Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi
Sistem pendinginan adsorpsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap.
Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya
perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara
perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada
sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem
pendingin adsorpsi digunakan adsorben dan generator bertekanan rendah, tekanan
ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga adsorben dan
generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak kompresi tersebut,
sistem pendingin adsorpsi memerlukan masukan energi panas.

Gambar
Pemanasan

2.1.

Proses

Kolektor dengan

tenaga surya [1]


Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low level energy) karena
panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak didaur ulang.
Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan kolektor
surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yang menggunakan energi komersial.

Universitas Sumatera Utara

Komponen utama mesin pendingin adsorpsi adalah generator, kondensor, dan


evaporator. Evaporator memegang peranan penting sebagai tempat refrigeran yang
akan digunakan untuk mendinginkan fluida atau benda yang akan didinginkan.
2.2. Evaporator
Evaporator dalam sistem refrigerasi adalah alat penukar kalor yang memegang
peranan penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya
Tujuan sistem refrigerasi adalah untuk membebaskan panas dari fluida seperti udara, air
atau beberapa benda yang lain.[2].
Evaporator diletakkan dibagian unit pendingin dari lemari pendingin dan akan
bersentuhan langsung dengan media yang akan didinginkan, yaitu air. Cairan metanol
akan menguap pada saat temperatur adsorben naik atau pada saat pemanasan adsorben.
Metanol akan mencair dikondensor dan cairannya akan terkumpul kembali di
evaporator, dan malam hari temperatur adsorben akan turun perlahan lahan dan akan
menyerap metanol. Akibatnya metanol akan menguap dan menyerap kalor dari
sekitarnya sehingga temperatur akan turun.[2].

2.3. Perpindahan Kalor Didalam Evaporator


a. Koefisien Perpindahan Kalor
Faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan kalor adalah kecepatan aliran
fluida atau benda yang akan didinginkan, disamping itu makin besar luas bidang benda
yang hendak diinginkan atau dekat dengan bidang pendingin juga mempengaruhi
koefisien perpindahan kalor. Untuk temperatur penguapan refrigeran, temperatur benda
atau fluida yang akan didinginkan akan dipengaruhi oleh kecepatan aliran dari zat yang
hendak didinginkan.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam evaporator, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan


perbedaan rata- rata temperatur, makin besar perbedaan temperatur, makin kecil ukuran
penukar kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan, namun dalam hal
tersebut diatas, temperatur penguapannya menjadi rendah.
b. Kapasits (Q) Pendingin di dalam Evaporator
Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut untuk
menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan dalam Kkal/jam
atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah Ton Of Refrigeration (TR) atau
Refrigeration Ton (RT). Satuan ini dihitung berdasarkan panas pencairan 1 ton es
selama 24 jam.[3].
Dimana tiap 1 lb es yang mencair membutuhkan panas 144 btu, maka :

Kapasitas mesin pendingin pada umumnya ditentukan tiga hal, yaitu; jumlah
refrigeran yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigeran didalam
evaporator, jenis refrigeran yang digunakan.

2.4. Jenis Evaporator

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi menjadi 3 macam,


yaitu :
1. Evaporator Pipa Telanjang ( Bare Tube Evaporator )
2. Evaporator Pelat ( Plate Surface Evaporator )
3. Evaporator Bersirip ( Finned Evaporator)
Berdasarkan bentuk dan penggunaannya, evaporator dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu :
1. Evaporator jenis expansi kering
Cairan refrigeran yang diexpansikan melalui katup expansi pada waktu masuk
ke evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap, sehingga keluar dari
evaporator dalam kering.
Karena sebagian besar evaporator terisi oleh uap refrigeran , maka perpindahan
kalor yang terjadi tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan keadaan dimana
refrigeran dimana evaporator terisi oleh refrigeran cairan. Evaporator jenis ini tidak
memerlukan cairan refrigeran dalam jumlah yang besar, disamping itu jumlah minyak
pelumas yang tertinggal di dalam evaporator sangat kecil.
Jumlah refrigeran yang masuk kedalam evaporator dapat diatur oleh katup
expansi sehingga semua refrigeran meningggalkan evaporator dalam bentuk uap jenuh,
dan bahkan dalam keadaan superpanas.
2. Evaprator jenis super basah
Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi refrigeran
diantara diantara evaporator jenis expansi kering dan evaporator jenis basah. Dalam
evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigeran cair dalam pipa penguapnya. Oleh karena
itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis setengah basah lebih tinggi dari pada

