4.
5.
untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian
tersebut.
Bersifat induktif,
Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori,
tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan,
mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat,
menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari
proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab
proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam
konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam
bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan
dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling
berkaitan.
Mengutamakan makna,
Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada
persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya penelitian tentang peran kepala
sekolah dalam pembinaan guru, peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala
sekolah tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah
dan pandangannya tentang keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang
dialami dalam membina guru, mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu
terjadi. Sebagai bahan pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat
diperoleh titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan
kepala sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap
oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan tepat.
Berdasarkan ciri di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari
teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan
alami. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui
pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih
mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami.
Generalisasi tak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks
dan situasi tertentu. Realitas yang kompleks dan selalu berubah menuntut peneliti
cukup lama berada di lapangan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa bahwa
ciri-ciri metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
a. Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data
langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
b. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan
lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka
c. Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini
disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau
hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati
dalam proses.
d. Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak
mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai
penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
e. Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang
tampak.
Atas dasar penggunaanya, dapat dikemukakan bahwa tujuan penelitian kualitatif dalam
bidang pendidikan yaitu untuk:
a. Mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang
terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukenali
kekurangan dan kelemahan pendidikan sehingga dapat ditentukan upaya
penyempurnaannya.
b. Menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang
terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang dan waktu serta
situasi lingkungan pendidikan secara alami.
c. Menyusun hipotesis berkenaan dengan konsep dan prinsip pendidikan
berdasarkan data dan informasi yang terjadi di lapangan (induktif) untuk
kepentingan pengujian lebih lanjut melalui pendekatan kuantitatif.
d. Bidang kajian penelitian kualitatif dalam pendidikan antara lain berkaitan dengan
proses pengajaran, bimbingan, pengelolaan/manajemen kelas, kepemimpinan
dan pengawasan pendidikan, penilaian pendidikan, hubungan sekolah dan
masyarakat, upaya pengembangan tugas profesi guru, dan lain-lain. Selain
penelitian kualitatif yang digunakan dalam bidang pendidikan adalah penelitian
tindakan kelas.
PENELITIAN FENOMENOLOGI
Pengertian
Pendekatan fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada
filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia (sosiologi). Pendekatan
fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang menggunakan pengalaman
hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih baik tentang sosial budaya, politik atau konteks
sejarah dimana pengalaman itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian
dangan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji secara
mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu bertanya "apa
pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang subjek kajian penelitian". Peneliti
memulai kajiannya dengan ide filosofikal yang menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan
dengan memasuki wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu
pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna dari pengalaman
informan.
Prinsip
Berbicara tentang persoalan prinsip sebagai persoalan pertama, yang menjadi masalah
adalah apa prinsip yang mendasari penelitian kualitatif. Prinsip adalah dasar, landasan atau
fondasi yang mendasari setiap kegiatan penelitian. Membicarakan tentang prinsip dalam
penelitian berarti berbicara tentang paradigma atau perspektif yang digunakan sebagai sandaran
dalam penelitian. Paradigma atau perspektif secara sederhana acapkali diartikan sebagai sudut
pandang atau cara pandang. Adapun menurut Thomas Kuhn paradigma didefinisikan sebagai
suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (suject matter) dari
suatu cabang ilmu (dalam Alimandan, 1985: 4).
Terdapat beberapa paradigma atau perspektif yang mendasari penelitian kualitatif. Salah
satu diantaranya adalah yang dinamakan paradigma fenomenologi. Ditilik dari sejarah
perkembangannya paradigma fenomenologi sesungguhnya merupakan jawaban atas kelemahan
dari paradigma positivisme yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan ilmiah.
Salah satu gagasan terpenting dari paradigma fenomenologi yang menjadi landasan
pemikiran dalam penelitian kualitatiif adalah gagasan tentang bagaimana seharusnya peneliti
didalam memandang realitas sosial, fakta sosial atau fenomena sosial yang menjadi masalah
didalam penelitian. Menurut paradigma fenomenologi bahwa realitas itu tidak semata-mata
bersifat tunggal, objektif, terukur (measurable), dan dapat ditangkap oleh pancaindera
sebagaimana pandangan dari paradigma positivisme. Namun berbeda dengan itu bahwa
menurut paradigma fenomenologi realitas itu bersifat ganda atau dualisme dan subyektif
interpretatif atau hasil penafsiran subyektif.
