Anda di halaman 1dari 34

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. N

Usia

: 55 tahun

Jenis kelamin

: Pria

Pekerjaan

: Buruh

Agama

: Islam

Status perkawinan : Menikah


Tanggal masuk RS : 1 September 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada istri pasien di
Bangsal Bedah & Ruang IGD RSMM.
KeluhanUtama

: nyeri & kembung di seluruh perut

Keluhan Tambahan

: BAB cair , BAK nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. N datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Marzoeki Mahdi Bogor tanggal 9


september 2014 pukul 20.00 WIB dengan keluhan nyeri perut di seluruh lapang sejak
4 hari yang lalu, nyeri dirasakan tambah hebat seiring berjalannya hari. Pasien
mengaku juga merasakan sangat kembung namun masih bisa buang gas. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan pada saat serangan perut terasa seperti melilit. Pasien
juga merasakan mual namun tidak sampai muntah. Pasien mengatakan masih dapat
BAB namun sifat nya cair sejak 5 hari yang lalu, BAK dikatakan masih agak nyeri.
Keluhan lain seperti batuk, pilek, demam dan pusing disangkal.
Pasien merupakan pasien post operasi Herniotomi hari ke 7.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi obat dan
makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak memiliki penyakit seperti yang dialami pasien.

Riwayat Kebiasaan
Merokok dan minum minuman beralkohol disangkal. Pasien sering mengaku
cukup menkonsumsi sayur dan buah-buahan. Minum diakui 6-8 gelas/hari

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 9 September 2014

KEADAAN UMUM
Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: Nadi: 104x / menit, reguler, kuat, ekualitas simetris


Suhu: 36.8oC
Pernapasan: 18x / menit
Tekanandarah: 140/90 mmHg

Gizi

: kesan gizi cukup

Sianosis

: (-)

Oedem umum

: (-)

Sesak napas

: (-)

Cara berjalan

: masih DBN namun agak perlahan.

Mobilitas

: baik

Umur menurut taksiran : sesuai usianya

STATUS GENERALIS
Kepala

: normocephali

Rambut

: hitam, tersebarmerata, tidak mudah dicabut

Wajah

: simetris, pucat (-), sianosis (-)

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks pupil


2

(+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), isokor, bentuk pupil


bulat.
Mulut

: mukosa mulut baik, mukosa pipi tenang, palatum baik, tidak ada
Kelainan pada gigi geligi.

Hidung

: deviasi septum (-), epistaksis (-/-), sekret (-/-), pernapasancuping


hidung (-)

Telinga

: normotia (+/+), nyeritekan tragus (-/-), nyeritekan mastoid (-/-),


sekret (-/-)

Tenggorokan

: dinding faring hiperemis (-/-)

Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: bentuk dada nomal, bentuk tulang dada datar, sela iga normal,
retraksi sela iga (-/-), gerakan dinding dada saat statis dan dinamis
simetris.

Palpasi

: pergerakan dinding dada saat bernapas simetris

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronchi (-/-)

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial linea midclavicularis


sinistra

Perkusi

:-

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: perut tidak tampak membuncit, permukaan mengkilat, tidak


tampak

pergerakan usus, gerakan abdomen saat pernapasan

(+), simetris
Auskultasi

: bising usus (+) meningkat

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+) seluruh kuadran, defense muscular (+)


massa (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan
Murphy sign (-), Ballotement (-/-)
3

Perkusi

: shifting dullness (-)

Ekstremitas
Lengan dan Tungkai

Kanan

Kiri

Tonus

Normotoni

Normotoni

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sendi

Bebas

Bebas

Gerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

+5

+5

Oedem

Tidak ada

Tidak ada

Otot

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium darah
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 9 September 2014. Hasil yang
didapatkan pada pemeriksaan sebagai berikut.
Pemeriksaan

Normal

Interpretasi

134

136-146

Menurun

Kalium K+

3.5-5.0

Normal

Chlorida Cl-

98

95-115

Normal

Hemoglobin

13.4

g/dl

14-16

Menurun

13910

/mm3

4000-10000

Meningkat

Hematrokit

38

40-50

Menurun

SGOT

35

U/l

<42

Normal

SGPT

35

U/l

<47

Normal

Ureum

41.2

mg/dl

10-50

Normal

Kreatinin

0.95

mg/dl

0.7-1.4

Normal

Glukosa Sewaktu

135

mg/dl

<140

Normal

Natrium Na+
10/9/14

Leukosit

Hasil

Satuan

Sebelum datang ke IGD, pasien sudah melakukan pemeriksaan penunjang


berupa :
4

1. Pemeriksaan USG Urologi


Ren Dextra/Sinistra ukuran dan echostruktur normal, batas cortex dan medulla
tegas, SPC tak melebar, Tak tampak massa/batu
Vesica Urinaria ukuran normal, dinding sebagian tampak menebal, tak tampak
massa/batu
Prostat ukuran dan echostruktur tampak normal, tak tampak massa/kalsifikasi
Kesan : Cystitis
2. Foto abdomen 3 posisi
Preperitoneal fat line jelas.
Distribusi udara dalam usus merata sampai distal
Herring bone appearance (+) Tampak air fluid level (+) 2 buah pendek
Tak tampak penebalan dinding usus maupun udara bebas extra lumen
Sistema tulang baik
Kesan : susp. Ileus Letak Tinggi. Tak tampak peritonitis.

