Anda di halaman 1dari 17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 41 TAHUN 1999


TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :
a.

b.
c.

bahwa udara sebagai sumber daya a1am yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup 1ainnya
harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk peme1iharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia
serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya;
b a h w a a g a r u d a r a d a p a t b e r m a n f a a t s e b e s a r-b e s a r n y a b a g i p e l e s t a r i a n f u n g s i l i n g k u n g a n h i d u p , m a k a u d a r a
perlu dipelih a r a , d i j a g a d a n d i j a m i n m u t u n y a m e l a l u i p e n g e n d a l i a n p e n c e m a r a n u d a r a ;
b a h w a b e r d a s a r k a n k e t e n t u a n t e r s e b u t d i a t a s d a n s e b a g a i p e l a k s a n a a n U n d a n g -u n d a n g N o m o r 2 3 T a h u n 1 9 9 7
t e n t a n g P e n g e l o l a a n L i n g k u n g a n H i d u p d i p a n d a n g p e r l u m e n e t a p k a n P e r a t u r a n P e m e r i n ta h t e n t a n g
Pengendalian Pencemaran Udara;

Mengingat :
1.

P a s a 1 5 a y a t ( 2 ) U n d a n g -U n d a n g D a s a r 1 9 4 5 ;

2.

U n d a n g -u n d a n g N o m o r 2 3 T a h u n 1 9 9 7 t e n t a n g P e n g e l o l a a n L i n g k u n g a n H i d u p ( L e m b a r a n N e g a r a T a h u n 1 9 9 7
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA.
BABI
KETENTUANUMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkrnnya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
2.
3.

menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya;


P e n g e n d a l i a n p e n c e m a r a n u d a r a a d a l a h u p a y a p e n c e g a h a n d a n / a t a u p e n a n g g u l a n g a n p e n c e m a r a n u d a r a s e rt a
pemulihan mutu udara;

4.

Sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang
menyebabkan udara tidak dapat betfungsi sebagaimana mestinya;
Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan burni pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah

5.

yurisdiksi. Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan
unsur lingkungan hidup lainnya;
Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lain : yang ada di udara beb a s ;

6.
7.

Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi;
Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang
seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang d itenggang keberadaannya dalam udara ambien;

8.

Perlindungan mutu udara ambien adalah upaya yang dilakukan agar udara ambien dapat memenuhi fungsi
sebagaimana mestinya;
Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau

9.

dimasukkannya ke daJam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur
pencemar;
10. Mutu emisi adalah emisi yang boleh dibuang oleh suatu kegiatan ke udara ambien;
1 1 . Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber
bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik;
12. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari
kendaraan bermotor;
13. Sumb er bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal
dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya;
14. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang fetap pada suatu tempat;
15. Sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yailg tetap pada suatu tempat yang berasal dari kebakaran
hutan dan pembakaran sampah;
16. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas kadar maksimum dan/atau beban emisi maksimum yang
diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien;
17. Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang
boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor;

18. Sumber gangguan adalah sumber pencemar yang menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya,
yang berasal dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, atau sumber tidak
bergerak spesifik;
19. Baku tingkat gangguan adalah batas kadar maksimum sumber gangguan yang diperbolehkan masuk ke udara
dan/atau zat padat;
20. Ambang batas kebisingan kendaraan bermotor adalah batas maksjmum encrgi suata yang boleh dikeluarkan
langsung dari mesin dan/atau transmisi kendaraan. bermotor;
21. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu;
2 2 . K e n d a r a a n b e r m o t o r t i p e b a r u a d a l a h k e n d a r a a n b e r m o t o r y a n g me n g g u n a k a n m e s i n d a n / a t a u t r a n s m i s i t i p e
baru yang diproduksi dan dipasarkan, atau kendaraan yang sudah beroperasi tetapi akan diproduksi ulang
d e n g a n p e ru b a h a n d e s a i n m e s i n d a n s i s t e m t r a n s m i s i n y a , a t a u k e n d a r a a n b e r m o t o r y a n g d i i m p o r t e t a p i b e l u m
beroperasi di jalan wilayah Republik Indonesia;
23. Kendaraan bermotor lama adalah kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi
di jala n w i l a y a h R e p u b l i k I n d o n e s i a ;
2 4 . Uji tipe ernisi adalah pengujian emisi terhadap kendaraan bermotor tipe baru;
25. Uji tipe kebisingan adalah pengujian tingkat kebisingan terhadap kendaraan bermotor tipe baru;
26. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan
kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu. yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia,
nilai estetika dan makhluk hidup lainnya;
27. Inventarisasi adalah kegiatan untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan mutu udara;
28. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak
lingkungan;
29. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
3 0 . Gubernur adalah Gubernur Kepala Daera h Tingkat I.
Pasal 2
Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber
bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya
pengendalian sumber emis i dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya udara ambien.
BAB II
PERLINDUNGAN MUTU UDARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu udara ambien,
status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang batas
kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara.
Bagian Kedua
Baku Mutu Udara Ambien
Pasal 4
(1) Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai batas maksimum mutu udara ambien untuk mencegah
terjadinya pencemaran udara, sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini .
(2) Baku mutu udara ambien nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali setelah 5 (lima)
tahun.
Pasal 5
(1) Baku mutu udara ambien daerah ditetapkan berdasarkan pertimbangan status mutu udara ambien di daerah yang
bersangkutan.
(2) Gubernur menetapkan baku mutu udara ambien daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan baku
mutu udara ambien nasional.
(3) Baku mutu udara ambien daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan ketentuap sama
dengan atau lebih ketat dari baku mutu udara ambien nasional.
(4) Apabila Gubernur belum menetapkan baku mutu udara ambien daerah, maka berlaku baku mutu udara ambien
n a s i o n a l s e b a g a i m a n a d i m a k s u d d a l a m P a s a l 4 a y a t ( 1 ).
(5) Baku mutu udara ambien daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali setelah 5 (lima)
tahun.
(6) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis penetapan baku mutu udara ambien
daerah .