Konsep Dasar
Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitankaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Sosiologi fenomenologis
pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan Edmund Husserl dan Alfred Schultz.
Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi tekanan pada verstehn, yaitu pengertian
interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomoenologi tidak berasumsi bahwa peneliti
mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka.
Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk
mengungkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis
adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia
konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan
bagaiaman suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam
kehidupannya sehari-hari. Para fenomenolog percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia
pelbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan
bahwa pengertian pengalaman kitalah yang membentuk kenyataan.
Konstruk penelitian
Ada berbagai cabang penelitian kualitatif, namun semua berpendapat sama tentang
tujuan pengertian subyek penelitian, yaitu melihatnya dari sudut pandang mereka. Jika ditelaah
secara teliti, frase dari segi pandang mereka menjadi persoalan. Persoalannya adalah dari segi
pandang mereka bukanlah merupakan ekspresi yang digunakan oleh subyek itu sendiri dan
belum tentu mewakili cara mereka berpikir. Dari segi pandangan mereka adalah cara peneliti
menggunakannya sebagai pendekatan dalam pekerjaannya. Jadi, dari segi pandangan mereka
merupakan konstruk penelitian. Melihat subyek dari segi ini hasilnya barangkali akan memaksa
subyek tersebut mengalami dunia yang asing baginya.
Sebenarnya upaya mengganggu dunia subyek oleh peneliti bagaimanapun perlu dalam
penelitian. Jika tidak, peneliti akan membuat tafsiran dan harus mempunyai kerangka konsep
untuk menafsirkannya. Peneliti kualitatif percaya bahwa mendekati orang dengan tujuan
mencoba memahami pandangan mereka dapat menghalangi pengalaman subyek. Bagi peneliti
kualitatif terdapat perbedaan dalam (1) Derajat mengatasi masalah metodologis/konseptual ini
dan (2) cara mengatasinya. Sebagian peneliti mencoba melakukan deskripsi fenomenologis
murni. Di pihak lain, peneliti lainnya kurang memperdulikan dan berusaha membentuk abstraksi
dengan jalan menafsirkan data berdasarkan segi pandangan mereka. Apapun posisi seorang
peneliti, yang jelas ia harus menyadari persoalan teoretis dan isu metodologis ini.
Orientasi Fenomenologis
Peneliti kualitatif cenderung berorientasi fenomenologis, namun sebagian besar
diantaranya tidak radikal, tetapi idealis pandangannya. Mereka memberi tekanan pada segi
subjektif, tetapi mereka tidak perlu menolak kenyataan adanya di tempat sana, artinya mereka
tidak perlu mendesak atau bertentangan dengan pandangan orang yang mampu menolak
tindakan itu. Sebagai gambaran diberikan contoh, misalnya guru mungkin percaya bahwa ia
mampu menembus dinding bata, tetapi untuk mencapainya memerlukan pemikiran. Hakikatnya,
batu itu keras ditembus, namun guru itu tidak perlu merasakan bahwa ia tidak mampu berjalan
menembus dinding itu. Peneliti kulaitatif menekankan berpikir subyektif karena, sebagai yang
mereka lihat, dunia di dominasi oleh subyek yang kurang keras dbandingkan dengan batu.
Manusia kurang lebih sama dengan mesin kecil yang dapat melakukan sesuatu. Kita hidup
dalam imajinasi kita, lebih banyak berlatar simbolik daripada konkret.
Interaksi Simbolik
Bersamaan dengan perspektif fenomenologis, pendekatan ini berasumsi bahwa
pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi, dan peristiwa tidak
mempunyai pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan untuk mereka. Misalnya
seorang teknolog pendidikan mungkin menentukan proyektor 16 mm sebagai alat yang akan
digunakan ole guru untuk memperlihatkan film-film yang relevan dengan tujuan pendidikan;
seorang guru barangkali menetapkan penggunaan proyektor tersebut sebagai alat rekreasi untuk
siswa apabila ia kehabisan bahan pelajaran sewaktu mengajar atau apabila ia sudah letih.
Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya adalah esensial
serta menentukan dan bukan bersifat kebetulan atau bersifat kurang penting terhadap
pengalaman itu.
Fenomenologi dan Kebudayaan
Banyak antropolog menggunakan pendekatan fenomenologi dalam studi mereka tentang
pendidikan. Kerangka studi antropologisnya adalah konsep kebudayaan. Usaha untuk
menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan dinamakan etnografi. Walaupun
diantara mereka kurang sependapat tentang definisi kebudayaan, mereka memandang
kebudayaan sebagai kerangka teoretis dalam menjelaskan pekerjaan mereka.
i.
mengetahui apakah gambaran tema yang diperoleh sebagai hasil penelitian sesuai
dengan keadaan yang dialami partisipan.
Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisis. Peneliti
menganalisis kembali data yang telah diperoleh selama melakukan validasi kepada
partisipan, untuk ditambahkan ke dalam deskripsi akhir yang mendalam pada laporan
penelitian sehingga pembaca mampu memahami pengalaman partisipan.
tertentu. Dalam penelitian data secara garis besar terdapat dala tiga kelompok, yaitu:
Wawancara, Observasi, dan dokumentasi.
C. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan
yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah
intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan
nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu
autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa
(wawancara dengan keluarga responden).
Beberapa tips saat melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai
dengan informasi fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi
sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan
kontrol emosi negatif.
Selanjutnya wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktut, dan dapat
dilakukan dengan tatap muka (face to face) maupun menggunakan telepon (Sugiyono, 2006;
138-140).
1) Wawancara Terstruktur
Pada wawancara ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul
data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam
prakteknya selain membawa instrument sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data
juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan amterial lain yang
dapat membantu dalam wawancara.
2) Wawancara tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur maksudnya adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan. Contohny:
Bagaimaanakah pendapat Bapak/Ibu terhadap kebijakan pemerintah tentang impor gula saat
ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap pedagang dan petani.
D. Observasi
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan,
objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan
observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab
pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan
pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam
penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi
kelompok tidak terstruktur.
Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau
peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.
Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide
observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya
pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau
beberapa objek sekaligus.
E. . Studi Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau
menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek.
Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian
besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan,
artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga
memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.
Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi,
buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server
dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.
Meleong (dalam Herdiansyah, 2010: 143) mengemukakan dua bentuk dokumen yang dapat
dijadikan bahan dalam studi dokumentasi, yaitu:
Dokumen harian,
Dokumentasi pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan,
pengalaman, dan kepercayaannya. Tujuan dari dokumentasi ini adalah untuk memperoleh sudut
pandang orisinal dari kejadian situai nyata. Terdapat tiga dokumentasi pribadi yang umum
digunakan, yaitu:
1) Catatan harian (diary)
Diary berisi beragam aktivitas dan kegiatan termasuk juga unsur perasaan.
2) Surat Pribadi
Surat pribadi (tertulis pada kertas), e-mail, dan obrolan dapat dijadikan sebagai materi dalam
analisis dokumen dengan syarat, peneliti mendapat izin dari orang yang bersangkutan.
3) Autobiografi
Autobiografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas gabungan tiga kata, yaitu auto (sendiri),
bios (hidup), dan grapein (menulis). Didefinisikan autobiografi adalah tulisan atau pernyataan
mengalami pengalaman hidup.
Dokumen Resmi,
Dokumen resmi dipandang mampu memberikan gambar mengenai aktivitas, keterlibatan individu
pada suatu komnitas tertentu dalam setting social.
Menurut Meleong (Herdiansyah, 2010: 145-146) dokumen resmi dapat dibagi kedalam dua
bagian. Pertama dokumen internal, yaitu dapat berupa catatan, seperti memo, pengumuman,
instruksi, aturan suatu lembaga, system yang diberlakukan, hasil notulensi rapat keputusan
pimpinan, dan lain sebagainya.
