Anda di halaman 1dari 9

Mahela dan Sutanto

Jurnal Protein

Kajian Konsep Ketahanan Pangan


Maleha*, dan Adi Sutanto
* Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Palangkaraya Kalimantan Tengah
** Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang

The Concept of Food Security


ABSTRACT
Food was the primary needs and the demand always increases due to the increasing of people number and quality of
life. But the concept of food security was varies depend on the different concern. The most important food security
problems
Is how the nation or the authority looking for : 1.) perspective on food security development, 2.) food security, 3.) the
food security option and strategic
Key words: food security, concept and strategy
ABSTRAK
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah
penduduk dan peningkatan kualitas hidup, namun demikian dalam beberapa hal definisi atau konsep ketahanan
pangan sangat bervariasi pada banyak pihak yang berkepentingan.
Persoalan ketahanan pangan yang terpenting adalah : bagaimana Negara atau pihak pihak yang berkepentingan :1.)
memperspektifkan pembangunan ketahanan pangan, 2.) upaya pemantapan ketahanan pangan, 3.) opsi dan strategi
pencapaian ketahanan pangan
Kata kunci : opsi dan strategi

PENDAHULUAN

Pada tahun 1987, World Commision on


Environment
and
Development
(WCED)
menyerukan perhatian pada masalah besar dan

194

Mahela dan Sutanto

tantangan yang dihadapi pertanian dunia, jika


kebutuhan pangan saat ini dan mendatang harus
terpenuhi, dan perlunya suatu pendekatan baru
untuk pengembangan pertanian, dan pada
beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia
terhadap ketahanan pangan dirasakan semakin
meningkat, oleh karena pangan merupakan
kebutuhan dasar yang permintaannya terus
meningkat seiring dengan perkembangan jumlah
penduduk dunia. Pangan diproduksi secara luas
sehingga dunia surplus pangan, tetapi mengapa
banyak orang yang masih kelaparan (Barichello,
Rick, 2000). Tulisan ini dimaksudkan untuk
mereview ketahanan pangan khususnya di
Indonesia, oleh karena masih banyaknya
permasalahan ketahanan pangan dan pengertian
yang terkait dengan ketahanan pangan tersebut.
Berdasarkan data Neraca Bahan Makanan
(NBM) tahun 1999, Indonesia telah mencapai
ketersediaan energi sebesar 3.194 kkal dan protein
sebesar 83.35 gram (Sukandar, Dadang., Dodik
Briawan, Yayat Heryatno, Mewa Ariani dan Meilla
Dwi Andestina, 2001). Angka ketersediaan energi
dan protein tersebut berdasarkan Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998 telah
melebihi kebutuhan energi dan protein yang
diperlukan yaitu sebesar 2.550 kkal dan 50 gram
protein (Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000).
Walaupun ketersediaan pangan Indonesia pada
tingkat nasional telah melampaui kebutuhan
pangan, tidak berarti bahwa kecukupan pangan
pada tingkat rumah tangga atau individu telah
terpenuhi. Kondisi tersebut apabila tetap dibiarkan
tanpa adanya intervensi dari pemerintah maka
akan berakibat kehilangan satu generasi atau lost
generation. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa
antara 49 sampai 53 persen rumah tangga di
berbagai daerah mengalami defisit energi dimana
konsumsi kurang dari 70% kebutuhan energi. Dari
penelitian Latief, dkk., (2000) ditemukan bahwa
pada tahun 1998 sejumlah 51.1% rumah tangga
mengalami defisit konsumsi.
Definisi Ketahanan Pangan
Dari perspektif sejarah istilah ketahanan
pangan (food security) muncul dan dibangkitkan
karena kejadian krisis pangan dan kelaparan. 7
Istilah ketahanan pangan dalam kebijakan pangan
dunia pertama kali digunakan pada tahun 1971
oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama
negaranegara berkembang dari krisis produksi
dan suplay makanan pokok.
Fokus ketahanan pangan pada masa itu
menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan

195

Jurnal Protein

pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan


yang nampak pada definisi ketahanan pangan oleh
PBB sebagai berikut: food security is availability
to avoid acute food shortages in the event of wide
spread coop vailure or other disaster (Syarief,
Hidayat, Hardinsyah dan Sumali, 1999).
Selanjutnya
definisi
tersebut
disempurnakan pada Internasional Conference of
Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan
negara anggota PBB sebagai berikut: tersedianya
pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang
baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat
untuk hidup sehat, aktif dan produktif.
Di Indonesia, secara formal dalam
dokumen perencanaan pembangunan nasional,
istilah kebijakan dan program ketahanan pangan
diadop sejak tahun 1992 (Repelita VI) yang
definisi formalnya dicantumkan dalam undangundang pangan tahun 1996. Dalam pasal 1
undang-undang pangan tahun 1996, ketahanan
pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup baik jumlah
maupun mutunya, merata dan terjangkau
(http://www.theceli.com/dokumen/
produk/1996/uu7-1996.htm).
Definisi
ini
menunjukkan bahwa target akhir dari ketahanan
pangan adalah pada tingkat rumah tangga.
Banyak definisi tentang ketahanan pangan,
sering samar-samar dan kadang-kadang antara
satu definisi dengan definisi yang lain kontradiktif
(Barichello, Rick, 2000). Nampaknya definisi
ketahanan pangan bervariasi. Definisi ketahanan
dan kerawanan pangan dari beberapa literatur
dapat dilihat pada Lampiran.
Perspektif Pembangunan Ketahanan Pangan
Dalam undang-undang RI Nomor 7 tahun
1996 disebutkan bahwa ke-tahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengembangan ketahanan pangan mempunyai
perspektif pembangunan yang sangat mendasar
karena:
1.
Akses terhadap
pangan dengan gizi seimbang bagi segenap
rakyat Indonesia merupakan hak yang paling
azasi bagi manusia.
2.
Keberhasilan
dalam
pengembangan
kualitas sumber daya manusia sangat
ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan
kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi.

Vol.13.No.2.Th.2006

3.

Ketahanan pangan merupakan basis atau


pilar utama dalam mewujudkan ketahanan
ekonomi dan ketahanan nasional yang
berkelanjutan (Anonymous, 2001).
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem
yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai
subsistem.
Subsistem
utamanya
adalah
ketersediaan pangan, distribusi pangan dan
konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan
me-rupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem
tersebut.
1.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup
aspek produksi, cadangan serta keseimbangan
antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan
pangan harus dikelola sedemikian rupa
sehingga walaupun produksi pangan bersifat
musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah,
tetapi volume pangan yang tersedia bagi
masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya
serta stabil penyediaannya dari waktu ke
waktu.
2. Subsistem distribusi pangan mencakup aspek
aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas
pangan secara merata. Sistem distribusi bukan
semata-mata menyangkut aspek fisik dalam
arti pangan tersedia di semua lokasi yang
membutuhkan, tetapi juga masyarakat.
Surplus pangan di tingkat wilayah belum
menjamin kecukupan pangan bagi individu
masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu
dikelola secara optimal dan tidak bertentangan
dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai
efisiensi dalam proses pemerataan akses
pangan bagi seluruh penduduk.
3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut
upaya
peningkatan
pengetahuan
dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai
pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan
yang baik, sehingga dapat mengelola

