STEP 1 - 7
A. STEP I
Klasifikasi Terminologi yang Tidak Diketahui
Tidak ada
B. STEP II
Definisi Masalah
Setelah mempelajari skenario, peserta tutorial mendefinisikan masalah yang harus
dibahas adalah sebagai berikut:
C. STEP III
Curah Pendapat
6. Cara Mendiagnosis
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan Laboratorium
7. Klasifikasi
- Hipertensi stage 1
- Hipertensi stage 2
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
- Primer (esensial)
- Sekunder
Krisis hipertensi
- Hipertensi urgensi
- Hipertensi emergensi
8. Penatalaksanaan
Dengan alur algoritma hipertensi yang didalamnya terdapat pengobatan
non-farmakologik dan farmakologik
D. STEP IV
Analisis Masalah
1. Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung
dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Soemantri dan Nugroho, 2006).
Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan
hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan
140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau
sama dengan 90 mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120
mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih
pemeriksaan dan dirata-rata
2. Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu Peningkatan tekanan darah yang
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer (Dipiro, 2005).
Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab
khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik,
lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai
perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan
meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal,
meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin
angiotensin alosteron, perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi
endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme
hipertensi (Soemantri dan Nugroho, 2006). Mekanisme patofisiologi
hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin
aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja
dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron
adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan
tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin
aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron
mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara
signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem
saraf simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah (Dipiro, 2005).
3. Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih
90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya
tergolong hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi
sekunder:
1. Penyakit Ginjal
o
Pielonefritis
Glomerulonefritis
Tumor-tumor ginjal
2. Kelainan Hormonal
o
Hiperaldosteronisme
Sindroma Cushing
Feokromositoma
3. Obat-obatan
o
Pil KB
Kortikosteroid
Siklosporin
Eritropoietin
Kokain
Penyalahgunaan alkohol
4. Penyebab Lainnya
o
Koartasio aorta
Ras
Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami
hipertensi secara merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit
putih. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka
mengolah garam secara berbeda (Beevers, 2002).
Genetik
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam
suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki
kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada
anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal
Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada
usia yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang
tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause,
wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen.
Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai
menyamai pria dalam hal penyakit jantung
Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi
daripada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula
dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan
rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada wanita lebih berhubungan
dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat
Stress (psikis)
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer
pituitary
otak
akan
menstimulus
kelenjer
endokrin
untuk
Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk
memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh
tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra
dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan (Tan dan Kirana, 2003).
Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat
menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan
Asupan Garam Na
10
Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi
tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras
memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi daripada yang
meminum dengan jumlah yang sedikit
11
6. Cara mendiagnosis
Pemeriksaan
diagnostik
terhadap
pengidap
tekanan
darah
tinggi
mempunyai tujuan:
a) Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi
b) Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular
c) Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang
menyertainya
d) Mencari kemungkinan penyebabnya.
Diagnosis hipertensi menggunakan tiga metode klasik yaitu
a) pencatatan riwayat penyakit (anamnesis)
b) pemeriksaan fisik (sphygomanometer)
c) pemeriksaan laboraturium (data darah,urun,kreatinin serum,kolesterol).
Kesulitan utama selama proses diagnosis ialah menentukan sejauh mana
pemeriksaan harus dilakukan. Dimana pemeriksaan secara dangkal saja
tidak cukup dapat diterima karena hipertensi merupakan penyakit seumur
hidup dan terapi yang dipilih dapat memberikan implikasi yang serius
untuk pasien.
Cara pemeriksaan tekanan darah, yaitu :
Anamnesis
12
Pemeriksaan Fisik
-
13
Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatin serum, asam urat, gula darah,
profil lipid K+ dan Na+ serum.
7. Klasifikasi hipertensi
Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan
batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas
optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru
dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru prehipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk
mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki
resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke
dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi
kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang
lebih parah. Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi,
tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting
mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat
adalah penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam,
berhenti merokok dan membatasi minum alkohol (Chobanian et.al, 2004)
Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
A. Hipertensi Primer atau Esensial
14
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik
adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya (Shankie,
2001). Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan
hipertensi primer (Saseen dan Carter, 2005).
Patofisiologi hipertensi primer
Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :
- Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
- Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
- Retensi Na dan air oleh ginjal
- Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada
ginjal dan pembuluh darah
B. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu
penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah
diketahui penyebabnya (Shankie, 2001). Terdapat 10% orang menderita
apa yang dinamakan hipertensi sekunder (Saseen dan Carter, 2005).
Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan
pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar dari pengobatan
seumur hidup yang seringkali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang
mahal (Kumar dan Clark, 2004).
15
Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah
yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau
keparahan target organ (Soemantri dan Nugroho, 2006).
The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis
hipertensi ini menjadi 2 golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat)
dan Hipertensi urgensi (mendesak). Kedua hipertensi ini ditandai nilai
tekanan darah yang tinggi, yaitu 180 mmHg/120 mmHg dan ada atau
tidaknya kerusakan target organ pada hipertensi (Saseen dan Carter, 2005).
Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya
TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada
seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi
kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral,
miokardinal, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi perlu
dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda (Majid, 2004).
16
17
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pengobatan hipertensi harus secara holistik dengan tujuan
menurunkan
morbiditas
dan
mortalitas
akibat
hipertensi
dengan
menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin sambil mengontrol faktorfaktor resiko kardiovaskular lainnya, memilih obat yang rasional sesuai
dengan indikasi dan mempunyai efek samping yang kecil, untuk ini
dianjurkan pemberian obat kombinasi, dan harus disesuaikan dengan
kemampuan penderita (Soemantri dan Nugroho, 2006).
Tujuan terapi obat anti hipertensi adalah
1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibat
komplikasi
18
Shankie
(2001)
tanpa
mempertimbangkan
jenis
obat
Gantilah dengan kelas obat yang berbeda bila dosis awal dari obat
tidak memberikan efek yang berarti atau ada masalah efek samping
obat.
19
Metode yang paling baik dan aman untuk mengendalikan tekanan darah
adalah dengan melakukan perubahan-perubahan gaya hidup. Jika
perubahan-perubahan ini tidak membawa nilai tekanan darah yang
diinginkan, maka obat antihipertensi dapat diberikan.
9. Jenis Terapi Obat Anti Hipertensi
Terapi Tunggal
Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi
dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai
tekanan darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati
nilai tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk
tekanan darah sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg
untuk tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1
dan tekanan darah sasaran <140/90 mmHg (Saseen and Carter, 2005).
Menurut Gardner (2007) setengah penderita tekanan darah tinggi tahap I
dan II dapat mengendalikan tekanan darah mereka dengan satu obat saja.
Jika satu obat tidak efektif, maka dapat ditingkatkan dosisnya jika tidak
ada efek sampingnya. Alternatif-alternatif lainnya adalah mencoba obat
yang berbeda dan menambahkan satu obat lagi pada obat yang telah
diminum (kombinasi).
Terapi Kombinasi
KEUNTUNGAN
20
- Menurunkan tekanan intra glomeruler
- Memperbaiki permeabilitas
glomeruler
- Menghambat terjadinya hipertrofi
glomeruler
- Mencegah terjadinya glomeruler
- Mengurangi proteinuria
- Mengurangi hipermetabolisme ginjal
- Meningkatkan natriuresis
- Mengurangi hipermetabolisme ginjal
-
Mengurangi
akumulasi
Ca2+
intraselular
- Diajurkan pada nefropati hipertensif
dan hipertensi dengan nefropati diabetik
ACEI/ARB Diuretik
- Meningkatkan natriuresis
- Memperbaiki toleransi glukosa dan
kadar asam
urat
- Mempertahankan kadar K+ plasma
- Mempercepat regresi LVH
21
Perawatan Kombinasi
tinggi
- Kurang efektif
- Lebih efektif
22
Risiko Grup A
Risiko Grup B
Risiko Grup C(
3 faktor risiko
risiko dan
atau Diabetes
KOT/KOD)
dan/KOT/KKT)
Perubahan Pola
ada KOT/KKT)
Perubahan Pola
Perubahan Pola
139/85-89)
Tingkat 1 (140-
Hidup
Perubahan Pola
Hidup
Perubahan Pola
Hidup + Obat
Perubahan Pola
159/90-99)
Tingkat 2
Hidup + Obat
Perubahan Pola
Hidup + Obat
Perubahan Pola
Hidup + Obat
Perubahan Pola
Hidup + Obat
Hidup + Obat
(mmHg)
(160/100)
Hidup + Obat
Keterangan :
23
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan
transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi
merupakan stroke iskemik,yang disebabkan karena trombosis intraarterial atau embolisasi dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20%
disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga berhubungan
dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Penderita hipertensi
yang berusia lanjut cenderung menderita stroke dan pada beberapa
episode menderita iskemia serebral yang mengakibatkan hilangnya
fungsi intelektual secara progresif dan dementia. Studi populasi
menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg
menurunkan resiko terjadinya stroke (Shankie, 2001).
2. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko
terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau
kematian mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah
daripada hubungan antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan
yang lebih rendah ini menunjukan adanya faktor-faktor resiko lain
yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Meskipun
demikian, suatu percobaan klinis yang melibatkan sejumlah besar
subyek penelitian (menggunakan -Blocer dan tiazid) menyatakan
bahwa terapi hipertensi yang adequate dapat menurunkan resiko
terjadinya infark miokard sebesar 20% (Shankie, 2001).
3. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif
menyatakan bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki
resiko enam kali lebih besar untuk menderita gagal jantung daripada
penderita tanpa riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa
pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti mencegah
24
perifer.
Kedua
penyakit
ini
menunjukan
adanya
25
Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadangkadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari
arteriol-arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan
kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal
atau kebutaan permanent karena rusaknya retina (Gardner, 2007).
7. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi.
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan
insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid
insufisiensi arteri-ginjal kecil. Pada hipertensi yang tidak parah,
kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang biasanya agak ringan dan
berkembang lebih lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat
hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria merupakan
faktor resiko bebas untuk kematian akibat semua penyebab, dan
kematian akibat penyakit kardiovaskular. Proteinuria dapat dikurangi
dengan menurunkan tekanan darah secara efektif .
11. Hubungan antara hipertensi dengan kolesterol
Kolesterol merupakan substansi lemak, yang secara normal dibentuk di
dalam tubuh; selain diperoleh juga dari makanan. Kolesterol memainkan
banyak peran penting dalam fungsi sel tubuh (antara lain produksi hormon
dan pembentukan membran sel). Dalam darah, kolesterol dibawa oleh
lipoprotein. Lipoprotein terbagi atas beberapa jenis namun yang paling
dikenal adalah dua jenis lipoprotein utama: LDL (Low Density
Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol jahat dan HDL (High
Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol baik. Kadar LDL
yang tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang
menyebabkan munculnya aterosklerosis (pengerasan dinding pembuluh
darah arteri) dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh
26
Jenis-jenis Kolesterol
Ada beberapa jenis kolesterol yang penting untuk diketahui.
1. Kolesterol LDL (low density lipoprotein)
Kolesterol LDL ini adalah kolesterol yang mengangkut paling banyak
kolesterol di dalam darah. LDL sering disebut sebagai kolesterol jahat,
karena kadar LDL yang tinggi akan menyebabkan mengendapnya
kolesterol dalam arteri. Kolesterol
LDL merupakan faktor risiko utama
penyakit jantung koroner dan
merupakan target utama dalam
pengobatan
2. Kolesterol HDL (high density
lipoprotein)
Kolesterol HDL mengangkut
kolesterol lebih sedikit. HDL sering
disebut kolesterol baik, karena dapat
membuang kelebihan kolesterol jahat
27
di pembuluh darah arteri kembali ke hati untuk diproses dan dibuang. Jadi
HDL mampu mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi
(proteksi) dari aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh
darah).
Selain LDL dan HLD ada lagi satu jenis lemak yang berbahaya, yakni
trigliserida. Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam
darah dan berbagai organ dalam tubuh. Meningkatnya kadar trigliserida
dalam darah dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat
mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan, minum
alkohol, makan gula, makan lemak. Kadar trigliserida yang tinggi banyak
dikaitkan dengan pankreatitis atau radang pankreas.
Kolesterol : Faktor Risiko Penyakit jantung dan stroke
Jika kadar kolesterol di dalam darah melebihi dari nilai normal, maka
risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke akan lebih besar.
Kelebihan kolesterol dapat menyebabkan mengendapnya kolesterol pada
dinding pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah yang dikenal sebagai aterosklerosis (proses pembentukan
plak pada pembuluh darah).
Jika penyempitan dan pengerasan ini cukup berat, sehingga menyebabkan
suplai darah ke otot jantung tidak memadai, maka timbul sakit atau nyeri
dada yang disebut sebagai angina. Dan bila berlanjut akan menyebabkan
matinya jaringan otot jantung yang disebut infark miokard. Jika infark
miokard meluas, maka akan timbullah gagal jantung.