Bagian Ketiga
Status MutuUdara Ambien
Pasal 6
(1) Status mutu udara ambien ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian terhadap mutu udara ambien,
potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis, serta tata guna tanah.
( 2 ) I n s t a n s i y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b d i b id a n g p e n g e n d a l i a n d a m p a k l i n g k u n g a n d a e r a h m e l a k u k a n k e g i a t a n
inventarisasi dan/ata:u penelitian sebagaimat1a:dimaksud pada ayat (1).
(3) Gubemur menetapkan status mutu udara ambien daerah berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis inventarisasi dan pedoman teknis
penetapan status mutu udara arnbien.
Pasal 7
(1) Apabila hasil inventarisasi dan/atau penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) menunjukkan
status mutu udara ambien daerah berada di atas baku mutu udara ambien nasional, Gubemur menetapkan dan
menyatakan status mutu udara ambien daerah yang bersangkutan sebagai udara tercemar .
( 2 ) D a l a m h a l G u b e m u r m e n e t a p k a n d a n m e n y a t a k a n s t a t u s m u t u u d a r a a m b i e n d a e r a h s eb a g a i m a n a d i m a k s u d
pada ayat (1), Gubemur wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan mutu udara ambien.
Bagian Keempat
Baku Mutu Emisi dan Ambang Batas Emisi Gas Buang
Pasal 8
(1) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan baku mutu emisi sumber tid ak bergerak dan ambang batas
emisi gas buang kendaraan bermotor, tipe baru dan kendaraan bermotor lama.
(2) gaku mutu emisi sumber tidak bergerak dan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertim bangkan parameter dominan dan kritis, kualitas bahan
bakar dan bahan baku, serta teknologi yang ada.
(3) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan amblli'lg batas cmisi gas buang kendaraan bermotor sebagaiinana
dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali setelah 5 (lima) tahun.
Pasal 9
(1) Instansi yang bertanggi.lng jawab me1akukan, pengkajian terhadap baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan
ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor .
(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pengendalian pencemaran udara sumber
tidak bergerak dan sumber bergerak.
Bagian Kelima
Baku Tingkat Gangguan dan Ambang Batas Kebisingan
Pasal 10
(1) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak dan ambang
batas kebisingan kendaraan bermotor .
(2) Baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas :
a.
baku tingkat kebisingan;
b . baku tingkat getaran;
c.
baku tingkat kebauan; dan
d . baku tingkat gangguan lainnya.
(3) Baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan aspek kenyamanan terhadap manusia dan/ atau aspek keselamatan sarana fisik serta
kelestarian bangunan.
(4) Ambang batas kebisingan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayal (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan aspek kenyamanan terhadap manusia dan/atau aspek teknologi.
(5) Baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak dan ambang batas kebisingan kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali s etelah 5 (lima) tahun.
Pasal 11
(1) Instansj yang bertanggung jawab melakukan pengkajian terhadap baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak
dan ambang batas kebisingan kendaraan bermotor.
(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pengendalian pencemaran udara sumber
gangguan dari sumber tidak bergerak dan kebisingan dari sumber bergerak.
Bagian Keenam
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
Pasal 12
(1) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan Indeks Standar Pencemar Udara.

(2) Indeks Standar Pencemar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan
t i n g k a t m u t u u d a r a t e r h a d a p k e s e h a t a n r n a n u s i a . h e w a n , t u m b u h -t u m b u h a n . b a n g u n a n . d a n n i l a i e s t e t i k a .
Pasal 13
K e p a l a i n s t a n s i y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b m e n e t a p k a n pe d o r n a n t e k n i s p e r h i t u n g a n d a n p e l a p o r a n s e r t a i n f o r m a s i
Indeks Standar Pencemar Udara.
Pasal 14
(1) Indeks Standar Pencemar Udara diperoleh dari pengoperasian stasiun pemantau kualitas udara ambien secara
otomatis dan berkesinambungan.
(2) Indeks Standar Pencgmar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk :
a.
b.

bahan informasi kepada masyarakat tentang kualitas udara ambien di lokasi tertentu dan pada waktu
tertentu;
bahan pertimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan p engendalian
pencemaran udara.
Pasal 15

Indeks Standar Pencemar Udara yang diperoleh dari pengoperasian stasiun, pemantau kualitas udara ambien
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib diumumkankepada masyarakat.
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran. sena pemulihan mutu udara
dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien. pencegahan sumber pencemar. baik dari sumber bergerak
maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat .
Pasal 17
(1) Penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan teknis pengenda1ian pencemaran udara secara nasiona1 ditetapkan
oleh Kepala instansi yang benanggungjawab.
(2) Kebijaksanaan teknis pengenda1ian pencemaran udara dan pelaksana- annya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat ditinjau kembali sete1ah 5 (lima) tahun.
Pasa 18
(1) Pe1aksanaan operasiona1 pengenda1ian pencemaran udara di daerah dilakukan oleh Bupati/Wa1ikotamadya
K e p a l a D a e r a h T in g k a t I I .
(2) Pelaksanaan koordinasi operasional pengenda1ian pencemaran udara di daerah dilakukan oleh Gubemur .
(3) Kebijaksanaan operasiona1 pengenda1ian pencemaran udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali setelah 5 (lima) tahun.

