitu Fakultas Pertanian (1967), Fakultas Peternakan (1967) dan Fakultas Hukum
(1967). Pada saat itu Universitas Mataram masih berstatus Presidiumschop.
Berdasarkan keputusan Rapat Senat Universitas Mataram tanggal 8 Maret 1968,
presidiumschop Universitas diubah menjadi rectorschop. Keputuisan Senat ini
diperkuat dengan keluarnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Perguruan Tinggi
nomor 156/KT/I/SP/68 yang menetapkan terhitung mulai tanggal 1 Maret 1968
presidiumschop Universitas Mataram menjadi rectorschop Universitas Mataram
dengan susunan pimpinan sebagai berikut,
Rektor

: Kolonel M. Jusuf Abubakar

Pembantu Rektor I

: Drh. H.M. Anwar Abidin

Pembantu Rektor II

: Drs. Abdul Karim Sahidu

Pembantu Rektor III

: Drs. Abdul Munir

Pembantu Rektor Khusus : Ir. M. Qazuini


Namun demikian, jabatan Rektor tersebut baru dikukuhkan pada tahun
1971 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 36/M
tahun 1971 tertanggal 22 Maret 1971, terhitung mulai tanggal 1 Maret 1968.
Setelah periode Kolonel M. Jusuf Abubakar, rektor Universitas Mataram berturutturut adalah sebagai berikut,
1.

Kolonel Gatot Suherman (caretaker) berdasarkan Surat Keputusan


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 13856/C/I/74 tanggal 6 Mei
1974.

73

2.

Kolonel CKH Soebiyanto, SH (Rektor periode 1974 1979) berdasarkan


Surat Keputusan presiden nomor 62/M/75 21 April 1975.

3.

Brigadir Jenderal Soebiyanto, SH. (Rektor periode 1979 1984)


berdasarkan Surat Keputusan Presiden nomor 141/M/1979 tanggal 31 Juli
1979.

4.

Ir. M. Qazuini, M.Sc. (Rektor periode 1984 1988) berdasarkan Surat


Keputusan Presiden nomor 122/M tahun 1984 tanggal 26 Mei 1984.

5.

Ir. M. Qazuini, M.Sc. (Rektor periode 1988 1993) berdasarkan Surat


Keputusan Presiden nomor 237/M tahun 1988 tanggal 30 Agustus 1988.

6.

Dr. Ir. Sri Widodo, M.Sc. (Rektor periode 1993 1997) berdasarkan Surat
Keputusan Presiden nomor 43/M tahun 1993 tanggal 8 Februari 1993.

7.

Prof. Dr. dr. Mulyanto (Rektor periode 1997 2001) berdasarkan Surat
Keputusan Presiden nomor 74/M tahun 1997 tanggal 2 April 1997.

8.

Ir. Mansur Mashum, Ph.D. (Rektor Periode 2001 2005) berdasarkan


Surat Keputusan Presiden nomor 186/M tahun 2001.

9.

Prof. Ir. Mansur Mashum, Ph.D. (Rektor Periode 2005 2009)


berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 170/M Tahun 2005.

10.

Prof. Ir. Sunarpi, Ph.D. (Rektor periode 2009 2013) berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Nomor 96/M tanggal 21 September 2009.
Dalam perkembangannya, hingga tahun akademik 2010/2011 Universitas

Mataram memiliki 8 fakultas. Empat fakultas yang dibentuk setelah Fakultas


Hukum adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), ditetapkan
dengan SK Rektor Universitas Mataram nomor 102/PT.21/H4/1981 tanggal 25

74

April 1981. Kemudian Fakultas Teknik, fakultas ini didirikan berdasarkan


perubahan status Sekolah Tinggi Teknik Mataram (STTM) menjadi Program
Studi Teknik Sipil sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
nomor 68/Dikti/Kep/1991 tanggal 8 Nopember 1991. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0375/o/1993 tanggal 21
Oktober 1993 secara resmi berdiri Fakultas Teknik di Universitas Mataram. Dua
fakultas terakhir yang didirikan adalah Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan

Alam

berdasarkan

Surat

(FMIPA)
Ketetapan

dan

Fakultas

Rektor

Kedokteran,

Universitas

masing-masing

Mataram

Nomor

10146/H18/2007 tanggal 25 Agustus 2007 dan Surat Ketetapan Rektor


Universitas Mataram Nomor 10147/H18/2007 tanggal 25 Agustus 2007.
Saat ini Universitas Mataram mengelola 44 program studi yang terdiri dari
8 program studi Magister, 29 program S-1 dan 7 program D-3. Khusus untuk
Program Studi Magister (S-2) dikelola langsung oleh Program Pascasarjana
berdasarkan SK Rektor No. 6847/J18.H/HK.01.11/2006 tanggal 3 Juni 2006.
Kantor Pusat Universitas Mataram untuk pertama kali bertempat di Taman
Mayura Cakranegara (sebuah situs bersejarah bagi bangsa Indonesia), kemudian
pindah ke Jalan Pendidikan 37 Mataram, dan akhirnya sejak 1993 menempati
gedung Rektorat yang sekarang di Jalan Majapahit 62 Mataram.

4.2.2.2 Lokasi Kampus


Universitas Mataram memiliki dua area kampus yang agak sedikit terpisah
oleh perumahan dosen dan fasilitas kampus lainnya.

75

Kampus lama terletak di Jalan Pendidikan Mataram, di lokasi ini semula


terdapat Fakultas Ekonomi, Hukum dan Pertanian, namun pada perkembangannya
kampus lama sekarang digunakan untuk Program Magister Manajemen, UPT
Pusat

Bahasa,

UPT

Penelitian,

UPT

Pengembangan

Masyarakat,

dan

Laboratorium Lapangan Fakultas Perikanan.


Kampus Baru Unram, terletak di Jalan Majapahit, dimana gerbang utama
dan Gedung rektorat Unram tepatnya berada di jalan ini. Sementara kampus
fakultas-fakultasnya bisa diakses melalui gerbang utama ini kemudian menyususri
jalan lingkar yang melingkari semua faklutas yang ada di Unram, mulai dari
Rektorat, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, Fakultas
Pertanian, Peternakan, MIPA, Kedokteran, UPT Perpustakaan, UPT Komputer,
Asrama Mahasiswa, GOR, Masjid Baabul Hikmah, Fakultas Keguruan, dan
Auditorium M. Yusuf Abubakar.

4.2.2.3 Visi Misi dan Tujuan


VISI
Universitas Mataram mampu menghasilkan lulusan berkualitas Ipteks tinggi,
penelitian dan pengabdian yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui dukungan kerjasama yang dilandasi oleh nilai nilai Imtaq.
MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan empat misi Unram sesuai
bidang tugasnya yang dalam implementasinya

selalu dilandasi oleh nilai

nilai keimanan dan ketaqwaan ( Imtaq) dan prinsip prinsip

76

University Governance keempat misi tersebut :


1.

Menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas dalam rangka


menghasilkan sumberdaya manusia berwawasan Ipteks.

2.

Menyelenggarakan penelitian yang mampu menghasilkan Ipteks yang


mendukung kemajuan Pembangunan nasional dan wilayah.

3.

Menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat untuk menerapkan Ipteks


hasil pendidikan dan penelitian.

4.

Menyelenggarakan kerjasama dengan berbagai pihak/lembaga dalam dan


luar negeri untuk mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

TUJUAN
A. Tujuan Bidang Pendidikan
Menata kelembagaan pendidikan dan pelayanan program studi yang sudah
ada dan mengembangkan

program studi baru kebutuhan masyarakat,

pembangunan nasional dan wilayah.


1.

Menyediakan sarana, prasarana dan pembiayaan pendidikan yang cukup


dan berkualitas.

2.

Menyediakan program pengembangan dosen dan pegawai non dosen


melalui program pendidikan S-2, S-3, promosi Guru Besar, kursus dan
pelatihan baik didalam maupun diluar negeri.

3.

Mengembangkan mekanisme dalam seleksi mahasiswa/mahasiswi baru,


pengembangan proses belajar mengajar (PBM) dan pembinaan penalaran
dan minat serta bakat.

B. Tujuan bidang Penelitian

77

1.

Menata dan mewujudkan kelembagaan penelitian yang sehat dan mampu


menghasilkan dan mengembangkan.

Memanfaatkan sarana, prasarana

dan pembiayaan secara efektif dan efisien dalam pelaksanaan ipteks yang
bermanfaat bagi kemajuan masyarakat dan pembangunan nasional.
2.

Memanfaatkan sarana, prasarana dan pembiayaan secara efektif dan


efisien dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan Ipteks.

3.

Membina sumber daya manusia peneliti dan pengembang ipteks yang


profesional dan berdaya saing tinggi.

C. Tujuan Bidang Pengabdian Pada Masyarakat


1.

Menata dan mengembangkan kelembagaan dan pola kegiatan Pengabdian


Pada Masyarakat agar mampu melaksanakan kegiatan Pengabdian Pada
Masyarakat dan kemajuan masyarakat dan pembangunan nasional.

2.

Mengusahakan sarana, prasarana dan pembiayaan secara efektif dan


efisien dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian Pada Masyarakat.

3.

Mengembangkan kemampuan dosen dan mahasiswa dalam merencanakan


dan mengevaluasi kegiatan pengabdian pada masyarakat.

D. Tujuan Bidang Kerjasama


1.

Menata dan mengembangkan lembaga kerjasama agar mampu menjalin


hubungan kerjasama dengan berbagai pihak/lembaga ditingkat regional,
nasional dan internasional yang mendukung peningkatan kinerja dan mutu
unram.

2.

Meraih peluang pengembangan sumber penerimaan ( revenue generating )


melalui pemanfaatan secara optimal seluruh sumberdaya yang ada.

78

3.

Meningkatkan keterampilan dan kemampuan sumberdaya manusia dalam


menjalin hubungan kerjasama dengan pihak/lembaga lainnya.

4.2.2.4 Fakultas dan Program Pascasarjana


Universitas Mataram memiliki 9 fakultas S1 dan 7 Program Studi Pascasarjana ,
yaitu:
1.

Fakultas Ekonomi

2.

Fakultas Teknik

3.

Fakultas Pertanian

4.

Fakultas Hukum

5.

Fakultas Peternakan

6.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

7.

Fakultas MIPA

8.

Fakultas Perikanan

9.

Fakultas Kedokteran

Program Pascasarjana Universitas Mataram saat ini memiliki 7 (tujuh) Program


Studi, yakni:
1.

Magister Manajemen (MM)

2.

Magister Ilmu Hukum (MIH)

3.

Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering (MPSLK)

4.

Magister Manajemen Sumberdaya Peternakan (MMSP)

5.

Magister Pendidikan Sains (MPS)

6.

Magister Akuntansi (MAKSI)

7.

Magister Ilmu Ekonomi (MIE)

79

4.2.2.5 Struktur Organisasi


Berdasarkan Statuta Universitas Mataram yang ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 088/0/2003 tanggal 4 Juli 2003 susunan organisasi
Unram terdiri dari unsur unsur sebagai berikut :
1.

Dewan Penyantun

2.

Senat Universitas

3.

Unsur pimpinan terdiri dari :Rektor, Pembantu Rektor

I (Bidang

Akademik), Pembantu Rektor II (Bidang Administrasi Umum dan


Keuangan), Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan), dan Pembantu
Rektor IV (Bidang kerjasama dan Perencanaan) jabatan PR IV adalah
jabatan tambahan yang belum masuk dalam Statuta Unram tersebut di
atas.
4.

Unsur Pelaksana Akademik :


-

Bidang Pendidikan (PR I, Fakultas, Jurusan, Program Studi, UPT


MKU dan Lembaga Pengembangan Pendidikan yang memiliki 6
Pusat Pengembangan : P3AI, Pendidikan Agama, Jaminan Mutu
Pendidikan, Pembelajaran Primer, Pendidikan Masyarakat, dan
Media Pembelajaran dan Multimedia )

Bidang Penelitian (Lembaga Penelitian yang membawahi 15 Pusat


Penelitian : Lingkungan Hidup, Kependudukan, Peranan Wanita,
Teknologi terapan, Pengembangan pedesaan, Pengembangan Usaha
Mandiri, Bahasa dan Kebudayaan, Hukum dan Pengembangan
Sumber daya, Agribisnis, Perencanaan Regional, Pengembangan

80

Sumber Daya Hayati, Pesisir Laut, ketahanan Pangan dan Gizi,


Sumberdaya dan Agroklimat, Pengembangan Lahan Kering Tropika.
-

Bidang

Pengabdian

Pada

Masyarakat

(memiliki

pusat

pengembangan yaitu Pemetaan dan Pengolahan Citra, Pemberdayaan


Tenaga Kerja dan Pemuda, Tata Pemerintahan Yang Baik, dan
Pengembangan Agroindustri)
1.

Unsur pelaksana administrasi dengan 2 biro : 1) BAAKPSI, terdiri


dari

bagian

yaitu

(1)

Pendidikan

dan

kerjasama,

(2)

Kemahasiswaan, (3) Perencanaan dan Sistem Informasi, 2) BAUK, terdiri


dari 3 bagian yaitu (1) Umum, Hukum, Tatalaksana dan Perlengkapan
(UHTLP), (2) Kepegawaian, (3) Keuangan.
2.

Unsur Penunjang :
-

UPT

Laboratorium

Bengkel

Lahan percobaan dan bentuk lain yang dianggap perlu dalam


menyelenggarakan
UNRAM.

pendidikan

akademik dan atau profesi di

81

4.2.2.6 Sarana dan Prasarana


A. Asrama Mahasiswa
Universitas Mataram memiliki satu Asrama Mahasiswa yang berada di dalam
kampus dengan luas gedung 1.760 m2 dan memiliki 26 buah kamar .
B. Koperasi Mahasiswa
Untuk melayani kebutuhan sehari-hari mahasiswa, di kampus juga diadakan
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) yang pengelolaannya dilakukan oleh dan untuk
mahasiswa sendiri di bawah supervisor PR III.
C. Poliklinik
Poliklinik Unram dikelola oleh beberapa orang dokter dan 3 orang tenaga para
medis, poliklinik ini memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada
seluruh sivitas akademika dan karyawan Unram, termasuk pelayanan kesehatan
untuk pemegang polis JPKMK, pelayanaaana kesehatan dilaksanakan dari pukul
08.00 pagi sampai pukul 17.00 Wita.
D. Keagamaan
Untuk menunjang pelaksanaan peribadatan bagi warga kampus yang beragama
Islam, di kampus Unram terdapat 1 buah masjid yaitu masjid Babul Hikmah
dan beberapa musholla yang berada di lingkungan masing-masing fakultas.
E. Beasiswa
Saat ini ada 17 jenis beasiswa yang diterima berkisar dari Rp.100.000,- s.d Rp.
300.000,- per bulan. Umumnya setiap jenis beasiswa mensyaratkan prestasi
akademis yang tinggi dan secara ekonomis kurang mampu.

82

F. Fasilitas Kampus Lainnya


Seperti halnya kampus-kampus PTN lain di Indonesia, Universitas Mataram
memiliki berbagai macam fasilitas kampus seperti UPT Perpustakaan (3 lantai
dengan koleksi buku dan Journal terbitan dalam dan luar negeri), UPT Pusat
Komputer (Puskom), yang kemudian berganti nama menjadi UPT Pusat
Teknologi Informasi dan Komunikasi (PUSTIK), UPT Pusat Bahasa, UPT
Workshop, serta UKM atau Unit Kegiatan Kemahasiswaan yang diharapkan dapat
membina mental mahasiswa.

4.2.2.7 Pusat Kegiatan Mahasiswa


Unit Kegiatan Mahasiswa
Unit Kegiatan Mahasiswa memiliki gedung khusus seluas 918 m2, berlantai dua.
Gedung tersebut menjadi pusat kegiatan mahasiswa di seluruh fakultas
Universitas Mataram dengan 26 macam kegiatan yang dikelompokkan dalam 3
(tiga) bidang yaitu bidang Minat dan Kegemaran, bidang Keilmuan dan
Penalaran, dan bidang Keagamaan.
Tabel 4.2 : Daftar Unit Kegiatan Mahasiswa

1.

Bidang Minat dan


Kegemaran
Media ( Jurnalis)

2.

Kyokushin

3.
4.

Kyokushinkai
Fokus (Fotografi)

No.

Bidang Keilmuan dan


Penalaran
20. Himp. Mahasiswa
Peneliti dan Pengkaji
Lingkungan
21. Wahana Mhs. Pengabdi
Masyarakat

Bidang Keagamaan
22. Lembaga Dakwah
Kampus
23.Keluarga Mahasiswa
Hindu Dharma
24. Oikumene
25. Studi Pengembangan AlQuran

83

5.

Tae Kwon Do

26. Keluarga Mahasiswa


Budhis

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Merpati Putih
Bola Voli
Boxer
Koperasi Mahasiswa
Perisai Diri
Bola Basket
Resimen Mahasiswa
KSR-PMI
Bulutangkis
Grahapala (Pencinta
Alam)
16. Pramuka
17. Paduan Suara
18. Sepak Bola
19. Shorinji Kempo
Sumber : Buku Pedoman UNRAM
4.2.2.8 Kehidupan Mahasiswa
A. Kehidupan Mahasiswa dalam kampus
Komunitas Mahasiswa Unram dapat melakukan berbagai kegiatan bermanfaat
melalui UKM-UKM yang tersedia. Disamping itu juga terdapat Asrama
Mahasiswa sebagai tempat tinggal bagi mahasiswa umum. beberapa UKMF yang
ada di FK UNRAM antaralain UKM KEROHANIAN ASY_SYIFA yang berdiri
sejak tahyn 2005 dan di ketuai oleh asep nasrullah, kemudian januarman, dan
dedy muhadi, UKMF bola yang diketuai oleh dwityo rahmat setiawan, UKMF
basket diketuai oleh Syaiful jihad AL-Iqbal. UKF Lainnya adalah KMHD (UKF
kerohanian hindu), UKF bulu tangkis, dan UKF Informasi dan Teknologi
(Neuromedic) yang mulai berdiri pada Februari 2009.
Kini UKF Neuromedic telah berhasil merilis portal FK Unram dengan alamat:
www.fkunram.net

84

B. Kehidupan mahasiswa lingkar kampus


Mahasiswa Unram umumnya memilih tempat tinggal atau kos-kosan di
seputaran lingkungan kampus seperti Gomong, Kekalik, Dasan Agung dan
Ampenan.
Sebagai calon mahasiswa Universitas Mataram, banyak yang harus dipersiapkan
terutama bagi mahasiswa yang berasal dari daerah, dan hal penting yang harus
dipersiapkan adalah memperkirakan besarnya biaya hidup di kota Mataram.
Secara umum komponen biaya hidup bagi seorang mahasiswa terdiri atas
biaya pemondokan, makan, biaya transportasi, SPP, hiburan, dan biaya kegiatan
kemahasiswaan. Universitas Mataram memiliki Asrama Mahasiswa yang berada
di dalam kampus namun hanya memiliki 26 kamar yang hanya dapat menampung
sebanyak 52 orang mahasiswa.
Bagi mahasiswa Universitas Mataram yang mencari pemondokan,
pemondokan banyak tersedia di sekitar Kampus Unram yang dikelola oleh
masyarakat dengan biaya bervariasi sekitar Rp. 2.000.000,- per tahun dengan
fasilitas yang layak, fasilitas yang lebih bagus dapat didapat dengan harga Rp.
3000.000,- per tahun.
Mahasiswa yang sewa kamar bulanan atau mengontrak kamar/rumah,
umumnya makan di kantin kampus atau di warung yang banyak terdapat di sekitar
pemondokan mahasiswa. Sedangkan untuk mahasiswa yang secara bersama
kontrak rumah biasanya iuran dengan memanfaatkan jasa pembantu rumah tangga
dalam menyediakan makan sehari-hari. Pilihan lain untuk cara makan adalah jasa
catering (rantangan) dengan biaya minim.

