Anda di halaman 1dari 41

Laporan Praktikum

Dosen Pembimbing

OPERASI TEKNIK KIMIA II

Syelvia Putri Utami,ST.M.Eng

DISTILASI BATCH

Disusun Oleh :

Kelompok

II ( Dua)

Nama

1. Aslandi

(1207036420)

2. Fahrul Amry
3. Khairunnisa

(1207021329)
(1207021228)

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL DASAR PROSES & OPERASI PABRIK


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2014

Abstrak

Distilasi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih komponen menjadi bagianbagian atau komponen berdasarkan pada perbedaan volatilitas (kemudahan menguap) atau
perbedaan titik didih antara masing-masing komponen. Percobaan dilakukan untuk
menghitung overall colomn effeciency dengan variasi laju boil-up. Parameter yang
dilakukan adalah dengan memvariasikan power yang digunakan yaitu 0.7 kW, 0.9 kW serta
1.1 kW tanpa menggunakan refluks control dan 1.3 kW, 1.5 kW serta 1.7 kW untuk
menggunakan refluks control. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan metode
Mc.Cabe-Theile dan persamaan Fenske. Pada power 1.1 kW tanpa menggunakan refluks
control didapat XD 0.84, XB 0.21 dan XF 0.28 dan pada power 1.7 kW dengan menggunakan
refluks control didapat XD 0.88, XB 0.19 dan XF 0.28. Sehingga secara teoritis dengan metoda
Mc.Cabe-Theile pada power 1.1 kW mendapatkan jumlah plate sebesar 4 dengan efisiensi
sebesar 44.44%, sedangkan pada

power 1.7 kW mendapatkan jumlah plate sebesar 7

dengan efisiensi sebesar 77.78%. Dan secara teoritis berdasarkan persamaan Fenske pada
power 1.1 kW dan 1.7 kW mendapatkan jumlah plate yang sama yaitu 3 dengan efisiensi
sebesar 33,33%.
Kata kunci : distilasi, laju boil-up, power, efisiensi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Pendahuluan
Operasi destilasi memiliki prinsip pemisahan campuran yang melewati dua fase,yakni

gas menjadi fase cair. Perbedaan titik didih dan tekanan uap membuat kedua campuran
ini berpisah. Semakin tinggi tekanan uap maka titik didih cairan tersebut semakin tinggi.
Penguapan dipengaruhi oleh titik cairan tersebut. Cairan yang memiliki titik didih terendah,
maka lebih cepat untuk mendidih.
Destilasi memiliki prinsip kerja utama dimana terjadi pemanasan dan salah satu
komponen campurannya akan menguap setelah mencapai titik didihnya, yang paling dahulu
menguap merupakan yang bersifat volatil atau mudah menguap. Uap tersebut akan masuk ke
dalam pipa pada kondensor (terjadi proses pendinginan) sehingga terjadi tetesan yang turun
(destilat).
Di industri, proses destilasi sering dijumpai pada industri pengilangan minyak bumi,
pemurnian minyak atsiri, produksi etanol, dll.
1.2

Dasar Teori
Distilasi didefinisikan sebagai suatu proses dimana campuran antara fase cair (liquid)

dan fase uap (vapour) dari dua atau lebih substansi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi
komponen pembentuknya dengan memanfaatkan perpindahan panas. Proses distilasi
didasarkan pada kenyataan bahwa pada fase uap, akan didapati lebih banyak komponen
pembentuk campuran dengan titik didih lebih rendah dari titih didih campuran tersebut. Oleh
karena itu, jika fase uap ini didinginkan dan dikondensasi maka akan diperoleh komponen
yang lebih mudah menguap. Kolom distilasi ini didesain sedemikian agar dapat melakukan
pemisahan ini secara efisien (Geankoplis, 1993).
Kolom distilasi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai
fungsi sebagai transfer energi panas maupun sebagai perpindahan material bahan. Komponen
utama penunjang kolom distilasi adalah :
Shell vertikal yang merupakan tempat dimana pemisahan komponen cair

dilakukan.
Kolom internal yang berbentuk piringan/plate atau packed yang digunakan untuk

meningkatkan pemisahan komponen.


Reboiler, untuk mensuport panas yang dibutuhkan untuk penguapan komponen

Kondenser, untuk mendinginkan dan mengkondensasi uap yang meninggalkan

bagian atas kolom.


