LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. N
Usia
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Pria
Pekerjaan
: Buruh
Agama
: Islam
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada istri pasien di
Bangsal Bedah & Ruang IGD RSMM.
KeluhanUtama
Keluhan Tambahan
Riwayat Kebiasaan
Merokok dan minum minuman beralkohol disangkal. Pasien sering mengaku
cukup menkonsumsi sayur dan buah-buahan. Minum diakui 6-8 gelas/hari
KEADAAN UMUM
Kesan sakit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Gizi
Sianosis
: (-)
Oedem umum
: (-)
Sesak napas
: (-)
Cara berjalan
Mobilitas
: baik
STATUS GENERALIS
Kepala
: normocephali
Rambut
Wajah
Mata
: mukosa mulut baik, mukosa pipi tenang, palatum baik, tidak ada
Kelainan pada gigi geligi.
Hidung
Telinga
Tenggorokan
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: bentuk dada nomal, bentuk tulang dada datar, sela iga normal,
retraksi sela iga (-/-), gerakan dinding dada saat statis dan dinamis
simetris.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:-
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
(+), simetris
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Lengan dan Tungkai
Kanan
Kiri
Tonus
Normotoni
Normotoni
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Sendi
Bebas
Bebas
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
+5
+5
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Otot
Normal
Interpretasi
134
136-146
Menurun
Kalium K+
3.5-5.0
Normal
Chlorida Cl-
98
95-115
Normal
Hemoglobin
13.4
g/dl
14-16
Menurun
13910
/mm3
4000-10000
Meningkat
Hematrokit
38
40-50
Menurun
SGOT
35
U/l
<42
Normal
SGPT
35
U/l
<47
Normal
Ureum
41.2
mg/dl
10-50
Normal
Kreatinin
0.95
mg/dl
0.7-1.4
Normal
Glukosa Sewaktu
135
mg/dl
<140
Normal
Natrium Na+
10/9/14
Leukosit
Hasil
Satuan
V. DIAGNOSIS KERJA
Abdominal Pain e.c Susp. Ileus Letak Tinggi
VII. PENATALAKSANAAN
Pada pasien ini direncanakan tindakan pembedahan Kolostomi. Serta
kemoterapi
VIII. FOLLOW UP
O.
KU
Kesadaran
: compos mentis
TD
: 90/70 mmHg
: 120 x/menit
5
RR
: 36x/menit
suhu
: 36.5oC
Post-kolostomi hari-1
P.
Dilanjutkan pengobatan
Demam menggigil, pada saat feses keluar dari lubang yang dibuat di perut
dirasakan sedikit nyeri
O.
KU
Kesadaran
: compos mentis
TD
: 100/80 mmHg
: 120 x/menit
RR
: 36x/menit
suhu
: 37.8oC
Post-kolostomi hari-4
P.
Dilanjutkan pengobatan
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia Ad Bonam
IX. RESUME
Ny. C usia 42 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Marzoeki Mahdi
Bogor dengan keluhan nyeri perut daerah suprapubik dan epigastrium sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada semua
region dan shifting dullness (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis mancapai
22.140 mm3 dan pada hasil pemeriksaan lab lanjutan didapatkan Ca 125 meningkat
mencapai 106. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan kecurigaaan kearah
keganasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Colorectal
2.1.1 Struktur
Colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang 90-150 cm,
sampai perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Caecum merupakan
bagian terlebar (7,5 8,5 cm), dan colon sigmoideum merupakan bagian tersempit
(2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal, caecum merupakan bagian yang paling
sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa, submucosa, otot sirkular,
otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan serosa. Kekuatan
mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa, yang memiliki
kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan colon descendens terfiksasi
pada retroperitoneal, sedangkan caecum, colon transversum, dan colon
sigmoideum berada intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel pada colon
transversum.