Selain kolesterol LDL, faktor risiko lain yang memperbesar terjadinya
penyakit jantung adalah kebiasaan merokok, nilai HDL rendah (< 40
mg/dl), memiliki penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi (140/90
atau sedang dalam pengobatan). Selain itu penyakit jantung berisiko lebih
tinggi pada usia 45 tahun (pria) dan 65 tahun (wanita), yang diketahui
memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung.
28
29
Diabetes yang tidak terkonrol dengan kadar glukosa yang tinggi cenderung
meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida. Bentuk kolesterol LDL
pada penderita diabetes lebih padat dengan ukuran yang lebih kecil yang
sering disebut Small Dense LDL, sehingga mudah sekali masuk kedalam
lapisan pembuluh darah yang lebih dalam. Bentuk kolesterol LDL ini lebih
jahat lagi karena lebih bersifat aterogenik (lebih mudah menempel pada
pembuluh darah dan lebih mudah membentuk plak).
30
31
32
Klasifikasi
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994):
a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial
ekstremitas bawah
b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena
profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis,
mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
B.
ANATOMI FISIOLOGI
Vena Safena Magna (VSM) berawal dari sisi medial kaki merupakan
bagian dari lengkung vena dan mendapat percabangan dari vena profunda
pada kaki yang kemudian berjalan keatas sepanjang sisi anterior malleolus
medialis. Dari pergelangan kaki, VSM berjalan pada sisi anteromedial
betis sampai lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih medial. Dari
betis bagian atas sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia
tipis dimana fasia ini berfungsi untuk mencegah agar vena ini tidak
berdilatasi secara berlebihan. Normalnya VSM memiliki ukuran normal 34 mm pada pertengahan paha.
Sepanjang
perjalanannya
sejumlah
vena
peforata
mungkin
33
C.
ETIOLOGI
Obesitas
Kehamilan
Obat-obatan kontrasepsi
Keturunan/ genetik.
34
35
Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama
dan berkurang bila ekstremitas ditinggikan.
36
Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi
kram di malam hari.
37
Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan
berkurang bila ekstremitas ditinggikan.
Perdarahan dapat terjadi kalau kulit di atas varises perifer menjadi sangat
tipis, biasanya disertai trauma ringan.
E.
PATOFISIOLOGI
38
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan
darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan
dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena
yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang
kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superficial
terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia
dan otot. Ven perforate mengijinkan adanya aliran darah dari ven
asuperfisial ke\ vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik
keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang
menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan
tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak
akan menimbulakan distensi pada vena profunda dan selain itu karena
vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan.
Tekanan dalam vena superficial normalnya sangat rendah, apabila
mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan
distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.
Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat pada pasien
dengan dialisis shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation
spontan. Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan dalam pembuluh
darah vena yang memberikan respon terhadap vena menjadi melebar dan
berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan heresiter berupa kelemahan
pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini
akan menyebabkan distensi venambuluh vena paling sering dan vena
menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya
insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang
inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena
superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat
39
40
tidak
mencerminkan
keadaan
volume
atau
tekanan
vena
yang
Test trendelenberg
b.
Test myer
c.
Test perthes
d.
Test Doppler
e.
perkusi,
dan
pemeriksaan
menggunakan
Doppler. Hasil
41
a.
Inspeksi
42
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada
sisi medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti
perubahan struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila
ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh
adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan
gejala berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.
b.
Palpasi
c.
Perkusi
43
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran
darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam
system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass
karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila
aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting
untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak
memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami
varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena
superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri
sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi
aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan
darah dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun
adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial
menjadi lebih lebar dan distesi.
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien
diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah
tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran
semula.
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks
vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda.
44
45
dan
spesifik
yaitu
menggunakan
Magnetic
Resonance
46
2.
Skleroterapi
47
Radiofrekuensi
adalah
teknik
ablasi
vena
menggunakan
kateter
48
sulit dilakukan karena berbagai variasi teknik anestesi dan prosedur yang
dilakukan pada berbagai Center. Selain itu jumlah sample yang kecil tidak
cukup kuat untuk menampilkan signifikansi perbedaan antara teknik yang
dilakukan.