85

Mahasiswa yang memilih pondokan lengkap tentu tidak punya masalah


dalam soal makanan, karena telah termasuk kedalam biaya yang dibayar.
Angkutan umumnya hanya satu kali naik kendaraan, bahkan untuk
beberapa tempat cukup dengan jalan kaki dari tempat pemondokan untuk menuju
kampus karena kampus Universitas Mataram berada disatu lokasi.
Bagi mereka yang melakukan keperluan pribadi

atau memerlukan

kegiatan rekreasi tidak membutuhkan biaya besar karena seperti pantai-pantai di


sekitar Kota Mataram tidak memungut biaya untuk dikunjungi.

4.2.3 Universitas Muhammadiyah Mataram


4.2.3.1 Sejarah
Universitas Muhammadiyah Mataram (UM. Mataram) berdiri pada tanggal
25 Juli 1980 yang pengelolaannya dilakukan oleh Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Nusa Tenggara Barat/Majelis Pendidikan dan Pengajaran dan
Kebudayaan dan selanjutnya pembinaan dilakukan oleh Yayasan Perguruan
Tinggi Muhammadiyah sesuai dengan Akta Notaris Nomor 355 tanggal 21
Oktober 1981 dan disesuaikan dengan Akta Notaris Nomor 16 tanggal 8 Agustus
1986.
Pada awal berdiri pada tahun 1980 Universitas Muhammadiyah Mataram
memiliki tiga fakultas dan enam program studi, yaitu :
1.

FKIP

: - Pendidikan Moral Pancasila/Civic Hukum


- Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

2.

FISIPOL

: - Ilmu Administrasi Negara

86

- Ilmu Administrasi Niaga


- Ilmu Pemerintahan
3.

Fatek

: - Teknik Sipil

dengan status terdaftar sampai dengan tingkat Sarjana Muda, pengembangan dan
peningkatan jumlah fakultas dan program studi dilakukan oleh UM. Mataram
seiring dengan meningkatnya minat mahasiswa untuk melanjutkan studi di UM.
Mataram, dalam kurun waktu 31 tahun Universitas Muhammadiyah Mataram
berkembang cukup pesat sehingga sampai sekarang tahun2011 telah memiliki :
tujuh Fakultas/Diploma, dua puluh Program Studi S1 dan D3.

Periode Kepemimpinan di Universitas Muhammadiyah Mataram adalah sebagai


berikut :
1. H. Anwar Ikraman
2. H. Idrus (Rektorium)
3. Prof. Drs. H. Abdul Karim Sahidu
4. K. H. Dimyati Solihan
5. H. Agusfian Wahab, SH
6. Ir. H. Suharto Tjitrohardjono
7. Prof. Dr. H. Baharuddin AB, MS
8. Dr. Ir. Imam Hidayat, M.Ag, Er (Pj)
9. Drs. H. Syamsuddin Anwar (Pj)
10. H. Agusfian Wahab, SH (periode kedua)
11. Drs. H. Lalu Mudjitahid (Pj. Rektor)

87

12. Drs. Mustamin H. Idris, MS (sampai sekarang)


Universitas Muhammadiyah Mataram selanjutnya disebut UM. Mataram
merupakan

salah

satu

Perguruan

Tinggi

Swasta

milik

Persyarikatan

Muhammadiyah yang berkedudukan di Mataram sebagai Ibu Kota Provinsi Nusa


Tenggara Barat. Sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah UM. Mataram
adalah perguruan tinggi berakidah Islam yang bersumber pada Al-Quran dan AsSunnah serta berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang melaksanakan tugas
Catur Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah yaitu menyelenggarakan
pembinaan ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Pendidikan dan
pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat menurut tuntunan Islam.

Universitas Muhammadiyah Mataram sebagai Perguruan Tinggi di usia


yang ke tiga puluh satu tahun terus berbenah diri untuk mewujudkan menjadi
perguruan tinggi sehat dan mandiri menuju UM. Mataram Tanggap Mutu. UM.
Mataram diharapkan mampu menjadi kekuatan moral yang mampu membentuk
akhlaq, karakter dan budaya bangsa yang berintergritas tinggi, menumbuhkan
masyarakat yang demokratis dan menjadi sumber ilmu pengetahuan serta
pembentukan sumber daya manusia yang responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Proses ini akan berhasil apabila Universitas Muhammadiyah
Mataram mampu berinteraksi dengan baik untuk mendapatkan dukungan dan
partisipasi aktif dari Pemerintah dan masyarakat dan dunia swasta dalam
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

88

4.2.3.2 Visi Misi Universitas


Visi :

Pada tahun 2030 Universitas Muhammadiyah Mataram menjadi


lembaga pendidikan tinggi mandiri dan unggul berdaya saing yang
mampu menghasilkan lulusan yang berakhlaq mulia, menguasai dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghasilkan
penelitian yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan
nasional yang berkelanjutan dengan mempertahankan kearifan budaya
lokal dan kelestarian sumber daya alam sebagai dawah amar maruf
nahi munkar dalam rangka mewujudkan masyarakat utama yang
diridhoi Allah SWT.

Misi :

1.

Menyiapkan mahasiswa menjadi Sarjana muslim yang beriman


dan bertaqwa, berakhlaq mulia, yang memiliki kemampuan
akademik

dan atau

profesinalisme

dan beramal menuju

terwujudnya masyarakat utama, adil makmur dan sejahtera yang


diridhoi Allah SWT. Bagi mahasiswa non muslim dididik agar
memiliki kemampuan akademik dan atau profesionalisme dan
beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil makmur dan
sejahtera.
2.

Melaksanakan pendidikan yang dinamis dan berkualitas tinggi.

3.

Menyiapkan atau menyediakan infra struktur yang memadai


untuk menunjang proses belajar mengajar berkualitas.

4.

Menyiapkan atau menyediakan kerangka kelembagaan yang baik


dan kuat untuk menunjang proses penyelenggaraan pendidikan.

89

5.

Menjalin hubungan kerjasama yang erat dengan pihak lain yang


sifatnya menguntungkan dalam segala bidang berdasarkan prinsip
ajaran Islam.

6.

Menyiapkan atau menyediakan prangkat pelayanan internal


maupun eksternal (publik) di bidang teknologi informasi dan
telekomunikasi untuk memajukan perekonomian bangsa dengan
laju pertumbuhan yang tinggi.

7.

Melakukan pengembangan jalur pendidikan yang memiliki


relevansi terhadap kemajuan UM. Mataram khususnya dan
bangsa Indonesia umumnya.

8.

Melakukan inovasi dan program teknologi dan kapital melalui


program nasional (menjadi input bagi Pemerintah).

4.2.3.3 Dasar dan Tujuan


Universitas Muhammadiyah Mataram menyusun dan mengembangkan
program berdasarkan pada :
1.

Pancasila dan UUD 1945.

2.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3.

Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan


Penyelenggaraan Pendidikan.

Adapun dalam kegiatan operasionalnya Universitas Muhammadiyah


Mataram berpedoman pada :

90

a.

Qaidah Perguruan Tinggi Muhammadiyah tahun 1999.

b.

Statuta Universitas Muhammadiyah Mataram.

c.

Renstra Universitas Muhammadiyah Mataram tahun 2008 2013.

d.

Renop Universitas Muhammadiyah Mataram tahun 2011.

e.

Peraturan-peraturan lain yang terkait dan berlaku.

Tujuan penyelenggaraan pendidikan di Universitas Muhammadiyah


Mataram adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan lulusan yang beriman, bertaqwa, menguasai IPTEKS,
profesional, kreatif, inofatif, bertanggung jawab, dan mandiri manuju
terwujudnya masyarakat utama.
2. Meningkatkan kegiatan penelitian sebagai landasan penyelenggaraan
pendidikan dan mengembangkan IPTEKS.
3. Menghasilkan,

mengamalkan,

mengembangkan

dan

menyebarluaskan

IPTEKS dalam skala regional, nasional dan internasional.


4. Mewujudkan pengelolaan yang terencana, terorganisir, produktif, efektif,
efisien dan terpercaya untuk menjamin keberlanjutan universitas.
5. Mewujudkan civitas akademika yang mampu menjadi teladan dan kehidupan
masyarakat.
6. Menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam lingkup regional, nasional dan
internasional untuk pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat.

91

Untuk mencapai tujuan tersebut Universitas Muhammadiyah Mataram


memaksimalkan pelaksanaan Catur Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi :
1.

Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.

2.

Penyelenggaraan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi, pendidikan seni dan budaya.

3.

Penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat.

4.

Kajian Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.

4.2.3.4 Kompetensi Lulusan


Kompetensi

lulusan

Universitas

Muhammadiyah

Mataram

dapat

berkehidupan yang Islami dan beruswatun khasanah sehingga mampu :


1.

Merancang dan mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan di


bidang keilmuan yang ditekuninya.

2.

Memiliki kreatifitas dan integritas ilmiah.

3.

Memiliki kemampuan mengkaji dan memecahkan masalah di bidang


keilmuan saat ini dan yang akan datang dengan dukungan IPTEKS.

4.2.3.5 Lokasi Kampus


Kampus Universitas Muhammadiyah Mataram terletak di Jl. K. H. Ahmad Dahlan
No. 1 Pagesangan Mataram Telepon : (0370) 633723 Facsimile : (0370) 641906
Homepage

: http://www.ummat.ac.id

E-mail

: um_mataram@ummat.ac.id

Tgl. berdirinya

: 25 Juli 1980

Dies Natalis

: 25 Juli

92

4.2.3.6 Fakultas dan Program Studi


Uraian tentang Fakultas dan Program Studi yang ada di Universitas
Muhammadiyah Mataram lebih lanjut lihat tabel berikut ini :
Tabel 4.3 : Fakultas dan Program Studi di UM. Mataram
JENJANG (S-2/S-1/
PROFESI/POLITEKNIK/D3

TAHUN
BERDIRI

NILAI DAN
TAHUN
AKREDITASI

a. Bahasa Sastra Indonesia dan


Daerah

S1

1981

B / 2008

b. Bahasa Inggris

S1

1990

C / 2008

c. PPKn

S1

1981

B / 2008

d. Geografi

S1

1990

C / 2008

e. FISIKA

S1

2007

dalam proses

a. Ilmu Pemerintahan

S1

1981

C / 2006

b. Ilmu Adm. Negara

S1

1981

C / 2006

c. Ilmu Adm. Niaga

S1

1981

C / 2006

d. Perpustakaan

D3

1990

dalam proses

a. Teknologi Hasil Pertanian

S1

1980

C / 2006

b. Teknik Pertanian

S1

1980

C / 2006

a. Teknik Sipil

S1

1980

C / 2005

S1

2007

dalam proses

c. Tekni Pertambangan

D3

1997

dalam proses

5. Fak. Hukum

a. Ilmu Hukum

S1

2007

dalam proses

6. Diploma
Kesehatan

a. Kebidanan

D3

2006

dalam proses

b. Farmasi

D3

2006

dalam proses

Pendidikan Bahasa Arab

S1

2010

FAKULTAS
1. FKIP

2. FISIP

3. Faperta

4. Fatek

PROGRAM STUDI

b. Teknik
Wilayah

7. Fak. Agama
Islam

Perencanaan

93

BAB V
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA 3
PERGURUAN TINGGI DI KOTA MATARAM DALAM KONTEKS
PEMBINAAN KEHIDUPAN DEMOKRASI

Pelaksanaan atau penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan secara


umum dapat dibagi atau dikelompokkan menjadi 2 bagian/kelompok, yaitu
Pendidikan Formal dan Pendidikan NonFormal. Pendidikan secara formal yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan yang dilaksanakan secara formal di sekolah dalam
hal ini di perguruan tinggi secara resmi, terencana, dan mempunyai tujuan serta
kompetensi tertentu. Sedangkan pendidikan secara nonformal yang dimaksud
adalah penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan diluar sistem persekolahan.
Pendidikan Kewarganegaraan non formal ini dapat diselenggarakan oleh
departemen, non departemen, lingkungan perusahaan, organisasi politik,
organisasi sosial, dan organisasi kemasyarakatan termasuk juga di lingkungan
keluarga.
Pada bagian ini akan dijelaskan secara terperinci mengenai bagaimana
penyelenggaraan atau pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan secara formal
yang diselenggarakan pada perguruan tinggi di Mataram.
Secara formal pelaksanaan pendidikan kewarganegaran di perguruan
tinggi di dasarkan pada kepentingan nasional yang diwujudkan dalam kurikulum
nasional. Kepentingan nasional disusun berdasarkan situasi dan kondisi Negara
yang sedang dan akan dihadapi ke depan. Sebagai contoh pada Orde Reformasi

94

sekarang ini, ada beberapa ancaman yang dihadapi yang mengarah pada tantangan
nonfisik dan gejolak sosial yang diwujudkan dalam bentuk mempertahankan,
melindungi, atau bela Negara, tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dari luar
maupun dari dalam, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu bangsa
Indonesia harus menyusun rumusan atau konsep bela Negara yang dikaitkan
dengan lingkungan strategis, yaitu pemahaman tentang wilayah Negara (NKRI)
tentang ketahanan nasional (Tannas) dalam memperthankan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKR)I. Konsep tentang hal ini (bela Negara) telah
disusun sejak tahun 1973 pada TAP MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN yaitu
Wawasan Nusantara (Wasantara) dan Ketahanan Nasional (Tannas).
Sesuai dengan perkembangsn zaman dan muatan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional tersebut, maka semua produk hukum dan system pendidikan
kewarganegaraan yang cenderung melibatkan kemampuan fisik tidak belaku lagi.
Sebagi penggantinya ialah UU No. 20 tahun 1982 tentang pokok-pokok
pertahanan keamanan Negara yang memunculkan penyelenggaraan Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) di lingkungan pemukiman pendidikan dan
pekerjaan. Dalam lingkungan pendidikan PPBN diberikan dalam bentuk mata
pelajaran sejak TK sampai Perguruan tinggi. Kemudian, dalam UU No. 2 tahun
1989 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
direalisasikan dalam kurikulum wajib disemua jenjang dan jalur pendidikan
dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan yang riil di lapangan,
ada beberapa komponen yang saling terkait yang perlu mendapat perhatian.

95

Komponen tersebut antara lain adalah kurikulum dan sarana, tenaga pengajar,
manajemen pembelajaran. Keseluruhan komponen tersebut saling berhubungan
dan terkait satu sama lain dalam mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan.
Untuk itu, berikut ini akan diuraikan masing-masing komponen bagaimana
keadaannya dan pelaksanaannya secara nyata di lapangan (Perguruan Tinggi di
Mataram). Perguruan Tinggi yang dijadikan sampel dalam hal ini adalah
melibatkan 3 (tiga) Perguruan Tinggi, yaitu Universitas Mataram (UNRAM),
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram, dan Universitas Muhammadiyah
Mataram (UMM). Pemilihan ketiga perguruan tinggi tersebut didasarkan bahwa
ketiganya mewakili tiga versi pendidikan kewarganegaraan. UNRAM mewakili
versi umum yang bahan/materinya disusun oleh Lemhanas dan Dirjen Dikti
Diknas. IAIN Mataram mewakili versi khusus untuk perguruan tinggi Islam, dan
Universitas

Muhammadiyah

Mataram

mewakili

versi

perguruan

tinggi

Muhammadiyah di Indonesia.

5.1 Kurikulum dan Sarana


Kurikulum bila ditinjau dari aspek penyusunannya, maka kurikulum
disusun oleh aparat yang berwenang, yaitu pemerintah dalam bentuk
kebijaksanaan pendidikan. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sifatnya
berkesinambungan dan berorientasi ke masa depan. Oleh karena itu penyusunan
kurikulum hendaknya berpijak pada masa sekarang sebagai untuk menghadapi
masa yang akan datang dan juga didasarkan pada filosofi/filsafat pendidikan yang
jelas sesuai Ideologi atau falsafah negara.

96

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan


merupakan aspek yang penting untuk menjaga kepentingan nasional maupun
untuk memberikan kreatifitas dan menunjang kepentingan daerah. Untuk itu
pemerintah pusat bertugas dan berkewenangan untuk menetapkan visi dan misi
pendidikan nasional setiap jenjang dan jenis pendidikan dengan indikator
keberhasilan yang jelas sebagai kurikulum nasional. Ketentuan tentang mata
pelajaran apa saja yang wajib bagi setiap jenjang pendidikan dapat dilihat pada
UU Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 37. Khusus untuk
kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: 1) pendidikan agama; 2) pendidikan
kewarganegaraan; dan 3) bahasa.
Masalah kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan
kewarganegaraan pada perguruan tinggi di Mataram seperti yang ungkapkan
informan berikut ini.
kami melaksanakan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
berpedoman pada kurikulum oleh Depdiknas, karena mata kuliah ini
merupakan kurikulum Nasional yang wajib bagi seluruh mahasiswa. (H.
Usman).
Hal senada diungkapkan oleh informan lainnya.
Di kampus kami pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan berpedoman
pada kurikulum Nasional (pedoman dari Depdiknas). Di samping itu kami
juga menggunakan pedoman khusus untuk Perguruan Tinggi
Muhammadiyah karena kami adalah Perguruan Tinggi Muhammadiyah.
(Taufik).
Agak berbeda dengan informan dari IAIN Mataram yang mengungkapkan :
Kami di IAIN menggunakan pedoman pada kurikulum bahwa khusus
untuk Perguruan Tinggi Agama Islam dalam pelaksnaan pembelajaran
Civic Education yang dikembangkan oleh ICCE. (H. Nashuddin).