Rectum memiliki panjang 12-15 cm, mulai dari perbatasan sigmoid-rectum
sampai perbatasan rectum-anus. Taenia coli berakhir pada distal colon
sigmoideum, dan lapisan otot longitudinal dari rectum terus berlanjut. Pada bagian
atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di bagian anterior, sedangkan
bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi oleh fascia pelvis.1
Flora colon
Bakteri yang paling banyak pada colon adalah bakteri anaerob Bacteroides.
Escherichia coli dan enterobacteria lainnya adalah bakteri aerob. Bakteri colon
berperan penting dalam produksi vitamin K. Supresi flora normal dengan
antibiotik broad-spectrum dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari
patogen, khususnya Clostridium difficile.
Gas colon
99% gas di colon adalah nitrogen, oksigen, carbon dioksida, hidrogen, dan
metana. Gas dalam usus berasal dari udara yang tertelan, fermentasi karbohidrat
dan protein oleh bakteri dalam lumen usus, dan difusi ke lumen usus dari darah.
Dalam sehari, volume flatus sekitar 600cc.1
2.2 Etiologi & faktor risiko
Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui
bahwa proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan
perubahan kode genetik, pada germ line atau mutasi somatik yang didapat.
Faktor herediter
Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan bahwa 1015% carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada Familial
adenomatous Polyposis (FAP) dan sindroma Lynch.
Usia
Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal. Insidensi
meningkat diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun tetap saja dapat
menderita carcinoma colorectal, sehingga bila ditemukan gejala-gejala keganasan
harus tetap dievaluasi.
Diet dan lingkungan
setelah
penggunaan
lebih
dari
35
tahun.
Pasien
dengan
10
2.3 Patogenesis
Defek genetik
Selama lebih dari 2 dekade, penelitian menjelaskan mengenai defek genetik dan
abnormalitas molekular yang berhubungan dengan pembentukan dan progresifitas
adenoma dan carcinoma colorectal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (Kras) dan atau inaktivasi tumor suppressor genes (APC,DCC (deleted in colorectal
carcinoma), p53). Carcinoma colorectal diduga berasal dari polip adenoma dengan
akumulasi mutasi tersebut.
Defek pada gen APC pertama kali dideskripsikan pada pasien FAP dan ditemukan
mutasi gen APC. Hal tersebut ditemukan pada 80% carcinoma colorectal sporadis.
Gen APC merupakan tumor-suppressor gene. Mutasi pada alel-alel diperlukan
untuk memulai pembentukan polip. Kebanyakan mutasi adalah stop codon yang
prematur, yang menghasilkan protein APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi
berkorelasi dengan beratnya gejala penyakit
Akumulasi mutasi-mutasi menyebabkan akumulasi genetik yang rusak yang
menghasilkan keganasan. K-ras merupakan proto-oncogen dan menyebabkan
pembelahan sel yang tak terkontrol. DCC merupakan tumor supressor gene dan
kehilangan kemampuannya dalam mendegenerasi keganasan. Tumor supressor gene
p53 merupakan protein yang penting untuk menginisiasi apoptosis sel yang
mempunyai kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.1,3
11
Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya
lebih berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal
bagian atas seperti kelainan pada lambung atau duodenum.
Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung, dan muntah yang seperti
feces.
Dapat teraba massa di abdomen.
Gejala yang berhubungan dengan invasi karsinoma ke vesica urinaria
menyebabkan hematuria atau pneumaturia, atau invasi ke vagina
menyebabkan pengeluaran sekret vagina yang berbau. Ini terjadi pada
stadium akhir, menunjukkan tumor yang besar.
Gejala konstitusi (sistemik)1,3,4 :
Kehilangan berat badan mungkin adalah gejala yang paling umum,
disebabkan karena hilangnya nafsu makan.
Anemia, menyebabkan pusing, mual, kelelahan, dan palpitasi. Secara
klinik pasien akan terlihat pucat dan hasil tes darah menunjukkan
kadar haemoglobin yang rendah.
Gejala metastasis1,3,4
Metastasis pada hati menyebabkan :
Ikterus
Rasa nyeri di abdomen, lebih sering pada bagian atas dari
epigastrium atau dinding kanan abdomen.