V. DIAGNOSIS KERJA
Abdominal Pain e.c Susp. Ileus Letak Tinggi

VI. DIAGNOSIS BANDING


Cystitis

VII. PENATALAKSANAAN
Pada pasien ini direncanakan tindakan pembedahan Kolostomi. Serta
kemoterapi

yang bertujuan untuk menghambat dan mengendalikan penyebaran

tumor. Rencana biopsi

VIII. FOLLOW UP

Tanggal : 10 September 2014


S.

Tidak ada keluhan

O.

KU

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 90/70 mmHg

: 120 x/menit
5

RR

: 36x/menit

suhu

: 36.5oC

status lokalis : perdarahan (-) feses (+)


A.

Post-kolostomi hari-1

P.

Dilanjutkan pengobatan

Tanggal : 11 September 2014


S.

Demam menggigil, pada saat feses keluar dari lubang yang dibuat di perut
dirasakan sedikit nyeri

O.

KU

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 100/80 mmHg

: 120 x/menit

RR

: 36x/menit

suhu

: 37.8oC

status lokalis : perdarahan (-) feses (+)


A.

Post-kolostomi hari-4

P.

Dilanjutkan pengobatan

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: Dubia Ad Bonam

Ad fungsionam : Dubia Ad Bonam


Ad sanationam : Dubia Ad Bonam

IX. RESUME
Ny. C usia 42 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Marzoeki Mahdi
Bogor dengan keluhan nyeri perut daerah suprapubik dan epigastrium sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada semua
region dan shifting dullness (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis mancapai
22.140 mm3 dan pada hasil pemeriksaan lab lanjutan didapatkan Ca 125 meningkat
mencapai 106. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan kecurigaaan kearah
keganasan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Colorectal
2.1.1 Struktur
Colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang 90-150 cm,
sampai perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Caecum merupakan
bagian terlebar (7,5 8,5 cm), dan colon sigmoideum merupakan bagian tersempit
(2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal, caecum merupakan bagian yang paling
sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa, submucosa, otot sirkular,
otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan serosa. Kekuatan
mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa, yang memiliki
kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan colon descendens terfiksasi
pada retroperitoneal, sedangkan caecum, colon transversum, dan colon
sigmoideum berada intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel pada colon
transversum.
Rectum memiliki panjang 12-15 cm, mulai dari perbatasan sigmoid-rectum
sampai perbatasan rectum-anus. Taenia coli berakhir pada distal colon
sigmoideum, dan lapisan otot longitudinal dari rectum terus berlanjut. Pada bagian
atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di bagian anterior, sedangkan
bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi oleh fascia pelvis.1

Gambar 1. Anatomi colorectal 7


2.1.2 Fisiologi
Pertukaran air dan elektrolit
Colon menyerap air, natrium, klorida, dan asam lemak rantai pendek, serta
mensekresikan kalium dan bikarbonat. Hal ini membantu mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah d ehidrasi. Kemampuan ini hilang pada
pasien dengan ileostoma, sehingga lebih mudah terjadi dehidrasi. Fungsi utama
rectum adalah sebagai resevoir dan menahan 1200cc cairan.
Motilitas colon
Pola kontraksi colon adalah pergerakan retrograd, kontraksi segmental, dan
pergerakan massa. Pergerakan massa akan menyebabkan perpindahan isi colon ke
arah anus. Motilitas colon dipengaruhi oleh emosi, hormon, dan diet.

Flora colon
Bakteri yang paling banyak pada colon adalah bakteri anaerob Bacteroides.
Escherichia coli dan enterobacteria lainnya adalah bakteri aerob. Bakteri colon
berperan penting dalam produksi vitamin K. Supresi flora normal dengan
antibiotik broad-spectrum dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari
patogen, khususnya Clostridium difficile.
Gas colon
99% gas di colon adalah nitrogen, oksigen, carbon dioksida, hidrogen, dan
metana. Gas dalam usus berasal dari udara yang tertelan, fermentasi karbohidrat
dan protein oleh bakteri dalam lumen usus, dan difusi ke lumen usus dari darah.
Dalam sehari, volume flatus sekitar 600cc.1
2.2 Etiologi & faktor risiko
Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui
bahwa proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan
perubahan kode genetik, pada germ line atau mutasi somatik yang didapat.
Faktor herediter
Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan bahwa 1015% carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada Familial
adenomatous Polyposis (FAP) dan sindroma Lynch.
Usia
Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal. Insidensi
meningkat diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun tetap saja dapat
menderita carcinoma colorectal, sehingga bila ditemukan gejala-gejala keganasan
harus tetap dievaluasi.
Diet dan lingkungan