97

Dari ungkapan di atas dapat diketahui bahwa Pendidikan Kewarganegaraan atau


Civic Education yang dilaksanakan merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh
mahasiswa dan mempunyai pedoman secara nasional atau kurikulum Nasional.
Bila diteliti dari pedoman/kurikulum yang digunakan oleh para dosen terlihat
bahwa Civic Education ini bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik
memahami hak dan kewajibannya serta menjadikan warga negara yang
demokratis sesuai dengan UUSPN No. 20 tahun 2003 Ps 37. Dengan demikian
harus dilaksanakan dengan benar sesuai dengan pedoman secara nasional. Sebab
kurikulum

merupakan

atau

dapat

diakatakan

sebagai

suatu

kebijakan

negara/pemerintah sehingga wajib dilaksanakan. Hal ini juga menunjukkan


adanya hubungan yang erat antara pendidikan dan politik suatu negara. Jadi
pendidikan dan politik secara dinamis dan sinergis berproses dalam pembentukan
karakteristik masyarakat disuatu negara (Indonesia). Tentang hubungan antara
pendidikan dan politik ini sesuai dengan pendapat Abernethy dan Coombe (M.
Sirozi, 2007 : 13) yang menyatakan bahwa pendidikan dan politik terkait tanpa
bisa dipisahkan. Dan ada empat aspek kehidupan masyarakat yang dapat
dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah
yaitu jenis dan jenjang pekerjaan, mobilitas sosial, ide-ide dan sikap-sikap
masyarakat.
Dinamika hubungan timbal balik antara pendidikan dan politik dalam mata
masyarakat atau negara terus berkembang seiring dengan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat suatu negara yang bersangkutan. Intensitas
perubahan tersebut sangat nyata terlihat dalam proses yang menghantarkan negara

98

jajahan menuju kemerdekaan, dari kemerdekaan menuju negara yang lebih maju
lagi. Misalnya bagaimana perkembangan atau perubahan Kurikulum Pendidikan
Kewarganegaraan sejak kemerdekaan sampai saat ini. Seperti yang diungkapkan
oleh informan berikut.
Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang digunakan saat ini di
Perguruan Tinggi telah mengalami perubahan sejak sekitar tahun 1973
sampai sekarang. Dulu bernama kewiraan saat ini berdasarkan SK Dirjen
Dikti Depdiknas No. 43/DIKTI/KEP/2006 tentang rambu-rambu
pelaksanaan kelompok mata kuliah. Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi berubah nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan
demikian juga masalah materi, metode, strategi pembelajaran serta sistim
evaluasinya juga ikut berubah. (H.M. Matsir).
Dengan adanya perubahan pengembangan ataupun penyempurnaan
kurikulum seperti di ungkapkan di atas dan menurut SK DIRJEN DIKTI
Depdiknas No.

43/DIKTI/KEP/2006,

maka

pendidikan

kewarganegaraan

memiliki paradigma baru yaitu Pendidikan Kewarganegaraan berbasis filsafat


bangsa Pancasila.

Mata kuliah ini mempunyai peran strategis dalam

mempersiapkan warganegara yang cerdas bertanggung jawab dan berkeadaban.


Sehingga mata kuliah ini termasuk dalam kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian (MKPK) yang wajib diberikan pada seluruh mahasiswa disemu
fakultas dan jurusan maupun program studi. Pada hakekatnya Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan hasil sintesis antara Civic Education, Democracy
Education serta Citizenship Education yang berlandaskan filsafat Pancasila serta
mengandung identitas nasional Indonesia serta materi muatan tentang bela negara
(MANSOER, 2006 : 4).
Untuk melaksanakan ketentuan yang telah digariskan atau yang termuat
dalam kurikulum diperlukan sarana dan prasarana termasuk di dalamnya tentang

99

media pembelajaran untuk melaksanakannya. Seperti yang dikemukakan oleh


informan berikut.
Dalam melaksanakan apa yang dikehendaki kurikulum memerlukan
perangkat pembelajaran yang memadai di kampus kami perangkat
dimaksud sudah lumayan memadai, tinggal bagaimana kreatifitas dan
kecermatan pengajar untuk dapat memanfaatkannya sekalipun belum
dikatakan sempurna atau mencukupi. (Kafrawi).
Hal senada juga dikemukakan oleh informan lain.
Kalau dicermati apa yang tercantum dalam kurikulum dibutuhkan sarana
perasarana atau media media pembelajaran yang lengkap demi tercapai
tujuan yang diharapkan untuk menutupi kekurangan sarana prasarana dan
media yang belum lengkap kami mengadakan kerjasama dengan pihak lain
seperti berkunjung ke instansi terkait atau menugaskan mahasiswa ke
instansi terkait untuk observasi tentang tugas-tugas, fungsi dari instansi
yang bersangkutan. (Taufik).
Dari ungkapan di atas dapat dimaknai bahwa kurikulum dan sarana
pembelajaran dapat dikatakan memadai dalam melaksanakan pembelajaran.

5.2 Tenaga Pengajar


Dalam kegiatan pembelajaran, tenaga kependidikan merupakan suatu
komponen

yang

penting

dalam

penyelenggaraan

pendidikan.

Tenaga

kependidikan adalah seseorang atau kelompok orang yang berprofesi mengelola


kegiatan belajar dan mengajaratau peran yang lain yang memungkinkan
berlangsungnya
transformasi.

kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif melalui

Tenaga

kependidikan

bertugas

menyelenggarakan

kegiatan

mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberikan


pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Salah satu unsur tenaga kependidikan
adalah

tenaga

pendidik/tenaga

pengajar

yang

tugas

utamanya

adalah

100

mendidik/mengajar. Kehadiran pendidik dalam hal ini yang dimaksud adalah


dosen di perguruan tinggi merupakan motivator, stabilisator, fasilitator, dan
komunikator dalam pembelajaran yang tentunya bertujuan mensosialisasikan
materi pembelajaran kepada peserta didik/ mahasiswa.
Karena tugasnya mengajar, maka dosen/tenaga pengajar harus mempunyai
wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tengan pengajar. Kedudukan
dosen dalam hal ini difahami demikian penting sebagai ujung tombak dalam
pembelajaran dan pencapaian mutu hasil belajar peserta didik/mahasiswa.
Sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pengajar, setiap dosen dalam
melaksanakan tugasnya harus memiliki kemampuan profesional dalam proses
belajar mengajar atau pembelajaran. Kemampuan ini sebagai gambaran bahwa
dosen itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian. Dengan kemampuan
itu, dosen dapat melakukan peranannya sesuai standar kinerja dosen sebagai
tenaga profesional.
Seorang dosen dikatakan kompeten jika ia menguasai dan memiliki
kecakapan profesional menyangkut seorang dosen. Hal ini ditandai dengan
keahliannya selaras dengan tuntutan bidang ilmu yangn menjadi tanggung
jawabnya.
Kompetensi bersifat unik/khas untuk setiap dosen mengingat kompetensi
teknis dan profesional berbeda. Demikian juga spektrum sikap setiapkomponen
kompetensi tiap individu dosen berbeda. Kompetensi seorang dosen dalam
melaksanakan tugasnya membutuhkan analisis dan sintesis atas dasar pengetahuan
dan pengalamannya dalam melaksanakan pelayanan belajar membutuhkan

101

pemikiran dan kreatifitas. Dengan demikian, mengajar adalah mengusahakan agar


terjadi perubahan perilaku peserta didik yang spesifik.
Dalam pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan hal tersebut diatas perlu
menjadi pertimbangan untuk diketahui dan difahami bahwa dosen yang mengajar
Pendidikan Kewarganegaraan adalah bersifat khusus. Artinya seseorang intuk
dapat bertugas mengajar harus memiliki kriteria/kualifikasi tersendiri disamping
kualifikasi dosen secara umum. Kualifikasi yang dimaksud adalah bahwa seorang
dosen Pendidikan Kewarganegaraan harus memiliki sertifikat atau telah
menempuh kursus atau pelatihan khusus untuk itu. Seperti kursus yang
dilaksanakan lembaga ketahanan nasional (Lemhanas) atau lembaga lain yang
khusus untuk dosen Pendidikan Kewarganegaraan/Civic Education. Seperti yang
dikemukakan oleh Koordinator Dikwar dosen Universitas Mataram H.M. Natsir
sebagai berikut:
Dosen PKn yang ada sekarang belum mecukupi dan memadai secara
ideal. Kami sering kewalahan mengatur jadwal mengajar dosen yang ada,
baik di UNRAM maupun di luar yagn belum mempunyai dosen
bersertifikat. Dosen yang berkompeten ada pensiun sementara
penambahan berjalan lambat akhirnya mangatasi kekurangan itu
digunakan dosen belum punya SIM, tapi tanggung jawab tetap pada yang
punya SIM (wawancara 19 Agustus 2010).

Demikian juga yang dikatakan oleh Drs. Taufik, asisten dosen Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Mataram:
Kewenangan untuk mengajar mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan
adalah dosen yang telah mengikuti kursus untuk itu. Di kampus kam, baru
ada satu orang dosen yang telah mengikuti Kursus Calon Dosen
Kewarganegaraan (SUSCADOSWAR), baik yang diselenggarakan
Lemhanas, maupun yang diselenggarakan khusus bagi perguruan tinggi
Muhammadiyah se-Indonesia. Saya hanya sebagai asisten beliau
saja.(wawancara 30 Juli 2010)

102

Hampir sama dengan tenaga pengajar yang ada di IAIN Mataram :


Di IAIN tenaga dosen dapat dibilang telah mecukupi sekalipun tidak
mempunyai sertifikat khusus tapi dosen-dosen yang ditugasi mengajar
Civic Education telah mengikuti serangkaian workshop dan training yang
dilakukan di intern kampus maupun di luar kampus.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menjadi


dosen yang berkewenangan mengajar pendidikan kewarganegaraan, harus
memenuhi kualifikasi atau kompetensi khusus disamping kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang dosen pada umumnya. Dari pernyataan tersebut di atas
tergambar juga bahwa jumlah dosen pendidikan kewarganegaraan adalah terbatas.
Oleh karena itu, masalah rasio antara dosen dan mahasiswa tidak seimbang/tidak
memadai bagi perguruan tinggi besar dan yang mempunyai mahasiswa yang
banyak. Sementara tidak setiap tahun ada kursus untuk itu, dan jatah pengiriman
dosen

yang

terbatas.

Sehingga

diambil

kebijakan

dalam

pelaksanaan

pengajarannya menggunakan asisten dosen dan penggabungan beberapa program


studi dalam satu waktu perkuliahan. Bagi perguruan tinggi yang belum memiliki
dosen yang berkompeten unutk itu, dapat juga meminjam dosen perguruan tinggi
lain untuk mengajar mata kuliah kewarganegaraan.
Dari paparan tentang tenaga pengajar diatas dapat dimaknai bahwa
seseorang untuk dapat menjadi tenaga pengajar Pendidikan Kewarganegaraan
harus mempunyai kompetensi khusus dan bersifat profesional. Hal ini sesuai
dengan pendapat Munsyi, bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan
melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi menunjuk

103

pada performance dan perbuatan yang rasional memenuhi spesifikasi tertentu


dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan (Hamzah B. Uno, 2007:61).
Selanjutnya macam kompetensi yagn harus dimiliki oleh tenaga pengajar
(dalam hal ini dosen) antara lain ada 4 macam (Hamzah B. Uno, 2007:69).
1. Kompetensi profesional, artinya harus memiliki pengetahuan yang luas
dari subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan.
2. Kompetensi personal, artinya sikap kepribadian yang mantap dan
pantas diteladani.
3. Kompetensi sosial, artinya dapat menunjukkan kemampuan dalam
berinterakasi sosial terhadap peserta didik bahkan dengan masyarakat.
4. Kompetensi untuk melakukan yang sebaik-baiknya yang berarti
mengutamakan nilai-nilai sosial daripada material.

5.3 Manajaemen Pembelajaran Dikwar


5.3.1 Pola Pembelajaran
Mengingat pendidikan kewarganegaraan merupakan pembelajaran yang menitik
beratkan pada ranah afektif maka pembelajarannya berbeda dengan mata kuliah
lain. Pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan membutuhkan wawasan
baru. Wawasan baru tersebut harus memuat prinsip dialogis, aplikatif tidak terlalu
mementingkan aspek kognetif serta memandang mahasiswa sebagai steakholder
utama. Paradigma baru dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangat
diniscayakan, sebab selain dalam disiplin keilmuan aspek afektif sangat
ditonjolkan sebagai ciri khas pembentukan watak dan disiplin. Pendidikan

104

Kewarganegaraan menekankan penerapan dalam kehidupan, bukan wacana tetapi


aplikatif (Akif Khilmiyah, 2005 : 8).
Oleh karena itu dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
diperlukan bentuk sajian yang berbeda dalam pengajaran, penggunaan metode
serta evaluasinya seperti yang terungkap dalam wawancara dengan informan
sebagai berikut :
Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan pembelajaran
yang khusus dan khas berbeda dengan yang lain. Kita menggunakan
metode dan evaluasi yang mengarah pada pembentukan sikap dan tingkah
laku. (H.M. Natsir).
Hal senada diungkapkan oleh informan lain :
Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbeda
dengan mata kuliah lain, karena adanya istilah pendidikan di dalamnya.
Jadi mempunyai pola yang khas sebagai pendidikan yang menekankan
pada ranah pembentukan sikap. Dalam hal ini dosen dituntut di samping
menyampaikan materi juga sebagai contoh atau model. (Kafrawi).
Kami di IAIN pelaksanaan pembelajaran Civic Educatioan sesuai dengan
pedoman dari ICCE yaitu menggunakan paradigma humanistik yang
mengedepankan proses pembelajaran demokratis melalui penerapan
strategi pembelajaran partisipatif. Jadi dalam hal ini mahasiswa
diposisikan sebagai subjek sekaligus sebagai objek sedangkan dosen
sebagai fasilitator. (H. Nashuddin).
Dari ungkapan di atas dapat difahami bahwa pendidikan kewarganegaraan
adalah merupakan mata kuliah yang khusus dan mempunyai karakteristik yang
khas sebagai pendidikan yang menekankan pada ranah afektif atau pembentukan
sikap. Dengan paradigma pembelajaran tersebut di atas akan dapat terwujud
pengalaman belajar yang bermakna dan fungsional. Di samping itu pengetahuan
dan pengalaman pembelajarannya akan membuat peserta didik menemukan jati
dirinya sebagai manusia yang sadar akan tanggung jawab individu dan sosialnya.

105

Dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan ada beberapa


hal/komponen yang perlu mendapat perhatian, karena komponen inilah yang pada
intinya saling berinteraksi. Komponen tersebut adalah perencanaan pebelajaran,
materi pembelajaran, strategi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Komponen
tersebut akan berinteraksi secara sinergis dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang tercantum dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan.

5.3.2 Perencanaan Pembelajaran


Proses pembelajaran meniscayakan adanya interaksi yang dinamis antar
dosen dan mahasiswa. Hal ini akan mendorong terciptanya suasana yang kondusip
di kelas. Dalam konteks itu setiap pembelajaran harus direncanakan secara
rasional, sistemtik dan sistemik agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
Pada pelaksanaan di lapangan para dosen rata-rata sebelum melaksanakan proses
pembelajaran diwajibkan untuk membuat SAP (Satuan Acara Perkuliahan) yang
merupakan rancangan dari apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran merupakan hal yang amat penting dalam suatu proses
pembelajaran, sebab proses pembelajaran tanpa suatu perencanaan akan menjadi
sia-sia karena tidak mempunyai standar acuan yang akan dicapai dalam proses
tersebut. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh para informan berikut ini.
Dalam melaksanakan tugas pengajaran kami harus menyusun
perencanaan pembelajaran yang dinamakan Satuan Acara Perkuliahan atau
SAP yang berisi seluruh aktivitas yang akan kita lakukan dalam
perkuliahan. (Suprapto).

106

Hal senada dikemukakan oleh Taufik :


Sebelum mengajar kami harus menyusun perencanaan pembelajaran. Hal
ini amat penting dilakukan karena tanpa ini kesulitan menentukan arah
tujuan pembelajaran dengan kata lain pembelajaran tidak akan teratur atau
sistematis.
Informan lain mengungkapkan lebih rinci mengapa perencanaan itu penting.
Perencanaan pembelajaran sangat penting disusun oleh seorang dosen
sebelum melaksanakan pembelajaran. Karena dalam perencanaan itu
termuat segala hal yang akan dilakukan dalam aktivitas belajar mengajar
seperti menentukan kompetensi standar dan indikator kompetensi yang
harus dimiliki mahasiswa materi pembelajaran, strategi pembelajaran,
media atau alat bantu, sampai pada penentuan model dan alat evaluasi
untuk mengukur tingkat keberhasilan. (H. Usman).
Dari ungkapan di atas dapat dimaknai bahwa perencanaan pembelajaran
itu amat penting artinya disusun oleh para dosen sebelum melaksanakan proses
pembelajaran. Karena dengan perencanaan akan memudahkan bagi dosen dalam
mengajar apalagi bagi dosen yang mengajar lebih dari satu mata kuliah. Dalam
penyusunan perencanaan pembelajaran perlu juga dipertimbangkan fleksibelitas
dari perencanaan pembelajaran tersebut, sehingga dapat mudah diubah dan
disesuaikan dengan kondisi dan dinamika yang berkembang dalam proses
pembelajaran.