Universitas Sumatera Utara

yang dapat diperoleh pada jenis expansi kering, tetapi lebih rendah dari pada yang
diperoleh pada jenis basah.
Pada jenis basah expansi kering, refrigeran masuk dari bagian atas dari koil
sedangkan pada evaporator jenis setengah basah, refrigeran dimasukkan dari bagian
bawah koil evaporator.
3. Evaporator jenis basah
Dalam evaporator jenis basah, sebagian dari jenis evaporator terisi oleh cairan
refrigeran. Proses penguapannya terjadi seperti pada ketel uap. Gelelmbung refrigeran
yang terjadi karena pemanasan akan naik, pecah pada permukaan cair atau terlepas dari
permukaannya. Sebagian refrigeran kemudian masuk ke dalam akumulator yang
memisahkan uap dari cairan maka refrigeran yang ada dalam bentuk uap sajalah yang
masuk ke dalam kompresor. Bagian refrigeran cair yang dipisahkan didalam
akumulator akan masuk kembali kedalam evaporator, bersama sama dengan
refrigeran (cair) yang berasal dari kondensor.
Tabung evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Cairan refrigeran meyerap kalor
dari fluida yang hendak di dinginkan ( air larutan garam), yang mengalir di dalam pipa
uap refrigeran yang terjadi dikumpulkan di bagian atas dari evaporator sebelum masuk
ke kompresor. Tinggi permukaan cairan refrigeran yang ada di dalam evaporator diatur
oleh pelampung. Jumlah refrigeran yang dimasukkan ke dalam tabung evaporator di
sesuaikan dengan beban pendingin.
2.5. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu
larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu
(adsorbent). Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan, baik itu dari
larutan gas ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain (Treybal, 1980).

Universitas Sumatera Utara

Adsorpsi

melibatkan

proses

perpindahan

massa

dan

menghasilkan

kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.
Pemisahan dari suatu larutan tunggal antara cairan dan fasa yang diserap membuat
pemisahan larutan dari fasa curah cair dapat dilangsungkan.

Gambar 2.2. penyerapan suatu zat oleh zat pengadsorpsi.[4]

Fasa penyerap disebut sebagai adsorben. Bahan yang banyak digunakan sebagai
adsorben adalah karbon aktif, molecular sieves dan silika gel. Permukaan adsorben
pada umumnya secara fisika maupun kimia heterogen dan energi ikatan sangat
mungkin berbeda antara satu titik dengan titik lainnya. Pada praktiknya, proses adsorpsi
bisa dilakukan secara tunggal namun bisa pula merupakan kelanjutan dari proses
pemisahan dengan cara distilasi.
2.5.1. Jenis-Jenis Adsorpsi
1. Adsorpsi Fisik
Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarik-menarik
antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini melibatkan gaya-gaya

Universitas Sumatera Utara

Van der Wals (sebagai kondensasi uap). Jenis ini cocok untuk proses adsorpsi yang
membutuhkan proses regenerasi karena zat yang teradsorpsi tidak larut dalam adsorben
tapi hanya sampai permukaan saja.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara
molekul

adsorben dengan molekul adsorbat. Proses ini pada umumnya menurunkan

kapasitas dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga proses ini tidak
reversibel.[2].
2.5.2. Kinetika Adsorpsi
Kinetika adsorpsi berhubungan dengan laju reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi
lebih khusus, yang hanya membahas sifat penting dari permukaan zat.[4]. Kinetika
adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam suatu jangka waktu
tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui dengan mengukur perubahan
konsentrasi zat teradsorpsi tersebut. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh kecepatan
adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan sebagai banyaknya zat yang
teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya :
Macam adsorben
Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Luas permukaan adsorben
Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Temperatur
2.5.3. Kesetimbangan Adsorpsi
Fasa kesetimbangan antara cairan dan fasa yang diserap oleh satu atau lebih
komponen dalam proses adsorpsi merupakan faktor yang menentukan di dalam kinerja

Universitas Sumatera Utara

proses adsorpsi tersebut. Dalam hampir semua proses, faktor ini jauh lebih penting
daripada laju perpindahan. Peningkatan kapasitas stoikiometrik adsorben memiliki
pengaruh yang lebih besar daripada peningkatan laju perpindahan.

2.5.4. Isoterm Adsorpsi


Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara
fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada
temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan
untuk menjelaskan isoterm adsorpsi.[2].
1. Isoterm Brunauer, Emmet, and Teller (BET)
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa
molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
permukaannya.[2].
2. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm
adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan
oleh Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan
yang berbeda-beda.[2]. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling
banyak digunakan saat ini. Persamaannya adalah:
Pers. ( 2.1)
Dengan :
x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)

m = massa dari adsorben (mg)

Universitas Sumatera Utara

C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan


k = konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot
sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada
koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini,
akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini
dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben.

