Anda di halaman 1dari 3

I.

Latar Belakang

Bangsa Indonesia dengan ciri yang penuh keberagaman dari berbagai penjuru mulai dari
Sabang sampai Merauke, keanekaberagaman ini tidak lepas dari khasanah bangsa yang ada sejak
nenek moyang dulu. Mulai dari kebudayaan, tradisi, makanan khas sampai ke masalah sosial
maupun agama. Di sebuah pelosok tanah air Indonesia wilayah timur, tepatnya di pinggiran Danau
Mawang, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan terdapat sebuah jamaah Islam yang bercirikan
penampilan serba hitam, berambut pirang sebahu dan sorban hitam yang berpadukan putih serta
cadar bagi sebagian kaum ibu, itulah jemaah An-Nadzir.

An-Nadzir (pemberi peringatan) adalah sebuah majlis yang mereka sebut berlandaskan Al-
Qur’an dan Hadist dan mereka sangat sensitif bila disebutkan dengan aliran sesat atau aliran yang
tidak tentu karena mereka meyakini bahwa jamaah An-Nadzir telah konsisten dengan Al-Quran dan
Hadist. Sedikit cerita mengenai keberadaan mereka di sebuah pemukiman yang terpencil di
Kabupaten Gowa 20 kilometer dari kota Makassar, dari berbagai sumber dipercaya dan beberapa
media awal kemunculan jamaah ini adalah dari seorang Syech Muhammad Al Mahdi Abdullah
yakni Imamnya ajaran An-Nadzir yang asalnya imam tersebut tidak diberitakan dari mana. Syech
Muhammad Al Mahdi Abdullah sendiri masuk ke daerah Gowa pada tahun 1998 hingga sekarang
telah ada sebanyak 500 jemaah lebih dari pengikut An-Nadzir, mereka tidak hanya tersebar di Gowa
Sulawesi Selatan melainkan telah mulai merambah keberbagai wilayah di Indonesia seperti Medan
(Sumatera Utara), Jakarta, Palopo bahkan beberapa ada di luar negeri.

Ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda dari umat Islam pada umumnya selain dari
bentuk ciri-ciri yang disebutkan di atas. Tepatnya pada bulan Ramadhan, jamaah ini memang
memiliki sorotan penting dari berbagai media dan publik terutama mengenai hal ibadah yang
mereka lakukan sepanjang bulan Ramadhan. Sebut saja dari segi berpuasa, shalat sunat tarawih
sampai penentuan 1 Syawal yang jauh berbeda dengan ormas Islam seperti Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama.

Rumusan Masalah
a. Pengertian awal bulan qomariyyah
b. Cara penentuan awal bulan qomariyyah versi an Nadzir
III. Pembahasan
a. Pengertian awal bulan qomariyyah
b. Cara penentuan awal bulan qomariyyah versi an Nadzir
berdasarkan pada fenomena alam, seperti gejala air pasang dan perjalanan akhir Sya'ban,
jamaah ini memulai ibadah puasa dua hari lebih awal dibanding umat Islam lain.
Meski begitu, ia berkeyakinan tetap merujuk pada al-Qur’an dan hadits.
Ketua Umum Ormas Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar, Ustadz Zaitun Rasmin, Lc juga
mengharap agar MUI turun tangan dalam masalah ini. “Ini kewajiban MUI dan Departemen
Agama. Tapi secara moril, Wahdah Islamiyah akan meneliti dan memberikan nasihat pada para
pengikut, umat dan pemerintah,” jelasnya.

Khusus masalah penentuan 1 Syawal, Zaitun menegaskan, jamaah An-Nadzir tak punya dasar sama
sekali jika dibandingkan dengan rukyah atau hisab. “Metode itu tak dikenal dalam Islam,”
simpulnya. MUI dan Depag memang harus segera bertindak. Jangan biarkan umat resah dan
bingung.

Keyakinan ini berdasarkan penghitugan yang di dasarkan sinar matahariMereka melakukan penghitungan ini
dengan menggunakan kain hitam yang diarahkan ke arah sinar matahari.

Menurut pimpinan jamaah An-Nadzir, Ustadz Lukman A Bakti, jamaahnya bukan sembarangan
melaksanakan salat Idul Fitri. Namun berdasarkan tanda-tanda alam dan penelitian mendasar yang
dilakukan oleh anggota jamaah An-Nadzir.

"Perpindahan bulan ramadan ke syawal dapat kita ketahui dengan mengamati tingkat pasang
tertinggi air laut dan juga dari proses pengintaian bulan," jelas Ustadz Lukman

Perbedaan waktu salat Idul Fitri dengan jadwal yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Menteri
Agama, memang sudah dapat diketahui sejak permulaan bulan ramadan. Jamaah An-Nadzir 2 hari
lebih cepat melaksanakan puasa dari umat Islam pada umumnya di negeri ini, sehingga mereka
mencukupkan puasanya selama 30 puasa.

Untuk meyakinkan penentuan 1 Ramadhan, jamaah An-Nadzir juga memantau gejala alam seperti
kejadian pasang air laut. Mereka mendatangi daerah Pantai Kalongkong, Takalar. Dari pengamatan
mereka itu, sekitar pukul 16.00 Wita, sudah terjadi puncak tertinggi pasang air laut. Itu menandakan
terjadinya pergeseran bulan dari Syaban ke Ramadhan, karena saat itu bulan dan matahari pada
posisi sejajar," katanya yakin

Dia mengatakan, bersama jamaahnya telah memantau wujud bulan ketika pada posisi purnama
dibulan Syaban. Mereka kemudian menghitung mundur hingga memasuki akhir bulan. Pada Ahad
lalu, Lukman sudah masuk tanggal 27 Syaban, Lukman bersama jamaahnya mengaku melihat
bulan pada posisi bulan terbit diposisi timur yang membentuk bulan sabit. Lukman mengaku sudah
melihat tiga bayangan.

"Pantauan itu kami lakukan secara terus menerus. Dan pada hari senin, tersisa dua bayangan, Selasa
tersisa satu bayangan, dan Rabu tentu akan habis, yang menandai pergeseran ke bulan baru,"
terangnya lagi.

Jamaah An-Nadzir juga melihat waktu terbitnya bulan pada tiga hari terakhir Syaban, yang dalam
ilmu astronomi hanya terpaut 30 menit. Menurut Lukman, posisi Rabu, bulan terbit pada pukul
05.30 Wita sehingga Kamis dipastikan terbit pukul 06.00 Wita, seiring dengan terbitnya fajar.

Anda mungkin juga menyukai