Pembesaran hepar
Bekuan darah pada arteri dan vena, sindroma paraneoplastik yang
berhubungan dengan hiperkoagulabilitas dari darah.
13
lebih sering pada laki-laki, sedangkan carcinoma colon lebih sering pada wanita.
Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50
tahun.1,2
Predileksi
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid. 2
Tabel 1. Predileksi carcinoma colorectal2
Letak
Persentase
10
Colon transversum
10
Colon descendens
Rectosigmoid
75
Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid atau
vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di
bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2
Gejala klinis
Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan
atau akibat metastasis.
2.5.2.1.Carcinoma colon kanan
Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor
obstruksi. Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas, gejala
umumnya nerupa dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan
15
anemia. Oleh karena itu pasien sering datang dalam keadaan terlambat. Nyeri
pada carcinoma colon kanan bermula di epigastrium.
2.5.2.2 .Carcinoma colon kiri dan rectum
Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,
terlebih karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti
konstipasi atau defekasi dengan tenesmus. Makin ke distal letak tumor, faeces
makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau
lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat pada carcinoma rectum.
Nyeri pada colon kiri bermula di bawah umbilicus
Pada pemerikasaan fisik, bila tumor kecil maka tidak teraba pada palpasi
abdomen, bila sudah terba berarti sudah menunjukkan keadaan lanjut. Massa di
colon sigmoideum lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain colon.
Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan. 2
Tabel 2. Faktor yang menentukan tanda dan gejala2
Tipe tumor
Colon kanan
Colon kiri
Rectum
Vegetative
Stenotik
Infiltratif
ulseratif
Ulseratif
Vegetatif
Kaliber viskus
Besar
Kecil/pipih
Besar
Isi viskus
Setengah cair
Setengah padat
Padat
Fungsi utama
Absorbsi
Penyimpanan
Defekasi
Colon kanan
Colon kiri
Rectum
Aspek klinis
Colitis
Obstruksi
Proktitis
Nyeri
Karena
Karena obstruksi
Tenesmus
penyusupan
Defekasi
Tenesmus
terus
16
berkala
progresif
menerus
Obstruksi
Jarang
Hampir selalu
Tidak jarang
Samar
Samar
atau Makroskopis
makroskopis
Faeces
Normal
(atau Normal
Perubahan bentuk
diare)
Dispepsi
Sering
Jarang
Jarang
Memburuknya
Hampir selalu
Lambat
Lambat
Hampir selalu
Lambat
Lambat
keadaan umum
Anemia
17
Hasilnya adalah lapisan tipis dari barium akan meliputi dinding sebelah dalam
dari colon yang akan terlihat pada hasil pemeriksaan sinar X. karsinoma atau
polip prekarsinoma dapat dideteksi dengan cara ini. Namun teknik ini dapat gagal
mendeteksi polip yang datar (jarang ditemukan) atau berukuran kurang dari 1 cm.
Virtual colonoscopy menggantikan film sinar X pada pemeriksaan double contrast
barium enema dengan CT-Scan sehingga hasilnya lebih akurat1,3,7
Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala
obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa
yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit,
sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang
nonobstruksi.
b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal,
karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi
untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan kesensitivitasan
maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras per oral dan rectal,
pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat carcinoma colorectal yang
berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini
berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya
adalah terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae,
artefak, dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.
19
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam
mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma
colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas.
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan jaringan
dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET
digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma
colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan
fibrosis.
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi
carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound
dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan
submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan
tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi
kedalamam invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga
dapat mendeteksi pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan
metastasis ke nodus limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%.
Ultrasound juga dapat digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah
pembedahan.
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik, pada
individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena
kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan
tes nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin.
Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa
20
makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan
false positif, sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini
dapat
ditingkatkan
spesifik
dan
sensitivitasnya
dengan
menggunakan
karsinoma
colorectal.
Adenoma
premalignan
dan
karsinoma
menghasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama proses pencernaan dan
tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
71-91%
c. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien
carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum
digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat
meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan
merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena
dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal.