(1) Da1am

rangka

penyusunan

dan

pelaksanaan

Pasal 19
operasiona1

pengenda1ian

pencemaran

udara

di

daerah

sebagaimana dimaksud da1am Pasa1 18 ayat (1), daerah menyusun dan menetapkan program kerja daerah di
bidang pengendalian pencemaran udara.
(2) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan dah pelaksanaan operasiona1 pengenda1ian pencemara.udara di
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Udara dan
Persyaratan Penaatan Lingkungan Hidup
Pasal 20
P e n c e g a h a n p e n c e m a r a n u d a r a m e l i p u t i u p a y a -u p a y a u n t u k m e n c e g a h t e r j a d i n y a p e n c e m a r a n u d a r a d e n g a n c a r a :
a.
penetapan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi sumber tidak bergerak, baku tingkat gangguan, ambang

b.

batas emisi gas buang dan kebisingan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud da1am Bab II Peraturan
Pemerintah ini;
penetapan kebijaksanaan pengenda1ian pencemaran udara sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 17, 18 dan 19.

Pasal 21
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengelu arkan emisi dan/atau baku tingkat gangguan ke
udara ambien wajib :
a.
menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha
dan/atau kegiatan yang dilakukannya;
b.

melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan yang dilakukannya;

c.

memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat


pencemaran udara da1am lingkup usaha dan/atau kegiatannya.

dalam

rangka

upaya

pengenda1ian

Pasal 22
(1) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan sumber tidak .bergerak yang mengeluarkan emisi
dan/atau gangguan wa.jib memenuhi persyaratan mutu emisi dan/atau gangguan yang ditetapkan da1am izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan.
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegia tan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh pejabat yang
b e r w e n a n g s e s u a i d e n g a n p e r a t u r a n p e r u n d a n g -u n d a n g a n y a n g b e r l a k u .
Pasal 23
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib rnerniliki analisis rnengenai darnpak lingkungan hidup dilarang
r n e rn b u a n g r n u t u e r n i s i r n e l a r n p a u i k e t e n t u a n y a n g t e l a h d i t e t a p k a n b a g i n y a d a l a r n i z i n r n e l a k u k a n u s a h a d a n / a t a u
kegiatan.
Pasal 24
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib rnerniliki analisis rnengenai dampak lingkungan hidup, rnaka
pejabat yang berw enang rnenerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan rnewajibkan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk rnernatuhi ketentuan baku rnutu ernisi dan/atau baku tingkat gangguan untuk rnencegah
dan rnenanggulangi pencemaran udara akibat dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut rnengenai persyaratan dan kewajiban rnengenai baku rnutu ernisi dan/ataubaku tingkat
gangguan sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
(3) Kewajiban sebagairnana dirnaksud pada ayat (2) wajib dicanturnkan sebagaiketentuan dalarn izin rnelakukan
usaha dan/atau kegiatan.
Bagian Ketiga
Penanggulangan dan Pemulihan Pencemaran Udara
Pasal 25
(1) Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang rnenyebabkan terjadinya pencernaran udara
dan/atau gangguan wajib rnelakukan upaya penanggulangan dan pernulihannya.
(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab rnenetapkan pedornan teknis penanggulangan diill pernulihan
p e n c e r n a r a n u d a r a s e b a g a i m a n a d i r n a k s u d p a d a ayat (1).
Paragraf 1
Keadaan Darurat
Pasal 26
(1) Apabila hasil pernantauan rnenunjukan Indeks Standar Pencernar Udara rnencapai nilai 300 atau lebih berarti
udara dalarn kategori berbahaya rnaka :
a.
M e n t e r i r n e n e t a p k a n d a n m e n g u m u m k a n k e a d a a n d a r u r a t p e n c e n a ra n u d a r a s e c a r a n a s i o n a l ;
b . Gubernur menetapkan dan mengumumkan keadaan darurat pencemaran udara di daerahnya.
(2) Pengumuman keadaan darurat sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan antara lain melalui media cetak
dan/atau media elektronik.
Pasal 27
Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis tata cara penanggulangan dan pemulihan
keadaan darurat pencemaran udara.
Paragraf 2
Sumber Tidak Bergerak
Pasal 28
Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi
y a n g t e l a h d i t e t a p k a n , p e m a n t a u a n e m i s i y a n g k e l o a r d a r i k e g i a t a n d a n m u t u u d a r a a m b i e n d i s e k i t a r lo k a s i
kegiatan, .dan petneriksaan penaatan terhadap ketentuan persyaratan ) teknis pengendalian pencemaran udara.
Pasal 29
( 1 ) I n s ta n s i y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b m e n g k o o r d i n a s i k a n p e l a k s a n a a n p e n a n g g u l a n g a n p e n c e m a r a n u d a r a d a r i
sumber tidak bergerak.
(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis penanggulangan pencemaran udara
sumber tidak bergerak.
Pasal 30
( 1 ) S e t i a p pe n a n g g u n g j a w a b u s a h a d a n / a t a u k e g i a t a n d a r i s u m b e r t i d a k b e r g e r a k y a n g m e n g e l u a r k a n e m i s i w a j i b
menaati ketentuan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan.