Penelitian kedua , Rautio randomized pada 28 pasien yang mendapatkan
RF ablasi atau pembedahan konvensional. Kedua kelompok ini dilakukan
di bawah anestesi umum. Hasil yang didapat penurunan rata-rata VCSS
(venous clinical severity score). Pada RF ablasi didapat score VCSS 5,1
(SD=1,5) dan pada pembedahan didapat 4,4 (SD=1), nyeri pasca
pembedahan secara signifikan lebih rendah pada RF ablasi dibandingkan
kelompok pembedahan konvensional, komplikasi parestesia didapatkan 13
% pada kelompok RF dan 23 % pada pembedahan, Thomboplebitis
sistemik didapat 20 % pada kelompok RF. Biaya pengobatan lebih besar
pada kelompo RF ablasi dibandingkan dengan kelompok pembedahan
konvensional.
Pada beberapa penelitian individual didapatkan komplikasi yang lebih
rendah pada RF ablasi. Safena neuritis 3-49%, kulit terbakar 2-7 %,
hematoma dan phlebitis. DVT dilaporkan sekitar 1 % dan 0,3 % terjadi
emboli pulmonum.
2.
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah
dengan Endovenous laset therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat
menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien
poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara luas digunakan
menggunakan daya sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan
fibre laser yang dimasukkan ke distal VSM sampai SFJ dibawah control
USG.
Prosedur yang dilakukan pertama-tama dialkuakn anestesi local perivena
dengan jalan memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang
49
menyebabkan
vena
segera
menjadi
mengecil
bila
utama
yang
muncul
seperti
bruising
(24
%)
dan
Teknik
yang
digunakan
adalah
teknik
Stab-avulsion
dengan
untuk
tujuan
ini,
prosedur
ini
dapat
digunakan
untuk
50
Saphectomy
51
ini meliputi kerusakan pada nervus safena, yang berlokasi sangat dekat
dengan vena pada regio lutut.
Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan, karena anatomi dan
risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus peroneal lebih
besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan pemeriksaan
dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi dari Safeno
popleteal jungtion secara langsung yang adekuat sangat pentingdilakukan.
Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh peralatan
stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan
melalui pintu yang dibuat dengan insisi (2 -4 mm). Selanjutnya stripper
dikunci di proksimal vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari daerah
lutut sampai daerah pergelngan kaki
Modifikasi Teknik Pembedahan
1.
CHIVA)
Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA) adalah
sebuah teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi mengugunakan
ultrasound dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan vena safena
dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan phlebektomi. Walaupun
terdapat peningkatan hemodinamik dan morbilitas yang rendah namun
agka rekurensi masih cukup tingg sebesar 35 % pada 3 tahun. Namun pada
sebuah studi yang membandingkan antara ligasi SFJ, stripping, dan
phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi dengan
kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok
CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang
relatif lebih rumit.
2.
(TriVexe)
52
3.
Procedure
Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi.
Bagaimanapun ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami
inkompenten di sisi medial cruris menunjukkna hubungan dengan
severitas penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel
berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak
rutin dilakukan.
Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata
yang
inkompeten,
tindakan
ligasi
endoskopi
lebih
disarankan
53
Endovenous Diathermy
Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 19601970-an. Tidak ada bukti keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan
ririko terjadinya cidera termal. Studi terbaru dikatakan teknik ini mungkin
dapat digunakan untuk mengablasi percangan VSM yang inkompeten
dengan tetap mempertahankan VSM setelah dilakuakan ligasi Safenofemoral walupun tidak ada folow up yang dilakuakan selanjutnya dan
sebagian besar pasien memerlukan terapi tambahan seperti skloroterapi.
H. KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen.
Inform konsen mengenai komplikasi ini diperlukan sebelum dilakukan
tindakan terapi. NHSLA melaporkan komplikasi akibat cedera pada saraf
pada 12 pasien dengan drop foot setelah dilakukan ligasi safeno-popliteal.
54
Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat
untuk dihindari.
Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi ( sampai dengan 10
%), dan terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari.
Thromboembolism berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena,
tetapi belum ada bukti yang menujukkan risiko ini meningkat bila
dilakukan pembedahan. Sebagian besar ahli bedah vaskuler melakukan
profilaksisi agar tidak terjadi komplikasi thomboemboli ini. Tabel 2
menunjukkan angka komplikasi yang terjadi pada berbagai prosedur yang
digunakan dalam terapi varises vena.
