Dosen Pembimbing
DISTILASI BATCH
Disusun Oleh :
Kelompok
II ( Dua)
Nama
1. Aslandi
(1207036420)
2. Fahrul Amry
3. Khairunnisa
(1207021329)
(1207021228)
Abstrak
Distilasi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih komponen menjadi bagianbagian atau komponen berdasarkan pada perbedaan volatilitas (kemudahan menguap) atau
perbedaan titik didih antara masing-masing komponen. Percobaan dilakukan untuk
menghitung overall colomn effeciency dengan variasi laju boil-up. Parameter yang
dilakukan adalah dengan memvariasikan power yang digunakan yaitu 0.7 kW, 0.9 kW serta
1.1 kW tanpa menggunakan refluks control dan 1.3 kW, 1.5 kW serta 1.7 kW untuk
menggunakan refluks control. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan metode
Mc.Cabe-Theile dan persamaan Fenske. Pada power 1.1 kW tanpa menggunakan refluks
control didapat XD 0.84, XB 0.21 dan XF 0.28 dan pada power 1.7 kW dengan menggunakan
refluks control didapat XD 0.88, XB 0.19 dan XF 0.28. Sehingga secara teoritis dengan metoda
Mc.Cabe-Theile pada power 1.1 kW mendapatkan jumlah plate sebesar 4 dengan efisiensi
sebesar 44.44%, sedangkan pada
dengan efisiensi sebesar 77.78%. Dan secara teoritis berdasarkan persamaan Fenske pada
power 1.1 kW dan 1.7 kW mendapatkan jumlah plate yang sama yaitu 3 dengan efisiensi
sebesar 33,33%.
Kata kunci : distilasi, laju boil-up, power, efisiensi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Operasi destilasi memiliki prinsip pemisahan campuran yang melewati dua fase,yakni
gas menjadi fase cair. Perbedaan titik didih dan tekanan uap membuat kedua campuran
ini berpisah. Semakin tinggi tekanan uap maka titik didih cairan tersebut semakin tinggi.
Penguapan dipengaruhi oleh titik cairan tersebut. Cairan yang memiliki titik didih terendah,
maka lebih cepat untuk mendidih.
Destilasi memiliki prinsip kerja utama dimana terjadi pemanasan dan salah satu
komponen campurannya akan menguap setelah mencapai titik didihnya, yang paling dahulu
menguap merupakan yang bersifat volatil atau mudah menguap. Uap tersebut akan masuk ke
dalam pipa pada kondensor (terjadi proses pendinginan) sehingga terjadi tetesan yang turun
(destilat).
Di industri, proses destilasi sering dijumpai pada industri pengilangan minyak bumi,
pemurnian minyak atsiri, produksi etanol, dll.
1.2
Dasar Teori
Distilasi didefinisikan sebagai suatu proses dimana campuran antara fase cair (liquid)
dan fase uap (vapour) dari dua atau lebih substansi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi
komponen pembentuknya dengan memanfaatkan perpindahan panas. Proses distilasi
didasarkan pada kenyataan bahwa pada fase uap, akan didapati lebih banyak komponen
pembentuk campuran dengan titik didih lebih rendah dari titih didih campuran tersebut. Oleh
karena itu, jika fase uap ini didinginkan dan dikondensasi maka akan diperoleh komponen
yang lebih mudah menguap. Kolom distilasi ini didesain sedemikian agar dapat melakukan
pemisahan ini secara efisien (Geankoplis, 1993).
Kolom distilasi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai
fungsi sebagai transfer energi panas maupun sebagai perpindahan material bahan. Komponen
utama penunjang kolom distilasi adalah :
Shell vertikal yang merupakan tempat dimana pemisahan komponen cair
dilakukan.
Kolom internal yang berbentuk piringan/plate atau packed yang digunakan untuk
titik didih dari masing-masing komponen. Selain itu, juga tergantung dari konsentrasi
komponen tersebut. Dengan alasan inilah, maka proses distilasi dikatakan tergantung pada
karakteristik tekanan uap campuran.