(2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sumber tidak bergera k yang mengeluarkan emisi wajib
menaati ketentuan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Paragraf 3
Sumber Bergerak
Pasal 31
Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan ambang batas
emisi gas buang, pemeriksaan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama,
pemantauan mutu udara arnbien di sekitar jalan, pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan dan
pengadaan bahan bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional.
Pasal 32
(1) lnstansi yang bertanggung jawab mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan pencemaran udara dari
sumber bergerak.
( 2 ) K e p a l a i n s t a n s i y a n g b e r t a n g g u n g i a w a b m e n e t a p k a n p e d o ma n t e k n i s p e n a n g g u l a n g a n p e n c e m a r a n u d a r a d a r i
kegiatan sumber bergerak.
Pasal 33
Kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama yang mengeluarkan emisi gas buang wajib memenuhi
ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor .
Pasal 34
(1) Kendara an bermotor tipe baru wajib menjalani uji tipe emisi.
(2) Bagi kendaraan bermotor tipe baru yang dinyatakan lulus uji tipe emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberi tanda lulus uji tipe emisi.
( 3 ) K e p a l a i n s t a n s i y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b m e n e t a p k a n t a t a c a r a da n m e t o d e u j i t i p e e r n i s i k e n d a r a a n b e r m o t o r
tipe baru.
(4) Uji tipe emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 35
( 1 ) H a s i l u j i t i p e e m i s i k e n d a r a a n b e r m o t o r t i p e b a r u ya n g d i l a k u k a n o l e h i n s t a n s i y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b d i
bidang lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 34 ayat (4) wajib disarnpaikan kepada
Kepala instansi yang bertanggung jawab dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
( 2 ) P e n a n g g u n g j a w a b u s a h a d a n / a t a u k e g i a t a n w a j i b m e n g u m u m k a n a n g k a p a r a m e t e r-p a r a m e t e r p o l u t a n h a s i l u j i
tipe emisi kendaraan bermotor tipe baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkail pedoman teknis tata cara pelapora n hasil uji tipe emisi
kendaraan bermotor tipe baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
.
Pasal 36
( 1 ) S e t i a p k e n d a r a a n b e r m o t o r l a m a w a j i b m e n j a l a n i u j i e m i s i b e r k a l a s e s u a i p e r a t u r a n p e r u n d a n g -u n d a n g a n y a n g
berlaku.
( 2 ) G u b e r n u r m e l a p o r k a n h a s i l e v a l u a s i u j i e m is i b e r k a l a k e n d a r a a n b e r m o t o r l a m a s e b a g a i m a n a d i m a k s u d p a d a
ayat (1) setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Paragraf 4
Sumber Gangguan
Pasal 37
Penanggulangan pencemaran udara dari kegiatan sumber gangguan meliputi pengawasan terhadap penaatan baku
tingkat gangguan, pemantauan gangguan yang keluar dari kegiatannya dan pemeriksaan penaatan terhadap
ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.
Pasal 38
(1) Instansi yang bertanggung jawab mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan pencemaran udara dari
sumber gangguan .
(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis penanggulangan pencemaran udara dari
kegiatan sumber gangguan.
Pasal 39
(1) .5etiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan gangguan
wajib menaati ketentuan baku tingkat gangguan.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan gangguan
w a j i b m e n a a t i k e t e n t u a n p e r s y a r a t a n t e k n i s s e b a g a i m a n a d im a k s u d d a l a m P a s a l 1 1 a y a t ( 2 ) .
Pasal 40
Kendaraan berinotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama yang mengeluarkan kebisingan wajib memenuhi
ambang batas kebisingan.

Pasal 41
(1) Kendaraan bermotor tipe baru wajib menjalani uji tipe kebisingan.
( 2 ) b a g i k e n d a ra a n b e r m o t o r t i p e b a r u y a n g d i n y a t a k a n l u l u s u j i t i p e k e b i s i n g a n s e b a g a i m a n a d i m a k s u d p a d a a y a t
(1) diberi tanda lulus uji tipe kebisingan.
(3) Kepa1a instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis tata cara dan metode uji tipe kebisingan
kendaraan bermotor tipe baru.
(4) Uji tipe kebisingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Instansi yang bertanggung jawab di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 42
(1) Hasil uji tipe kebisingan kendaraan bermotor tipe baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4), wajib
disampaikan kepada Kepala instansi yang bertanggung jawab dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengumumkan hasil uji tipe kebisingan kendaraan bermotor
tipe baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis tata cara pelaporan hasil uji tipe
kebisingan kendaraan bermotor tipe baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 43
(1) Setiap kendaraan bermotor lama wajib menja1ani uji kebisingan berkala sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Gubernur melaporkan hasil evaluasi uji kebisingan berkala kendaraan bermotor lama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Kepala instansi yang b ertanggung jawab.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 44
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
(2) (2)Untuk melakukan pengawasan sebagaimana djmaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang
berwenang me1akukan pengawasan.
Pasal 45
(1) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Gubemur/Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II dapat melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung ja wab usaha dan/atau
kegiatan yang membuang emisi dan/atau gangguan.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubemur/Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dapat .menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Pasal 46
Hasil pemantauan yang dilakukan oleh pejabat pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) wajib
d i l a p o r k a n k e p a d a K e p a l a i n s t a n s i y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b s e k u r a n g -k u r a n g n y a s e k a l i d a l a m 1 ( s a t u ) t a h u n .
Pasal 47
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (2)
berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh mutu udara ambien dan/atau mutu emisi,
memeriksa peralatan, memeriksa instalasi serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib m e m e n u h i p e i m i n t a a n p e t u g a s p e n g a w a s s e s u a i d e n g a n k e t e n t u a n p e r a t u r a n p e r u n d a n g - u n d a n g a n y a n g
berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi
dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
P a s al 48
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib :
a.
mengizinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas pengawasan
b.
c.
d.
e.