Konsep Ketahanan Pangan

konsumsinya secara optimal. Konsumsi


pangan hendaknya memperhatikan asupan
pangan dan gizi yang cukup dan berimbang,
sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan
manusia yang sehat, kuat, cerdas dan
produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat
aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi.
Diversifikasi pangan merupakan suatu cara
untuk memperoleh keragaman konsumsi zat
gizi sekaligus mengurangi ketergantungan
masyarakat atas satu jenis pangan pokok
tertentu, yaitu beras. Ketergantungan yang
tinggi dapat memicu instabilitas apabila
pasokan
pangan
tersebut
terganggu.
Sebaliknya agar masyarakat menyukai pangan
alternatif perlu peningkatan cita rasa,
penampilan dan kepraktisan pengolahan
pangan agar dapat bersaing dengan produkproduk yang telah ada. Dalam kaitan ini
peranan teknologi pengolahan pangan sangat
penting.
Pembangunan
ketahanan
pangan
memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem
tersebut
(Hardinsyah,
Dodik
Briawan,
Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya,
2002). Pembangunan subsistem ketersediaan
pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan
kesinambungan ketersediaan pangan, yang berasal
dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan
sub-sistem distribusi pangan ber-tujuan menjamin
aksesibilitas pangan dan stabilitas harga pangan.
Pembangunan sub-sistem konsumsi bertujuan
menjamin setiap rumah tangga mengkonsumsi
pangan dalam jumlah yang cukup, bergizi dan
aman. Keberhasilan pembangunan masing-masing
sub-sistem tersebut perlu didukung oleh faktor
ekonomi, teknologi dan sosial budaya.yang pada
akhirnya akan berdampak pada status gizi
(Gambar 1).

196

Mahela dan Sutanto

Jurnal Protein

Gambar 1. Sistem Pangan dan Gizi

Pemantapan Ketahanan Pangan


Ketahanan
pangan
nasional
masih
merupakan isu strategis bagi Indonesia mengingat
kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi
pangan mempunyai dimensi sangat luas dan terkait
dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik.
Dengan demikian diperlukan penyelarasan
peningkatan produksi di satu pihak (kepentingan
makro) dan peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani di lain pihak (kepentingan
mikro) dengan prinsip pembangunan dari, oleh dan
untuk masyarakat petani sebagai upaya
pemberdayaan.
Oleh karena itu, jika secara
konsisten ingin mensimultankan pencapaian tujuan
peningkatan produksi dan tujuan kesejahteraan
khususnya untuk petani yang sebagian besar
berusahatani pangan, maka kebijakan swasembada
(self sufficiency) untuk komoditi beras yang
strategis haruslah disesuaikan dan diarahkan
kepada self sufficiency ratio sebagai guide lines
yaitu
suatu
indeks
yang
menunjukkan
perbandingan supplai pangan yang harus
dihasilkan secara domestik terhadap jumlah
keseluruhan permintaan pangan dalam negeri.
Dengan demikian terjadi keseimbangan antara
kepentingan produsen dan konsumen dengan
tingkat harga produk yang layak (at reasonable
prices), sehingga memungkinkan usahatani itu
memperoleh nilai tambah, melakukan reinvestasi
dan berkembang mandiri secara berkelanjutan.
Sikap seperti ini menjadi penting mengingat
pemerintah akhir-akhir ini kewalahan dalam
mengamankan kebijakan harga dasar gabah/beras
sehingga cenderung sangat merugikan petani
produksi. Dengan perkataan lain biarlah petani
yang
melakukan
keputusan-keputusan
usahataninya sesuai signal pasar dimana
kepentingan petani produsen dan konsumen dalam
konteks stabilitas dapat diakomodir melalui
pendekatan usahatani terpadu (mixed and
integrated farming system) yang mencerminkan
the right crops in the right place principles.
Upaya tersebut perlu pula diikuti dengan
kampanye pola makan (dietary pattern) untuk
mengurangi tekanan terhadap permintaan beras
(Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000).

Pemantapan ketahanan pangan tidak


terlepas dari penanganan kerawanan pangan
karena kerawanan pangan merupakan
penyebab penting instabilitas ketahanann
pangan. Kerawanan pangan dapat disebabkan
karena kendala yang bersifat kronis seperti