Tangki refluks, digunakan untuk mengumpulkan hasil kondensasi komponen
yang nantinya akan dialirkan menjadi produk atau dikembalikan lagi ke kolom
sebagai refluks.

Gambar 1. Skema Sistem Distilasi (Citra, 2012)


1.2.1

Prinsip Kolom Distilasi


Pemisahan komponen dari campuran cair (liquid mixture) bergantung pada perbedaan

titik didih dari masing-masing komponen. Selain itu, juga tergantung dari konsentrasi
komponen tersebut. Dengan alasan inilah, maka proses distilasi dikatakan tergantung pada
karakteristik tekanan uap campuran.
Tekanan uap cairan pada suatu temperatur tertentu merupakan tekanan setimbang
yang digunakan oleh molekul untuk meninggalkan dan memasuki permukaan cairan. Berikut
beberapa hal penting menyangkut tekanan uap :
1.
2.
3.
4.
5.

Input energi meningkatkan tekanan uap


Tekanan uap mempengaruhi titik didih uap
Cairan dikatakan mendidih jika tekanan uap sama dengan tekanan sekitar
Kemudahan cairan untuk mendidih tergantung pada volalitynya
Cairan dengan tekanan uap tinggi (cairan ber-volatile) akan mendidih pada temperatur

rendah
6. Tekanan uap dan titik didih dari campuran cair tergantung dari jumlah komponen
pada campuran tersebut
7. Distilasi terjadi karena perbedaan volality komponen pada campuran cair

Gambar 2. Diagram Titik Didih(Henley, 1992).

Diagram titik didih seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 menunjukkan bagaimana
komposisi setimbang masing-masing komponen pada campuran cair yang bervariasi terhadap
temperatur dan pada tekanan tertentu.
Titik didih A pada gambar 2 di atas adalah titik dimana fraksi mol A bernilai 1. Titik
didih B adalah titik dimana fraksi mol A bernilai 0, dengan asumsi A adalah komponen yang
lebih volatile dan memiliki titik didih lebih rendah dari B. Kurva bagian atas dinamakan dewpoint curve sedang yang bawah dinamakan bubble-point curve. Dew-point adalah temperatur
dimana saturated vapour mulai mengembun. Buble-point adalah temperatur dimana cairan
mulai mendidih. Daerah di atas kurva dew-point menunujukkan komposisi setimbang dari
superheated vapour, sedangkan daerah di bawah kurva bubble-point menunjukkan komposisi
setimbang dari subcooled liquid (Henley, 1992).
1.2.2

Operasi dasar dan proses distilasi


Liquid yang digunakan (feed), dimasukkan ke dalam penampung (feed tray) yang ada

ditengah kolom vertikal. Kolom tersebut dipisah menjadi dua bagian, bagian atas (enriching/
rectifition) dan bagian bawah (stripping). Kemudian liquid turun dan berkumpul dibagian
bawah reboiler, kemudian panas diberikan pada reboiler. Sumber panas dapat berupa uap
panas yang dialirkan pada reboiler. Dalam proses ini digunakan metode continuous

destilation dimana feed akan terus dialirkan sehingga proses akan berlangsung kontinu,
campuran uap air dan liquid akan dialirkan ke bagian bawah kolom, dimana uap air akan naik
ke atas, sedangkan liquid turun sebagai bottom product. Uap air yang berada dibagian
atasakan dikondensasi oleh kondensor, kemudian hasilnya ditampung dalam reflux drum
untuk dipisahkan dan sebagian dikembalikan ke bagian atas kolom untuk lebih diperkaya atau
persentase pengotornya diperkecil. Sedangkan sisanya keluar sebagai hasil destilasi (McCabe, 1999).
1.2.3

Faktor faktor yang mempengaruhi kerja kolom desitilasi


Performa dari proses distilasi dipengaruhi oleh (Mc-Cabe, 1999) :

1. Kondisi feed
Bentuk dan komposisi feed mempengaruhi garis operasi yang mana menentukan
jumlah tingkatan pemisahan. Apabila perbedaan kondisi feed dengan system yang
telah dirancang terlalu besar maka proses distilasi tidak berjalan baik
2. Kondisi Proses refluk
Ketika rasio refluk meningkat, gradien garis operasi pada bagian rectification terus
menuju kenilai maksimum 1, yang berarti semakin banyak liquid yang kaya akan
komponen lebih volatile dikembalikan ke kolom, sehingga proses pemisahan berjalan
lebih baik dan sedikit tray yang diperlukan. Untuk mencapai tingkat pemisahan yang
sama. Sebaliknya jika rasio refluk mengecil maka garis operasi bagian rectification
bergerak menuju garis keseimbangan sehingga tray yang diperlukan makin banyak.
Rasio refluk yang baik adalah sekitar 1,2 sampai 1,5 dari minimum flux rasio yang
berarti memiliki cost yang lebih kecil.
1.2.4