tersebut;
memberikan keterangan dengan benar baik secara lisan maupun tertulis apabila hal itu dimin ta pengawas;
memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh pengawas;
mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh udara emisi dan/atau contoh udara ambien
dan/atau lainnya yang diperlukan pengawas ; dan
m e n g i z i n k a n p e n g a w a s u n t u k m e l a k u ka n p e n g a m b i l a n g a m b a r d a n / a t a u m e l a k u k a n p e m o t r e t a n d i l o k a s i
kerjanya.
Pasal 49

Hasil inventarisasi dan pemantauan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, baku tingkat gangguan dan indeks
standar pencemar udara yang dilakukan oleh pejabat pengawas sebagaimana dimaksud da1am Pasa1 44 ayat (2) dan
Pasal 45 ayat (2) wajib disimpan dan disebarluaskan kepada masyarakat .

Pasal 50
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan
pengenda1ian pencemaran udara yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis,
dan instansi terkait lainnya.
(2) Pedoman dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Kepa1a
instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 51
(1) Da1am rangka kegiatan pengawasan, masyarakat dapat melakukan pemantauan terhadap mutu udara ambien.
(2) HasiI pemantauan sebagaimana diInaksud pada ayat (1) dapat disampaikan kepada instansi yang bertanggung
jawab, instansi teknis, dan instansi terkait 1ainnya.
(3) Hasil pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan oleh
instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis, dan instansi terkait Iainnya sebagai bahan pertimbangan
penetapan pengenda1ian pencemaran udara.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 52
Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengendalian pencemaran udara dan/atau gangguan dari sumber
tidak bergerak yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dibebankan kepada penanggung
jawab usaha d an/atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 53
Segala biaya yang timbul sebagai akibat pengujian tipe emisi dan kebisingan kendaraan bermotor tipe baru dan
pelaporannya dalam rangka pengendalian pencemaran udara dan/atau gangguan dibebankan kepada perakit,
pembuat , pengimpor kendaran bermotor .
BAB VI
GANTI RUGI
Pasal54
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara
wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara serta biaya pemulihannya.
(2) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain,
akibat terjadinya pencemaran udara wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan.
Pasal 55
Tata cara perhitungan biaya, penagihan dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2)
ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VII
SANKSI
Pasal 56
(1) Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 21, Pasal 22 ayat ( 1 ), Pasal 23, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat
(1), Pasal 30, Pasal 39, Pasal 47 ayat (2) , Pasal 48, dan Pasal 50 ayat ( 1) Peraturan Pemerintah ini yang diduga
dapat menimbulkan dan/atau mengakibatkan pencemaran udara dan/atau gangguan diancam dengan pidana
s e b a g a i m a n a d i a t u r d a l a m P a s a l 4 1 , P a s a l 4 2 , P a s a l 4 3 , P a s a l 4 4 , Pa s a l 4 5 , P a s a l 4 6 d a n P a s a l 4 7 U n d a n g undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelo1aan Lingkungan Hidup.
(2) Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 33 yang berkaitan dengan kendaraan bermotor lama, Pasal 36
ayat (1), Pasal 40 yang berkaitan dengan kendaraan bermotor lama, dan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah
ini yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau ambang batas kebisingan diancam
d e n g a n p i d a n a s e b a g a i m a n a d i a t u r d a l a m P a s a l 6 7 U n d a n g -u n d a n g N o m o r 1 4 t a h u n 1 9 9 2 t e n t a n g L a l u L i n t a s
dan Angkutan Jalan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
S e l a m b a t -l a m b a t n y a 2 ( d u a ) t a h u n s e j a k d i u n d a n g k a n n y a P e r a t u r a n P e m e r i n t a h i n i s e t i a p u s a h a d a n / a t a u k e g i a t a n
yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan P eraturan Pemerintah ini.

BAB IX
KETENTU AN PENUTUP
Pasal 58
P a d a s a a t b e r l a k u n y a P e r a t u r a n P e m e r i n t a h i n i s e m u a p e r a t u r a n p e r u n d a n g -u n d a n g a n t e n t a n g p e n g e n d a l i a n
pencemaran udara yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini .
Pasal 59
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
d a l a m L e m b a r a n N e g a r a R e p u b li k I n d o n e s i a , . "
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. H. MULADI, S .H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