Penelitian menunjukkan bahwa carcinoma colorectal lebih sering terjadi pada


populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan rendah serat. Diet
lemak jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan risiko carcinoma
colorectal, sedangkan diet asam oleat yang tinggi (minyak ikan, minyak kelapa,
minyak zaitun) tidak meningkatkan risiko. Lemak dapat secara langsung meracuni
mukosa colorectal dan menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya,
diet tinggi serat dapat menurunkan risiko. Diduga adanya hubungan antara
konsumi alkohol dengan insidensi carcinoma colorectal. Konsumsi calcium,
selenium, vitamin A, C, dan E, carotenoid, fenol tumbuhan dapat menurunkan
risiko carcinoma colorectal. Obesitas dan gaya hidup sedenter dapat
meningkatkan mortalitas pasien carcinoma colorectal. Pengaturan diet dan gaya
hidup yang baik akan mencegah terjadinya carcinoma colorectal.
Inflammarory bowel disease
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis ulceratif kronis,
berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma colorectal. Hal ini diduga
bahwa inflamasi kronis merupakan predisposisi perubahan mukosa ke arah
keganasan. Risiko tinggi terjadi keganasan bila onset pada usia muda, mengenai
seluruh colon, dan menderita lebih dari 10 tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan
skrining colonoscopy dengan biopsi mukosa multipel secara acak setiap tahunnya
pada pasien setelah 7-10 tahun menderita pancolitis.
Faktor risiko lainnya
Merokok berhubungan dengan meningkatnya risiko adenoma colon,
khususnya

setelah

penggunaan

lebih

dari

35

tahun.

Pasien

dengan

ureterosigmoidostomy meningkatkan risiko terjadinya adenoma dan carcinoma.


Tingginya kadar growth hormon dan insulin like growth factor-1 akan
meningkatkan risiko. Irradiasi pelvis dapat meningkatkan risiko carcinoma recti.
Identifikasi faktor risiko carcinoma colorectal penting untuk menentukan
program skrining dan surveillance.1

10

2.3 Patogenesis
Defek genetik
Selama lebih dari 2 dekade, penelitian menjelaskan mengenai defek genetik dan
abnormalitas molekular yang berhubungan dengan pembentukan dan progresifitas
adenoma dan carcinoma colorectal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (Kras) dan atau inaktivasi tumor suppressor genes (APC,DCC (deleted in colorectal
carcinoma), p53). Carcinoma colorectal diduga berasal dari polip adenoma dengan
akumulasi mutasi tersebut.
Defek pada gen APC pertama kali dideskripsikan pada pasien FAP dan ditemukan
mutasi gen APC. Hal tersebut ditemukan pada 80% carcinoma colorectal sporadis.
Gen APC merupakan tumor-suppressor gene. Mutasi pada alel-alel diperlukan
untuk memulai pembentukan polip. Kebanyakan mutasi adalah stop codon yang
prematur, yang menghasilkan protein APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi
berkorelasi dengan beratnya gejala penyakit
Akumulasi mutasi-mutasi menyebabkan akumulasi genetik yang rusak yang
menghasilkan keganasan. K-ras merupakan proto-oncogen dan menyebabkan
pembelahan sel yang tak terkontrol. DCC merupakan tumor supressor gene dan
kehilangan kemampuannya dalam mendegenerasi keganasan. Tumor supressor gene
p53 merupakan protein yang penting untuk menginisiasi apoptosis sel yang
mempunyai kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.1,3

11

Skema yang menunjukkan progresi dari epitel colon


yang normal menjadi karsinoma colon1,5

2.4 Gejala Klinik


Gejala awal dari karsinoma colorectal biasanya tidak jelas, seperti kehilangan
berat badan dan kelelahan. Gejala lokal pada usus biasanya jarang, dan baru timbul
ketika tumor telah tumbuh menjadi berukuran besar. Biasanya makin dekat dengan
anus, maka gejala lokal pada usus semakin sering muncul3.
Gejala klinik dibagi menjadi gejala lokal, gejala konstitusi, dan gejala
metastasis3.
Gejala lokal1,3,4 :
Perubahan Pola BAB, dapat berupa konstipasi maupun diare.
Perasaan BAB yang tidak tuntas (tenesmus) dan diameter feces mengecil
sering ditemukan pada karsinoma colorectal.
Feces yang bercampur darah
Feces dengan mucus
12

Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya
lebih berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal
bagian atas seperti kelainan pada lambung atau duodenum.
Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung, dan muntah yang seperti
feces.
Dapat teraba massa di abdomen.
Gejala yang berhubungan dengan invasi karsinoma ke vesica urinaria
menyebabkan hematuria atau pneumaturia, atau invasi ke vagina
menyebabkan pengeluaran sekret vagina yang berbau. Ini terjadi pada
stadium akhir, menunjukkan tumor yang besar.
Gejala konstitusi (sistemik)1,3,4 :
Kehilangan berat badan mungkin adalah gejala yang paling umum,
disebabkan karena hilangnya nafsu makan.
Anemia, menyebabkan pusing, mual, kelelahan, dan palpitasi. Secara
klinik pasien akan terlihat pucat dan hasil tes darah menunjukkan
kadar haemoglobin yang rendah.
Gejala metastasis1,3,4
Metastasis pada hati menyebabkan :
Ikterus
Rasa nyeri di abdomen, lebih sering pada bagian atas dari
epigastrium atau dinding kanan abdomen.
Pembesaran hepar
Bekuan darah pada arteri dan vena, sindroma paraneoplastik yang
berhubungan dengan hiperkoagulabilitas dari darah.

13

2.5 Tumor ganas


2.5.1 Hereditary colorectal carcinoma
a. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
Merupakan polip adenoma yang berproses menuju keganasan mengikuti runtutan
adenoma-carcinoma, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi perubahan
keganasan adalah 100%.
b. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (Lynchs Syndrome)
Sindroma ini dikrakteristikan oleh autosomal dominan yang diturunkan,
manifestasi keganasan terjadi pada usia muda, lesi predominan pada proximal
colon, dan adanya tendensi lesi synchronous dan metachronous. Pasien sebaiknya
diterapi dengan colectomy subtotal. Carcinoma berkembang dari polip adenoma
melelui progresifitas adenoma-carcinoma yang tipikal. Pada varian dari sindroma
ini terdapat peningkatan insidensi keganasan endometium, gaster, ovarium, dan
traktus urinarius.
Kriteria untuk sindroma ini adalah:
Pada gambaran histopatologis, sejurang-kurangnya didapatkan asdanya 3
hubungan dengan carcinoma colorectal, 2 dari hal tersebut merupakan
derajat pertama.
Yang terlibat sekurang-kurangnya 2 generasi
Sekurang-kurangnya 1 pasien didiagnosis dibawah umur 50 tahun. 1,3,4
2.5.2 Carcinoma colorectal
Insidensi
Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada traktus
gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Insidensi pria sebanding dengan wanita. Carcinoma recti
14

lebih sering pada laki-laki, sedangkan carcinoma colon lebih sering pada wanita.
Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50
tahun.1,2
Predileksi
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid. 2
Tabel 1. Predileksi carcinoma colorectal2
Letak

Persentase

Caecum dan colon ascendens

10

Colon transversum

10

Colon descendens

Rectosigmoid

75

Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid atau
vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di
bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2
Gejala klinis
Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan
atau akibat metastasis.
2.5.2.1.Carcinoma colon kanan
Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor
obstruksi. Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas, gejala
umumnya nerupa dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan
15

anemia. Oleh karena itu pasien sering datang dalam keadaan terlambat. Nyeri
pada carcinoma colon kanan bermula di epigastrium.
2.5.2.2 .Carcinoma colon kiri dan rectum
Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,
terlebih karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti
konstipasi atau defekasi dengan tenesmus. Makin ke distal letak tumor, faeces
makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau
lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat pada carcinoma rectum.
Nyeri pada colon kiri bermula di bawah umbilicus
Pada pemerikasaan fisik, bila tumor kecil maka tidak teraba pada palpasi
abdomen, bila sudah terba berarti sudah menunjukkan keadaan lanjut. Massa di
colon sigmoideum lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain colon.
Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan. 2
Tabel 2. Faktor yang menentukan tanda dan gejala2