5.3.3 Materi Pembelajaran


Setelah

menyusun

perencanaan

pembelajaran

selanjutnya

adalah

menentukan materi pembelajaran. Dalam hal penyusunan prosedur pembelajaran


pendidikan tinggi dituntut untuk mempertemukan antara perkembangan
masyarakat dan kebutuhan mahasiswa dengan materi perkuliahan. Sehingga
dimasa depan perubahan masyarakat kebutuhan mahasiswa, kepentingan dan

107

penyesuaian kemampuan mahasiswa menjadi orientasi bagi arah desain


pembelajaran/kependidikan. (Akif Hilmiyah, 2005 : 31).
Tentang sumber materi yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan Perguruan Tinggi di Mataram tercermin dalam pernyataan
informan sebagai berikut :
Bahwa kuliah yang kami gunakan diambil dari silabi nasional, literatur
terbaru serta kasus kasus yang ada dimedia masa yang dijadikan sebagai
studi kasus. (Kafrawi).
Meteri perkuliahan yang kami pakai sesuai dengan pedoman dari ICCE
yang terdiri dari tiga materi pokok : demokrasi, HAM dan masyarakat
madani. Selanjutnya ketiga materi inti tersebut dikembangkan menjadi
bahan kajian di kelas. Untuk mengembangkannya kami mengambil dari
salain buku teks juga dari jurnal ilmiah media massa internet dan lain
sebagainya. (Suprapto).
Dalam pelaksanaan pembelajaran bahan kuliah kami peroleh dari
berbagai sumber, selain buku pokok yang disusun oleh Majelis
Diktilitbang PP Muhammadiyah seperti buku teks dari Lemhannas dan
media massa dari internet untuk memperluas wawasan. (Taufik).

Dari ungkapan di atas menggambarkan bahwa dalam pelaksanaan


pembelajaran para pengajar rata-rata memiliki pedoman pokok dan selalu
dikembangkan sesuai dengan perkembangan terbaru. Oleh karenanya materi
perkuliahan dan proses penyajiannya harus diorganisir sesuai dengan tuntutan
zaman. Karena menurut Diamond apabila kecendrungan perubahan zaman tidak
direaksi dengan melakukan penyesuaian, maka hasil belajar kurikulum dan materi
kuliah tidak akan mampu menyesuaikan kebutuhan mahasiswa dan sulit dijadikan
sumber belajar (Akif Hilmiyah dkk, 2005 : 31). Oleh karena itu mempersiapkan
materi perkuliahan dan kemutakhiran bahan dan pengorganisasian materi yang
disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa menjadi prioritas. Hal ini penting

108

dilakukan agar program yang disajikan kepada mahasiswa memenuhi dan sesuai
dengan alam fikir/logika mahasiswa sehingga menghasilkan retensi yang tinggi
bagi pembentukan sikap dan ketrampilan profesional. Hal ini sejalan dengan
pendapat Bligh (Akif Hilmiyah dkk, 2005 : 35) yang menyatakan bahwa penataan
materi/bahan yang baik akan meningkatkan retensi dan menghindarkan retroactive
sehingga pembelajaran tidak kontraproduktif.
Secara

umum

materi

pembelajaran

pendidikan

kewarganegaraan/kewargaan berpedoman pokok pada materi yang disusun oleh


ICCE, Diknas dan Lemhannas serta yang disusun oleh Diktilitbang PP
Muhammadiyah. Diantara ketiga sumber materi pokok tersebut secara substansial
tidak jauh berbeda. Bahan kajian menurut SK Dirjen Dikti Diknas no.
43/DIKTI/KEP/2006 adalah (1) Pendahuluan, (2) Filsafat Pancasila, (3) Identitas
Nasional, (4) Negara dan Konstitusi, (5) Demokrasi Indonesia, (6) HAM dan Rule
of Law, (7) Hak dan Kewajiban Warga Negara, (8) Geopolitik Indonesia, dan (9)
Geostrategi Indonesia. Kemudian menurut ICCE adalah (1) Pendahuluan, (2)
Identitas Nasional, (3) Negara, (4) Kewarganegaraan, (5) Konstitusi, (6)
Demokrasi, (7) Otonomi Daerah, (8) Good Goverment, (9) Hak Asasi Manusia,
dan (10) Masyarakat Madani. Sedangkan menurut Majelis Diktilitbang PP
Muhammadiyah adalah (1) Pendidikan Kewarganegaraan dan Cita-cita menuju
Masyarakat Madani, (2) Tinjauan Umum tentang Nilai-Nilai Demokrasi, (3)
Pemerintahan yang Bersih dan Demokratis, (4) Transpormasi Nilai Demokrasi
dalam Keluarga dan Masyarakat, (5) Membangun Identitas Nasional, (6) Tata

109

Dunia Baru dalam Globalisasi, (7) Ekonomi Kerakyatan dan Etos Ekonomi
sebagai Basis Kekuatan Nasional, dan (8) Penegakan Hak Asasi Manusia.

5.3.4 Strategi Pembelajaran


Strategi berasal dari kata bahasa Inggris strategy yang berarti ilmu siasat
perang siasat akal. Kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia selain berarti
siasat perang juga diartikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus (Ananda Santoso dan S. Prianto, 1995 : 333). Bila
dihubungkan dengan pembelajaran, maka dapat diartikan suatu rencana yang
cermat mengenai suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai sasaran dan tujuan
pembelajaran

dalam

hal

ini

pembelajaran

Civic

Education/pendidikan

kewarganegaraan.
Untuk mencapai kompetensi atau tujuan tersebut diperlukan pemilihan dan
penerapan strategi yang tepat dan mampu mendekatkan peserta didik pada realitas
sosial di mana peserta didik dapat menemukan jati dirinya yang sadar akan
tanggung jawabnya. Sehingga dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
model dan paradigma baru sangat diniscayakan. Hal ini dilakukan karena selain
dalam disiplin keilmuan aspek afektif sangat ditonjolkan sebagai ciri khas
pembentukan watak dan disiplin, oleh karena itu dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan diperlukan bentuk sajian yang berbeda baik dalam mengajar,
menerapkan strategi dan metode pembelajaran maupun sistem evaluasinya.

110

Jadi penentuan strategi dan atau metode yang akan digunakan oleh seorang
dosen amat penting artinya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Seperti yang
dikemukakan oleh informan sebagai berikut :
Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
keberhasilannya sangat ditentukan dari strategi dan metode yang kita
terapkan. Strategi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbeda
dengan mata kuliah lain karena sesuai dengan visi dan misi saya
membentuk watak warga negara yang baik sehingga harus cermat dalam
memilih strateginya. (H.M. Natsir).

Hal senada juga dikemukakan oleh informan lain sebagai berikut :


Sesuai dengan visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan maka
pemilihan strategi yang jitu amat penting dilakukan untuk mencapai
tujuan, karena sangat mempengaruhi bagaimana proses pembelajaran
dilaksanakan dan tingkat keberhasilannya. (Suprapto).

Ungkapan di atas menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran


untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan memerlukan strategi tertentu. Hal ini
sesuai dengan pendapat Briggs (Akif Khilmiyah dkk, 2005 : 8) sebuah
pembelajaran secara umum dikembangkan dalam tiga fase, pemahaman utama,
yaitu menyangkut dimensi mau kemana, dengan apa dan bilamana sampai ke
tujuan. Dimensi pertama menyangkut penyusunan silabus. Deminsi kedua
berkaitan dengan perancangan pembelajaran yang langsung terkait dengan
pemilihan strategi pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang dosen maupan
aktivitas yang harus dijalani mahasiswa. Sedangkan dimensi ketiga mengarahkan
dosen merancang sistem evaluasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai kata lain dari
penyampaian materi perkuliahan dan tujuan sebagai muara dari materi

111

perkuliahan adalah merupakan satu kesatuan yang harus dikuasai oleh seorang
dosen/pengajar. Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan menjadikan warga
negara yang demokratis tidak akan berhasil dengan baik bila disampaikan dengan
strategi dan metode yang tidak demokratis. Untuk itu dalam memilih/menentukan
strategi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan harus mempertimbangkan
perkembangan dan perbedaan potensi mahasiswa. Pembelajaran bukan sebatas
transpormasi pengetahuan lagi tapi harus mengarah pada pengembangan potensi
serta aplikasi pengetahuan dalam area situasi lain. Hal ini sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional (Ps 3 UU no. 20 tahun 2003). Menurut Ausubel dan Dahren
(Akif Hilmiyah, 2005 : 7) pembelajaran dianggap gagal bila mahasiswa hanya
berhasil sebatas mencapai apa yang diajarkan atau sebatas replikasi dosen.
Sebaliknya

pembelajaran

dianggap

berhasil

bila

mahasiswa

mampu

mentranspormasikan apa yang dipelajari dalam situasi yang baru sebagai bentuk
aplikasi. Bila demikian halnya maka sesungguhnya mode pembelajaran tersebut
harus bermuatan prinsip dialogis, aplikatif, tidak mementingkan aspek kognitif
semata serta pembelajaran memihak pada mahasiswa selaku stakeholder utama.
Jadi pembelajaran selalu diorientasikan pada mahasiswa.
Strategi pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh dosen sangat
mempengaruhi dan menentukan seberapa jauh pengalaman yang akan dijalani dan
kemampuan yang harus dimiliki atau dikuasai. Sehingga dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan secara khusus mensyaratkan dosen/pengajarannya
untuk menguasai ketrampilan menerapkan strategi yang tidak hanya dapat

112

mengembangkan kemampuan kognetif tapi dapat menumbuhkan afeksi dan


psikomotorik mahasiswa secara terintegrasi dan komprehenship.
Pedoman

lain

untuk

menentukan/memilih

strategi

pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan juga termuat secara resmi dalam pasal 5 SK Dirjen


Dikti Depdiknas nomor : 43/Dikti/Kep/2006, sebagai berikut :
1.

Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,


menyenangkan,

menantang,

memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi


prakarsa
mahasiswa

kreativitas

dan

kemandirian

sebagai subjek pendidikan,

dengan

menempatkan

mitra dalam

proses

pembelajaran dan sebagai umat, anggota keluarga, masyarakat atau


warga negera.
2.

Pembelajaran

yang diselenggarakan merupakan proses

yang

mendidik yang di dalamnya terjadi pembahasan kritis, analisis,


induktif, deduktif dan reflektif melalui dialog kreatif, partisipatoris
untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran substansi dasar
kajian berkarya nyata untuk menumbuhkan motivasi belajar
sepanjang hidup.
3.

Bentuk aktivitas proses pembelajaran kuliah tatap muka, ceramah,


dialog, diskusi interaktif, studi kasus, penugasan mandiri, tugas baca,
seminar kecil, dan kegiatan kokurikuler.

113

4.

Motivasi

menumbuhkan

kesadaran

bahwa

pembelajaran

pengembangan kepribadian, merupakan kebutuhan hidup untuk


dapat eksis di dalam masyarakat global.

5.3.5 Evaluasi Pembelajaran


Dalam proses pembelajaran masalah evaluasi merupakan hal yang amat
penting dan menempati prosesi yang sangat startegis. Hal ini didasarkan pada
pandangan bahwa untuk perbaikan suatu pembelajaran tidak bisa lepas dari
masalah evaluasi. Tentang hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan
sebagai berikut :
Evaluasi dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangat
penting dilakukan, karena dari evaluasi kita bisa tahu hasil dari proses
pembelajaran yang dilaksanakan maksudnya apakah tujuan pembelajaan
sudah tercapai atau belum. (Kafrawi).
Informan lain mengungkapkan hal senada.
Evaluasi sangat penting dilakukan dalam setaip proses pembelajaran
termasuk pendidikan kewarganegaraan. Kami mengadakan/melakukan
evaluasi secara terus menerus, dalam arti tidak harus menunggu selesainya
proses pembelajaran. Hal ini penting artinya untuk mengetahui
perkembangan kegiatan mahasiswa sejak awal sampai hasil akhirnya
tentang aktivitas, partisipasi prakarsanya dan lain-lain. (Taufik).
Ungkapan yang agak berbeda dikemukakan oleh H.M. Natsir sebagai berikut :
Kami melakukan evaluasi tidak hanya untuk mengetahui hasil belajar
mahasiswa tapi juga melakukan evaluasi pada proses pembelajarannya.
Hal ini dilakukan dalam rangka memperbaiki proses atau meningkatkan
mutu pembelajaran pendidikan kewarganegaraan secara berkelanjutan.
(wawancara 19 Agustus 2010)
Dengan paparan di atas dapat dimaknakan bahwa evaluasi adalah merupakan
suatu keniscayaan dalam suatu pembelajaran atau proses belajar mengajar. Hal ini

114

senada dengan ketentuan UU no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang


menyatakan

bahwa

evaluasi

pendidikan

adalah

kegiatan

pengendalian,

penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen


pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan komponen yang dimaksud
adalah menyangkut peserta didik, lembaga dan program pendidikannya.
Evaluasi pendidikan/pembelajaran pendidikan kewarganegaraan seperti
tersebut di atas dapat dilakukan dalam dua hal atau aspek yang saling terkait yaitu
evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi terhadap hasil belajar mahasiswa.
Evaluasi proses pembelajaran dimaksudkan untuk mengukur efektivitas sebuah
proses pembelajaran, meliputi ketepatan dan efektivitas penggunaan strategi,
maka pembelajaran dan manajemen kelas. Sedangkan evaluasi dalam arti hasil
belajar mahasiswa adalah dalam rangka mengukur ketercapaian indikator
kompetensi pembelajaran yang diharapkan pada mahasiswa/peserta didik.
Dalam pelaksanaan evaluasi yang secara riel di lapangan para pengajar
pendidikan kewarganegaraan melakukannya berpariasi sesuai dengan kondisi dan
situasi masing-masing. Hal ini diungkap oleh Kafrawi dalam berikut ini.
Teknik evaluasi yang kami lakukan adalah pada setiap akhir
kuliah/penyampaian materi diadakan tanya jawab. Di samping itu kami
mengadakan kuis midtern dan UAS pada akhri semester. (wawancara tgl
21 Juni 2010).
Hal senada diungkapkan oleh Sunarjo Edi S.
Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran pengajaran saya
menggunakan tes tulis, penugasan baik kelompok maupun individu dan
pengamatan terhadap penampilan/sikap mahasiswa. (wawancara 5
Agustus 2010).

115

Ungkapan berbeda dikemukakan oleh Suprapto.


Padal pelaksanaan proses belajar mengajar Civic Education evaluasi yang
kami lakukan dengan cara lisan dan tulis diikuti juga dengan evaluasi
portofolio yang didahuli dengan tugas kunjungan ke DPRD dan instansi
terkait lainnya. (wawancara 1 Agustus 2010).
Berdasarkan hasil wawancara pengamatan pada umumnya dosen/pengajar
pendidikan kewarganegaraan proses evaluasi yang dilakukan melalui beberapa
tahapan yaitu penentuan tujuan evaluasi, mendesain evaluasi, mengembangkan
instrumen

evaluasi,

mengumpulkan

data,

menganalisis

dan

menginterpretasikannya sebabagai hasil akhirnya.


Berdasarkan uraian tentang evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa (1) evaluasi adalah merupakan bagian integral dari proses pembelajaran
baik pada bagian awal tengah maupun akhir pembelajaran, (2) evaluasi dapat
berbentuk atau berupa hasil karya mahasiswa, penugasan, kinerja atau tes, (3)
evaluasi bersandar pada standar kompetensi yang berlaku atau yang telah
ditentukan, (4) ruang lingkup tahapan evaluasi mencakup perencanaan, program,
proses

dan

hasil

belajar,

(5)

Penafsiran/penetapan

mempertimbangkan standar minimal kompetensi yang ditetapkan.

hasil

evaluasi

116

BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Sejarah perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami


perubahan dan perkembangan yang besar terutama yang berkaitan tentang
pendidikan kewarganegaraan. Perubahan dan perkembangan yang berkenaan
dengan pendidikan kewarganegaraan dipengaruhi berbagai factor yang dapat
dikelompokkan dalam faktor intern dan faktor ekstern. Faktor Intern adalah faktor
yang bersumber dari dalam kampus sendiri, sedangkan Faktor Ekstern adalah
faktor yang mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan bersumber dari luar
kampus.
Dalam

bab

ini akan menguraikan

tentang

faktor

Intern

yang

mempengaruhi pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan meliputi kurikulum,


sarana prasarana dan dosen. Kemudian menguraikan faktor Ekstern yang
mempengaruhi

pelaksanaan pendidikan

kewarganegaraan

meliputi factor

globalisasi, ideology, politik dan sosial budaya bangsa.

6.1 Pengaruh Faktor Intern


6.1.1 Pengaruh Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

117

pendidikan tertentu (UUSPN Pasal 1 ayat 20). Berdasarkan pengertian kurikulum


ini dicermati dapat maknai bahwa kurikulum yang digunakan oleh guru atau
dosen sangat berpengaruh terhadap peserta didik/mahasiswa. Sebab semua hal
yang akan dilaksanakan baik oleh dosen maupun mahasiswa berpedoman utama
pada kurikulum.
Penyelenggaraan/pelaksanaan

pendidikan

kewarganegaraan

pada

perguruan tinggi di Kota Mataram menggunakan kurikulum yang bervariasi


seperti ungkapan informan berikut ini :
Dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di
Universitas Mataram kami berpedoman pada kurikulum nasional dari
Depdiknas dan hasil pertemuan nasional dosen pendidikan
kewarganegaraan oleh Lemhannas. (H.M. Natsir)
Sedikit berbeda dengan pernyataan dari yang dilaksanakan di IAIN dan
Universitas Muhammadiyah Mataram yaitu :
Kami di IAIN Mataram pembelajaran Civic Education berpedoman pada
kurikulum nasional/KBK yang disusun dan dikembangkan oleh Center for
Civic Education atau ICCE Jakarta. (H. Nashuddin).
Di Universitas Muhammadiyah Mataram dalam pelaksanaan pengajaran
pendidikan kewarganegaraan kami menggunakan pedoman yang
dikembangkan oleh Majlis Diktilitbang PP Muhammadiyah di samping
atau kami padukan dengan Kurikulum Nasional. (Taufik).
Dari ungkapan di atas dapat diketahui bahwa pendidikan kewargengaraan
atau Civic Education adalah mata kuliah wajib ditempuh bagi seluruh mahasiswa
di semua perguruan tinggi. Namun demikian pedoman atau kurikulum yang
dipakai berbeda. Peberbedaan tersebut barakibat juga pada buku rujukan materi
yang berbeda pula. Seperti yang ditunjukkan oleh masing-masing dosen. Di
UNRAM rujukan utamanya adalah buku pendidikan kewargangeraan yang
disusun oleh Diknas bersama Lemhannas. IAIN rujukan materi utamanya adalah

118

buku pendidikan kewargaan yang disusun oleh Indonesian Center for Civic
Education (ICCE) UIN Jakarta. Sedangkan di Universitas Muhammadiyah
Mataram menggunakan pedoman yang dikembangkan oleh Majlis Diktilitbang PP
Muhammadiyah.
Bila ditelusuri lebih jauh materi yang dicantum dalam buku pedoman
tersebut terdapat perbedaan. Secara umum mempunyai dasar pijakan dan misi
yang berbeda, kalau yang digunakan UNRAM sifatnya umum artinya pendidikan
kewarganegaraan tersebut tidak dibahas atau dikaitkan dengan agama tertentu atau
organisasi

politik

maupun

organisasi

sosial

tertentu.