Tekanan uap cairan pada suatu temperatur tertentu merupakan tekanan setimbang
yang digunakan oleh molekul untuk meninggalkan dan memasuki permukaan cairan. Berikut
beberapa hal penting menyangkut tekanan uap :
1.
2.
3.
4.
5.
rendah
6. Tekanan uap dan titik didih dari campuran cair tergantung dari jumlah komponen
pada campuran tersebut
7. Distilasi terjadi karena perbedaan volality komponen pada campuran cair
Diagram titik didih seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 menunjukkan bagaimana
komposisi setimbang masing-masing komponen pada campuran cair yang bervariasi terhadap
temperatur dan pada tekanan tertentu.
Titik didih A pada gambar 2 di atas adalah titik dimana fraksi mol A bernilai 1. Titik
didih B adalah titik dimana fraksi mol A bernilai 0, dengan asumsi A adalah komponen yang
lebih volatile dan memiliki titik didih lebih rendah dari B. Kurva bagian atas dinamakan dewpoint curve sedang yang bawah dinamakan bubble-point curve. Dew-point adalah temperatur
dimana saturated vapour mulai mengembun. Buble-point adalah temperatur dimana cairan
mulai mendidih. Daerah di atas kurva dew-point menunujukkan komposisi setimbang dari
superheated vapour, sedangkan daerah di bawah kurva bubble-point menunjukkan komposisi
setimbang dari subcooled liquid (Henley, 1992).
1.2.2
ditengah kolom vertikal. Kolom tersebut dipisah menjadi dua bagian, bagian atas (enriching/
rectifition) dan bagian bawah (stripping). Kemudian liquid turun dan berkumpul dibagian
bawah reboiler, kemudian panas diberikan pada reboiler. Sumber panas dapat berupa uap
panas yang dialirkan pada reboiler. Dalam proses ini digunakan metode continuous
destilation dimana feed akan terus dialirkan sehingga proses akan berlangsung kontinu,
campuran uap air dan liquid akan dialirkan ke bagian bawah kolom, dimana uap air akan naik
ke atas, sedangkan liquid turun sebagai bottom product. Uap air yang berada dibagian
atasakan dikondensasi oleh kondensor, kemudian hasilnya ditampung dalam reflux drum
untuk dipisahkan dan sebagian dikembalikan ke bagian atas kolom untuk lebih diperkaya atau
persentase pengotornya diperkecil. Sedangkan sisanya keluar sebagai hasil destilasi (McCabe, 1999).
1.2.3
1. Kondisi feed
Bentuk dan komposisi feed mempengaruhi garis operasi yang mana menentukan
jumlah tingkatan pemisahan. Apabila perbedaan kondisi feed dengan system yang
telah dirancang terlalu besar maka proses distilasi tidak berjalan baik
2. Kondisi Proses refluk
Ketika rasio refluk meningkat, gradien garis operasi pada bagian rectification terus
menuju kenilai maksimum 1, yang berarti semakin banyak liquid yang kaya akan
komponen lebih volatile dikembalikan ke kolom, sehingga proses pemisahan berjalan
lebih baik dan sedikit tray yang diperlukan. Untuk mencapai tingkat pemisahan yang
sama. Sebaliknya jika rasio refluk mengecil maka garis operasi bagian rectification
bergerak menuju garis keseimbangan sehingga tray yang diperlukan makin banyak.
Rasio refluk yang baik adalah sekitar 1,2 sampai 1,5 dari minimum flux rasio yang
berarti memiliki cost yang lebih kecil.
1.2.4
Distilasi Batch
Dalam operasi distilasi batch, sejumlah massa larutan umpan dimasukkan kedalam
labu distilasi kemudian dipanaskan. Selama proses distilasi berjalan larutan akan menguap.
Uap yang terbentuk akan segera meninggalkan labu distilasi untuk diembunkan. Dengan
demikian, sejumlah komponen dalam umpan yang memiliki titik didih rendah akan terpisah
lebih dahulu menjadi distilat.