Distilasi Batch
Dalam operasi distilasi batch, sejumlah massa larutan umpan dimasukkan kedalam

labu distilasi kemudian dipanaskan. Selama proses distilasi berjalan larutan akan menguap.
Uap yang terbentuk akan segera meninggalkan labu distilasi untuk diembunkan. Dengan
demikian, sejumlah komponen dalam umpan yang memiliki titik didih rendah akan terpisah
lebih dahulu menjadi distilat.
Pada operasi distilasi batch, laju alir maupun komposisi umpan dan produk distilat
berubah setiap waktu selama operasi berlangsung. Proses pemisahan dengan metode ditilasi
batch digunakan untukk proses pemisahan berkapasitas kecil, misalnya dilakukan di
laboratorium. Disitilasi batch dapat dilakukan dalam satu kolom yang tersusun dari sejumlah

tumpukan packing yang dilengkapi dengan reboiler. Kolom distilasi batch dapat dipandang
sebagai kolom yang tersusun dari enriching section karena sebelum operasi dimulai, sejumlah
umpan dengan komposisi tertentu dimasukkan kedalam reboiler (Mc-Cabe, 1999).
Pada tahap kesetimbangan akan terbentuk uap dan cairan baru dalam keadaan
setimbang. Dengan operasi kesetimbangan yang berulang-ulang kali maka diperoleh uap
yang kaya dengan komponen distilat sedangkan cairan miskin dengan komponen distilat.
Hasil atas yang diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolam disebut refluks
(Lo). Jumlah refluks dibanding distilat disebut rasio refluks (R) yang sangat mempengaruhi
hasil pemisahan.

R=
Jika R tak terhingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap 1 maka operasi
distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka jumlah tahap teoritis
adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat dianggap konstan), maka jumlah
tahap minimum pada operasi dengan refluks total dapat dihitung dengan persamaan Fenske
(Wallas, 1984).

Dimana : n

= jumlah tahap teoritis

xA

= fraksi mol komponen yang mudah menguap

xB

= fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap

av = relative volatility rata-rata


d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom.
Selanjutnya, efesiensi kolom dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
E=

Pada kenyataannya pada setiap tahap tidak akan terjadi kesetimbangan yang sempurna
antara cairan dan uap yang meninggalkannya. Dengan demikian, jumlah tahap aktual (yang
sebenarnya) akan lebih banyak pada jumlah tahap teoritis sehingga ada faktor efisiensi. Pada
distilasi batch, komposisi distilat sangat tergantung pada komposisi residu, jumlah tahap pada
kolom dan rasio refluks operasi. Berdasarkan hal tersebut maka distilasi batch dapat
beroperasi pada dua kemungkinan yaitu :
1. dengan kadar distilat konstan, rasio refluks berubah
2. dengan rasio refluks konstan, kadar distilat berubah
1.2.5

Prinsip Distilasi Batch.


Prinsip kerja dari distilasi batch adalah pertama-tama umpan masuk melalui bawah

column. Setelah itu dipanaskan yang mana menghasilkan gas yang akan naik keatas column.
Cairan yang tidak menguap akan tetap dibawah sampai pemanasan selesai. Gas hasil
pemanasan akan keluar dari column lalu dikondensasikan menjadi cairan yang diinginkan,
sedangkan gas yang tidak dapat terkondensasi akan dikembalikan ke column. Akan tetapi
hasil dari distilasi pertama belum 100% murni. Untuk itu hasil distilasi pertama dapat
didistilasi kembali untuk mendapatkan produk dengan kemurnian yang lebih tinggi dari
produk sebelumnya (Mc-Cabe, 1999).
1.2.6

Distilasi Batch dengan Sistem Refluk.