Berbeda

dengan

pedoman/rujukan yang ada di IAIN Mataram atau Universitas Muhammadiyah


Mataram. Di IAIN Mataram sesuai dengan nama dan visi misi pelajaran
tertingginya yaitu bernafaskan Islam, maka pedoman/rujukannya dikaitkan
dengan pandangan Islam. Seperti ketika membahas tentang negara ada butir yang
berbicara tentang hubungan Islam dengan Negara. Begitu juga pada pokok
bahasan tentang demokrasi ada sub materi yang membahas Islam dan demokrasi.
Sedangkan di Universitas Muhammadiyah Mataram materi pendidikan di
hubungkan dengan Islam juga dikaitkan dengan visi dan misi Persyarikatan
Muhammadiyah seperti pada salah satu bagian dari rujukan pokoknya yang
membahas bagaimana pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Muhammadiyah

diawali

dengan

landasan

normatif

bagi

setiap

warga

Muhammadiyah dalam bertindak dan beraktifitas. Hal ini dijadikan dasar/landasan


guna mengembangkan topik bahasan yang lain. Di samping itu perlu ditekankan
pada relevansi metodologi dengan substansi materi Oleh karena itu peran dosen

119

dan mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah sangat diharapkan dalam


mengembangkan magteri melalui pengembangan metodologi pengajaran dan
pengayaan kasus-kasus aktual dan lokal. Dalam hal pembelajaran demokrasi
dikaitkan dengan bagaimana pendidikan Islam baik dalil dalam Al-Quran atau
Hadits Nabi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bicara logika materi yang
diajarkan oleh dosen berasal dari Buku Pedoman/kurikulum yang dianut.
Sedangkan kurikulum memuat antara lain apa yang menjadi misi dari lembaga
yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum sangat
mempengaruhi dalam proses pembelajaran.

6.1.2 Pengaruh Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu komponen penting
dalam suatu proses pembelajaran. Sarana dapat diartikan media pembelajaran
sedangkan prasarana dapat diartikan sebagai sumber belajar. Kedua komponen
tersebut amat dibutuhkan dalam proses pembelajaran, karena bila hal ini
bermaslah maka berakibat pada proses pembelajaran tidak berlangsung dengan
baik yang berujung kegagalan mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran itu
sendiri. Dengan kata lain bila sarana dan prasaranan kurang baik akan
berpengaruh pada peserta didik dalam menerima pelajaran seperti yang diungkap
oleh informan berikut ini :
Kalau kuliahnya hanya dengan ceramah saja cepat ngantuk, apabila
waktunya sudah agak siang dan biasanya saya pindah tempat duduk agak
kebelakang biar ndak kelihatan sama dosennya. (Humaedi).

120

Agak berbeda dengan yang diungkapkan oleh Sumarlin :


Saya paling kesel kuliah kalau pas mata kuliah umum yang digabung
dengan jurusan lain, mana mahasiswa banyak, ribut suara dosen tidak jelas
lagi, apalagi suasana kelas panas. Jadi serba ndak enak deh.
Dari ungkapan di atas mengisyaratkan bahwa dalam suatu proses belajar
mengajar faktor media atau sarana prasarana yang memadai amat diperlukan.
Sebab dalam proses pembelajaran media memiliki kontribusi dalam meningkatkan
mutu dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu dosen dalam
menyampaikan materi ajarannya tapi memberikan nilai tambah pada kegiatan
pembelajaran. Baik media yang canggih dan mahal maupun yang sederhana dan
murah. Tentang kontribusai media dalam pembelajaran seperti yang dikemukakan
oleh Kemp dkk (Hamzah B. Uno, 2007 : 116) adalah sebagai berikut : (1)
Penyajian materi ajar menjadi lebih standar; (2) Kegiatan pembelajaran jadi lebih
menarik; (3) Kegiatan belajar jadi lebih interaktif; (4) Efisiensi waktu dalam
pembelajaran; (5) Kualitas belajar dapat ditingkatkan; (6) Penyajian bahan ajar
dapat disesuaikan dengan yang diajarkan; (7) Memberi nilai positif pada peserta
didik dan proses belajar lebih baik; dan (8) Memberi nilai positif bagi pengajar.
Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan media dalam
proses pembelajaran di samping memberikan wawasan yang luas mengenai
pemanfaatan media juga amat berpengaruh dalam penerimaan siswa/mahasiswa
dalam memahami bahan ajar yang disampaikan. Selain itu tersedianya sumber
belajar yang lain seperti perpustakaan dan laboratorium dan lain-lain tak dapat
diabaikan keberadaannya. Sebab hal ini sangat menunjang dan berpengaruh dalam
proses pembelajaran

121

6.1.3 Pengaruh Dosen.


Dosen adalah merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam
proses pembelajaran karena tanpa dosen/guru proses pembelajaran tidak dapat
berjalan atau terlaksana. Secara umum dosen dapat dimengerti sebagai orang
dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar dan
membimbing mahasiswa/peserta didik. Untuk itu seorang dosen harus memiliki
kemampuan untuk merancang porgram pembelajaran serta mampu menata dan
mengelola pembelajaran untuk dapat terjadinya atau berlangsungnya proses
pendidikan/pembelajaran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk dapat menjadi seorang
dosen yang baik cukup banyak persyaratan yang harus dimiliki yang sering
diistilahkan dengan kompetensi profesional guru/dosen meliputi kompetensi
pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi profesional mengajar oleh karena itu
jabantan dosen memerlukan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarangan orang sebab sangat berpengaruh pada produk atau hasil pendidikan
walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal di luar bidang profesional
kependidikan.
Pada dasarnya perubahan prilaku yang dapat ditunjukkan oleh mahasiswa
dalam proses pembelajaran atau di luar proses pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh dosennya baik pengaruh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
dimiliki dosen maupun bagaimana dosen memposisikan mahasiswa dalam seluruh
kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain pengetahuan, pengalaman dan iklim

122

yang dikembangkan dosen dalam proses pembelajaran mempunyai pengaruh


terhadap perubahan prilaku mahasiswa.
Dalam praktek perkuliahan di perguruan tinggi di Kota Mataram yang
masuk pagi hari rata-rata dimulai pada jam 08.00 wita sedangkan yang masuk
siang/sore dimulai pada jam 15.30 wita. Satu mata kuliah rata-rata membutuhkan
waktu 11 menit bagi yang 2 sks dari 150 menit bagi mata kuliah yang berbobot 3
sks. Waktu jeda atau istirahat diantara jam kuliah pertama ke jam kuliah
berikutnya membutuhkan waktu sekitar 15 20 menit.
Waktu telah menunjukkan pukul 10.55 berarti lima menit lagi jam ke 2
perkuliahan akan segera dimulai. Mahasiswa semester 3 sudah sebagian besar
berada di depan ruang kuliah 209 menanti jam kuliah berikutnya. Mereka tidak
jauh dari ruang kelas karena belum lama keluar kuliah jam pertama yaitu 10.15.
Ketika dosennya yang mau memberikan kuliah telah nampak dari kejauhan
mereka mulai beranjak untuk masuk kelas dengan sedikit berebut masuk. Pada
saat dosen masuk ruang dan memulai perkuliahan, dosen menjelaskan pokok
bahasan yang akan diuraikan. Setelah proses ini berlangsung terjadilah interaksi di
dalam ruang. Interaksi itu selalu dipandu oleh dosen dengan menggunakan metode
ceramah.
Dalam metode ceramah mempunyai hak berbicara lebih besar dalam
proses pembelajaran. Sedangkan mahasiswa berkewajiban memperhatikan dan
mendengarkan pembicaraan dosen.

Bila

dosen menghendaki partisipasi

mahasiswa ia akan merubah format interaksi menjadi dua pihak. Yaitu dosen

123

disatu pihak dan mahasiswa di pihak yang lain. Setelah itu dosen kembali hak
bicara sepenuhnya pada dosen.
Sejak masuk ruang kelas dosen terlihat berupaya untuk menciptakan
ketenangan dan tetap mendapatkan perhatian mahasiswa. Dosen selalu mengawasi
prilaku mahasiswa dan terkadang bila dosen melihat tidak adanya perhatian dosen
menghentkan sejenak pembicaraannya lalu melemparkan pandangannya ke
beberapa mahasiswa untuk meminta perhatian. Bahkan melontarkan pertanyaan
untuk memperoleh perhatian mahasiswa. Upaya ini berhasil sehingga dosen yang
bersangkutan akan selalu menjadi pusat perhatian mahasiswa di kelas saat proses
pembelajaran berlangsung.
Bila dicermati peran dosen selama proses perkuliahan identik dengan
peran pemerintah dalam sebuah negara. Keduanya berposisi sebagai pengajar
ketertiban, menjadi pusat perhatian dan memiliki kekuasaan serta hegemoni yang
besar dalam proses pembelajaran ataupun pemerintahan.
Lain lagi praktek perkuliahan yang dilakukan dosen lain yang hanya
mementingkan kehadiran mahasiswa. Dosen tersebut amat rajin masuk dan tepat
waktu namun waktu perkuliahan jarang sekali sampai berlangsung sampai 100
menit sesuai jadwal. Masuknya tidak lebih dari satu setengah jam, biasanya hanya
mengecek kehadiran mahassiwa lalu memberi tugas atau meringkas foto copy
materi kuliah kemudian keluar. Tanggapan mahasiswa terhadap dosen ini antara
lain :
Ah pokoknya hadir (isi daftar hadir) dan kumpulkan tugas pasti lulus.
Begitu cerita kakak tingkat yang lalu. Jadi ndak perlu belajar banget.
(Randy).

124

Demikian juga prilaku dan tanggapan mahasiswa yang lainnya. Rata-rata terlihat
rajin masuk namun kebanyakan acuh tak acuh dengan mata kuliah yang diampu
oleh dosen tersebut. Jadi hanya mengisi daftar hadir dan tugas bisa berdamai
dengan tugas teman yang lain yang penting ada wujudnya.
Agak berbeda praktek perkuliahan yang dilaksanakan oleh seorang ibu
dosen yang memberikan nuansa lain saat memberikan kuliah. Beliau
mencitptakan iklim kelas yang terbuka sehingga secara tidak langsung bepengaruh
terhadap motivasi mahasiswa mengikuti kuliah. Dalam menyampaikan kuliah ibu
dosen ini selalu meruhasa mengaitkan topik pembicaraannya dengan masalahmasalah yang aktual di masyarakat. Hal ini dilakukan dengan maksud dalam
rngka menunbuhkan sikap humanistik mahasiswa terhadap sesama dan koneksi
yang ada di masyarakat. Sikap tersebut misalnya antara lain ditumbuhkan melalui
tugas untuk membuat laporan analisis atau tanggapan terhadap peristiwa yang
sedang hangat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Kemudian hasil itu didiskusikan pada pertemuan berikutnya. Sehingga suasana
kelas menjadi hidup.
Dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
mahasiswa ataupun suasana pembelajaran sangat dipngaruhi oleh dosen yang
bersangkutan. Jadi tergantung bagaimana dosen tersebut memposisikan diri
apakah sebagai fasilitator, motivator, atau sebagai tiran yaitu sebagai satusatunya sumber informasi yang harus diikuti dan lain sebagainya. Hal ini juga
dipengaruhi dengan bagaimana pengetahuan, wawasan dan keterampilan serta
penghayatan dosen terhadap mata kuliah yang diampunya.

125

Dalam hal ini perlu dingat pada dasarnya perilaku atau perubahan prilaku
dari mahasiswa/peserta didik sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan,
pendidikan dan pengalaman dosen yang bersangkutan. Dengan kata lain dosen
berpengaruh terhadap perubahan prilaku mahasiswa. Oleh karena itu dosen harus
berusaha menjadi contoh tauladan yang baik bagi mahasiswanya. Sebab pada
dasarnya dosen adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas
atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan. Juga seorang dosen
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang ditunjukkan oleh mahasiswa.
Untuk itu dosen harus selalu meningkatkan profesionalitasnya/wawasan
akademisnya secara berkelanjutan.

6.2 Pengaruh Faktor Ekstern


6.2.1 Pengaruh Globalisasi
Dalam arti luas dan umum globalisasi sesungguhnya sudah berlangsung
lana bila dilihat dari segi historisnya. Sebab hubungan antar bangsa sudah dimulai
berabad-abad yang lalu

Seperti hubungan dengan antar bangsa , penyebaran

agama-agama dunia dan transformasi ilmu pengetahuan dan lain-lain. Dengan


demikian globalisasi dalam arti yang luas sebenarnya sudah dimulai sebelum
istilah globalisasi itu ditemukan dan populerkan.
Pada milenium ketiga ini globalisasi dimaknai sebagai sebuah proses
terintegrasinya bangsa-bangsa didunia dalam sebuah sistem global yang melintasi
batas-batas negara. Proses tersebut difasilitasi oleh media informasi dan teknologi
transfortasi yang semakin canggih sehingga perubahan-perubahan sosial akan

126

berlangsung terus menerus dihampir seluruh permukaan bumi.. Demikian juga


halnya dengan pertukaran budaya akan semakin intensif. Hal ini akan secara
simultan menggerakan perubahan di segalabidang baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial budaya. Ilmu pengetahuan teknologi dan lain sebagainya.
Anthony Giddens (2000) menamai tanda-tanda zaman seperti ini sebagai
the run away world (dunia yang berlari). Dalam halini perubahan sosial yang
terjadi

disebuah pelosok bumi ini akan berpengaruh secara signifikan pada

belahan bumi yang lain. ( Asykuri Ibnu Chamim dkk . 2003; 257 )
Globalisasi telah merambah dan mempengaruhi semua bidang kehidupan
termasuk bidang pendidikan. Oleh karenanya, pertanyaan yang muncul adalah apa
dan bagaimana dampak globalisasi bagi dunia pendidikan termasuk di dalamnya
pendidikan kewarganegaraan? Menurut Zamroni (2007:5) bahwa globalisasi
mempengaruhi dunia pendidikan melalui berbagai bentuk. Pertama: efisiensi dan
produktifitas tenaga kerja senantiasa dikaitkan dengan latar belakang pendidikan
yang dimiliki; kedua: terjadi pergeseran kurikulum yang semula bersifat child
centered atau subject centered bergeser ke arah kurikulum yang bersifat economy
centered vocational training; ketiga: pendidikan bergeser dari pelayanan menjadi
komoditas ekonomi. Akibatnya peran kemampuan dan tanggung jawab
pemerintah semakin terbatas. Hal ini akan menimbulkan berbagai persoalan yang
tidak diharapkan. Untuk itu berbagai bentuk baru pendidikan dan latihan
diperlukan. Perkembangan ini akan menimbulkan konsekuensi yang tidak dapat
dihindari. Seperti (1) mata pelajaran yang tidak berhubungan erat dengan ekonomi
akan

semakin

tidak

penting,

misalnya

pelajaran

sejarah

termasuk

127

kewarganegaraan karena dianggap tidak sepenting mata pelajaran matematika,


fisika; (2) prinsip pedagogik yang tidak memiliki hubungan erat dengan ekonomi
akan semakin tidak penting; (3) persoalan-persoalan diskrepansi dan ketidak
adilan akan semakin dperhatikan karena lebih penting membicarakan masalah
efisiensi kualitas.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dunia akan
sangat mempengaruhi dunia pendidikan termasuk pendidikan kewarganegaraan,
hal ini terlihat dari berkali-kali perubahan kurikulum pendidikan kewarganegaraan
yang mulai dilaksanakan sejak tahun 1950 di Indonesia. Untuk itu diperlukan
sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya
dan mahasiswa sebagai calon pendidik dan pemimpin khususnya melalui
Pendidikan Kewarganegaraan.

6.2.2. Pengaruh Aspek Ideologi


Pengertian umum bahwa dalam ideologi terkandung nilai yang dianggap
baik, luhur dan menguntungkan masyarakat, oleh karena ideologi digambarkan
sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Bila nilai tersebut
didukung oleh mayarakat, bangsa maka akan menjadi ideologi bangsa atau
ideologi nasional bengsa yang bersangkutan. Disamping itu ideologi merupakan
sistem nilai dan kebulatan ajaran yang memberikan motivasi dan mengandung
konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Keampuhan
ideologi tergantung pada rangkaian nilai yang dikandungnya, apakah dapat
memenuhi dan menjamin segala aspirasi dan kehidupan manusia atau tidak?

128

Secara teori, ideologi bersumber dari suatu falsafah dan merupakan pelaksanaan
dari sistem falsafah itu sendiri.
Tentang pengaruh ideologi dalam Pendidikan Kewarganegaraan berikut
ungkapan informan adalah :

Dalam pembelajaran Pendidikan Kewargenageraan masalah ideologi


merupakan hal yang wajib, karena ideologi merupakan ciri khas dari suatu
bangsa. Sehingga perlu ditanamkan agar mempribadi melalui pendidikan.
(H. Nashuddin).

Pada era reformasi dewasa ini yang sekaligus merupakan era globalisasi
tarik menarik kepentingan ideologi akan sangat mempengaruhi karakter
bangsa. Oleh karena itu tugas berat bagi pendidikan kewarganegaraan
dalam menanamkannya pada generasi muda/mahasiswa. (Usman).

Ideologi sangat berperan dalam kelangsungan hidup suatu bangsa, maka


harus membangun ketahanan ideologi suatu bangsa yang berbasis pada
falsafah bangsa. Hal ini dapat dilakukan melalui Civic Education atau
Pendidikan Kewarganegaraan. (Drs. Taufik).