Pada operasi distilasi batch, laju alir maupun komposisi umpan dan produk distilat
berubah setiap waktu selama operasi berlangsung. Proses pemisahan dengan metode ditilasi
batch digunakan untukk proses pemisahan berkapasitas kecil, misalnya dilakukan di
laboratorium. Disitilasi batch dapat dilakukan dalam satu kolom yang tersusun dari sejumlah
tumpukan packing yang dilengkapi dengan reboiler. Kolom distilasi batch dapat dipandang
sebagai kolom yang tersusun dari enriching section karena sebelum operasi dimulai, sejumlah
umpan dengan komposisi tertentu dimasukkan kedalam reboiler (Mc-Cabe, 1999).
Pada tahap kesetimbangan akan terbentuk uap dan cairan baru dalam keadaan
setimbang. Dengan operasi kesetimbangan yang berulang-ulang kali maka diperoleh uap
yang kaya dengan komponen distilat sedangkan cairan miskin dengan komponen distilat.
Hasil atas yang diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolam disebut refluks
(Lo). Jumlah refluks dibanding distilat disebut rasio refluks (R) yang sangat mempengaruhi
hasil pemisahan.
R=
Jika R tak terhingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap 1 maka operasi
distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka jumlah tahap teoritis
adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat dianggap konstan), maka jumlah
tahap minimum pada operasi dengan refluks total dapat dihitung dengan persamaan Fenske
(Wallas, 1984).
Dimana : n
xA
xB
Pada kenyataannya pada setiap tahap tidak akan terjadi kesetimbangan yang sempurna
antara cairan dan uap yang meninggalkannya. Dengan demikian, jumlah tahap aktual (yang
sebenarnya) akan lebih banyak pada jumlah tahap teoritis sehingga ada faktor efisiensi. Pada
distilasi batch, komposisi distilat sangat tergantung pada komposisi residu, jumlah tahap pada
kolom dan rasio refluks operasi. Berdasarkan hal tersebut maka distilasi batch dapat
beroperasi pada dua kemungkinan yaitu :
1. dengan kadar distilat konstan, rasio refluks berubah
2. dengan rasio refluks konstan, kadar distilat berubah
1.2.5
column. Setelah itu dipanaskan yang mana menghasilkan gas yang akan naik keatas column.
Cairan yang tidak menguap akan tetap dibawah sampai pemanasan selesai. Gas hasil
pemanasan akan keluar dari column lalu dikondensasikan menjadi cairan yang diinginkan,
sedangkan gas yang tidak dapat terkondensasi akan dikembalikan ke column. Akan tetapi
hasil dari distilasi pertama belum 100% murni. Untuk itu hasil distilasi pertama dapat
didistilasi kembali untuk mendapatkan produk dengan kemurnian yang lebih tinggi dari
produk sebelumnya (Mc-Cabe, 1999).
1.2.6
dengan cara mengalirkan kembali sebagian hasil puncak atau hasil akhir, masuk kembali
kedalam kolom. Cara ini dikenal sebagai operasi distilasi dengan sistem refluk.
Secara refluk dimaksudkan untuk memberi kesempatan cairan refluk dan uap refluk
untuk mengadakan kontak ulang dengan fasa uap maupun fasa cairannya dalam kolom
sehingga:
1.
2.
3.
4.
1. Untuk mencapai kemurnian yang sama, jumlah stage ideal yang dibutuhkan
semakin sedikit.
2. Pada penggunaan jumlah stage ideal yang sama, kemurnian produk hasil
pemisahan semakin tinggi.
1.2.7
dikembalikan sebagai cairan yang masuk kedalam kolom dengan yang diambil sebagai
distilat. Berdasarkan pengertian tersebut, semakin besarnya perbandingan refluk berarti
cairan yang dikembalikan akan semakin banyak. Cairan itu akan mengalami kontak ulang
lebih lanjut dengan fasa uap menuju puncak kolom. Terjadinya kontak ulang antar fasa akan
menyebabkan terjadinya perpindahan panas dan massa secara simultan. Komponen yang
lebih volatile lebih banyak terdapat dalam fasa uap dan keluar dari puncak kolom sebagai
produk distilat (Mc-Cabe, 1999).
Dengan menggunakan alat kontak jenis apapun, produk hasil pemisahan campuran
etanol-air secara distilat tidak akan pernah mencapai azeotropnya. Komposisi maksimal
distilat adalah 0,94. Meskipun demikian serendah-rendah komposisi distilat tidak akan lebih
kecil dari komposisi umpan masuk kolom (= yr).