Proses pemisahan secara distilasi, peningkatan efesiensi pemisahan dapat dilakukan

dengan cara mengalirkan kembali sebagian hasil puncak atau hasil akhir, masuk kembali
kedalam kolom. Cara ini dikenal sebagai operasi distilasi dengan sistem refluk.
Secara refluk dimaksudkan untuk memberi kesempatan cairan refluk dan uap refluk
untuk mengadakan kontak ulang dengan fasa uap maupun fasa cairannya dalam kolom
sehingga:
1.
2.
3.
4.

Secara total, waktu kontak antar fasa semakin lama.


Perpindahan massa dan perpindahan panas akan terjadi kembali.
Distribusi suhu, tekanan, dan konsentrasi disetiap fasa semakin uniform
Terwujudnya keseimbangan semakin didekati.

Peningkatan efesiensi pemisahan dapat ditinjau dari sudut pandang:

1. Untuk mencapai kemurnian yang sama, jumlah stage ideal yang dibutuhkan
semakin sedikit.
2. Pada penggunaan jumlah stage ideal yang sama, kemurnian produk hasil
pemisahan semakin tinggi.
1.2.7

Pengaruh Perbandingan Refluk terhadap Komposisi Distilat.


Perbandingan refluk adalah perbandingan antara uap yang terkondensasi dan

dikembalikan sebagai cairan yang masuk kedalam kolom dengan yang diambil sebagai
distilat. Berdasarkan pengertian tersebut, semakin besarnya perbandingan refluk berarti
cairan yang dikembalikan akan semakin banyak. Cairan itu akan mengalami kontak ulang
lebih lanjut dengan fasa uap menuju puncak kolom. Terjadinya kontak ulang antar fasa akan
menyebabkan terjadinya perpindahan panas dan massa secara simultan. Komponen yang
lebih volatile lebih banyak terdapat dalam fasa uap dan keluar dari puncak kolom sebagai
produk distilat (Mc-Cabe, 1999).
Dengan menggunakan alat kontak jenis apapun, produk hasil pemisahan campuran
etanol-air secara distilat tidak akan pernah mencapai azeotropnya. Komposisi maksimal
distilat adalah 0,94. Meskipun demikian serendah-rendah komposisi distilat tidak akan lebih
kecil dari komposisi umpan masuk kolom (= yr).

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat dan bahan

Gambar 3. Skema peralatan praktikum distilasi batch


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam proses distilasi yaitu:
1. Satu set alat sieve tray tower
2. Gelas ukur 100 ml
3. Stopwatch
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam proses distilasi yaitu
1. Etanol 96% 5 L
2. Aquades 5 L

3.2 Prosedur Percobaan


1. Semua valve dipastikan dalam keadaan tertutup.
2. Valve V10 pada pipa refluks dibuka.
3. Reboiler diisi dengan campuran etanol dan aquades dengan komposisi 50% etanol
sebanyak 10 L.
4. Air pendingin dialirkan ke kondensor dan valve V5 dibuka.
5. Power pada control panel dihidupkan.
6. Power controller diputar ke angka 0,7 kW

7. Reboiler dibiarkan memanaskan campuran etanol yang telah dimasukkan hingga


etanolnya menguap (pada percobaan menggunakan refluk control setelah konstan di
set pada refluk controller sesuai penugasan).
8. Setelah konstan, valve V3 dibuka untuk mengukur laju boil-up dan dilakukan
sebanyak 2 kali pengulangan.
9. Sampel pada overhead dan bottom diambil secara bersamaan dari V3 dan V2 secara
bersamaan. Komposisi dari sampel tersebut kemudian diukur dengan menggunakan
alkoholmeter.
10. Suhu pada T1 dan T8 dicatat.
11. Prosedur 9 diulangi kembali setelah 10 menit sebanyak 2 kali.
12. Percobaan no 6 s/d 11 diulangi dengan menggunakan power yang berbeda.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Menggunakan metode Mc.Cabe-Thiele
3.1.1. Pada power 0.7 kW
Hasil percobaan distilasi batch dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti pada
Gambar 4 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele pada power
0.7 kW.

Gambar 4. Kurva kesetimbangan Etanol-air dengan


metode Mc.Cabe-Thiele power 0.7 kW.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 4 (Gambar 4). Pada kondisi ini, dimana pemberian power sebesar 0.7 kW
mendapatkan XB sebesar 0.17, XF sebesar 0.28 dan XD sebesar 0.82.
Dari perhitungan plate teoritis menggunakan metode Mc. Cabe-Thiele pada
power 0.7 kW didapatkan perbedaan yang cukup jauh antara jumlah plate teoritis
dengan jumlah plate yang sebenarnya. Dimana jumlah plate sebenarnya adalah 9,
sehingga didapat efisiensi kolom yaitu sebesar 44.44%.
3.1.2. Pada power 0.9 kW
Pada Gambar 5 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele
pada power 0.9 kW.