Bertolak dari fenomena atau paparan di atas dapat ditarik suatu makna
bahwa ideologi bagi suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu: pertama,
sebagai tujuan ataau cita-cita dari kelompok masyarakat yang bersangkutan,
artinya nilai0nilai yang hendak dituju secara bersama; kedua, sebagai sarana
pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, artinya masyarakat yang banyak
dan beragam itu bersedia menjadikan ideologi sebagai milik bersama dan
menjadikannya bersatu. (Ramlan Surbakta, 1999:43)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ideologi dapat digunakan
sebagai unsur untuk membangun kekuatan nasional suatu negara. Bagi bangsa

129

Indonesia,Pancasila telah ditetapkan sebagai ideologi nasional melalui suatu


kesepakatan. Dengan demikian, Pancasila dapat dijadikan rujukan yang mampu
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan juga dijadikan
pedoman

dalam

melaksanakan

kehidupan

berbangsa,

bernegara,

dan

bermasyarakat di segala bidang, baik pendidikan, politi, sosial, ekonomi, budaya,


dan sebagainya.
Penanaman

dan

pengembangan

kesadaran

berideologi

dalam

bermasyarakat, berbangsa, dan benegara pada generasi penerus bangsa dengan


cara menanamkan ideologi pancasila sebagai ideologi yang humanis, religius,
demokratis, nasionalistis, dan berkeadilan. Proses penanaman dilakukan secara
objektif dan ilmiah bukan secara doktriner, melalui barbagai jenjang pendidikan
dan dilakukan dengan metode yang sesuai dengan tingkat pendidikan masingmasing. (Lemhanas, 2000:52)

6.2.3 Pengaruh Aspek Politik


Pengertian politik dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
pertama: politik sebagai sarana atau usaha untuk memperoleh kekuasaan dan
dukungan dari masyarakat dalam melakukan kehidupan bersama. Dengan kata
lain bermakna usaha dalam memperoleh, memperbesar, memperluas, serta
mempertahankan kekuasaan; kedua: politik digunakan untuk menunjuk kepada
suatu rangkaian kegiatan atau cita-cita yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan yang dianggap baik, artinya bahwa politik sebagai suatu kebijakan.

130

Politik dalam arti kebijakan merupakan suatu proses alokasi sistem nilai
dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara yang diyakini baik dan benar. Hal
ini dilakukan oleh suatu instansi yang berwenang agar menjadi pesoman
pelaksanaan dalam mewujudkan cita-cita. Cita-cita bangsa Indonesia dapat dilihat
pula pada pembukaan UUD 1945. salah satu cita-cita tersebut adalah
mencerdaskan kehidpan bangsa. Hal ini mengandung makna bahwa bangsa
Indonesia sangat memperhatikan dunia pendidikan, karena dengan pendidikan
segala sesuata dalam negaraini dapat dibangun.
Tentang pengaruh politik pada pengajaran pendidikan kewarganegaraan
lebih lanjut seperti dikemukakan oleh informan berikut ini :

Pendidikan Kewarganegaraan sangat berhubungan dengan politik. Sebab


dalam hal materi pengajarannya banyak berhubungan dengan hubungan
warga negara dengan negara dan warga negara dengan negara secara luas
termasuk bagaimana menyelenggarakan pemerintahan negara. (HM.
Natsir, SH.,MH).

Berhubungan dengan politik dalam arti kebijakan seorang informan berpendapat :

Tak dapat dipungkiri antara politik dan pendidikan terjadi saling


pengaruh mempengaruhi. Artinya apa yang dilaksanakan oleh pendidikan
adalah merupakan kebijakan negara/pemerintah sebaliknya pendidikan
yang baik akan dapat meningkatkan kualitas perpolitikan/kehidupan
politik negara. (Suprapto).

Dari teori dan pandangan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan dan
politik adalah merupakan dua unsur penting dalam sistem sosial politik di setiap
negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Kedua unsur tersebut
sering dipandang sebagai bagian yang terpisah yang satu sama lain tidak memiliki

131

hubungan apa-apa. Padahal bila dikaji lebih jauh keduanya saling mengisi dan
saling menunjang dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu
negara. Lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk
prilaku politik masyarakat di negara bersangkutan. Demikian juga sebaliknya,
lembaga dan proses politik suatu negara akan berdampak besar pada karakteristik
pendidikan di negara tesebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
hubungan yang erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di suatu negara.
Hubungan tersebut adalah merupakan realitas empiris yang telah tejadi sejak awal
peradaban manusia.
Keterkaitan antara pendidikan dan politik terimplikasi pada semua sektor,
baik sektor filosofis maupun sekto rkebijakan. Filsafat pendidikan dari suatu
negara seringkali merupakan refleksi prinsip ideologis yang diadopsi oleh negara
tersebut. Sebagai suatu contoh di negara Indonesia, bahwa filsafat pendidikan
nasional adalah merupakan artikulasi pedagogis dari nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila dan UUD 1945. hal ini dapat dilihat/dibuktikan pada pasal 2 UU
no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagai berikut:
Pendidikan nasional bedasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Demikian juga halnya seperti yang
dikemukakan oleh Abernethy dan Coombe ( M. Sirozi, 2007; 7 ). Pendidikan dan
politik terkait tanpa bisa dipisakan. Hubungan timbal balik antara pendidikan dan
politik dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok,
masalah pengangguran, dan peranan politik kaum cendikia. Kesempatan dan

132

prestasi pendidikan pada suatu kelompok masyarakat dapat mempengaruhi akses


kelompok tersebut dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.
Dengan paparan di atas dapat ditrik kesimpulan bahwa antara pendidikan
dan politik memiliki hubungan yang signifikan dan saling mempengaruhi secara
timbal balik. Sehingga kebijakan dan pelaksanaan bidang pendidikan di bsuatu
negara seperti di Indonesia sangat dipengaruhi oleh politik atau kebijakan politik
dari negara yang bersangkutan.

6.2.4. Pengaruh Aspek Sosial Budaya


Untuk sampai pada uraian tentang pengaruh aspek sosial budaya pada
pendidikan maka terlebih dahulu akan diuraikan tentang makna sosial itu sendiri .
Setelah itu barulah akan dijelaskan tentang bagaiman pengaruh aspek sosial
budaya tentang bagaimana pengaruh aspek sosial buaya padapendidikan pada
umumnya dan pendidikan kewarganegaraan khususnya
Pengertian sosial pada hakekatnya adalah merupakan interaksi dalam
pergaulan hidup manusia dalam masyarakat. Dalam proses ini terkandung di
dalamnya nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, kesamaan nasib sebagai unsur
pemersatu kelompok. Untuk menjamin keberadaan dan keberlangsungan hidup
masyarakat, terdapat empat unsur penting. (Gerungan, 1987:20)
a) Struktur sosial, artinya fungsi utama dari hidup berkelompok di
maksudkan agar mudah dalam menjalankan tugas dan memenuhi
kebutuhan hidup, seperti sandang, pangan, papan, keamanan, dan
sejenisnya.

133

b) Pengawasan sosial, yaitu merupakan suatu sistem dan prosedur yang


mengatur

kegiatan

dan

tindakan

anggota

masyarakat

dalam

berinterakasi satu dengan yang lain agar tidak terjadi konflik.


Disamping pengawasan sosial dalam masalah pemenuhan kebutuhan
hidup, juga pengawasan dalam hal penggunaan pengetahuan, prakata,
tingkah laku, agama/kepercayaan, moral, serta interaksi dengan
kelompok luas.
c) Media sosial, yaitu dalam suatu masyarakat diperlukan hubugan/relasi.
Untuk itu masyarakat memerlukan landasan material untuk melakukan
kegiatan dengan menggunakan alat transportasi, serta landasan
spiritual untuk mengadakan komunikasi dengan menggunakan bahasa
dan isyarat. Transportasi dan informasi merupakan mekanisme yang
memungkinkan komunikasi dan relasi berlangsung lancar.
d) Standar sosial, yaitu dalam realita kehidupan masyarakat, satandar
sosial baik tertulis maupun tidak tertulis, betapapun sederhananya
selalu ada. Hal itu diperlukan sebagai

ukuran unutk menentukan

apakah suatu tindakan itu baik atau buruk, benar atau salah, hina atau
mulia, dan lainnya. Di samping setiap masyarakt itu memiliki standar
sosial, juga menjaga dan mengembangkannya agar kualitas hidup itu
menjadi lebih baik. Dengan kata lain, standar sosial kecuali berfungsi
sebagai pengarah prilaku anggota masyarakat juga memberikan
inspirasi dan pedoman untuk mencapai tujuan hidup yang diyakini

134

baik oleh kelompok masyarakat, standar sosial berguna untuk


memanfaatkan cara dalam rangka mencapai tujuan.
Pandangan tentang pengaruh pendidikan kewarganegaraan terhadap sosial
budaya suatu bangsa seperti yang dikemukakan seorang informan berikut ini :
Output pendidikan suatu negara harus atau tidak boleh bertentangan atau
tercabut dari sosio budaya bangsa. Sehingga pendidikan itu harus dapat
mengembangkan sosio budaya bangsa demikian sebaliknya. (Usman).

Pendapat senada juga dikemukakan oleh seorang informan lainnya yaitu :


Pendidikan dan sosio budaya bangsa merupakan dua hal yang memiliki
hubungan yang sangat erat. Sebab berkembangnya kebudayaan merupakan
hasil dari pendidikan suatu bangsa sebaliknya berkembangnya pendidikan
berarti berkembangnya budaya bangsa itu sendiri. (Drs. Taufik).

Berpijak dari teori diatas dapat dimaknai bahwa manusia itu dalam hidup
bekelompok sesuai kodratnya sebagai makhluk sosial harus sesuai dengan fungsi,
peran dan profesinya untuk memudahkan jalanya tugas-tugas kemanusiaan.
Pembangunan nasional Indonesia selama ini menghasilkan struktur sosial yang
cukup beragam sejalan dengan modernisasi, perkembangan zan dan iptek,
fragmentasi kelompok masyarakat semakin berkembang baik vertikal maupun
horizontal.
Kehidupan masyarakat berdasarkan struktur peran dan profesi melahirkan
bentuk hubungan dan ikatan antar manusia yang dapat menggantikan hubungan
keluarga. Hubungan antar teman seprofesi terkadang lebih erat daripada hubungan
keluarga. Di lain pihak semakin lebarnya struktur sosial secara horizontal juga
melahirkan keanekaragaman aspirasi yang semakin sulit untuk diakomodasikan
bersama.

135

Unsur sosial masyarakat merupakan unsur yang juga menentukan


kekuatan nasional suatu negara. Hal-hal yang dialami oleh suatu bangsa yang
homogen tentu saja akan berbeda dengan hal-hal yang dihadapi bangsa yang
hetrogen (plural) dari segi sosial masyarakatnya. Seperti struktur sosial
masyarakat Indonesia. Pengembangan integrasi nasional manjadi hal yang amat
penting sehingga dapat memperkuatpersatuan dan kesatuan nasional.
Masyarakat plural atau hetrogen seperti negara Republik Indonesia dapat
difahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok. Di dalam
masyarakat plural setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada atau
membentuk kelompok tersendiri tanpa ada rintangan yang mengakibatkan
terhakangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu.
Kemudahan begabung dengan setiap kelompok yang ada diperkuat dengan
kesediaan dan keringanan satu kelompok dalam menerima kemenangan kelompok
lain dalam sebuah persaingan yang jujur. Masyarakat yang hetrogen membuka
peluang bagi persaingan dan konflik antar kelompok yang ada. Namun,
kemenagan suatu kelompok yang telah sesuai dengan aturan yang diketahui harus
diterima dengan rela sehingga konflik yang parah dapat terhindarkan. Tentang hal
ini di negara Republik Indonesia yang notabene masyarakatnya plural atau
hetrogen telah mengatur tentang kehidupan sosial dalam UUD 1945, terutama
pada pasal 28.
Demikian pula dengan kondisi budaya Indonesia tidak jauh dengan
kondisi sosial yang plural. Budaya secara umum dapat dikatakan sebagai
keseluruhan tata nilai dan cara hidup yang manifestasinya tampak dalam tingkah

136

laku dan hasil tingkah laku yang terlembagakan. Nilai atau sistem nilai dan cara
hidup tersebut merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang
menumbuhkan gagasan utama yang menjadi kekuatan pendukung dalam
menggerakkan kehidupan (Minto Rahayu, 2007;248)
Melalui budayanya itulah manusia berkarya, sehingga menjadi makhluk
berbudaya, terhormat, dan beradab. Melalui kebudayaan, kehidupan manusia
menjadi serasi, selaras, serta mempunyai dinamika yang normatif menuju taraf
kehidupan yang lebih tinggi. Dinamika kehidupan manusia terus berkembang
melalui sistem nilai dan norma-norma. Dengan demikian manusia sebagai
individu

dan

sebagai

masyarakat

dalam

bebuat

itu

selalu

berkembang/mengembangkan kepribadian ke arah yang lebih baik.


Nilai-nilai kehidupan serta interaksi individu menjadi selaras dan serasi
bila keadaan lingkungan mendukung, artinya selalu dilandasi dengan sistem nilai
dan norma. Dengan demikian dapat dikatakan perkembangan kepribadian manusia
itu dapat terwujud, manakala setiap individu konsisten terhadap sistem nilai dan
norma. Hal ini menempatkan individu dan sosial secara selaras, serasi, dan
seimbang, serta setiap kegiatan individu atau kelompok itu mengacu pada
terwujudnya kesejahteraan bersama. Sebaliknya, kehidupan akan timpang
manakala prilaku individu atau kelompok terdapat kontradiksi- kontradiksi di
dalamnya. Demikian pula dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, adanya
erosi penghaytan nilai-nilai luhur budaya bangsa dapat menimbulkan ketegangan
sosial serta membahayakan ketahanan nasional.

137

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa sdan subetnis yang
masing-masing memiliki budaya sendiri. Karena suku-suku bangsa tersebut
mendiami daerah tertentu, maka kebudayaannya disebut kebudayaan daerah.
Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan tersebut merupakan identitas dan
kebangsaan suku bangsa tersebut. Kebudayaan daerah ada di Indonesia telah lama
saling berkkomunikasi dan berintegrasi dalam kesetaraan. Dalam kehidupan
bernegara sekarang ini, dapat dikatakan bahwa kebudayaan daerah tersebut
merupakan kerangka dari kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Dengan
demikian, kehidupan sosial budaya bangsa nasional akan terlepas dari
perkembangan sosial budaya daerah. (Lemhanas SUSCADOSWAR,2000)
Kebudayaan nasional menurut Koentjaraningrat (1986) berfungsi sebagai
sumber pemberi identitas kebudayaan bersama sebagai suatu bangsa. Jadi, seluruh
gagasan kolektif seluruh bangsa Indonesia yang beraneka/bhineka merupakan
kebudayaan nasional yang fungsinya untuk saling berkomunikasi dan untuk
memperkuat solidaritas bangsa. Berdasarkan proses interaksi budaya tersebut,
maka kebudayaan nasional Indonesia memiliki ciri-ciri bersifat (1) religius; (2)
kekeluargaan; (3) serba selaras; dan (4) kerakyatan.
Komunikasi dan interaksi suku-suku yang ada di bumi Indonesia pada
tahun 1928 telah menghasilkan aspirasi bersama sebagai satu bangsa di satu tanah
air. Aspirasi ini terwujud secara sah dan diakui oleh bangsa-bangsa lain di dunia
melalui Proklamasi 17 Agustus 1945. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
keanekaragaman budaya justru merupakan hikmah bagi bangsa Indonesia. Di
masa lalu telah mampu memunculkan faktor perekat persatuan bangsa yang

138

merupakan integrasi bangsa. Bangsa Indonesia menyadari bahwa untuk


mewujudkan hakekat kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
harus melakukan suatu kontrak untuk menyepakati suatu integrasi hidup bersama
dalam suatu wilayah negara, yaitu negara Indonesia. Untuk selanjutnya di masa
depan,upaya untuk melestarikan keberadaan faktor perekat persatuan bangsa
tersebut, yaitu keinginan dan semangat untuk hidup dan meraih cita-cita bersama
akan menjadi tugas bersama seluruh warga negara.
Untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita tesebut di atas yang salah
satu jalannya adalah melalui dunia pendidikan, yaitu dengan menyesuaikan atau
memasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional. Jadi, dalam rumusan arah
tujuan pendidikan di Indonesia haruslah dalam rangka menjadikan manusia
Indonesia menjadi manusia yang bermartabat, berbudaya, dan cerdas. Hal ini
berarti bahwa pendidikan di Indonesia dipengaruhi secara timbal balik dengan
aspek sosial budaya Indonesia. Dengan kata lain, arah pendidikan di Indonesia
tidak bisa terlepas dari keberadaan sosial budaya yang telah berakar di Indonesia.
Esensinya adalah pengembangan kehidupan sosial budaya dalam merealisasikan
pribadi dan segenap potensi manusia. Indonesia berdasarkan nilai luhur falsafah
negara Pancasila sebagai ukuran tuntutan sikap dan tingkah laku bangsa dan
negara Indonesia yang memberi landasan semangat dan jiwa menjadi ciri elemen
sosial budaya. Koalisi secara kongkret tentang hal ini bisa disimak pada tujuan
pendidikan nasional pada pasal 3 UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

139

BAB VII
MAKNA PELAKSANAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DALAM KONTEKS PEMBINAAN KEHIDUPAN DEMOKRASI PADA
TIGA PERGURUAN TINGGI DI KOTA MATARAM

Pada bab ini akan dibahas tentang makna pelaksanaan pendidikan


kewarganegaraan dalam konteks pembinaan kehidupan demokrasi. Makna yang
akan dibahas adalah (1) makna kebangsaan; (2) makna solidaritas; (3) makna
religius. Dalam pembahasan ini digunakan teori komunikasi.
Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi
seseorang dalam hidup bermasyarakat. Hal yang mendorong manusia atau
seseorang berkomunikasi dengan manusia lain adalah kebutuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Menurut Harold D Lasswell (Langara, 2005 ; 18) salah
seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik memberi pengertian
singkat tentang komunikasi adalah bahwa cara yang tepat untuk menerangkan
suatu

tindakan

komunikasi

ialah

menjawab

pertanyaan

siapa

yang

menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa
pengaruhnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa ada tiga fungsi dasar manusia berkomunikasi
yaitu (1) Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi
manusia dapat mengetahui peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara atau
dihindarkan di sekitar lingkungannya; (2) Upaya manusia untuk dapat beradaptasi

140

di lingkungannya dan (3) upaya untuk melakukan tranformasi warisan sosialisasi


(Langara, 2005 : 2).
Jadi ketiga fungsi komunikasi tersebut di atas menjadi patokan dasar bagi
setiap individu dalam berhubungan dengan sesama anggota masyarakat. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Komunikasi diperlukan juga untuk mengatur tata krama pergaulan
antar manusia karena berkomunikasi dengan baik akan memberikan pengaruh
langsung pada struktur keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam mencapai sesuatu
yang diinginkan banyak ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi.
Dalam suatu proses komunikasi adalah beberapa unsur atau komponen
yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Artinya terjadinya
komunikasi bila didukung oleh komponen atau unsur-unsur komunikasi. Secara
umum komponen komunikasi itu adalah Sumber, Pesan, Media, Penerima dan
Pengaruh atau akibat/perubahan. Setiap komponen memiliki peranan masingmasing yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi.
Pelaksanaan pendidikan atau suatu pengajaran adalah merupakan proses
komunikasi. Proses komunikasi itu terjadi pada proses belajar mengajar.
Demikian juga halnya dengan pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan pada
Perguruan Tinggi di Kota Mataram. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah bagaimana mengetahui makna perubahan pola pikir mahasiswa setelah

141

terjadinya proses belajar mengajar dalam pendidikan kewarganegaraan pada tiga


Perguruan Tinggi di Mataram.