UMUM
U d a r a m e m p u n y a i a r t i y a n g s a n g a t p e n t i n g d i d a l a m k e h i d u p a n m a k h l u k h i d u p d a n k e b e r a d a a n b e n d a -b e n d a
lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan
memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan
tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam
penggunaaanya yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mcstinya sesuai dengan fungsinya. Dalam
pencemaran udara selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran udara yaitu sumber yang berg erak
(umumnya kendaraan bermotor) dan sumber yang tidak bergerak (umumnya kegiatan industri) sedangkan
pengendaliannya selalu terkait dengan serangkaian kegiatan pengenda1ian yang bermuara dari batasan baku mutu
udara. Dengan adanya tolok ukur baku mutu udara maka akan dapat dilakukan pcnyusunan dan penetapan kegiatan
pengendalian pencemaran udara. Penjabaran kegiatan pengendalian pencemaran udara nasional merupakan arahan
dan pedoman yang sangat penting untuk pengendalian pencemaran udara di daerah. Disamp ing sumber bergerak dan
sumber tidak bergerak seperti tersebut di atas, terdapat emisi yang spesifik yang penanganan upaya pengendaliannya
masih belum ada acuan baik di tingkat nasional maupun intemasional. Sumber emisi ini adalah pesawat terbang,
k a p a l l a u t , k e r e t a a p i , d a n k e n d a r a a n b e r a t s p e s i f i k l a i n n y a . M a k a p e n g g u n a a n s u m b e r-s u m b e r e m i s i s p e s i f i k
t e r s e b u t d i a t a s h a r u s t e t a p m e m p e r t i m b a n g k a n k a i d a h -k a i d a h p e n g e l o l a a n l i n g k u n g a n h i d u p .
M e n g a c u k e p a d a U n d a n g -u n d a n g P e n g e l o l a l a a n L i n g k u n g a n H i d u p d i t e t a p k a n b a h w a s a s a r a n p e n g e l o l a a n
lingkungan hidup adalah tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan
hidup dengan mempertimbangkan generasi kini dan yang akan datang serta terkendalinya pemanfaatan sumber daya
a l a m s e c a ra b i j a k s a n a . P e n g e n d a l i a n p e n c e m a r a n u d a r a m e n g a c u k e p a d a s a s a r a n t e r s e b u t s e h i n g g a p o l a k e g i a t a n n y a
terarah dengan tetap mempertimbangkan hak dan kewajiban serta peran serta masyarakat.
Selanjutnya ditegaskan pula bahwa hak setiap anggota masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang
diikuti dengan kewajiban untuk memelihara dan melestarikan fungsi lingkungan hidup. Sehingga setiap orang
mempunyai peran yang jelas di dalam hak dan kewajibannya mengelola lingkungan hidup. Dalam peraturan
pemerin t a h i n i j u g a d i a t u r h a k d a n k e w a j i b a n s e t i a p a n g g o t a m a s y a r a k a t s e r t a s e t i a p p e l a k u u s a h a d a n / a t a u k e g i a t a n
agar dalam setiap langkal1 kegiatannya tetap menjaga dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.
P e n g e n d a l i a n p e n c e m a r a n u d a r a m e n c a k u p k e g ia t a n -k e g i a t a n y a n g b e r i n t i k a n :
a.
b.

inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang ada dalam pengendalian
pencemaran udara;
penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan sebagai tolok ukur pengendalian

d.

pencemaran udara;
penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan pengalokasian kegiatan yang berdampak
mencemari udara;

e.
f.
g.

pemantauan kualitas udara baik ambicn dan emisi yang diikuti dengan evaluasi dan analisis;
pengawasan terhadap penataan peraturan pengendalian pencemaran udara;
peran masyarakat da1am kepedulian terhadap pengenda1ian pencemaran udara;

h.

kebijakan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan terpadu dengan mengacu kepada bahan bakar
bersih dan ramah lingkungan;
p e n e t a p a n k e b i j a k a n d a s a r b a i k t e k n i s m a u p u n n o n -t e k n i s d a 1 a m p e n g e n d a 1 i a n p e n c e m a r a n u d a r a s e c a r a

i.

nasiona1.
PASAL DEMI PASAL

Pasa1 1
Angka 1
Cukup jeias
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
A n g ka 7
Cukup jelas

Angka 8
Yang dimaksud dengan udara ambien dapat memenuhi fungsi sebagaimana mestinya ada1ah udara ambien di luar
lingkungan kerja yang sehat dan bersih yang aman untuk kesehatan dan keselamatan manusia dan makhluk hidup
lainnya.
Angka 9
C u ku p j e l a s
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup je1as
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup je1as
Angka 18
Yang dimaksud dengan menggunakan suatu media udara atau padat untuk penyebarannya ada1ah :
a.
melalui media (perantara) udara untuk sumber gangguan kebisingan dan kebauan;
b . mela1ui media (perantara) padatan untuk sumber gangguan getaran.
Angka 19
Cukup jelas
Angka 20
Cukup jelas
Angka 21
Cukup jelas
Angka 22
Yang dimaksud dengan diproduksi ulang adalah kegiatan rancang bangun kendaraan bermotor untuk menghasilkan
kendaraan bermotor tipe baru yang menyebabkan berubahnya kondisi mesin baik dari dimensi, transmisi daya,
maupun teknologi pembakarannya. Sehingga pada akhirnya dapat mengubah emisi gas buang yang dihasilkannya.
Angka 23
Cukup jelas
Angka 24
Cukup jelas
Angka 25
Cukup jelas
Angka 26
Cukup jelas
Angka 27
Cukup jelas
Angka 28
Cukup jelas
Angka 29
Cukup jelas
Angka 30
Cukup jelas

Pasal 2
Sehubungan dengan adanya keterbatasan teknis dalam penyusunan dan pelaksanaannya di lapangan, maka untuk
saat ini pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak spesifik dan sumber tidak bergerak spesifik belum
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah ini.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Baku rnutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai batas rnaksimum kua1itas udara ambien nasional yang
diperbolehkan untuk di semua kawasan di seluruh Indonesia. Sehingga arah dan tujuan dari penetapan baku mutu ini
adalah untuk rnencegah pencemaran udara dalam rangka pengendalian pencemaran udara nasional.
D a l a m p e n e t a p a n b a k u m u t u u d a r a a m b i e n n a s i o n a 1 d i l i b a t k a n u n s u r-u n s u r i n s t a n s i t e r k a i t d a n m e m p e r t i m b a n g k a n
s t a n d a r-s t a n d a r i n t e r n a s i o n a l .
Ayat (2)
Pertimbangan peninjauan baku mutu udara ambien nasional paling cepat setelah 5 (lima) tahun ada1ah untuk
memberikan jaminan kepastian hukum kepada para investor. .