197

terbatasnya sumber daya dan kemampuan,


maupun yang bersifat sementara seperti
tertimpa musibah atau bencana alam. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah dan masyarakat
perlu membangun suatu sistem kewaspadaan,
yang mampu mendeteksi secara dini adanya
gejala kerawanan pangan di sekitarnya serta
dapat meresponnya dengan cepat dan efektif.
Penanganan yang cepat dan tepat sangat
diperlukan untuk menghindarklan masyarakat
tersebut dari kerawanan yang lebih parah,
dengan segala dampak yang mengikutinya.
Ketahanan pangan yang kokoh dibangun
pada tingkat rumah tangga yang bertumpu
pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan
dengan dinamika pemantapan ketahanan
pangan dilaksanakan dengan mengembangkan
sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan
pangan dan budaya pangan yang dimiliki pada
masyarakat
masing-masing
wilayah.
Keunggulan dari pendekatan ini antara lain
adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi
secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya
pertanian dan iklim setempat, sehingga
ketersediaannya dapat diupayakan secara
berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal
tersebut maka ketahanan pangan masyarakat
tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau
gejolak pasokan pangan yang terjadi d luar
wilayah atau luar negeri.
Dalam kaitan inilah, aspek pemberdayaan
ketahanan pangan masyarakat menjadi sangat
penting. Pemberdayaan masyarakat berarti
meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai
perwujudan
dan
pengembangan
kapasitas
masyarakat
yang
berlandaskan
pada
pemberdayaan sumberdaya manusia agar dapat
memenuhi hak dan kewajibannya sesuai status dan
peranannya dalam pembangunan ketahanan
pangan.
Namun demikian, setiap wilayah atau daerah
mempunyai keunggulan maupun keterbatasan
dalam memproduksi bahan pangan secara efisien.
Ada daerah yang surplus dan ada daerah yang
minus dalam memproduksi pangan tertentu.
Dengan banyaknya jenis pangan esensial nabati
maupun hewani sebagai sumber zat gizi makro dan
mikro, tidak satupun daerah mampu memenuhi
seluruh jenis pangan yang dibutuhkan dan
diinginkan masyarakatnya.

Vol.13.No.2.Th.2006

Oleh karena itu interaksi antar wilayah


mutlak diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan
pangan, dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan daerah. Demikian pula interaksi antar
tataran daerah dengan tataran nasional, dalam
suatu jejaring yang aktif dan dinamis sangat
diperlukan dalam rangka ketahanan pangan
nasional.
Pada dasarnya pemantapan ketahanan
pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan
sistem dan usaha agribisnis di bidang pangan,
utamanya bagi golongan rawan pangan sementara
maupun rawan pangan kronis yang masih
mempunyai potensi pengembangan aktivitas
ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak
pelaku, usaha kecil seperti petani, pengolah dan
pedagang yang berbasis pada keunggulan
komparatif dan kompetitif sumberdaya lokal.
Agar terwujud ketahanan yang kokoh, mulai
dari tingkat rumah tangga sampai tingkat nasional,
sistem dan usaha agribisnis yang dibangun adalah
yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan
dan desentralisasi.
1. Berdaya saing, dicirikan dengan tingkat
efisiensi, mutu, harga dan biaya produksi serta
kemampuan
untuk
menerobos
pasar,
meningkatkan pangsa pasar dan memberikan
pelayanan profesional.
2. Berkerakyatan,
dicirikan
dengan
berkembangnya
usaha
produktif yang
melibatkan masyarakat secara luas dengan
peluang berusaha, kesempatan kerja dan
menikmarti nilai tambah (pendapatan).
3. Berkelanjutan, dicirikan dengan kemampuan
untuk meningkatkan kapasitas sumber daya
pangan yang semakin besar dari waktu ke
waktu yang semakin mensejahterakan
masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan
lingkungan hidup.
4. Desentralistis, diartikan bahwa kegiatan
ekonomi ditentukan oleh masyarakat pelaku
sesuatu dengan kondisi wilayahnya atas dasar
keunggulan
komparatif
dan
aspirasi
masyarakat setempat (Anonymous, 2001).
Opsi Pencapaian Ketahanan Pangan
Ada dua pilihan luas untuk mencapai
ketahanan pangan pada tingkat nasional yaitu
swasembada pangan atau kecukupan pangan. 9
Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan
kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal
dari pasokan domestik dengan meminimalkan
ketergantungan pada perdagangan pangan. Di lain
pihak, konsep kecukupan pangan adalah sangat