7.1. Makna Nasionalisme/Kebangsaan


Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997 : 604)
Nasionalisme berarti : (1) Faham (ajaran) untuk mencitai bangsa dan negara
sendiri ; (2) Kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial
atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas,
integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan.
Menurut Sartono Kartodirdjo (1993 : 21-25) Nasionalisme sebagai suatu
ideologi dijiwai oleh prinsip-prinsip (1) Kebangsaan (Liberty) yang meliputi
kebebasan beragama, berbicara/berpendapat, berkelompok/berorgansasi ; (2)
Kesamaan (unity) prinsip ini menyangkut wilayah teritorial, bangsa, bahasa,
ideologi, doktrin kenegaraan, sistem politik dan sistem perekonomian, hankam
dan perempuan ; (3) Kebebasan (equality) mencakup kedudukan hukum, hak dan
kewajiban ; (4) Kepribadian (personality) meliputi identitas, harga diri, rasa
bangga dan rasa terhadap kepribadian dan identitas bangsa ; (5) Prestasi : cita-cita
untuk mewujdkan kesejahteraan dan kebesaran dan kemuliaan dari bangsanya.
Dari paparan di atas dapat ditarik suatu pengertian tentang nasionalisme
yaitu suatu afinitas atau daya gabung kelompok yang didasarkan bahasa budaya,
keturunan dan terkadang agama dan wilayah/teritorial, juga cita-cita dan
kemerdekaan. Kehendak bersatu sebagai suatu afinitas dari kelompok dalam suatu
wadah negara merupakan syarat utama. Dengan demikan tidak ada tempat untuk

142

mempersoalkan

perbedaan

suku,

agama,

ras,

golongan

dan

budaya.

Konsekuensinya harus siap mengorbankan kepentingan pribadi demi persatuan


dan kesatuan nasional. Karena tanpa pengorbanan mustahil persatuan dan
kesatuan nasional akan terwujud. Jadi dapat dikatakan secara sederhana bahwa
nasionalisme adalah suatu faham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi
individu diserahkan pada negara kebangsaan.
Upaya penanaman semangat dan kesadaran nasionalisme dapat dilakukan
melalui pendidikan. Salah satunya adalah melalui pendidikan kewarganegaraan.
Dalam prakteknya penanaman dimaksud di kalangan perguruan tinggi dari tiga
misi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada struktur materi yang ada
benar membahas mengkaji atau mencantumkan pokok bahasan tentang identitas
nasional. Sementara pendapat umum bahwa nasionalisme merupakan bagian dari
identitas nasional. Jadi dengan mengkaji atau mempelajari pendidikan
kewarganegaraan adalah dalam rangka penanaman kesadaran nasionalisme pada
mahasiswa dalam rangka membentuk kepribadian bangsa.

7.2. Makna Solidaritas


Solidaritas diartikan atau mengacu pada atau hal yang menggambarkan
hubungan perasaan sepenanggungan atau kesetiakawanan dalam masyarakat
(Burhan MS, tl, 624). Dalam prakteknya seseorang mempunyai perasaan solider
(solidaritas) dengan orang lain bila seseorang dapat mempersepsikan orang lain
setara dengan dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata atau istilah
solidaritas merupakan istilah yang bersifat positif yang oleh banyak orang

143

dipahami sebagai mementingkan kelompok dari kepentingan diri sendiri. Dan


memang secara umum dalam masyarakat solidaritas diartikan bahwa kepentingan
bersama/umum didahulukan dari kepentingan bersama.
Dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan/Civic Education baik
menurut acuan/kurikulum Diknas, IAIN dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah
dalam struktur materinya semua mengkaji masalah solidaritas. Terutama ketika
mengkaji pokok bahasan tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam kajian
tentang ini semua berbicara tentang kesetaraan kesamaan derajat manusia. Semua
itu mengarah pada pembinaan kesetiaan pada prinsip kemanusiaan itu sendiri,
yaitu persamaan derajat dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat berbangsa
dan bernegara seperti pengakuan seorang mahasiswa (Mulyawan) :
Dalam pembelajaran Civic Education kami diberikan materi tentang hak
dan kewajiban sebagai warga negara atau warga masyarakat. Sehingga
kami bisa menempatkan diri dalam pergaulan antar sesama bagaimana
sebagai diri sendiri, warga masyarakat maupun warganegara.
Dari pengakuan di atas bila dikaji dari sesi hakekat manusia sebagai mahluk sosial
maka sangat sejalan. Sebagai mahluk sosial manusia tak bisa hidup sendiri, pasti
membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu manusia harus menjalin
hubungan baik dengan orang lain. Dalam konteks berbangsa dan bernegara harus
perlu dibangun solidaritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tujuan dalam maksud di atas tidak akan tercapai bila dalam praktek
pembelajarannya tidak didukung oleh metode pembelajaran yang sesuai. Metode
pembelajaran tersebut antara lain adalah melalui diskusi kelompok atau melalui
gerakan mengumpulkan dana bagi korban bencana atau seperti pernyataan
Gunawan sebagai berikut :

144

Ketika bencana terjadi di Kabupaten Bima kami mengajak teman-teman


mahasiswa melalui organisasi kemahasiswaan mencari dana untuk dapat
membantu sesam a manusia yang dalam kesusahan, walaupun jumlahnya
tidak besar tapi paling tidak dapat menghibur sesama yang sedang
kesusahan.
Tindakan mahasiswa yang bersangkutan bila dikaji lebih jauh bahwa tindakan itu
didorong oleh rasa kebersamaan sebagai warga masyarakat. Hal ini muncul akibat
kesadaran kemanusiaan sebagai mahluk sosial. Jadi solidaritas itu dibangun
didasarkan pada pemahaman dan kesadaran akan akibat kemanusiaan itu sendiri.
Pengembangan dan kesadaran ini dibangun antara lain melalui dunia pendidikan.

7.3. Makna Religius


Bila dipandang dari sudut agama pulau Lombok didiami oleh mayoritas
masyarakat yang beragama Islam yang pada umumnya merupakan masyarakat asli
pulau ini. Menurut data dari Departemen Agama Provinsi NTB tahun 2001 jumlah
penduduk yang beragama Islam mencapai 94,8% selebihnya adalah menganut
agama Hindu, Budha, Kristen Protestan dan Katholik.
Dominasinya jumlah umat Islam di pulau Lombok tentunya berpengaruh
pada jumlah tempat peribadatan seperti Masjid, Mushola, Langgar dan
sebagainya. Hal ini menjadi indikator lain dari keberadaan umat Islam di pulau ini
adalah adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren dan
lain-lain.
Berbicara tentang sejarah masuknya Islam di pulau Lombok menurut
penuturan-penuturan yang ada sementara ini amat beragam. Diduga keragaman ini
mencerminkan keragaman asal usul penyebarannya. Ada yang mengatakan dari

145

Jawa, Melayu, Bugis dan lain sebagainya. Salah satu sumber yang menyebutkan
masuknya Islam ke pulau ini dari Jawa adalah Babad Lombok.
Menurut Tawalinudin Haris (M. Noor dkk, 2004 : 82) hal tersebut dapat
dibenarkan dengan bukti-bukti arkeologis yang terdapat dalam situs makam
Selaparang. Pada makam tersebut terdapat sejumlah batu nisan tipe kepala kerbau
bersayap dan tipe silendrik. Selain itu dari segi bentuk dan motif hiasannya
memiliki kesamaan dengan beberapa nisan yang terdapat di Aceh, Banten dan
Madura yang diperkirakan berasal dari kurun waktu yang bersamaan.
Kemudian satu hal yang agak pasti setelah proses Islamisasi ini adalah
berdirinya Kerajaan Selaparang dan Pejanggik Islam. Di mana keduanya
merupakan kerajaan serumpun dari garis keturunan yang sama, Kerajaan
Selaparang berpusat di Lombok Timur sedangkan Kerajaan Pejanggik di Lombok
Tengah. Setelah runtuhnya kedua kerajaan tersebut maka runtuh pula kekuatan
Islam secara struktural. Agama Islam hanya sebagai agama rakyat yang dianut
oleh rakyat kebanyakan dalam suasana ketakutan dan ketertindasan. Berita
tentang Islam baru terdengar kembali setelah pecah perang Sakra I dan II pada
tahun 1841 dan 1845.
Pada tahun 1891 pecah peperangan yang menentang kekuasaaan kerajaan
Mataram (Hindu) yang dipelopori kalangan masyarakat biasa yaitu Tuan Guru
Haji Ali Batu walaupun beliau tewas dalam pertempuran tersebut. Walau
demikian peperangan ini berdampak dengan berkobarnya semangat jihad yang
lebih besar menentang kekuasaan yang lalim. Sepeninggal Tuan Guru Haji Ali
Batu kepemimpinan dipegang oleh murid-muridnya. Satu hal yang agak jelas dari

146

perkembangan Islam di wilayah ini adalah bahwa Islam telah lama sebagai
kekuatan baru yang cukup diperhitungkan. Dan corak Islam pada periode ini
sangat didominasi oleh kaum tarekat (sufisme).
Selanjutnya penyebaran dakwah Islam oleh para Tuan Guru dilakukan
dengan mendirikan pondok-pondok pesantren dan pengajian di Masjid, Surau dan
Langgar-langgar. Corak pondok pesantren ini masih sangat tradiosional. Para
santri mengaji secara kolektif dan nyaris tanpa program pengajaran yang teratur
dan terencana.
Pada generasi berikutnya lahir seorang pemuda yang kelak menjadi tokoh
kharismatik di pulau Lombok ia adalah Muhammad Saggat yang kemudian lebih
dikenal sebagai Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Beliau
mengembangkan dakwah Islam dan membentuk sistem pendidikan baru. Pondok
pesantren yang didirikan sekitar tahun 1934 sebagai cikal bakal berdirinya
Madrasah Nahdatul Wathan Diniyah Islamiah (NWDI) yang merupakan pelopor
pondok pesantren modern dengan sistem klasikal, materinya sistematis dan
terukur. Pondok pesantren ini dapat diklaim sebagai pembawa semangat
pencerahan dalam sistem pendidikan Islam di pulau Lombok. Hal ini sangat
berpengaruh hingga saat ini terutama tentang penyebaran agama Islam dan
keberagaman di kalangan masyarakat Lombok khususnya dan NTB umumnya.
Dalam catatan sejarah belum pernah terjadi sebuah kerajaan/pemerintahan
yang kuat membawahi semua komunitas sasak dalam waktu yang relatif lama.
Sehingga memungkinkan lahirnya sebuah identitas bersama yang diakui oleh
semua. Demikian juga yang terjadi dalam kehidupan keberagamaan. Secara

147

keseluruhan suasana kehidupan keberagamaan diwarnai oleh identitas yang


berkembang dimasing-masing kampung. Tuan Guru K. H. Zainuddin Abdul
Majid mengambil langkah strategis dengan menyiapkan kader dakwah melalui
pendidikan. Akibat kerja keras beliau dengan para Tuan Guru yang lain sekarang
suasana keberagamaan masyarakat Lombok khususnya dan NTB umumnya secara
kualitatif telah berubah. Secara kultural masyarakat sasak memiliki identitas yang
seragam berkaitan dengan ke-Islaman ; Identitas baru ini mengalami perjuangan
panjang untuk menjadi sebagai masyarakat sasak yang Islami.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lombok
khususnya dan NTB umumnya merupakan masyarakat yang religius akibat
pengaruh perjuangan tuan guru sampai sekarang masih sangat kuat dalam
masyarakat. Karena tuan guru dipercayai sebagai seorang yang mempunyai dalam
mengajarkan moral etika dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula halnya
dalam dunia pendidikan. Para orang tua di Lombok menyekolahkan anak-anknya
agar dapat membangun/mengabdi pada masyarakat sesuai prinsip ditanamkan
oleh para tuan guru sejak dulu secara turun temurun. Pengaruh seperti ini seperti
yang diungkapkan Muh. Ali
Saya disuruh menuntut ilmu (sekolah) oleh orang tua saya agar dapat
menjadi guru yang mengajar masyarakat untuk berbuat baik. Dalam mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan saya lebih sadar lagi betapa
pentingnya membangun bangsa, karena pembelajarannya dikaitkan dengan
agama dan keberagamaan.

Pernyataan tersebut di atas terbukti dalam kurikulum/acuan pembelajaran


pendidikan kewarganegaraan yang digunakan terutama di IAIN dan Universitas
Muhammadiyah Mataram dikaitkan dengan Islam dan keberagamaan di

148

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam struktur materi Civic Education pada
kurikulum yang digunakan IAIN memiliki tiga materi pokok yaitu Demokrasi,
Hak Asasi Manusia (HAM), dan masyarakat Madani. Dari ketiga materi inti ini
dikembangkan menjadi 10 pokok bahasan. Kemudian dari 10 pokok bahasan ini
dikembangkan menjadi 69 sub pokok bahasan. Selanjutnya dalam kajian
demokrasi terdapat dua sub yang beruhubungan dengan Islam yaitu : Islam dan
Demokrasi serta Isu Jender dalam Islam dan Demokrasi. Sementara dalam kajian
tentang HAM terdapat dua sub juga yang berkaitan dengan Islam yaitu HAM
dalam tinjauan Islam serta Isu Jender dalam Islam dan HAM.
Dalam kurikulum yang dipakai di Universitas Muhammadiyah Mataram
yang bertema Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kehidupan yang
Demokratis dan berkeadaban terdiri dari 8 materi pokok pada kajian tentang
demokrasi terdapat sub yang berhubungan dengan keagamaan (Islam) yaitu yang
berbicara tentang Transpormasi Nilai Demokrasi dalam keluarga dan masyarakat.
Jadi dari paparan di atas dapat dikatakan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan sejalan dengan karakter masyarakat NTB dan Indonesia pada
umumnya yang religius. Hal ini didukung juga dengan kurikulum yang digunakan
secara umum yang dikeluarkan oleh Diknas dimana salah satu pokok bahasannya
adalah tentang Filsafat Pancasila yang bersifat religius sebagai dasar dari
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.

149

7.4. Refleksi
Demokrasi dimaknai sebagai suatu sistem pemerintahan. Hal ini sesuai
dengan arti etimologis dari demokrasi itu sendiri, yaitu demos yang berarti rakyat
dan kratos yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi adalah suatu pemerintahan
yang melibatkan rakyat sebagai subjek dalam pemerintahan dan subjek dalam
mewujudkan cita-cita dari negara yang bersangkutan. Dengan kata lain demokrasi
sebagai dasar kehidupan bernegara memberikan pengertian bahwa negara
demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan
kemauan rakyat. Oleh karena itu demokrasi saat ini diyakini oleh banyak pihak
merupakan suatu sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
dapat menjamin warganegaranya mencapai kehidupan yang sejahtera.
Sejalan dengan keyakinan tersebut di atas maka dewasa ini banyak
bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia tengah melakukan transportasi
menuju masyarakat demokratis. Keyakinan tersebut diperkuat dengan asumsi
bahwa dalam demokrasi kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan
pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya sehingga menjadi basis bagi
tegak dan kokohnya sistem pemerintahan/politik demokrasi. Hal ini menunjukkan
bahwa rakyat diletakkan pada posisi penting walaupun secara operasional
pelaksanaannya diberbagai negara tidak selalu sama.
Proses menjadi negara demokrasi bukanlah suatu proses yang mudah dan
sederhana,

melainkan

suatu

proses

yang

cukup

unik.

Banyak

hasil

survei/penelitian menunjukkan bahwa proses menuju demokrasi (demokratisasi)


menjalani kegagalan. Kegagalan tersebut cenderung disebabkan bangsa/negara

150

tersebut memiliki prasyarat utama demokrasi yaitu kultur dan struktur sosial
politik yang demokratis. Kultur demokrasi berhubungan sikap dan prilaku politik
demokrasi masyarakat sedangkan struktur sosial politik berhubungan dengan
institusi politik yang demokratis dari negara yang bersangkutan. Sehingga kedua
aspek ini harus berjalan beriringan untuk dapat menjadi negara demokratis.
Meninjau pernyataan G. Almond & S. Verba bahwa kematangan budaya politik
akan tercapai bila ada keserasian antara struktur dengan kultur maka membangun
masyarakat demokratis berarti usaha menciptakan keserasian antara kultur yang
demokratis dengan kultur yang demokratis.
Membangun kultur demokrasi jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan
membangun struktur demokratis. Membangun struktur berarti membangun
institusi atau lembaga demokrasi. Hal ini berarti menciptakan dan menegakkan
lembaga atau institusi politik tersebut dalam negara yang bersangkutan.
Sedangkan

membangun

kultur

politik

demokrasi

berarti

menegakkan,

menanamkan, mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi secara terprogram dan


terencana serta membutuhkan waktu yang relatif lama.
Jadi untuk menjadi negara demokrasi tidak hanya memerlukan
struktur/lembaga, hukum, aturan atau institusi negara lainnya. Namun negara
demokrasi sejati juga memerlukan sikap dan prilaku hidup demokratis
masyarakatnya. Untuk itu diperlukan waktu yang relatif lama, berat dan proses
yang rumit. Oleh karena itu secara substantib dan berdimensi jangka panjang guna
memajukan masyarakat pendidikan demokrasi mutlak diperlukan, karena
pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses penanaman sosialisasi dari nilai-

151

nilai demokrasi agar bisa diterima dan dijalankan oleh segenap warga negara.
Pendidikan demokrasi dapat berarti formal, non formal maupun informal.
Pendidikan demokrasi dapat saja diintergrasikan ke dalam berbagai
bidang studi kelompok ilmu sosial. Di lain pihak pendidikan demokrasi dapat pula
dijadikan mata pelajaran atau mata kuliah yang berdiri sendiri. Bila diintegrasikan
paling tepat untuk saat ini adalah dikemas dalam wujud mata pelajaran atau mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan.
Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggun jawab. (Pasal 3 UU
Sisdiknas). Dengan ketentuan tersebut dapat ditarik makna bahwa salah satu
tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara bagi tegaknya sistem demokrasi.
Sehingga adalah merupakan hal yang logis bila pendidikan kewarganegaraan baik
sebagai mata pelajaran di sekolah maupun bagi mata kuliah di perguruan tinggi
dihajatkan untuk mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi.
Berdasarkan paparan di atas dapat dimaknai bahwa pendidikan demokrasi
amat penting artinya bagi pertumbuhan budaya demokrasi di masyarakat (Civic
Cultur). Dengan demokrasi akan mendukung keberhasilan, perkembangan dan
pemeliharaan serta tegaknya pemerintahan demokrasi. Namun berdasarkan
pengalaman selama ini justru pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan

152

demokrasi kurang mendapatkan porsi yang memadai dalam pembelajaran


pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu agar pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan dapat membina kehidupan berdemokrasi perlu dilaksanakan
lebih sungguh-sungguh dengan penataan yang cermat.
Penataan dimaksudkan agar pendidikan kewarganegaraan benar-benar
berfungsi sebagai pendidikan demokrasi. Penataan yang perlu mendapat perhatian
antara lain masalah materi, metode dan manajemen pembelajaran serta paradigma
pembelajaran. Pada sisi materi yang perlu ditekankan tentang konsep demokrasi,
sejarah demokrasi dan perkembangannya di Indonesia, nilai dan jiwa demokrasi
yang

dikembangkan di

Indonesia.