Kedua, dokumentasi eksternal yaitu dapat berupa bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh
suatu lembaga social, seperti majalah, koran, bulletin, surat pernyataan, dan lain sebagainya.
Focus Group Discussion (FGD),
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada
penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman
sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kalompok
berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga
dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus
masalah yang sedang diteliti.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan ketika ingin melakukan FGD. Pertama, jumlah
FGD berkisar antara 5-10 orang. Kedua, Peserta FGD harus bersifat FGD. Ketiga, perlunya
dinamika kelompok.
Kapan FGD dilakukan? Ada beberapa kepentingan mengapa peneliti melakukan FGD, antara
lain:
Jika peneliti membutuhkan pemahaman lebih dari satu sudut pandang,
Jika terjadi gap komunikasi antar kelompok,
Untuk menyingkap suatu fakta secara lebih detail dan lebih kaya,
Untuk keperluan verifikasi
G. Metode Pengumpulan Data, Penelitian dengan judul : Konsep Stress dan mekanisme koping
pada ibu yang berhasil melakukan VBAC di wilayah DKI Jakarta (Latifah, 2009).
Judul tersebut di atas merupakan contoh dari penelitian kualitatif. Proses pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah melalui beberapa tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan, dan
penutupan.
Pada tahap persiapan, pertama peneliti mengurus perijinan dari Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia (FIK-UI). Setelah mendapat ijin, peneliti mencari data awal Rekam Medik
RSCM dan RS Sint Carolus untuk mencari calon partisipan yang sesuai dengan criteria.
Pada tahap pelaksanaan, pertama kali peneliti memersiapkan lingkungan tempat akan
dilakukannya wawancara sesuai dengan kontrak sebelumnya yaitu ruang tamu partisipan.
Tahap penutup, yaitu dimana peneliti pada akhir wawancara meminta partisipan untuk mengisi
jurnal yang peneliti berikan mengenai pengalaman stress dan koping partisipan yang belum
terungkap saat wawancara. Pada tahap ini, peneliti dapat meminta waktu lain untuk melanjutkan
penelitian, bila dirasa perlu.
H. Kesimpulan
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa data adalah sesuatu yang diperoleh
melalui suatu metode pengumpuln data yang akan dikelola dan dianalisis dengan suatu metode
tertentu. Dalam penelitian data secara garis besar terdapat dala tiga kelompok, yaitu:
Wawancara, Observasi, dan dokumentasi.
Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan
yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview).
Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa dan
aloanamnesa.
Selanjutnya wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktut, dan dapat
dilakukan dengan tatap muka (face to face) maupun menggunakan telepon (Sugiyono, 2006;
138-140).
Observasi
Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam
penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi
kelompok tidak terstruktur.
Studi Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau
menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek.
Dokumen
Meleong (dalam Herdiansyah, 2010: 143) mengemukakan dua bentuk dokumen yang dapat
dijadikan bahan dalam studi dokumentasi, yaitu:
a) Dokumen harian
Catatan harian (diary)
Surat Pribadi
Autobiografi
b)
Dokumen Resmi. Yaitu Pertama dokumen internal. Kedua, dokumen eksternal
c)
Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada
penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman
sebuah kelompok.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan ketika ingin melakukan FGD. Pertama, jumlah
FGD berkisar antara 5-10 orang. Kedua, Peserta FGD harus bersifat FGD. Ketiga, perlunya
dinamika kelompok.
Ada beberapa kepentingan mengapa peneliti melakukan FGD, antara lain:
Jika peneliti membutuhkan pemahaman lebih dari satu sudut pandang,
Jika terjadi gap komunikasi antar kelompok,
Untuk menyingkap suatu fakta secara lebih detail dan lebih kaya,
Untuk keperluan verifikasi
Pengumpulan Data
Terdapat beberapa hal yang perlu diingat dalam pengumpulan data untuk penelitian kualitatif
adalah. Pertama,umumnya penelitian dilakukan lebih dari satu kali. Kedua, dalam melakukan
pengumpulan data selalu disesuaikan dengan situasi alamiah. Ketiga, lakukan probing terhadap
symbol. Probing adalah proses eksplorasi lebih dalam terhadap suatu hal yang dirasa perlu untuk
diungkap