Tipe tumor

Colon kanan

Colon kiri

Rectum

Vegetative

Stenotik

Infiltratif

ulseratif
Ulseratif
Vegetatif
Kaliber viskus

Besar

Kecil/pipih

Besar

Isi viskus

Setengah cair

Setengah padat

Padat

Fungsi utama

Absorbsi

Penyimpanan

Defekasi

Colon kanan

Colon kiri

Rectum

Aspek klinis

Colitis

Obstruksi

Proktitis

Nyeri

Karena

Karena obstruksi

Tenesmus

Tabel 3. Gejala klinis 2

penyusupan
Defekasi

Diare atau diare konstipasi

Tenesmus

terus
16

berkala

progresif

menerus

Obstruksi

Jarang

Hampir selalu

Tidak jarang

Darah pada faeces

Samar

Samar

atau Makroskopis

makroskopis
Faeces

Normal

(atau Normal

Perubahan bentuk

diare)
Dispepsi

Sering

Jarang

Jarang

Memburuknya

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Hampir selalu

Lambat

Lambat

keadaan umum
Anemia

2.6 Pemeriksaan penunjang


Terdapat beberapa pemeriksaan yang berbeda untuk tujuan ini3 :
Pemeriksaan rectal secara digital (rectal toucher) : dokter memasukkan jarinya yang
telah memakai sarung tangan dan diberi lubrikasi untuk meraba daerah yang
abnormal. Tindakan ini hanya dapat mendeteksi tumor yang cukup besar pada
bagian distal dari rektum, tetapi berguna sebagai pemeriksaan skrining awal3.
Fecal occult blood test (FOBT) : pemeriksaan terhadap darah dalam feces. Ada 2
tipe pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac based (pemeriksaan kimiawi) dan
immunochemical. Pemeriksaan dengan cara kimiawi tidak spesifik, sebab 90%
pasien dengan FOBT positif tidak menderita karsinima colon. Sensitivitas dari
pemeriksaan immunochemical jauh lebih baik daripada pemeriksaan secara
kimiawi1,3.
Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon
sigmoideum bagian distal.
b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi

17

Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau fiberoptik


dapat memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu yang baik.
Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk diagnostik dan terapetik,
merupakan metode yang paling akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat
sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk
diagnostik memiliki satu saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep
biopsi, elektrocauter, dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi.
Colonoskop untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara
simultan untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.

Gambar 7. Colonoskopi carcinoma colorectal6

Gambar karsinoma colon dan polip colon


Double contrast barium enema (DCBE): pertama-tama persiapan untuk
membersihkan colon dilakukan sejak semalam sebelumnya. Barium enema
dimasukkan, diikuti dengan pemasukan udara untuk mengembangkan colon.
18

Hasilnya adalah lapisan tipis dari barium akan meliputi dinding sebelah dalam
dari colon yang akan terlihat pada hasil pemeriksaan sinar X. karsinoma atau
polip prekarsinoma dapat dideteksi dengan cara ini. Namun teknik ini dapat gagal
mendeteksi polip yang datar (jarang ditemukan) atau berukuran kurang dari 1 cm.
Virtual colonoscopy menggantikan film sinar X pada pemeriksaan double contrast
barium enema dengan CT-Scan sehingga hasilnya lebih akurat1,3,7
Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala
obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa
yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit,
sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang
nonobstruksi.
b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal,
karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi
untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan kesensitivitasan
maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras per oral dan rectal,
pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat carcinoma colorectal yang
berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini
berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya
adalah terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae,
artefak, dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.
19

d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam
mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma
colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas.
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan jaringan
dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET
digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma
colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan
fibrosis.
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi
carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound
dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan
submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan
tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi
kedalamam invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga
dapat mendeteksi pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan
metastasis ke nodus limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%.
Ultrasound juga dapat digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah
pembedahan.
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik, pada
individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena
kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan
tes nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin.
Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa
20

makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan
false positif, sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini
dapat

ditingkatkan

spesifik

dan

sensitivitasnya

dengan

menggunakan

immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan


pemeriksaan colonoskopi.
b. Pemeriksaan DNA feces
Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang untuk
skrining

karsinoma

colorectal.

Adenoma

premalignan

dan

karsinoma

menghasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama proses pencernaan dan
tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
71-91%
c. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien
carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum
digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat
meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan
merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena
dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal.
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan
LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat
pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).

21

Histopatologi carcinoma colorectal6


Biopsi nodus limfatikus sentinel
Teknik ini digunakan pada beberapa keganasan, biasanya pada carcinoma
mammae dan melanoma. Tujuan biopsi ini adalah untuk mengidentifikasi nodus
limfatikus pertama yang sering menjadi tempat pertama metastasis. Pada
colorectal carcinoma, teknik ini bertujuan untuk meningkatkan hasil staging.
Pemeriksaan yang intensif dengan potongan histopatologi yang multipel,
imunohistokimia, dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)
dapat mendeteksi mikrometastasis pada pasien yang diketahui N0 pada teknik
konvensional.1,4,6
2.7 Diagnosis
Diagnosis carcinoma colorectal ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan
patologi anatomi.2
2.8. Diagnosis banding
Tabel 4. Diagnosis banding 2
Colon kanan

Colon tengah

Colon kiri

Rectum
22

Apendicular abscess

Ulcus pepticum

Colitis ulcerative

Polip

Massa

Carcinoma gaster

Polip

Prokitis

Abscess hepar

Diverticulitis

Fissura ani

Hepatocellular

Endometriosis

Haemorrhoid

periappendicular
Amuboma
Enteritis regionalis

carcinoma
Carcinoma ani
Cholecystitis
Kelainan pancreas
Kelainan

saluran

empedu
2.9. Klasifikasi
American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini
memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T),
status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase (M)
a.Sistem TNM
Tabel 5. Klasifikasi carcinoma colorectal berdasarkan sistem TNM3
Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium I