Pasal 5
Ayat (1)
Status mutu udara ambien daerah adalah mutu udara ambien yang menggambarkan keadaan kualitas udara ambien
di suatu lo kasi pada waktu tertentu. Langkah untuk penetapan status mutu udara ambien daerah adalah dengan
m e m p e r t i m b a n g k a n k o n d i s i-k o n d i s i t e k n i s t e r t e n t u s a a t d i l a k u k a n n y a p e n g a m b i l a n s a r n p e l u d a r a a m b i e n . D a l a m
penetapan status mutu udara ambien daerah terdapat beberapa kegiatan pokok yang harus diperhatikan, diantaranya :
a.
I n v e n t a r i s a s i d a t a -d a t a I n d e k s S t a n d a r P e n c e m a r U d a r a a t a u d a t a -d a t a k u a 1 i t a s u d a r a a m b i e n d a e r a h ;
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) merupakan angka yang menggambarkan kualitas udara ambien di suatu
area pada waktu tertentu dengan peralatan pemantau kualitas udara secara kontinyu dan otomatis. Dengan
analisis data ini (bulanan dan tahunan) akan diketahui kecenderungan tentang kualitas udara di daerah yang
b e r s a n g k u t a n . S e d a n g k a n d a t a -d a t a k u a l i t a s u d a r a a m b i e n d i p e r o l e h d a r i p e n g a m b i l a n s a m p e I s e c a r a m a n u a l .
b.

l n v e n t a r i s a s i s u m b e r-s u m b e r p e n c e m a r d a n p o t e n s i e m i s i n y a ;
Pada dasamya pencemaran yang terjadi ditimbulkan oleh berbagai aktivitas. Aktivitas utama yang sangat
berpengaruh bagi timbulnya pencemaran adalah industri, transportasi, rumah tangga, pembakaran buangan
p a d a t ( s a m p a h ) , p e m b u k a a n l a h a n -l a h a n l a i n -l a i n . P o t e n s i m a s i n g -m a s i n g s u m b e r d a l a m m e n g e m i s i k a n
pencemar perlu diketahui agal. dapat dihitung besarnya emisi yang timbul serta kontrib usi yang diberikan oleh
m a s i n g -m a s i n g a k t i v i t a s d i s e t i a p k o t a .

c.

Inventarisasi kondisi atmosfir di daerah;


Kondisi ini meliputi meteorologi dan topografi dari daerah yang bersangkutan. Meteorologi memungkinkan
t e r j a d i n y a b e r-b a g a i p e r g e r a k a n d a n r e a k s i p o l u t a n d i a t m o s f e r . S e d a n g k a n t o p o g r a f i b e r p e n g a r u h t e r h a d a p s i f a t

penyebaran pencemar .Sehingga secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi dalarn penentuan status mutu
udara arnbien .
Ayat (2)
Baku mutu udara arnbien daerah ditetapkan sebagai batas maksimum kualitas udara arnbien daerah yang
diperbolehkan dan berlaku diseluruh wilayah udara di atas batas administratif daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
A yat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Parameter dominan dan kritis adalah parameter ymg konsentrasinya relatif tinggi dibandingkan dengan parameter
lain yang dikeluarkan dari cerobong industri atau pipa gas buang kendaraan bermotor .
Se1anjutnya, kua1itas bahan bakar yang dimaksudkan adalah kadar parameter tertentu yang dalam proses
pembakarannya akan mempengaruhi mutu emisi yang dikeluarkan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Pengkajian baku mutu emisi untuk kendaraan bermotor tipe baru akan diperketat sesuai dengan kemampuan
t e k n o l o g i k e n d a r a a n b e r m o t o r y a n g t e r s e d i a s a a t i n i , p i l i h a n -p i l i h a n t e k n o l o g i p e n g e n d a l i a n e m i s i g a s b u a n g
kendaraan bermotor yang akan datang seperti penggunaan catalitic converter (suatu peralatan yang dapat mereduksi
kadar polutan gas buang kendaraan bermotor sampai dengan 90 % ) serta penggunaan bahan bakar khususnya solar
dengan kadar belerang (S) yang rendah sert a bensin bebas Timah Hitam (Pb) atau timbal.
Pengkajian baku mutu emisi untuk kendaraan bermotor lama akan semakin diperketat setiap 5 (lima) tahun
d i s e s u a i k a n d e n g a n u m u r k e n d a r a a n b e r m o t o r . H a l i n i u n t u k m e n g a n t i s i p a s i p e n g g u n a a n b e n s i n b e b a s t i m b a l d i e ra
perdagangan bebas dan ekspor ke negara - negara lain yang telah menggunakan bensin bebas timbal.
Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas .Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup je1as
Huruf d
Baku tingkat gangguan lainnya adalah baku tingkat gangguan elektromagnetik. .
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Baku tingkat gangguan untuk sumber tidak hergerak akan dikaji sesuai dengan
p engendalian kebisingan, kebauan, dan getaran untuk saat ini dan masa mendatang,

perkembangan

teknologi

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (2)
I n d e k s S t a n d a r P e n c e m a r U d a r a a d a l a h i n d e k s a t a u a n g k a y a n g s u d a h b a k u y a n g d i a m b i l d a r i n e g a r a -n e g a r a m a j u .
P e n e t a p a n p e r t i m b a n g a n t i n g k a t m u t u u d a r a t e r h a d a p k e s e h a t a n m a n u s i a , h e w a n , t u m b u h -t u m b u h a n , b a n g u n a n d a n
n i 1 a i e s t e t i k a a d a 1 a h s u d a h b a k u y a n g d i a m b i l d a r i n e g a r a -n e g a r a m a j u .