Kemudian

metode

dan manajemen

pembelajaran harus disesuaikan dengan prinsip demokrasi. Sedangkan masalah


paradigma pembelajaran yang dikembangkan adalah paradigma humanistik
dimana peserta didik diposisikan sebagai objek sekaligus sebagai subjek
pendidikan. Jadi pendidikan akan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat (Pasal 4 ayat 3
UU no. 20 tahun 2003) serta mengedepankan proses pembelajaran yang
demokratis, empiris, kontektual, hosuistik, dan problem sulving dengan
melibatkan peserta didik/mahasiswa secara aktif melalui penerapan strategi
pembelajaran partisipatif.

153

BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN

8.1. Simpulan
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan:
Pertama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata kuliah yang
wajib ditempuh bagi seluruh mahasiswa pada semua jurusan. Hal ini berdasarkan
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat 2 huruf
b. Dalam pelaksanaan di kota Mataram berpedoman pada 3 (tiga) acuan pokok
atau kurikulum yaitu : (1) Acuan dari Diknas dan Lemhannas yang diperuntukkan
bagi perguruan tinggi pada umumnya di Indonesia ; (2) Acuan yang disusun oleh
Indonesia Center For Civic Education (ICCE) yang diperuntukkan bagi perguruan
tinggi agama Islam dan (3) Acuan yang disusun oleh Majelis Diktilitbang PP
Muhammadiyah diperuntukkan bagi perguruan tinggi di bawah organisasi
Muhammadiyah.

Pendidikan

Kewarganegaraan

mengemban

misi

mengembangkan dan membina peserta didik berkenaan dengan peran, fungsi,


tugas, hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara dalam
berbagai aspek kehidupan bernegara. Di samping itu mata kuliah ini mengemban
misi sebagai pendidikan moral/karakter dan pendidikan bela negara serta
pendidikan demokrasi. Sebagai pendidikan moral/karakter belum sepenuhnya
menerapkan prinsip pendidikan moral. Sebagai pendidikan bela negara belum
tercantum dengan jelas dalam struktur materi pembelajarannya. Sedangkan
sebagai pendidikan demokrasi yang menumbuhkan, mengembangkan dan

154

membina kehidupan yang demokratis masih belum mendapat porsi yang


memadai. Hal ini terlihat dari sebaran materi yang ada di lapangan termasuk
penggunaan metode pembelajarannya.
Kedua Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam praktek di
lapangan tidak terlepas dari pengaruh baik yang bersifat intern maupun ekstern
dalam mencapi tujuannya. Pengaruh intern yaitu pengaruh yang datang dari dalam
pembelajarannya sendiri seperti pengaruh kurikulum yang dipahami, pengaruh
sarana dan prasarana belajar dan pengajar atau dosennya. Sedangkan pengaruh
ekstern adalah pegaruh yang datang dari luar pembelajaran sendiri seperti
Globlalisasi, Ideologi negara, politik dan sosial budaya yang berkembang dalam
masyarakat. Berdasarkan pengaruh-pengaruh tersebut hasil pembelajaran secara
kuantitatif bisa berbeda namun secara substantif relatif sama yaitu bagaimana
menjadikan peserta didik menjadi warganegara yang baik yang faham dan
menyadari hak dan kewajibannya. Sehingga dapat menempatkan diri atau
memposisikan diri dalam pergaulan hidup sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Ketiga Berkenaan dengan makna yang terkandung dari pelaksanaan
pendidikan kewarganegaraan di tiga pergurun tinggi di kota Mataram dalam
konteks pembinaan kehidupan demokrasi di antaranya adalah makna religius,
makna solidaritas dan makna nasionalisme atau kebangsaan. Ketiga makna ini bila
ditinjau lebih jauh sebenarnya sangat berkaitan. Karena makna religius dapat
mendasari membangun solidaritas yang pada gilirannya dapat membangkitkan

155

semangat nasionalisme dan selanjutanya diharapkan dapat berpatisipasi aktif


dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.

8.2. Saran-saran
Berkaitan dengan temuan di lapangan ada beberapa saran-saran perlu
disampaikan sebagai masukan :
1. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib bagi
seluruh mahasiswa. Oleh karena itu harus mempunyai pedoman dasar
yang sama (satu) agar mengarah pada target yang sama, yaitu sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional seperti tertera dalam Pasal 3 UU
no. 20 tahun 2003.
2. Sebagai pendidikan yang mengemban misi bela Negara maka harus
memuat materi tentang nilai-nilai bela Negara yang selama ini belum
ada dalam struktur materi pendidikan kewarganegaraan. Hal ini
penting artinya karena nilai-nilai bela Negara merupakan bagian dari
pengamalan nilai-nilai Pancasila.
3. Negara Indonesia adalah Negara yang sejak awal berdirinya telah
memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Oleh karena itu
pendidikan kewarganegaraan mempunyai misi pendidikan demokrasi
agar

benar-benar berfungsi sebagai pendidikan demokrasi maka

materinya perlu ditata ulang dengan memperluas materi demokrasi


pada keputusannya. Untuk itu harus dirancang sedemikian rupa

156

sehingga terjadi keterpaduan konsep material, sikap moral dan prilaku


moral demokratis.
4. Selain penataan masalah materi perlu juga tenaga pengajar yang
professional dibidang pendidikan kewarganegaraan. Keprofesionalan
ini penting artinya karena diharapkan akan mampu menanamkan
pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menjadi warga Negara yang
diandalkan. Hal ini penting karena selama ini masih kurang dosen
yang professional di bidang itu.
5. Untuk dapat membina kehidupan demokrasi yang baik hubungan
dosen dan mahasiswa tidak hanya tersusun dalam satuan acara
perkuliahan (SAP) semata, namun memerlukan hubungan sosial yang
kohesif. Sehingga dapat memberikan sesuatu yang lebih mendalam
serta mampu berkembang secara positif dan demokratis dalam
membentuk karakter masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena
belum adanya pembinaan dosen pendidikan kewarganegaraan secara
terpadu sehingga belum adanya Grand Disgn Pendidikan Demokrasi
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

157

Daftar Pustaka
Abdulah, Irwan, 2006, Konrtruksi dan Reproduksi Budaya.Yogyakarta: Pustaka
pelajar
Abraham, M Francis, 1991, Moderenisasi Di Dunia Ketiga : Suatu Teori Umum
Pembangunan. Yogyakarta : Tiara Wacana
Amnur, Ali Mahdi (ED), 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasioanal.
Yogyakarta : Pustaka Fahima
Ashar, JS, 1994. Sikap Politisi Nasional dan Citra Demokrasi Pancasila Bisnis
Indonesia. Jakarta tgl 5 Maret hal 7
Bakry, Noor MS, 2004, Pendidikan Kewarganegaran. Yogyakarta : Liberty
Barker, Chris, 2005. Cultural Studies : Teori dan Praktek. Yogyakarta : Bentang
Budaya
Branson,Margaret S, Dkk, 1999. Belajar Civic Educatiom Dari Amerika,
Yogyakarta : LKIS
Budiyono, Kabul, 2007, NilaiNilai Kepribadiaan dan Kejuangan Bangsa
Indonesia. Bandung : Alfabeta
Bungin, Burhan, 2001. Metode Penelitian Sosial FormatFormat Kualitatif dan
Kualitatif. Surabaya: Erlangga Universiti Press
Burhani MS dan Hasbi Lawrens, TT, Kamus Ilmiah Populer. Jombang : Lintas
Media
Clark, John, 1995, NGO Dan Pembangunan Demokrasi. Yogyakarta : Tiara
Wacana
Cipto B, et tal, 2002. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
Yogyakarta : LP3 UMY
Dahl, Robert A, 1988. Sesudah Revolusi Usai?. Jakarta : Erlangga
Daniel Dana, 2006. Resolusi Konflig. Jakarta : Ilmu Populer
Darmaningtyas, 2007, Pendidikan Rusak Rusakan. Yogyakarta : LKIS
Devine, Pat, 1995, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi. Yogyakarta : Tiara
Wacana
David Beetham & Kevin Boyle, 2000. Demokrasi Dalam 80 Tanya Jawab.
Yogyakarta: Kanisius
Effendy, Muhadjir, 2003, Masyarakat Equilibrium.Yogyakrarta : Bentang Budaya
Faisal, Sanafiah, 2003. Format Format Penelitian Sosial. Jakarta : Raja
Grafindo Persada

158

Fatah, Eep Saefullah, 2000, Penghianatan Demokrasi Ala Orde Baru. Bandung:
Alfabeta
Fateranidh, Nor Anida, 2003. Nasionalisme Dalam Pembelajaran IPS Sejarah Di
SLTP Negeri 8 Yogyakarta Tesis. Yogyakarta : Program Pascasarjana
UNY
Gaffar, Afan, 2004, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi.Yogyakarta :
Pustaka
Garna Judistira K,1992, Teori Terori Perubahan Sosial. Bandung : Program
Pascasarjana
Giddens, Anthony, 2001. Ranaway World. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Hamidi, 2005. Metode Penelitian
Muhammadiyah Malang

Kualitatif.

Malang

Universitas

Hendro Prasetyo, dkk, 2002. Islam & Civil Society. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama Tamburaka, H Rustam E,1999, Pengantar Ilmu Sejarah Teori
Filsafat Sejarah, Filsafat Dan Iptek. Jakarta : Bina Aksara
Juliantara, Dadang,1998, Meretas Jalan Demokrasi.Yogyakarta : Kanisius
Kaelan, dkk,2007, Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta : Badan
Pemerintahan Filsafat UGM
Kertodirjo, Sartono,1999 Multidimensi Pembangunan Bangsa. Yogyakarta :
Kanisius
Kertodirjo, A. Sartono,Dkk1995, Negara dan Nasionalisme Indoesia. Jakarat
:Grasindo
Kertodirjo, Sartono,1999, Ideologi Dan Teknologi Dalam Kebangsaan Bangsa.
Jakarta : Grasindo
Kohn, Hans,1984, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya Jakarta : Erlangga
Kompetindo
Kusnadi, H dan Bambang Wahyudi, 2001, Teori Dan Menejemn Konflig. Malang:
Taroda
Kusumohamidjoyo, Budiono, 2000, Kebinekaan Mayarakat di Indonesia. Jakarta
: Grasindo
Lubis, Akhyar Yusuf, 2006, Dekontruksi Epistemologi Modern. Jakarta : Pustaka
Indonesia
Marijan, Kacung, 2006, Demokratisasi Didaerah : Pelajaran dari Pilkada Secara
Langsung. Surabaya : Pustaka Eurika dan Pus De HAM
Masoed, Mohtar, 2003, Negara, Kaital Dan Demokrasi.Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Masdar, Umaruddin DKK, 1999, Mengasah Naluri Publik Memahami Nalar

159

Marsadi, H. Subandi Al, 2004. Pancasila dan UUD45 Dalam Paradigma


Reformasi. Jakarta : Ragagrafindo Persada
Moleong. J. Lexy, 2005, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Morin, Edgar, 2005. Tujuh Materi Penting Dunia Pendidikan. Yogyakarta :
Kanisius
Mubarok Achmad, 2005, Nasionalisme Religius Jati Diri Bangsa Indonesia.
Jakarta : Bina Rena Pariwara
Maksum, Ali (Penyunting). 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Malang :
PuSAPoM
Mujani, Sayful. 2007. Muslim Demokrat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Munir, Badrul, 2002, Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Perspektif
Otonomi
Notonagoro, 1978. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta :
Pancuran Tudjuh
Nugroho D. Rian dan Tri Hanurita S, 2005, Tantangan Indonesia : Solusi
Pembangnuan Politik Negara Berkembang. Jakarta : Elexmedia Kopotindo
Nusantara, Ariobimo, 2003, Membangun Kembali Karakter Bangsa. Jakarta:
Elexmedia
Pamuji S, 1995, Demokrasi Pancasila Dan Ketahanan Nasional. Jakarta : Bina
Aksara
Panjaitan, Merphin, 2001, Gerakan Warganegara Menuju Demokrasi. Jakarta :
Restu Agung
Panuju, Redi, 2002, Relasi Kuasa Negara Media Massa dan Publik.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Pelly, Usman dan Asih Menanti,1994, Teori - Teori Sosial Budaya.Jakarta :
Dirjen Dikti
Piliang, Yasraf Amir, 2004, Posrealitas. Yogyakarta : Jalasutra
Purnomo Arif,1999, Sikap Demokratis Siswa SMU di Yogyakarta Tesis,
Yogyakarta, Program Pascasarjana UNY
Pusat Bahasa Depdiknas, 2002, Kamus Besar Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Padmo Wahyono, Demokrasi Politik Indonesia dalam Rusli Karim dan Fauzi
Rizal. 1991 Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan. Jakarta :
Tiara Wacana
Prayitno B, 1991. Apakah Demokrasi itu. Jakarta : United States Information
Agency
Rahayu, Minto, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT. Grasindo

160

Rasyada, Dede Dkk, 2004. Buku Panduan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education). Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Rudini,1994, Atas Nama Demokrasi Indonesia Yogyakarta : Bigraf Publishing
Ramlan Surbakti, 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo
Sargent, Lmen Tower,1986. Idiologi Politik Kontempoler. Jakarta : Bina Aksara
Salim, Agus, 2001, Teori dan Peraktik Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara
Wacana
Samawi, A, 1995, Konsep Demokrasi Dalam Pendidikan Menurut Progrefivisme
John Dewe Y Tesis. Yogyakarta : Program Pascasarjana UGM
Setiawan Benni, 2006, Menifesto Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ar Ruzz
Merdia
Simatupang, Maurits, 2002, Budaya Indonesia Yang Surpaetnis. Papas Sinar
Sinauli
Suharsimi, Arikunto, 2000, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Bina
Sukardi, Cekli S Pratiwi, 2002, Mengukuhkan Kesatuan Negara Kesatuan.
Malang : UMM
Sumaatmaja, Nursid, TTt, Manusia Dalam Kontek Sosial Budaya Dan
Lingkungan Hidup. Bandung : Alfabeta
Sumanto, 1995, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta : Andi
Offset
Suparno, HA Dkk, 1986. Pola Berfikir Ilmuwan Dalam Konteks Sosiobudaya
Indonesia. Surabaya : Erlangga Universitas Press
Susetyo, Benny, 2005. Politik Pendidikan Penguasa. Yogyakarta : LKIS
Susilo, J Basis (Ed),1997. Masyarakatd dan Negara. Surabaya : Erlangga
Universitas Press
Syamsuddin, Nazzaruddin,1993, Dinamika Sistem Politik Indonesia. Jakarta :
Gramedia
Samuel Huntington, 2001. Gelombang Demokrasitisasi Ketiga Terj. Asril
Marjohan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Sukarna, 1981. Demokrasi Versus Kediktatora. Bandung Alumni
Sparinga, DT, 2003. Multikulturalisme dalam Multiperspektif di Indonesia.
Surabaya : Forum Rektor Simpul Jawa Tiur Universitas Surabaya
Sumarsono. S, 2000. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Lembaga
Ketahanan Nasional
Supriatnoko, 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Penaku

161

Telaar, HAR, 2007, Mengindonesia Etnisitas Fan Identitas Bangsa Indonesia.


Jakarta : Rineke Cipta
Tilaar, HAR, 2003, Kekuasaan dan Pendidikan. Megelang : Indonesia Tera
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha.2000. Mengenal Teori Teori Pembangunan.
Denpasar : Widya Darma UNPAD
Tranz Magais Suseno, 1997. Mencari Sosok Demokrasi . Jakarta : Gramedia.
Uno, H. Hamzah B, 2007 Profesi Kependidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Wahid Hasyim Dkk, Telikungan Kapatilisme Global Dalam Sejarah Kebangsaan
Indonesia. Yogyakarta : LKIS
Widjayanto, Andi Dkk, 2007, Transnasionalisasi Masyarakat Sipil.Yogyakarta :
LKIS
Winarno, Dwi. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewargamegaraan. Jakarta:
Bumi Aksara
Winarso, 1995. Pengaruh Pola Asuh Dan Pemahaman Demokrasi Pancasila Serta
Terpaan Media Massa Terhadap Perilaku Demokratis Siswa SMA
Publikasi Berkala Penelitian Pasca Sarjana. UNPAD 6 (2) Hal.23-26
Bandung
Yafie, KH Ali,dkk, 2004, Rapatkan Barisan Untuk Kebangkitan Indonesia Raya.
Jakarta : Bina Rena Pariwara
Yaqin, M Ainul, 2005, Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Nuansa Aksara
Yogyakarta
Zamroni, 2007. Pendidikan dan Demokrasi Dalam Transisi. Jakarta : PSAP
Muhammadiyah
Zamroni, 2001. Pendidikan Untuk Demokrasi. Yogyakarta : Bigraf Publising
_________________, 1999. Etika Politik, Prinsip Prinsip Moral Dasar
Kewarganegaraan Modern. Jakarta : Gramedia

Anda mungkin juga menyukai