T1

N0

M0

T2

N0

M0

T3

N0

M0

T4

N0

M0

Semua T

N1

M0

N2,N3

M0

Semua N

M1

Stadium II

Stadium III

Stadium IV

Semua T

23

Tumor Primer
TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan
T0: Tidak ada bukti tumor primer
Tis: Carcinoma insitu
T1: Tumor menginvasi submukosa
T2: Tumor menginvasi muscularis propria
T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non
peritonealisasi pericolic atau perirectal
T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke
organ atau struktur lain.
Nodus limfatikus regional
NX: Nodus limfatikus regional tidak ditemukan
N0: Tidak ada metastase nodus limfatikus regional
N1: Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N2: Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N3: Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah
Metastase jauh
MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai
M1: Tidak ada metastase
M2: Metastase
Sistem TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana
24

Stadium I dari TNM sama dengan Duke A


Stadium II dari TNM sama dengan Duke B
Stadium III dari TNM sama dengan Duke C
Stadium IV dari TNM sama dengan Duke D 3
b. Sistem Dukes2
Tabel 6. Klasifikasi Duke 2
Prognosis hidup
Dukes

Dalamnya infiltrasi
setelah 5 tahun

Terbatas di dinding usus

97%

Menembus lapisan muskularis mukosa

80%

Metastasis ke kelenjar limfe

65%

C1

Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer

35%

C2

Dalam kelenjar limfe jauh

Metastasis jauh

<5%

c.AJCC stage groupings1,5


Stadium karsinoma biasanya dituliskan sebagai angka I,II,III,IV, yang
merupakan turunan dari sistem TNM, berdasarkan prognosisnya. Angka yang lebih
besar menunjukkan karsinoma yang lebih lanjut dan hasil akhir yang lebih buruk.
Stage 0 Tis, N0, M0
Stage I T1, N0, M0
T2, N0, M0

25

Stage IIA T3, N0, M0


Stage IIB T4, N0, M0
Stage IIIA T1, N1, M0
T2, N1, M0
Stage IIIB T3, N1, M0
T4, N1, M0
Stage IIIC Any T, N2, M0
Stage IV Any T, Any N, M1
2.10 Histopatologi
Hasil histopatologi biasanya didapatkan dari analisis jaringan yang diambil
dari biopsi ataupun pembedahan. Tipe yang paling umum adalah adenocarcinoma,
yang didapatkan pada 95% kasus. Tipe lain yang lebih jarang adalah lymphoma dan
squamous cell carcinoma. Karsinoma pada colon kanan (colon ascendens dan
caecum) biasanya exophytic, di mana tumor tumbuh keluar dari dinding usus, maka
jenis ini sangat jarang menyebabkan obstruksi usus dan biasanya muncul dengan
gejala awal anemia. Sedangkan karsinoma pada colon kiri seringnya sirkumferential,
dan dapat menyebabkan obstruksi usus3.
Pada pemeriksaan histopatologi adenocarcinoma adalah tumor ganas epitelial,
berasal dari kelenjar epitel dari mukosa colorectal. Tumor ini akan menginvasi
mukosa, menginvasi muscularis mucosa, submucosa, lalu ke muscularis propria. Sel
tumor memiliki struktur tubular yang irregular, inti yang beragam, berlumen banyak,
dan stroma yang sedikit. Terkadang, sel tumor menginvasi jaringan intersistial dan
menghasilkan banyak mucus. Pada pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai daerahdaerah yang kosong, ini disebut mucinous (colloid) adenocarcinoma, dan merupakan
jenis yang berdiferensiasi buruk. Jika mucus tertahan di dalam sel dan mendorong
intinya ke tepi maka akan memberikan gambaran Signet ring cell. Berdasarkan
arsitektur kelenjarnya, pleomorfisme seluler, dan pola sekresi mucus, adenocarcinoma
26