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan
LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat
pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).
21
Colon tengah
Colon kiri
Rectum
22
Apendicular abscess
Ulcus pepticum
Colitis ulcerative
Polip
Massa
Carcinoma gaster
Polip
Prokitis
Abscess hepar
Diverticulitis
Fissura ani
Hepatocellular
Endometriosis
Haemorrhoid
periappendicular
Amuboma
Enteritis regionalis
carcinoma
Carcinoma ani
Cholecystitis
Kelainan pancreas
Kelainan
saluran
empedu
2.9. Klasifikasi
American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini
memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T),
status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase (M)
a.Sistem TNM
Tabel 5. Klasifikasi carcinoma colorectal berdasarkan sistem TNM3
Stadium 0
Tis
N0
M0
Stadium I
T1
N0
M0
T2
N0
M0
T3
N0
M0
T4
N0
M0
Semua T
N1
M0
N2,N3
M0
Semua N
M1
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Semua T
23
Tumor Primer
TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan
T0: Tidak ada bukti tumor primer
Tis: Carcinoma insitu
T1: Tumor menginvasi submukosa
T2: Tumor menginvasi muscularis propria
T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non
peritonealisasi pericolic atau perirectal
T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke
organ atau struktur lain.
Nodus limfatikus regional
NX: Nodus limfatikus regional tidak ditemukan
N0: Tidak ada metastase nodus limfatikus regional
N1: Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N2: Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N3: Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah
Metastase jauh
MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai
M1: Tidak ada metastase
M2: Metastase
Sistem TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana
24
Dalamnya infiltrasi
setelah 5 tahun
97%
80%
65%
C1
35%
C2
Metastasis jauh
<5%
25
dapat dibedakan menjadi berdiferensiasi baik, sedang, ataupun buruk. Jika perubahan
histologis mengarah pada squamous cell carcinoma maka lesi tersebut akan lebih
responsif terhadap kemoterapi dan radioterapi3,8,9.
2.11. Metastasis
Carcinoma colorectal mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil
menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral ke jaringan dan
organ visceral lainnya. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau
organ sekitarnya seperti ureter, vesica urinaria, uterus, vagina, atau prostat.
Keterkaitan nodus limfatikus regional merupakan bentuk yang paling sering
pada penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya mendahului metastasis jauh atau
menyebabkan carcinomatosis. Penyebaraan ke nodus limfatikus meningkat dengan
pertambahan ukuran tumor, diferensiasi histologis yang buruk, invasi limfovaskular
dan kedalaman invasi.
Pada carcinoma colon, penyebaran limfatik biasanya mengikuti aliran vena besar
dari segmen colon yang terkait. Penyebaran limfatik dari rectum mengikuti 2 jalur.
Pada rectum bagian atas, pengaliran ascendens sepanjang pembuluh rectalis superior
ke kelenjar mesenterica inferior. Pada rectum bagian bawah, pengaliran limfatik
terjadi sepanjang pembuluh rectalis media. Penyebaran sepanjang pembuluh rectalis
inferior ke kelenjar iliaca interna atau inguinal jarang terjadi kecuali jika tumor
mengenai canalis analis atau aliran limfatik proximal diblok oleh tumor.
Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma colorectal
adalah hepar. Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen melalui system vena
portal. Seperti pada penyebaran ke nodus limfatikus, risiko metastasis ke hepar
meningkat dengan peningkatan ukuran tumor dan grade tumor, namun tumor yang
kecil pun dapat menyebabkan metastasis jauh. Paru-paru juga merupakan tempat
penyebaran hematogen carcinoma colorectal, namun jarang terjadi. Penyebaran ke
peritoneal mengakibatkan carcinomatosis (metastasis peritoneal difus) dengan atau
tanpa ascites.1,2
27
2.12. Penatalaksanaan
A. Pembedahan3
Pembedahan dapat dikategorikan menjadi curative, palliative, bypass, fecal
diversion,atau open-and-close.