Konsep Ketahanan Pangan

berbeda dengan konsep swasembada pangan,


akibat
masuknya
variabel
perdagangan
internasional. Dalam konsep kecukupan pangan,
menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat
produksi domestik ditambah dengan kemampuan
untuk mengimpor pangan agar dapat memenuhi
kebutuhan (kecukupan) pangan penduduk.
Keuntungan resiko dari menggantungkan pada
perdagangan internasional untuk menjamin
ketahanan pangan saat ini tampaknya masih
menjadi topik hangat perdebatan diantara beberapa
strategi alternatif.
Yang menjadi pertanyaan
bersama ialah, bagaimana posisi dimasa yang akan
datang dan konsep apa yang akan dianut? Di
dalam konstelasi perdagangan bebas jelas kedua
pilihan tersebut di atas harus dapat dirumuskan
secara hati-hati dan komprehensif dengan mempertimbangkan seluruh determinan faktor produksi,
pengadaan dan konsumsi pangan.
Ketahanan pangan di tingkat nasional
merupakan prakondisi penting dalam memupuk
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.
Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai
melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan
stabilitas harga. Secara umum pemerintah
berupaya menjaga stabilitas pangan (khususnya
beras) yang diindikasikan dengan adanya
kemampuan menjamin harga dasar (floor price)
dan harga langit-langit (ceiling price) yang
ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi
pasar dan terhadap tingkat harga pedagang besar
yang jauh lebih stabil lagi dari harga beras di
pasaran internasional.
Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan
Pada masa yang akan datang upaya-upaya
memantapkan swasembada beras dan pencapaian
swasembada lainnya tampaknya perlu difokuskan
pada terwujudnya ketahanan pangan, diversifikasi
konsumsi pangan serta terjaminnya keamanan
pangan.9 Dengan mengadaptasi pendapat dari
beberapa dari pakar, dapat dirumuskan beberapa
strategi umum untuk mencapai ketahanan pangan
rumah tangga. Pertama adalah sangat perlu untuk
mengadopsi strategi pembangunan dan kebijakan
ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan
yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan
(sustainable
development).
Kedua
adalah
merupakan keperluan yang mendesak untuk
mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan
pangan serta pembangunan perdesaan dengan
fokus kepentingan golongan miskin. Dan ini berarti
pertanian (pangan) harus menjadi mainstream
dalam ekonomi nasional. Ketiga, sudah saatnya

198

Mahela dan Sutanto

harus meningkatkan akses terhadap lahan dan


sumberdaya pertanian dalam arti luas secara lebih
bijaksana,
termasuk
menciptakan
dan
meningkatkan
kesempatan
kerja,
transfer
pendapatan, menstabilkan pasokan pangan,
perbaikan perencanaan dan pemberian bantuan
pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat.
Penutup
Istilah
ketahanan
pangan
dalam
kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada
tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara
formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam
kebijakan dan program pada tahun 1992, yang
kemudian definisi ketahanan pangan pada undangundang pangan no:7 ada pada tahun 1996.
Ketahanan pangan merupakan basis utama
dalam wewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan
nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan
merupakan sinergi dan interaksi utama dari
subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi,
dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat
dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada
atau kecukupan. Dalam pencapaian swasembada
perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan
pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,
2001.
Program
Kerja
Pengembangan Kewaspadaan Pangan. Pusat
Kewaspadaan
Pangan
2001-2004.
Pusat
Kewaspadaan Pangan. Badan Bimas Ketahanan
Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Barichello, Rick, 2000. Evaluating Government
Policy for Food Security: Indonesia. University of
British Columbia. Berlin
Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin
Herawati dan Retno Wijaya, 2002.
Modul
Ketahanan Pangan 03. Analisis Kebutuhan
Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan

199

Jurnal Protein

dan Gizi (PSKPG) Institut Pertanian Bogor dan


Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP)
Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan.
Latief, D., Atmarita, Minarto, Abas Basuni dan
Robert Tilden, 2000. Konsumsi Pangan Tingkat
Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis
Ekonomi. Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi.VII. Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia.
Jakarta.
Muhilal, Fasli Jalal dan Hardinsyah, 1998. Angka
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Prosiding
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000.
Pembangunan Pertanian dan pengembangan
Agroindustri. Wibowo, R. (Editor). Pertanian dan
pangan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Syarief, Hidayat, Hardinsyah dan Sumali, 1999.
Membenahi Konsep Ketahanan Pangan Indonesia.
Thaha,
Hardinsyah
dan
Ala
(Editor).
Pembangunan Gizi dan Pangan Dari Perspektif
Kemandirian Lokal. Perhimpunan Peminat Gizi
dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia dan
Center For Regional Resource Development &
Community Empowenment. Bogor.
Sukandar, Dadang., Dodik Briawan, Yayat
Heryatno, Mewa Ariani dan Meilla Dwi Andestina,
2001. Kajian Indikator Ketahanan Pangan
Tingkat Rumah Tangga: di Propinsi Jawa Tengah.
Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG)
Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Wibowo, R., 2000. Penyediaan Pangan dan
Permasalahannya.
Wibowo,
R.
(Editor).
Pertanian dan pangan. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.

Vol.13.No.2.Th.2006

Konsep Ketahanan Pangan

Lampiran 1. Definisi Ketahanan Pangan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Ketahanan pangan adalah ketersediaan untuk menghindarkan kekurangan pangan akut dari kejadian
penyebaran luasnya kegagalan kerjasama atau bencana lain (UN, 1974 dalam Syarief, Hardinsyah dan
Sumali, 1999).
Ketersediaan pada seluruh waktu dari supply dunia cukup dari bahan pangan dasar .. menopang
mantapnya konsumsi pangan .. dan mengimbangi fluktuasi dalam produksi dan harga (UN, 1975
dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Suatu kondisi dimana kemungkinan warga negara suatu negara merasa berada di bawah level minimal
dari konsumsi pangan adalah rendah (Reutlinger and Knapp, 1980 dalam Maxwell dan Frankenberger,
1992).
Kemampuan memenuhi level target dari konsumsi secara tahunan (Siamwalla and Valdes, 1980 dalam
Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Setiap orang mempunyai cukup untuk dimakan pada beberapa waktu cukup untuk hidup,
kesehatan dan pertumbuhan semenjak muda dan untuk usaha produktif (Kracht, 1981 dalam Maxwell
dan Frankenberger, 1992).
Kemampuan pasti pada finansial yang dibutuhkan impor dalam memenuhi target level konsumsi dengan
segera (Valdes and Konandreas, 1981 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Bebas dari deprivasi pangan untuk seluruh orang dunia pada seluruh waktu (Reutlinger, 1982 dalam
Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Menjamin bahwa semua orang pada seluruh waktu mempunyai akses phisik maupun akses ekonomi
pada pangan dasar yang mereka butuhkan (FAO, 1983 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Stabilisasi dari akses, atau proporsi kekurangan dalam akses, pada kalori penduduk (Heald dan Lipton,
1984 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Suatu sekeranjang pangan, kecukupan gizi, penerimaan budaya diusahakan dalam menjaga martabat
manusia dan abadi sepanjang waktu (Oshaug, 1985 dalam Eide et al. 1985 dalam Maxwell dan
Frankenberger, 1992).
Akses oleh semua orang pada seluruh waktu cukup pangan untuk hidup aktif dan sehat (Reutlinger,
1986 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).

200

Mahela dan Sutanto

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.