Gambar 5. Kurva kesetimbangan Etanol-air dengan


metode Mc.Cabe-Thiele power 0.9 kW.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 4 (Gambar 5), sama dengan jumlah plate yang didapat pada power 0.7 kW. Pada
kondisi ini, dimana pemberian power sebesar 0.9 kW mendapatkan XB sebesar 0.18, XF
sebesar 0.28 dan XD sebesar 0.84, sehingga didapat efisiensi kolomnya sebesar 44.44%.
Dan terlihat bahwa grafik pada power 0.9 kW lebih tinggi dibandingkan dengan
power 0.7 kW, hanya saja sama pada hasil XF yaitu 0.28.

3.1.3. Pada power 1.1 kW


Pada Gambar 6 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele
pada power 1.1 kW.

Gambar 6. Kurva kesetimbangan Etanol-air dengan


metode Mc.Cabe-Thiele power 1.1 kW.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 4 (Gambar 6), sama dengan jumlah piringan atau plate yang didapat pada power 0.7
kW dan pada power 0.9 kW. Pada kondisi ini, dimana pemberian power sebesar 1.1 kW
mendapatkan XB sebesar 0.21, XF sebesar 0.28 dan XD sebesar 0.84, sehingga didapat
efisiensi kolomnya sebesar 44.44% sama dengan jumlah efisiensi yang didapat pada power
0.7 kW dan pada power 0.9 kW.
Dan terlihat bahwa grafik pada power 1.1 kW lebih tinggi dibandingkan dengan
power 0.7 kW dan hampir sama hasilnya dengan power 0.9 kW, hanya saja berbeda pada
hasil XB yaitu 0.21 pada power 0.9 kW.
3.1.4. Pada power 1.3 kW dan 1,5 kW
Pada Gambar 7 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele
pada power 1.3 kW dan 1.5 kW.

Gambar 7. Kurva kesetimbangan Etanol-air dengan


metode Mc.Cabe-Thiele power 1.3 kW dan power 1.5 kW.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat pada
kedua percobaan dengan pemberian power yang berbeda yaitu pada power 1.3 kW dan 1.5
kW sebesar 6 dan pada hasil XB mendapatkan sebesar 0.21, XF sebesar 0.28 dan XD sebesar
0.86 (Gambar 7), sehingga didapat efisiensi kolomnya sebesar 66.67%.
Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan pada power sebelumnya, dimana piringan atau
plate yang didapat lebih banyak dan mendekati jumlah piringan atau plate yang sebenarnya
yaitu 9.

3.1.4. Pada power 1.7 kW


Pada Gambar 8 yaitu kurva kesetimbangan etanol-air dengan metode Mc.Cabe-Thiele
pada power 1.7 kW.

Gambar 8. Kurva kesetimbangan Etanol-air dengan


metode Mc.Cabe-Thiele power 1.7 kW.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah piringan atau plate yang didapat
sebanyak 7 (Gambar 8), jauh meningkat jumlah piringan atau plate yang didapat dari hasil
percobaan pada power 0.9 kW, 1.1 kW, 1.3 kW dan 1.5 kW . Pada kondisi ini, dimana
pemberian power sebesar 1.7 kW mendapatkan XB sebesar 0.19, XF sebesar 0.28 dan XD
sebesar 0.88 sehingga didapat efisiensi kolomnya sebesar 77.78%.
Efisiensi yang didapat pada perbedaan power yang diberikan mulai dari power 0.7
kW, 0.9 kW, 1.1 kW, 1.3 kW, 1.5 kW dan 1.7 kW memperlihatkan bahwa pemberian power
berbanding lurus dengan penambahan plate dan efisiensi yang didapat, hal ini disebabkan
oleh kenaikan power mengakibatkan suhu pada boiler meningkat sehingga etanol yang
menguap lebih banyak, maka kadar destilat meningkat yang mempengaruhi efisiensi semakin
bagus.
3.2. Menggunakan Persamaan Fenske
Hasil percobaan distilasi batch dengan menggunakan persamaan Fenske disajikan dalam
bentuk tabel.