Pasa1 13
Cukup jelas

Pasa1 14
Ayat (1)
Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) diperoleh dari stasiun pemantau kua1itas udara ambien secara otomatis
sehingga dapat diperoleh :
a.
data harian;
b . data yang real time (waktu nyata);
c.
data yang kontinyu dari waktu ke waktu.
Ketiga data di atas ada1ah data yang dipersyaratkan da1am pemakaian sistem Indeks Standar Pencemar Udara
(ISPU).
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasa1 15
Pengumuman Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dilakukan setiap hari secara nasiona1 oleh Instansi yang
b e r t a n g g u n g j a w a b . S e d a n g k a n u n t u k w i l a y a h t i n g k a t I I d i l a k u k a n o l e h B u p a t i / W a l i k o t a m a d y a y a n g b e r s a n g ku t a n .
Pengumuman ini dapal dilakukan mela1ui media cetak (surat kabar) dan/atau media alektronik (misa1nya televisi,
radio, dan internet).

Pasal 16
P e n g e n d a l i a n p e n c e m a r a n u d a r a y a n g u n s u r-u n s u m y a t e r d i r i d a r i p e n c e g a h a n , p e n a n g g u 1 a n g a n d a n p e m u 1 i h a n
kuali t a s u d a r a b e r p i j a k p a d a 2 ( d u a ) k e g i a t a n p o k o k y a i t u p e n a a t a n b a k u m u t u d a n p e m a n t a u a n m u t u u d a r a b a i k
emisi maupun ambien. Sedangkan kegiatan penanggulangan dan pemulihan pada umumnya dilakukan setelah kedua
kegiatan pokok di atas dilaksanakan.

Pasal 17
A y at (1)
Kebijaksanaan teknis pengendalian pencemaran udara secara nasional berisikan kebijaksanaan tentang :
a.
b.
c.

menetapkan dan pelaksanaan program kerja nasional di bidang pengendalian pencemaran udara;
pembinaan teknis di bidang pengendalian pencemaran udara kepada Pemerintah Daerah;
evaluasi terhadap pelaksanaan program kerja pengendalian pencemaran udara di daerah.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penetapan kebijaksanaan dalam rangka pencegahan pencemaran udara, misalnya penggunaan bahan bakar bersih,
peningkatan peran masyarakat, penetapan pola pemasyarakatan program dan penetapan kebijaksanaan yang lain
y a n g s tr a t e g i s .

Pasal 21
Huruf a
M e n a a t i b a k u m u t u ( u d a r a a n 1 b i e n , e m i s i d a n g a n g g u a n ) b e r a r t i d i b a w a h b a k u m u t u u n t u k p a r a m e t e r-p a r a m e t e r
tertentu dengan melihat jenis dan kondisi kegiatan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat(l)
Cukup jelas
A y at (2)
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukupjelas

Pasal 26
Ayat (I)
A n g k a 3 0 0 m e r u p a k a n s u a t u a n g k a y a n g d i p e r o l e h d a r i p e n e l i t i a n y a n g t e l a h d il a k u k a l i o l e h b e r b a g a i l e m b a g a
penelitian intemasional yang menyatakan bahwa angka 300 berbahaya bagi kesehatan rnanusia, hewan, dan
tumbuhan.
Ayat (2)
Pengumuman keadaan darurat kepada masyarakat dapat dilakukan melalui media cetak (surat kabar) dan/atau media
elektronik (misalnya televisi, radio, dan internet).

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 35
A y at (1)

Cukup jelas
Ayat (2)
Hasil uji tipe emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru diumumkan kepada masyarakat melalui media
diantaranya, media cetak (surat kabar) dan/atau media elektronik (misalnya televisi, radio, dan internet).
Ayat (3)
Pedoman teknis dan tata cara basil uji tipe emisi akan memuat hasil uji tipe emisi gas buang kendaraan bermotor
sesuai dengan baku mutu emisinya, metode pengujian yang digunakan dan mekanisme pengujiannya.

Pasal 36
Ayat(l)
Berbeda dengan kendaraan bermotor tipe baru , setiap kendaraan bermotor lama wajib menjalani uji emisi berkala.
Uji emisi berkala terhadap kendaraan bermotor lama dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama, untuk
kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dilakukan pada kondisi mesin hidup dengan perseneling dalam keadaan
netral (kondisi idle). Kedua, untuk kendaraan bermotor berbahan bakar solar dilakukan pada kondisi percepatan
bebas, yaitu kondisi mesin bidup dengan gas ditekan pada percepatan penuh.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pas a l 3 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
H a s il p e n g u j i a n t i p e k e b i s i n g a n k e n d a r a a n b e r m o t o r t i p e b a r u d i u m u r n k a n k e p a d a m a s y a r a k a t m e l a l u i m e d i a
diantaranya; media cetak (surat kabar) dan/atau media elektronik (misalnya televisi, radio, dan internet.).
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
C u k u p j e la s
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)

Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasa1 48
Cukup je1as

Pasa1 49
Cukup jetas

Pasa1 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jetas

Pasat 51
Ayat (1)
Pemantauan terhadap mutu udara ambien yang dilakukan oleh masyarakat ditakukan di luar area kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup je tas

Pasa1 54
Ayat(l)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3853 TAHUN 1999


SUMBER : LEMBAR LEPAS SEKNEG

Anda mungkin juga menyukai