dapat dibedakan menjadi berdiferensiasi baik, sedang, ataupun buruk. Jika perubahan
histologis mengarah pada squamous cell carcinoma maka lesi tersebut akan lebih
responsif terhadap kemoterapi dan radioterapi3,8,9.
2.11. Metastasis
Carcinoma colorectal mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil
menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral ke jaringan dan
organ visceral lainnya. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau
organ sekitarnya seperti ureter, vesica urinaria, uterus, vagina, atau prostat.
Keterkaitan nodus limfatikus regional merupakan bentuk yang paling sering
pada penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya mendahului metastasis jauh atau
menyebabkan carcinomatosis. Penyebaraan ke nodus limfatikus meningkat dengan
pertambahan ukuran tumor, diferensiasi histologis yang buruk, invasi limfovaskular
dan kedalaman invasi.
Pada carcinoma colon, penyebaran limfatik biasanya mengikuti aliran vena besar
dari segmen colon yang terkait. Penyebaran limfatik dari rectum mengikuti 2 jalur.
Pada rectum bagian atas, pengaliran ascendens sepanjang pembuluh rectalis superior
ke kelenjar mesenterica inferior. Pada rectum bagian bawah, pengaliran limfatik
terjadi sepanjang pembuluh rectalis media. Penyebaran sepanjang pembuluh rectalis
inferior ke kelenjar iliaca interna atau inguinal jarang terjadi kecuali jika tumor
mengenai canalis analis atau aliran limfatik proximal diblok oleh tumor.
Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma colorectal
adalah hepar. Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen melalui system vena
portal. Seperti pada penyebaran ke nodus limfatikus, risiko metastasis ke hepar
meningkat dengan peningkatan ukuran tumor dan grade tumor, namun tumor yang
kecil pun dapat menyebabkan metastasis jauh. Paru-paru juga merupakan tempat
penyebaran hematogen carcinoma colorectal, namun jarang terjadi. Penyebaran ke
peritoneal mengakibatkan carcinomatosis (metastasis peritoneal difus) dengan atau
tanpa ascites.1,2

27

2.12. Penatalaksanaan
A. Pembedahan3
Pembedahan dapat dikategorikan menjadi curative, palliative, bypass, fecal
diversion,atau open-and-close.
Curative, tindakan ini dapat dilakukan bila tumor terlokalisir. Karsinoma yang
sangat dini seperti polip biasanya dapat disembuhkan dengan polypectomy
pada saat colonoscopy. Tumor yang lebih lanjut membutuhkan sebagian colon
yang mengandung tumor dibuang hingga batas tertentu (contohnya colectomy)
dan reseksi radikal en-bloc dari mesenterium dan lymph node untuk
mengurangi resiko rekurensi. Jika mungkin bagian yang tersisa dari colon
dilakukan anastomosis, jika tidak memungkinkan anus buatan (stoma) harus
dibuat. Pembedahan terhadap metastase ke hepar yang terisolasi dapat
menyembuhkan pada pasien tertentu. Dengan semakin majunya kemoterapi,
maka semakin banyak pasien yang ditawarkan pembedahan terhadap
metastasis ke hepar yang terisolasi.
Palliative, dilakukan jika terdapat metastasis yang multipel. Reseksi dari tumor
primer masih dianjurkan untuk menghindari kematian akibat perdarahan,
invasi, ataupun efek katabolik. Dilakukan bila tumor tidak dapat direseksi
untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan
supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor tidak dapat diangkat maka
dapat dilakukan bedah pintas atau anus pretenaturalis. Pada metastasis ke
hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat dipertimbangkan eksisi
metastasi. Pemberian sitostatika melalui arteri hepatica, yaitu perfusi secara
selektif, kadang disertai terapi embolisasi2
Jika tumor menginvasi struktur disekitarnya sehingga eksisi sulit dilakukan,
maka ahli bedah lebih menyukai melakukan bypass dari tumor (ileotransverse
bypass) atau melakukan fecal diversion dengan pembuatan stoma pada tempat
yang lebih proximal.

28

Pada kasus terburuk dapat dilakukan pembedahan open-and-close. Hal ini


dilakukan jika ahli bedah menemukan tumor tidak dapat direseksi dan usus
kecil sudah terinvasi, dan tindakan lebih lanjut akan lebih membahayakan
pasien. Dengan majunya teknik pencitraan hal ini sudah jarang terjadi.
Laparoscopic-assisted colectomy adalah teknik yang kurang invasif yang dapat
mengurangi ukuran sayatan dan nyeri pasca operasi.
Komplikasi dari pembedahan antara lain3,9 :
Infeksi luka
Impotensi
Dehiscence atau hernia
anastomosis bocor atau terlepas, menyebabkan pembentukan abscess atau
fistula, dan atau peritonitis.
Perdarahan dengan atau tanpa pembentukan hematom
Adhesi menyebabkan obstruksi usus
Cedera organ di sekitarnya (seringnya usus kecil, ureter, limpa, dan vesica
urinaria)
Komplikasi Cardiopulmonal seperti infark miocard, pneumonia, aritmia cordis,
emboli paru dan sebagainya.
Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna, baik
bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak
memberikan manfaat kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala
penyebaran lokal maupun jauh.
B. Kemoterapi3
Kemoterapi berguna untuk mengurangi kemungkinan metastasis, mengecilkan
ukuran tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor. Biasanya diberikan setelah
29