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Menggunakan metode Mc.Cabe-Thiele
3.1.1. Pada power 0.7 kW
Hasil percobaan distilasi batch dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti pada
Gambar 4 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele pada power
0.7 kW.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 4 (Gambar 4). Pada kondisi ini, dimana pemberian power sebesar 0.7 kW
mendapatkan XB sebesar 0.17, XF sebesar 0.28 dan XD sebesar 0.82.
Dari perhitungan plate teoritis menggunakan metode Mc. Cabe-Thiele pada
power 0.7 kW didapatkan perbedaan yang cukup jauh antara jumlah plate teoritis
dengan jumlah plate yang sebenarnya. Dimana jumlah plate sebenarnya adalah 9,
sehingga didapat efisiensi kolom yaitu sebesar 44.44%.
3.1.2. Pada power 0.9 kW
Pada Gambar 5 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele
pada power 0.9 kW.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 4 (Gambar 5), sama dengan jumlah plate yang didapat pada power 0.7 kW. Pada
kondisi ini, dimana pemberian power sebesar 0.9 kW mendapatkan XB sebesar 0.18, XF
sebesar 0.28 dan XD sebesar 0.84, sehingga didapat efisiensi kolomnya sebesar 44.44%.
Dan terlihat bahwa grafik pada power 0.9 kW lebih tinggi dibandingkan dengan
power 0.7 kW, hanya saja sama pada hasil XF yaitu 0.28.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 4 (Gambar 6), sama dengan jumlah piringan atau plate yang didapat pada power 0.7
kW dan pada power 0.9 kW. Pada kondisi ini, dimana pemberian power sebesar 1.1 kW
mendapatkan XB sebesar 0.21, XF sebesar 0.28 dan XD sebesar 0.84, sehingga didapat
efisiensi kolomnya sebesar 44.44% sama dengan jumlah efisiensi yang didapat pada power
0.7 kW dan pada power 0.9 kW.
Dan terlihat bahwa grafik pada power 1.1 kW lebih tinggi dibandingkan dengan
power 0.7 kW dan hampir sama hasilnya dengan power 0.9 kW, hanya saja berbeda pada
hasil XB yaitu 0.21 pada power 0.9 kW.
3.1.4. Pada power 1.3 kW dan 1,5 kW
Pada Gambar 7 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele
pada power 1.3 kW dan 1.5 kW.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 7 (Gambar 8), jauh meningkat jumlah piringan atau plate yang didapat dari hasil
percobaan pada power 0.9 kW, 1.1 kW, 1.3 kW dan 1.5 kW . Pada kondisi ini, dimana
pemberian power sebesar 1.7 kW mendapatkan XB sebesar 0.19, XF sebesar 0.28 dan XD
sebesar 0.88 sehingga didapat efisiensi kolomnya sebesar 77.78%.
Efisiensi yang didapat pada perbedaan power yang diberikan mulai dari power 0.7
kW, 0.9 kW, 1.1 kW, 1.3 kW, 1.5 kW dan 1.7 kW memperlihatkan bahwa pemberian power
berbanding lurus dengan penambahan plate dan efisiensi yang didapat, hal ini disebabkan
oleh kenaikan power mengakibatkan suhu pada boiler meningkat sehingga etanol yang
menguap lebih banyak, maka kadar destilat meningkat yang mempengaruhi efisiensi semakin
bagus.
3.2. Menggunakan Persamaan Fenske
Hasil percobaan distilasi batch dengan menggunakan persamaan Fenske disajikan dalam
bentuk tabel.
Tabel 3.2 Data hasil kesetimbangan etanol-air pada keadaan tanpa refluk dan
refluk dengan menggunakan persamaan Fenske.