Tromboflebitis
Invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah
disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan
trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada
masa nifas.
a.
Penyebab
Pada masa hamil dan khususnya persalinan saat terlepasnya plasenta kadar
fibrinogen yang memegang peranan penting dalam pembekuan darah
meningkat sehingga memudahkan timbulnya pembekuan.
b. Faktor predisposisi
usia lanjut
multi paritas
varices
infeksi nifas
55
c. Klasifikasi
Pelvio tromboflebitis
Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
56
Gambaran darah
Terdapat leukositosis
e. Komplikasi
Therapi operati , peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika jika
emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun
sedang dilakukan heparisasi
57
Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian
suhu mendadak baik kira-kira pada hari ke 10-20 yang disertai dengan
menggigil dan nyeri sekali.
Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar
bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain
Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras
pada paha bagian atas
Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha
Perawatan
58
13. Ateroskelrosis
a. DEFINISI
Arteri adalah pembuluh darah yang membawa oksigen dan zat makanan
dari jantung ke seluruh tubuh. Arteri yang sehat adalah arteri yang
fleksibel, kuat dan elastis. Bagaimanapun, terlalu banyak tekanan pada
arteri dapat membuat dinding menebal dan kaku terkadang membatasi
aliran darah menuju organ dan jaringan. Proses ini disebut arteriosklerosis,
atau mengerasnya arteri.
Aterosklerosis adalah tipe spesifik dari arteriosklerosis, tapi istilah yang
sering digunakan bergantian. Aterosklerosis lebih kepada terbentuknya
lemak di dalam dan di atas dinding arteri (plak), yang dapat membatasi
aliran darah. Plak ini dapat juga pecah dan menyebabkan bekuan darah.
Meskipun aterosklerosis sering dianggap masalah jantung, ini dapat
berefek pada arteri di manapun di dalam tubuh. Aterosklerosis adalah
kondisi yang dapat dicegah dan dapat diobati.
b. GEJALA
Aterosclerosis terbentuk secara bertahap. Biasanya tidak akan muncul
gejala aterosklerosis sampai arteri sangat menyempit atau tersumbat
sehingga tak dapat menyuplai cukup darah ke organ dan jaringan.
Terkadang bekuan darah benar-benar menyumbat aliran darah, atau
bahkan terpecah dan menyebabkan bekuan darah yang dapat memicu
serangan jantung atau stroke.
59
mungkin memiliki gejala yang sama dengan serangan jantung lain, seperti
sakit pada dada (angina)
anda mungkin memiliki gejala seperti mati rasa secara tiba-tiba atau lemah
pada lengan atau kaki, sulit berbicara atau berbicara melantur, atau otot
wajah yang terkulai
Jika anda memiliki aterosklerosis pada arteri di lengan dan kaki, anda
mungkin memiliki gejala peripheral arterial disease, seperti sakit pada kaki
ketika berjalan.
Terkadang, aterosklerosis menyebabkan disfungsi ereksi pada laki-laki.
Penyebab
Aterosklerosis adalah penyakit yang lamban dan berkembang secara
bertahap. Penyakit ini dapat dimulai pada awal masa anak-anak.
Meskpun penyebab pasti belum diketahui, ilmuwan mencurigai bahwa
aterosklerosis dimulai dengan kerusakan atau cedera pada lapisan
dalam arteri.
Kerusakan mungkin disebabkan oleh:
Tekanan darah tinggi
Kolestrol tinggi
Iritan, seperti nikotin
Penyakit tertentu, seperti diabetes
60
Sekali dinding bagian dalam arteri rusak, sel darah yang disebut
platelet sering menggumpal dan mencederai tempat tersebut untuk
mencoba memperbaiki arteri sehingga menimbulkan pembengkakan.
Seiring waktu, plak yang terbentuk dari kolestrol dan zat ampas lain
juga berkumpul pada tempat cedera ini, mengeras dan mempersempit
arteri. Organ dan jaringan yang dihubungkan dengan arteri yang
tersumbat tersebut kemudian tidak menerima cukup darah untuk
berfungsi secara baik.