pembedahan (adjuvant), atau sebelum pembedahan (neo-adjuvant), atau sebagai


terapi primer (palliative). Kemoterapi sesudah pembedahan biasanya diberikan
setelah karsinoma menyebar ke lymph node (stadium III). Beberapa obat yang
disetujui oleh US Food and Drug Administration adalah :
Adjuvant (setelah pembedahan) kemoterapi :
Kombinasi dengan infusan 5-fluorouracil, leucovorin, dan oxaliplatin (FOLFOX)
5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine (Xeloda)
Leucovorin (LV, Folinic Acid)
Oxaliplatin (Eloxatin)
Kemoterapi untuk yang sudah metastasis3,10 :
Obat pilihan utamanya adalah kombinasi 5-fluorouracil, leucovorin, dan oxaliplatin
(FOLFOX) dengan bevacizumab atau infusan 5-fluorouracil, leucovorin, and
irinotecan (FOLFIRI) dengan bevacizumab
5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine
UFT atau Tegafur-uracil
Leucovorin (LV, Folinic Acid)
Irinotecan (Camptosar)
Oxaliplatin (Eloxatin)
Bevacizumab (Avastin)
Cetuximab (Erbitux)
Panitumumab (Vectibix)
Sedang dalam percobaan untuk yang karsinoma metastasis yang tidak efektif dengan
kemoterapi di atas :
30

Bortezomib (Velcade)
Oblimersen (Genasense, G3139)
Gefitinib dan Erlotinib (Tarceva)
Topotecan (Hycamtin)
C. Radioterapi3
Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada karsinoma colon, karena dapat
menyebabkan radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah spesifik dari
colon. Biasanya lebih sering diberikan radioterapi pada karsinoma rectal karena
rectum tidak bergerak sebanyak colon maka lebih mudah untuk dibidik.
Indikasi radioterapi adalah :
Karsinoma colon :
Menghilangkan nyeri dan palliative, ditargetkan pada deposit tumor jika menekan
struktur vital atau menyebabkan sakit.
Karsinoma rectal
Biasanya diberikan sebelom pembedahan (neoadjuvant) pada tumor yang tumbuh
keluar dari rectum atau telah menyebar ke nodus limfatikus, dengan tujuan
menurunkan resiko rekurensi.
Adjuvant, jika tumor menyebabkan perforasi dari rectum atau karsinoma sudah
menyebar ke nodus limfatikus.
Palliative, untuk mengurangi ukuran tumor untuk meringankan gejala.
D. Immunoterapi3
Bacillus Calmette-Gurin (BCG) sedang diteliti sebagai campuran adjuvant
untuk terapi colorectal3.

31

E. Vaksin3,4
Pada November 2006, vaksin baru, TroVax bekerja dengan meningkatkan
immunitas pasien untuk melawan penyakit.
Tabel 7. Terapi carcinoma colorectal menurut stadium1
Stadium
Stadium 0

Terapi
Eksisi lokal secara komplit melalui
endoskopi

(Tumor In Situ)
Stadium 1

Reseksi colon atau rectum

(Carcinoma Colorectal terlokalisasi)

Dapat ditambah adjuvant kemoterapi


pada pasien tertentu (usia muda,
temuan

histologi

yang

beresiko

tinggi)
Stadium 2

Reseksi colon atau rectum

(Carcinoma Colorectal terlokalisasi)

Dapat ditambah adjuvant kemoterapi


pada pasien tertentu (usia muda,
temuan

histologi

yang

beresiko

tinggi)
Stadium 3

Adjuvant

kemoterapi,

radioterapi

imunoterapi.
(Metastasis ke nodus limfatikus)
Reseksi radikal
Stadium 4

Adjuvant kemoterapi

(Metastasis jauh)

Reseksi hepar bila terdapat metastasis


ke hepar
Terapi Paliatif

2.13. Prognosis

32

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi


penyebaran carcinoma dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai diferensiasi sel
tumor yang buruk, maka prognosisnya sangat buruk.2 Angka harapan hidup pada
stadium awal adalah 5 kali lipat lebih besar dari stadium akhir. CEA juga secara
langsung berhubungan dengan prognosis dari penyakit
2.14 Follow-up
U.S. National Comprehensive Cancer Network dan American Society of Clinical
Oncology memberikan panduan untuk follow-up karsinoma colon :
Pemeriksaan fisik setiap 3 sampai 6 bulan selama 2 tahun., lalu setiap 6
bulan selama 5 tahun.
CT-scan dada, abdomen, dan pelvis dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
secara rutin selama 3 tahun pertama pada pasien dengan resiko tinggi
terjadi rekurensi.
Colonoscopy dapat dilakukan 1 tahun setelahnya, kecuali belum dilakukan
pada sebelum pembedahan karena adanya massa yang menghalangi.
Dalam kasus tersebut sebaiknya dilakukan setelah 3 Sampai 6 bulan.
PET or ultrasound scanning, chest X-rays, pemeriksaan darah lengkap atau
tes fungsi hati tidak disarankan3.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and
anus. In Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P
1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum.
Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabistons
Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 144365.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingotss Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingotss Abdominal operation.
10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org.
7. Mayoclinic. 2006. Colon cancer.
http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/
8. GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/
9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for
colorectal cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp

34

Anda mungkin juga menyukai