201

Jurnal Protein

Akses oleh semua orang pada seluruh waktu cukup pangan untuk hidup aktif dan sehat (World Bank,
1986 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Selalu mempunyai cukup untuk makan (Zipperer dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Suatu jaminan supply dan distribusi dari pangan untuk semua kelompok sosial dan kecukupan individu
dalam kualitas dan kuantitas memenuhi kebutuhan gizinya (Barraclough dan Utting, 1987 dalam
Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Akses phisik dan akses ekonomi pada pangan untuk seluruh warga negara baik jangka pendek maupun
jangka panjang (Falcon et al, 1987 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Suatu negara dan orang adalah tahan pangan ketika sistem pangannya dioperasikan efisien dalam suatu
cara sebagai perubahan kekhawatiran bahwa akan tidak cukup makan (Maxwell, 1988 dalam Maxwell
dan Frankenberger, 1992).
Ketersediaan pangan yang cukup pada semua orang secara teratur (UN World Food Council, 1988
dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Akses memadai pada pangan yang cukup supply energi dibutuhkan untuk seluruh anggota keluarga
untuk hidup sehat aktif dan hidup produktif (Sahn, 1989 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Konsumsi kurang dari 80% dari kecukupan intake kalori perhari rata-rata WHO (Reaardon and Matlon,
1989 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Kemampuan. memenuhi kecukupan konsumsi pangan yang dibutuhkan untuk suatu kehidupan normal
dan sehat pada seluruh waktu (Sarris, 1989 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Akses pada pangan yang cukup oleh dan untuk rumah tangga sepanjang waktu (Eide, 1990 dalam
Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Kerawanan pangan ada ketika anggota dari suatu rumah tangga mempunyai ketidakcukupan diet pada
sebagian atau keseluruhan dari tahun atau berhadapan kemungkinan dari suatu ketidakcukupan diet
yang akan datang (Phillips dan Taylor, 1990 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Kemampuan .. menjamin dalam jangka panjang, yang mana sistem pangan menyediakan akses
penduduk total yang reliabel dan supply gizi cukup dari pangan (Staatz, 1990 dalam Maxwell dan
Frankenberger, 1992).
Tidak adanya kelaparan dan malnutrisi (Kennes, 1990 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Asuransi dari pangan melebihi seluruh kebutuhan setiap musim dari tahun (UNICEF, 1990 dalam
Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Ketidakmampuan . membeli kuantitas cukup dari pangan dari adanya supply (Mellor, 1990 dalam
Maxwell dan Frankenberger, 1992)
Kemampuan merasa sendiri dari anggota rumah tangga pada ketentuannya sendiri dengan pangan cukup
melalui apapun alatnya (Gillespie and Mason, 1991 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
(Rendah) resiko dari kekurangan akses terus-menerus oleh orang pada pangan mereka butuhkan
berperanan hidup sehat (von Braun, 1991 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992).
Suatu situasi yang mana seluruh individu dalam suatu penduduk memiliki sumberdaya untuk menjamin
akses cukup pangan untuk hidup aktif dan sehat (Weber dan Jayne, 1991 dalam Maxwell dan
Frankenberger, 1992).
Akses pangan, cukup dalam kuantitas dan kualitas, pemenuhan semua kebutuhan gizi untuk seluruh
anggota keluarga seluruh tahun (Johnsson and Toole, 1991 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992)
Akses pangan kebutuhan pangan untuk hidup sehat untuk seluruh anggota dan bukan pada resiko tak
semestinya dari kehilangan akses yang cukup (ACC/SCN, 1991 dalam Maxwell dan Frankenberger,
1992).
Ketersediaan pangan cukup menjamin suatu intake yang diperlukan minimum seluruh anggota (Alamgir
dan Arora, 1991 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992)
Kelangsungan hidup dari rumah tangga sebagai suatu unit produktif dan reproduktif (bukan) diancam
oleh kekurangan pangan (Frankenberger and Goldstein, 1991 dalam Maxwell dan Frankenberger, 1992)
Tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada
setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. (International Food Sumit and International
Conference of Nutrition, 1992 dalam Syarief, Hardinsyah dan Sumali, 1999)
Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ter-sedianya pangan yang cukup,
baik
jumlah
maupun
mutunya,
aman,
merata
dan
terjangkau
(http://www.theceli.com/dokumen/produk/1996/uu7-1996.-htm dan Anonymous, 2001).

Vol.13.No.2.Th.2006

36.

Konsep Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan diukur oleh rasio dari pengeluaran pangan terhadap anggaran keluarga atau
pendapatan (Barichello, 2000).

202

Anda mungkin juga menyukai