Power
(kW)
Tanpa Refluk
Jumlah plate
Efisiensi (%)
Power
(kW)
Refluk
Jumlah
plate
Efisiensi (%)
0.7
2.5
27.78
1.3
33.33
0.9
33.33
1.5
33.33
1.1
33.33
1.7
33.33
Dari tabel diatas dapat dilihat hasil plate dan efisiensi dengan menggunakan
persamaan Fenske, dimana pada power 0.7 kW, 0.9 kW dan 1.1 kW tidak menggunakan
refluks control mendapatkan jumlah plate dan efisiensi yaitu pada power 0.7 kW dengan
jumlah plate 2.5 dan efisiensi 2.5%, pada power 0.9 kW dan 1.1 kW dengan jumlah plate 3
dan efisiensi 33.33%. Sedangkan dengan menggunakan refluks control pada rasio 3:1 yang
sama pada ke-3 power terakhir yaitu pada power 1.3 kW, 1.5 kW dan 1.7 kW mendapatkan
jumlah plate yang sama yaitu 3 dan efisiensinya 33.33%.
Efisiensi yang didapat dari pemberian power yang berbeda mengalami peningkatan
dan tetap, dimana peningkatannya hanya terjadi pada power 0.7 kW menuju power 0.9 kW
begitu juga dengan hasil jumlah plate yang didapat, walaupun tidak jauh berbeda. Sehingga
hasil jumlah plate didapatkan secara perhitungan jauh berbeda dari yang aktual. Dalam
percobaan ini rasio refluk tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil jumlah plate dan efisiensi
yang didapat sebagaimana dapat dilihat bahwa plate dan efisiensi yang dapat dari pemberian
power yang berbeda tidak mendapatkan hasil yang berbeda atau berubah.
Dari perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan metode Mc.Cabe-Thiele dan
persamaan Fenske didapatkan hasil yang berbeda. Pada metode Mc.Cabe-Thiele, jumlah
plate yang didapat pada power 0.7 kW, 0.9 kW dan 1.1 kW yaitu sebesar 4 dengan efisiensi
sebesar 44.44%, sedangkan pada power 1.3 kW dan 1.5 kW mendapat jumlah plate yang
sama yaitu 6 dengan efisiensi sebesar 66.67% dan pada power 1.7 kW mendapatkan jumlah
plate yang meningkat yaitu sebesar 7 dengan efisiensi sebesar 77.78%. Sedangkan dari
perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan persamaan Fenske pada kondisi refluks total
pada power 0.7 kW dengan jumlah piringan atau plate yaitu 2.5 dan efisiensi 2.5%, pada
power 0.9 kW hingga 1.1 kW dengan jumlah plate 3 dan efisiensi 33.33%.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Prinsip distilasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap dan cairan serta
memisahkan uap dan cairan yang berada dalan keadaan setimbang tersebut.
2. Pada perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan metode Mc.Cabe-Thiele tanpa
menggunakan refluks control pada power 0.7 kW, 0.9 kW dan 1.1 kW yaitu sebesar 4
dengan efisiensi sebesar 44.44%, sedangkan dengan menggunakan refluks control
pada power 1.3 kW, 1.5 kW dan 1.7 kW mendapat jumlah plate yang berbeda yaitu
pada refluks power 1.3 kW dan 1.5 kW mendapatkan jumlah plate sebesar 6 dengan
efisiensi sebesar 66.67% dan pada refluks power 1.7 kW mendapatkan jumlah plate
sebesar 7 dengan efisiensi sebesar 77.78%.
3. Sedangkan dari perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan persamaan Fenske pada
kondisi refluks total pada power 0.7 kW dengan jumlah piringan atau plate yaitu 2.5
dan efisiensi 27.78%, pada power 0.9 kW hingga 1.7 kW mendapatkan jumlah
piringan atau plate yang sama yaitu 4 dengan efisiensi sebesar 33.33%.
4.2 Saran
1. Saat pengukuran komposisi sampel sebaiknya dilakukan setelah sampel dingin.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A.