Tabel 3.2 Data hasil kesetimbangan etanol-air pada keadaan tanpa refluk dan
refluk dengan menggunakan persamaan Fenske.

Power
(kW)

Tanpa Refluk
Jumlah plate

Efisiensi (%)

Power
(kW)

Refluk
Jumlah
plate

Efisiensi (%)

0.7

2.5

27.78

1.3

33.33

0.9

33.33

1.5

33.33

1.1

33.33

1.7

33.33

Dari tabel diatas dapat dilihat hasil plate dan efisiensi dengan menggunakan
persamaan Fenske, dimana pada power 0.7 kW, 0.9 kW dan 1.1 kW tidak menggunakan
refluks control mendapatkan jumlah plate dan efisiensi yaitu pada power 0.7 kW dengan
jumlah plate 2.5 dan efisiensi 2.5%, pada power 0.9 kW dan 1.1 kW dengan jumlah plate 3
dan efisiensi 33.33%. Sedangkan dengan menggunakan refluks control pada rasio 3:1 yang
sama pada ke-3 power terakhir yaitu pada power 1.3 kW, 1.5 kW dan 1.7 kW mendapatkan
jumlah plate yang sama yaitu 3 dan efisiensinya 33.33%.
Efisiensi yang didapat dari pemberian power yang berbeda mengalami peningkatan
dan tetap, dimana peningkatannya hanya terjadi pada power 0.7 kW menuju power 0.9 kW
begitu juga dengan hasil jumlah plate yang didapat, walaupun tidak jauh berbeda. Sehingga
hasil jumlah plate didapatkan secara perhitungan jauh berbeda dari yang aktual. Dalam
percobaan ini rasio refluk tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil jumlah plate dan efisiensi
yang didapat sebagaimana dapat dilihat bahwa plate dan efisiensi yang dapat dari pemberian
power yang berbeda tidak mendapatkan hasil yang berbeda atau berubah.
Dari perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan metode Mc.Cabe-Thiele dan
persamaan Fenske didapatkan hasil yang berbeda. Pada metode Mc.Cabe-Thiele, jumlah
plate yang didapat pada power 0.7 kW, 0.9 kW dan 1.1 kW yaitu sebesar 4 dengan efisiensi
sebesar 44.44%, sedangkan pada power 1.3 kW dan 1.5 kW mendapat jumlah plate yang
sama yaitu 6 dengan efisiensi sebesar 66.67% dan pada power 1.7 kW mendapatkan jumlah
plate yang meningkat yaitu sebesar 7 dengan efisiensi sebesar 77.78%. Sedangkan dari
perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan persamaan Fenske pada kondisi refluks total
pada power 0.7 kW dengan jumlah piringan atau plate yaitu 2.5 dan efisiensi 2.5%, pada
power 0.9 kW hingga 1.1 kW dengan jumlah plate 3 dan efisiensi 33.33%.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Prinsip distilasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap dan cairan serta
memisahkan uap dan cairan yang berada dalan keadaan setimbang tersebut.
2. Pada perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan metode Mc.Cabe-Thiele tanpa
menggunakan refluks control pada power 0.7 kW, 0.9 kW dan 1.1 kW yaitu sebesar 4
dengan efisiensi sebesar 44.44%, sedangkan dengan menggunakan refluks control
pada power 1.3 kW, 1.5 kW dan 1.7 kW mendapat jumlah plate yang berbeda yaitu
pada refluks power 1.3 kW dan 1.5 kW mendapatkan jumlah plate sebesar 6 dengan
efisiensi sebesar 66.67% dan pada refluks power 1.7 kW mendapatkan jumlah plate
sebesar 7 dengan efisiensi sebesar 77.78%.
3. Sedangkan dari perhitungan jumlah plate teoritis berdasarkan persamaan Fenske pada
kondisi refluks total pada power 0.7 kW dengan jumlah piringan atau plate yaitu 2.5
dan efisiensi 27.78%, pada power 0.9 kW hingga 1.7 kW mendapatkan jumlah
piringan atau plate yang sama yaitu 4 dengan efisiensi sebesar 33.33%.

4.2 Saran
1. Saat pengukuran komposisi sampel sebaiknya dilakukan setelah sampel dingin.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Program Studi. 2014.

Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia II. Pekanbaru :

laboratorium Dasar-Dasar Proses Program D3 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik


Universitas Riau.
Geankoplis, C. J. 1993. Transport Processes And Unit Operation. Third Edition,pp 127-132.
London : Prentice Hall International.
McCabe, Warren L, dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia. Jilid 2. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh:
Ir. E.Jasjfi,M.Sc. Jakarta: Erlangga.
Henley, E.J., J.D. 1992. Equilibrium-Stage Separation Operations in Chemical Engineering,
John Wiley. Chapter 3, 9 : New York.
Walas, S.M. 1984. Phase Equilibria in Chemical Engineering, Butterworths Publishers,MA.
Marifa, Iffa.2013 (http://www.slideshare.net/IffaMarifatunnisa/destilasi-batch/ diakses 12
April 2014)
Citra, 2012 (http://www.scribd.com/doc/138340187/AIK-Makalah-Distilasi/diakses 12 April
2014)

LAMPIRAN
A.
Data 1

TABEL DATA HASIL PENGAMATAN

Power
Boil-up

: 0,7 kW
: 2,34 Liter/jam
waktu

Komposisi Overhead

Komposisi Bottom

No

(menit)

(%Vol)

(%Vol)

T1 (C)

T8 (C)

10

92

34

25,9

67,8

20

92

35

25,9

69

Power
Boil-up

: 0,9 kW
: 2,7 Liter/jam
waktu

Komposisi Overhead

Komposisi Bottom

No

(menit)

(%Vol)

(%Vol)

10

92

35

26,7

67,2

20

93

38

26,7

68,5

waktu

Komposisi Overhead

Komposisi Bottom

No

(menit)

(%Vol)

(%Vol)

10

93

38

25,8

75,4

20

93

42

25,8

76,4

waktu

Komposisi Overhead

Komposisi Bottom

No

(menit)

(%Vol)

(%Vol)

10

93

40

27,1

78,1

20

95

42

27,1

77,2

Power
Boil-up

T1 (C) T8 (C)

: 1,1 kW
: 3,27 Liter/jam

Power
Boil-up

T1 (C) T8 (C)

: 1,3 kW
: 3,36 Liter/jam

Refluk Control: 3

Power
Boil-up

: 1,5 kW
: 3,51 Liter/jam

Refluk Control: 3

T1 (C) T8 (C)

waktu

Komposisi Overhead

Komposisi Bottom

No

(menit)

(%Vol)

(%Vol)

10

94

41

26,9

81,3

20

94

40

25,8

81,7

waktu

Komposisi Overhead

Komposisi Bottom

No

(menit)

(%Vol)

(%Vol)

10

96

38

25,9

82,6

20

94

38

25,9

85,1

Power
Boil-up

T1 (C) T8 (C)

: 1,7 kW
: 3,7 Liter/jam

Refluk Control: 3

B.
DATA HASIL PERHITUNGAN
Perhitungan jumlah plate teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele
1. Pada keadaan refluks total power 0,7 kW
Rata-rata komposisi Destilat =
= 92%
Rata-rata kompoisi Bottom =
Komposisi Feed

XD =
= 0,82

XB =
= 0,17

= 34,5 %
= 50%

T1 (C) T8 (C)

XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 4 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 44.44 %
Perhitungan Refluk Minimum
Dimana y = 0,44 dan XD = 0,82

0,44

+ 0,44 = 0,82

0,44

= 0,82 0,44

= 0.863

2. Pada keadaan refluks total power 0,9 kW


Rata-rata komposisi Destilat =
= 92,5%
Rata-rata kompoisi Bottom =
Komposisi Feed

= 36,5 %
= 50%

XD =
= 0,84

XB =
= 0,18

XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 4 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 44.44 %
Perhitungan Refluk Minimum
Dimana y = 0,44 dan XD = 0,84

0,44

+ 0,44 = 0,84

0,44

= 0,84 0,44

=1

3. Pada keadaan refluks total power 1,1 kW

Rata-rata komposisi Destilat =


= 93%

Rata-rata kompoisi Bottom =


Komposisi Feed

= 40 %
= 50%

XD =
= 0,84

XB =
= 0,21

XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 4 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 44.44%

Perhitungan Refluk Minimum


Dimana y = 0,45 dan XD = 0,84

0,45

+ 0,45 = 0,84

0,45

= 0,84 0,45

= 0.867

4. Pada keadaan refluks total power 1,3 kW


Rata-rata komposisi Destilat =
= 94%
Rata-rata kompoisi Bottom =
Komposisi Feed

XD =
= 0,86

XB =
= 0,21

XF =
= 0,28

= 41 %
= 50%

Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 6 keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=
= 66.67 %