Curative, tindakan ini dapat dilakukan bila tumor terlokalisir. Karsinoma yang
sangat dini seperti polip biasanya dapat disembuhkan dengan polypectomy
pada saat colonoscopy. Tumor yang lebih lanjut membutuhkan sebagian colon
yang mengandung tumor dibuang hingga batas tertentu (contohnya colectomy)
dan reseksi radikal en-bloc dari mesenterium dan lymph node untuk
mengurangi resiko rekurensi. Jika mungkin bagian yang tersisa dari colon
dilakukan anastomosis, jika tidak memungkinkan anus buatan (stoma) harus
dibuat. Pembedahan terhadap metastase ke hepar yang terisolasi dapat
menyembuhkan pada pasien tertentu. Dengan semakin majunya kemoterapi,
maka semakin banyak pasien yang ditawarkan pembedahan terhadap
metastasis ke hepar yang terisolasi.
Palliative, dilakukan jika terdapat metastasis yang multipel. Reseksi dari tumor
primer masih dianjurkan untuk menghindari kematian akibat perdarahan,
invasi, ataupun efek katabolik. Dilakukan bila tumor tidak dapat direseksi
untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan
supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor tidak dapat diangkat maka
dapat dilakukan bedah pintas atau anus pretenaturalis. Pada metastasis ke
hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat dipertimbangkan eksisi
metastasi. Pemberian sitostatika melalui arteri hepatica, yaitu perfusi secara
selektif, kadang disertai terapi embolisasi2
Jika tumor menginvasi struktur disekitarnya sehingga eksisi sulit dilakukan,
maka ahli bedah lebih menyukai melakukan bypass dari tumor (ileotransverse
bypass) atau melakukan fecal diversion dengan pembuatan stoma pada tempat
yang lebih proximal.
28
Bortezomib (Velcade)
Oblimersen (Genasense, G3139)
Gefitinib dan Erlotinib (Tarceva)
Topotecan (Hycamtin)
C. Radioterapi3
Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada karsinoma colon, karena dapat
menyebabkan radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah spesifik dari
colon. Biasanya lebih sering diberikan radioterapi pada karsinoma rectal karena
rectum tidak bergerak sebanyak colon maka lebih mudah untuk dibidik.
Indikasi radioterapi adalah :
Karsinoma colon :
Menghilangkan nyeri dan palliative, ditargetkan pada deposit tumor jika menekan
struktur vital atau menyebabkan sakit.
Karsinoma rectal
Biasanya diberikan sebelom pembedahan (neoadjuvant) pada tumor yang tumbuh
keluar dari rectum atau telah menyebar ke nodus limfatikus, dengan tujuan
menurunkan resiko rekurensi.
Adjuvant, jika tumor menyebabkan perforasi dari rectum atau karsinoma sudah
menyebar ke nodus limfatikus.
Palliative, untuk mengurangi ukuran tumor untuk meringankan gejala.
D. Immunoterapi3
Bacillus Calmette-Gurin (BCG) sedang diteliti sebagai campuran adjuvant
untuk terapi colorectal3.
31
E. Vaksin3,4
Pada November 2006, vaksin baru, TroVax bekerja dengan meningkatkan
immunitas pasien untuk melawan penyakit.
Tabel 7. Terapi carcinoma colorectal menurut stadium1
Stadium
Stadium 0
Terapi
Eksisi lokal secara komplit melalui
endoskopi
(Tumor In Situ)
Stadium 1
histologi
yang
beresiko
tinggi)
Stadium 2
histologi
yang
beresiko
tinggi)
Stadium 3
Adjuvant
kemoterapi,
radioterapi
imunoterapi.
(Metastasis ke nodus limfatikus)
Reseksi radikal
Stadium 4
Adjuvant kemoterapi
(Metastasis jauh)
2.13. Prognosis
32
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and
anus. In Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P
1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum.
Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabistons
Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 144365.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingotss Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingotss Abdominal operation.
10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org.
7. Mayoclinic. 2006. Colon cancer.
http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/
8. GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/
9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for
colorectal cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp
34