Faktor risiko
Mengerasnya arteri terjadi setiap waktu. Sebagai tambahan, faktor
yang menambah risiko aterosklerosis antara lain:
Tekanan darah tinggi
Kolestrol tinggi
Diabetes
Obesitas
Merokok
d. Pencegahan
Perubahan gaya hidup yang sama direkomendasikan untuk merawat
aterosklerosis juga dapat mencegahnya. Anda telah mengetahui
sebelumnya juga membantu dalam pencegahan berhenti merokok,
makan makanan sehat, rutin berolahraga, menjaga berat badan sehat, dan
tidak meminum alkohol. Ingatlah untuk membuat satu langkah perubahan
61
sekarang.
E. STEP V
Tujuan Pembelajaran (Menentukan LO)
1.
2.
3.
62
F. STEP VI
Belajar Mandiri
A. Graber, dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University Of IOWA.
Jakarta : EGC.
De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Lawrence M. T. Jr, Stephen J. McP, Maxine A. P. 2011. Current Medical
Diagnosis And Treatment. McGraw-Hill Companies Inc.
Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Price. S. A, Wilson. L. M.Pathophysiology Clinical Concepts Of Disease
Processes, Ed.4. Mosby Year Book, Inc.
Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :
EGC.
63
G. STEP VII
Laporan Hasil Belajar Mandiri
hipomagnesia,
hiperkalsemia
,hiperuresemia,
Dosis (mg/hari)
125-500
12,2-25
12,5-50
2-4
1,25-2,5
0,5-1,0
Frekuensi perhari
1-2
1
1
1
1
1
LOOPDIURETIK(DiuretikKuat)
lebih efektif dibandingkan tiazid untuk hipertensi dengan gangguan fungsi
ginjal atau gagal jantung.
Tidak menyebabkan hipokalsemia seperti thiazide Loop Diuretik
meningkatkan
kandungan
kadar
kalsium
urin,
sedangkan
tiazide
64
65
VASODILATOR LANGSUNG
Arteri
hidralazin, minoksidil, diazoksid
Arteri dan vena
nitroprusid
Panduan Pemilihan Obat Pada Terapi Hipertensi
Kelas obat
Indikasi
Diuretik
mutlak
mungkin
Gagal jantung, Diabetes
pasien
agak
Kontra
indikasi
yang mungkin
Dislipidemia,pria
yang
tua, hipertensi
aktif
berhubungan sex
Beta
sistolik
Angina,
Gagal
blocker
setelah
jantung,
henti jantung
miokard
kehamilan,
infark,
DM
fisik,
ACE
takiaritmia
Gagal jantung,
Kehamilan
Inhibitor
disfungsi
LV,
hiperkalemia,
setelah
MI,
bilateral renal
pembuluh
DM
arteri stenosis
Kalsium
nephropathy
Angina, pasien Penyakit
Henti jantung
Antagonis
agak
tua, pembuluh
Gagal
kongestif
hipertensi
darah
Alfa
sistolik
Hipertropi
Gangguan
Blocker
prostat
toleransi
Hipotensi
glukosa,
ortostatik
AII
dislipidemia
Batuk karena Gagal
Kehamilan,
Antagonis
ACEI
bilateral renal
jantung
arteri stenosis,
jantung
66
hiperkalemia
Pemilihan Obat Antihipertensi
Pathofisiology hipertensi
Komplikasi hipertensi
Cara kerja obat
Efek samping
67
Berdasarkan JNC VI :
Formulasi yang optimal seharusnya memiliki kekuatan selama 24 jam
dengan dosis 1 hari sekali, dengan serendahnya 50 persen dari efek puncak
yang tertinggal pada 24 jam terakhir.
Formulasi dengan waktu kerja lama yang memiliki efektivitas 24 jam lebih
Kenyamanan
Meningkatkan kepatuhan pasien dikarenakan pemberian dosis satu kali
sehari
Penederhanaan pemberian
Lebih ekonomis dibandingkan pembiayaan secara individual
Efek antihipertensi aditif dan sinergis
Efek samping metabolik lebih sedikit
Pendekatan yang Rasional
68
RAAS
Katekolamin
HCTZ
Mengurangi Volume
-
Vasodilatasi
Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada
penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat
rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua
69
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini
adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi
dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
70
71
72
Hipertensi maligna
Suatu keadaan gawat darurat, dimana tekanan diastolik diatas 120mmHg,
terjadi perdarahan pada retina, pupil udema dengan keluarnya eksudat dan
gagal ginjal akut. Hipertensi maligna banyak terjadi pada umur 40 sampai 50
tahun, juga terjadi pada umur yang lebih muda dari 30 tahun atau lebih tua
dari 60 tahun.
DAFTAR PUSTAKA