5. Pada keadaan refluks total power 1,5 kW


Rata-rata komposisi Destilat =
= 94%
Rata-rata kompoisi Bottom =
Komposisi Feed

= 40,5%
= 50%

XD =
= 0,86

XB =
= 0,21

XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 6 keping. Maka efisiensi kolomnya :

E=
= 66.67%

6. Pada keadaan refluks total power 1,7 kW


Rata-rata komposisi Destilat =
= 95%
Rata-rata kompoisi Bottom =
Komposisi Feed

= 38%
= 50%

XD =
= 0,88

XB =
= 0,19

XF =
= 0,28
Untuk penentuan jumlah plate teoritis dapat dilihat pada kurva kesetimbangan etanolair pada bab pembahasan. Dari kurva tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya
sebanyak 7keping. Maka efisiensi kolomnya :
E=

= 77,78 %
2. Perhitungan jumlah plat teoritis dengan persamaan Fenske
Diketahui =
Nilai etanol :
A = 8.1120
B = 1592.864
C = 226.184
Nilai air :
00C-600C :
A = 8.10765
B = 1750.286
C = 235
0
0
60 C-150 C :
A = 7.96681
B = 1668.210
C = 228

a. Pada keadaan refluks total ( 0,7 kW )


Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat
= 92 %
Rata-rata kompoisi Bottom
= 34,5 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,82
XB
= 0,17
XF
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
=8%
Rata-rata komposisi Bottom
= 65,5 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,18
XB
= 0,83
XF
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat

2. Untuk Bottom

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


n+1 =

=
=
n

= 3,5 - 1
= 2,5

Efisiensi kolomnya adalah :


E=

= 27,78%

b. Pada keadaan refluks total ( 0,9 kW )


Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat
= 92,5 %
Rata-rata kompoisi Bottom
= 36,5 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,84
XB
= 0,18
XF
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
= 7,5%
Rata-rata komposisi Bottom
= 63,5 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,16
XB
= 0,82
XF
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat

2. Untuk Bottom

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


n+1 =

=
=
n

= 3,631 - 1
= 2,63/3
Efisiensi kolomnya adalah :
E=

= 33,33%

c. Pada keadaan refluks total ( 1,1 kW )


Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat
= 93%
Rata-rata kompoisi Bottom
= 40 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,84
XB
= 0,21
XF
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
=7%
Rata-rata komposisi Bottom
= 60 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,16
XB
= 0,79
XF
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat

2. Untuk Bottom

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


n+1 =

=
=
n

= 3,51 - 1
= 2,61/3
Efisiensi kolomnya adalah :
E=

= 33,33%

d. Pada keadaan refluks total ( 1,3 kW )


Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat
= 94%
Rata-rata kompoisi Bottom
= 41 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,86
XB
= 0,21
XF
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
= 6%
Rata-rata komposisi Bottom
= 59 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,14
XB
= 0,79
XF
= 0,72

Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom


1. Untuk destilat

2. Untuk Bottom

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


n+1 =

=
=
n

= 3,6 - 1
= 2,6/3

Efisiensi kolomnya adalah :


E=

= 33,33%

e. Pada keadaan refluks total ( 1,5 kW )


Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat
= 94%
Rata-rata kompoisi Bottom
= 40,5 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,86
XB
= 0,21
XF
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
=6%
Rata-rata komposisi Bottom
= 59,5 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,

XD
XB
XF

= 0,14
= 0,79
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat

2. Untuk Bottom

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


n+1 =

=
=
n

= 3,67 - 1
= 2,67/3
Efisiensi kolomnya adalah :
E=

= 33,33%

f. Pada keadaan refluks total ( 1,7 kW )


Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat
= 95 %
Rata-rata kompoisi Bottom
= 38%
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,

XD
XB
XF

= 0,88
= 0,19
= 0,28
Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat
= 5%
Rata-rata komposisi Bottom
= 62 %
Komposisi Feed
= 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai berikut,
XD
= 0,12
XB
= 0,81
XF
= 0,72
Perhitungan Relative Volatility Rata-Rata Destilat dan Bottom
1. Untuk destilat

2. Untuk Bottom

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


n+1 =

=
=
n

= 4,02 - 1
= 3,02/3

Efisiensi kolomnya adalah :


E=

= 33,33%

Anda mungkin juga menyukai