Data 1
Power
Boil-up
: 0,7 kW
: 2,34 Liter/jam
waktu
Komposisi Overhead
Komposisi Bottom
No
(menit)
(%Vol)
(%Vol)
T1 (C)
T8 (C)
10
92
34
25,9
67,8
20
92
35
25,9
69
Power
Boil-up
: 0,9 kW
: 2,7 Liter/jam
waktu
Komposisi Overhead
Komposisi Bottom
No
(menit)
(%Vol)
(%Vol)
10
92
35
26,7
67,2
20
93
38
26,7
68,5
waktu
Komposisi Overhead
Komposisi Bottom
No
(menit)
(%Vol)
(%Vol)
10
93
38
25,8
75,4
20
93
42
25,8
76,4
waktu
Komposisi Overhead
Komposisi Bottom
No
(menit)
(%Vol)
(%Vol)
10
93
40
27,1
78,1
20
95
42
27,1
77,2
Power
Boil-up
T1 (C) T8 (C)
: 1,1 kW
: 3,27 Liter/jam
Power
Boil-up
T1 (C) T8 (C)
: 1,3 kW
: 3,36 Liter/jam
Refluk Control: 3
Power
Boil-up
: 1,5 kW
: 3,51 Liter/jam
Refluk Control: 3
T1 (C) T8 (C)
waktu
Komposisi Overhead
Komposisi Bottom
No
(menit)
(%Vol)
(%Vol)
10
94
41
26,9
81,3
20
94
40
25,8
81,7
waktu
Komposisi Overhead
Komposisi Bottom
No
(menit)
(%Vol)
(%Vol)
10
96
38
25,9
82,6
20
94
38
25,9
85,1
Power
Boil-up
T1 (C) T8 (C)
: 1,7 kW
: 3,7 Liter/jam
Refluk Control: 3
B.
DATA HASIL PERHITUNGAN
Perhitungan jumlah plate teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele
1. Pada keadaan refluks total power 0,7 kW
Rata-rata komposisi Destilat =
= 92%
Rata-rata kompoisi Bottom =
Komposisi Feed
XD =
= 0,82
XB =
= 0,17
= 34,5 %
= 50%
T1 (C) T8 (C)
XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 4 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 44.44 %
Perhitungan Refluk Minimum
Dimana y = 0,44 dan XD = 0,82
0,44
+ 0,44 = 0,82
0,44
= 0,82 0,44
= 0.863
= 36,5 %
= 50%
XD =
= 0,84
XB =
= 0,18
XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 4 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 44.44 %
Perhitungan Refluk Minimum
Dimana y = 0,44 dan XD = 0,84
0,44
+ 0,44 = 0,84
0,44
= 0,84 0,44
=1
= 40 %
= 50%
XD =
= 0,84
XB =
= 0,21
XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 4 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 44.44%
0,45
+ 0,45 = 0,84
0,45
= 0,84 0,45
= 0.867
XD =
= 0,86
XB =
= 0,21
XF =
= 0,28
= 41 %
= 50%
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 6 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 66.67 %
= 40,5%
= 50%
XD =
= 0,86
XB =
= 0,21
XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 6 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 66.67%
= 38%
= 50%
XD =
= 0,88
XB =
= 0,19
XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 7keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 77,78 %
2. Perhitungan jumlah plat teoritis dengan persamaan Fenske
Diketahui =
Nilai etanol :
A = 8.1120
B = 1592.864
C = 226.184
Nilai air :
00C-600C :
A = 8.10765
B = 1750.286
C = 235
0
0
60 C-150 C :
A = 7.96681
B = 1668.210
C = 228
2. Untuk Bottom
=
=
n
= 3,5 - 1
= 2,5
= 27,78%
2. Untuk Bottom
=
=
n
= 3,631 - 1
= 2,63/3
Efisiensi kolomnya adalah :
E=
= 33,33%
2. Untuk Bottom
=
=
n
= 3,51 - 1
= 2,61/3
Efisiensi kolomnya adalah :
E=
= 33,33%
2. Untuk Bottom
=
=
n
= 3,6 - 1
= 2,6/3
= 33,33%
XD
XB
XF
= 0,14
= 0,79
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat
2. Untuk Bottom
=
=
n
= 3,67 - 1
= 2,67/3
Efisiensi kolomnya adalah :
E=
= 33,33%
XD
XB
XF
= 0,88
= 0,19
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
= 5%
Rata-rata komposisi Bottom
= 62 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,12
XB
= 0,81
XF
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat
2. Untuk Bottom
=
=
n
= 4,02 - 1
= 3,02/3
= 33,33%