2.5.5. Prinsip Kerja Siklus Adsorpsi


Siklus adsorpsi menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda, zat pertama
disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrigeran. Proses adsorpsi
dipengaruhi tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan rendah yang
meliputi proses penguapan di evaporator dan penyerapan di adsorben dan tekanan
tinggi yang meliputi proses pembentukan uap di generator dan pengembunan di
kondensor.
Efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi proses
pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan tersebut. Proses
yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan yang terjadi pada siklus
kompresi uap. Siklus adsorpsi dioperasikan oleh kalor karena hampir sebagian besar
operasi berkaitan dengan pemberian kalor untuk melepaskan uap refrigeran.
Generator menerima kalor dan membuat uap dan membuat uap refrigeran
terpisah dari adsorben menuju ke kondensor, pada kondensor terjadi pelepasan kalor ke
lingkungan sehingga fasa refrigeran berubah dari uap menjadi cair, ketika memasuki
evaporator temperaturnya akan berada di bawah temperatur lingkungan. Pada

Universitas Sumatera Utara

komponen evaporator inilah terjadi proses pendinginan suatu produk dimana kalornya
diserap oleh refrigeran untuk selanjutnya menuju adsorben.

2.6. Adsorben
Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang sangat
berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah
tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben biasanya sangat kecil maka
luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar.
Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk
proses adsorpsi. Karbon aktif yang merupakan contoh dari adsorpsi, yang biasanya
dibuat dengan cara membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan udara
yang terbatas. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul yang diserap karena
terjadi interaksi tarik menarik.[2].

2.6.1 Unjuk Kerja Adsorben


Adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorpsi dilihat
dari sisi waktu. Lama operasi terbagi menjadi dua, yaitu waktu penyerapan hingga
komposisi diinginkan dan waktu regenerasi / pengeringan adsorben. Makin cepat dua
varibel tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut.

2.6.2 Penggolongan Adsorben


2.6.2.1. Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air
Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari
suatu campuran yang ingin dipisahkan. Secara umum, hal yang mempengaruhi kinerja
adsorben adalah struktur kristalnya (zeolit dan silikat) dan sifat dari molekul adsorben
tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak telah ditemukan baik dalam bentuk sintetis
ataupun alami.

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah klasifikasi umum adsorber.


Tabel 2.1. Penggolongan adsorben berdasarkan kemampuan menyerap air [2]
Jenis
Hidrofobik

Penyusun
Polimer Karbon Aktif

Struktur
Moleculer sieve Karbon
Silikat

Hidrofolik

Silika Gel

Zeeolit : 3A(KA),
4A(NaA), 5A(CaA),
13X(NaX)
Mordenite, Chabazite,
dll

2.6.2.2. Berdasarkan Bahannya


Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua , yaitu:
1. Adsorben Organik
Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang
mengandung pati. Adsorben ini digunakan sejak tahun 1979 untuk
mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa
digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan
gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas
tumbuhan yang akan dijadikan adsorben.
2. Adsorben Anorganik
Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya,
pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai
orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non
pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya

Universitas Sumatera Utara

cenderung sama. Dalam penelitian ini, adsorben yang dipakai adalah karbon
aktif.
Dalam penelitian ini adsorben yang digunakan adalah karbon aktif. Karbon aktif
adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang
mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan
pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu
tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas.[2].
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu
tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara
didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya
terkarbonisasi dan tidak teroksidasi.

Gambar 2.3. karbon aktif [2]

Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai
adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan
kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan
aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang
yang demikian disebut sebagai arang aktif.
Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas
500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat
halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan
menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya
karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang
aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis
arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang disarankan
untuk sekali pakai.[2].
Menurut SII No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti
yang tercantum pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif.[3].
Jenis

Persyaratan

Bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC.

Maksimum 15%

Air

Maksimum 10%

Abu

Maksimum 2,5%

Bagian yang tidak diperarang

Tidak nyata

Daya serap terhadap larutan

Minimum 20%

Karbon aktif terbagi atas 2 tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif
sebagai penyerap uap.
1. Arang aktif sebagai pemucat.
Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai
1000 A0 yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara

memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang


tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat zat penganggu dan
kegunaan yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini
diperoleh dari serbuk serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari
bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang
lemah.
2. Arang aktif sebagai penyerap uap.
Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori
berkisar antara 10-200 A0. Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase
gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau katalis pada
pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari
tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur
keras.
Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan secara
kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi
dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur
pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi
bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan
arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya
serap.
2.7. Refrigerant
Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang
mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya untuk mengambil

Universitas Sumatera Utara

panas dari evaporator dan membuangnya di kondensor. Karakteristik termodinamika


refrigerant antara lain meliputi temperature penguapan, tekanan penguapan, temperatur
pengembunan. Untuk keperluan suatu jenis pendinginan (misal untuk pendinginan
udara atau pengawet beku) diperlukan refrigeran dengan karakteristik termodinamika
yang tepat. Adapun syarat-syarat untuk refrigerant adalah [2] :
1. Tidak dapat terbakar atau meledak bila tercampur dengan udara, pelumas
dan sebagainya.
2. Tidak menyebabkan korosi terhadap bahan logam yang dipakai pada
sistem mesin pendingin.
3. Mempunyai titik didih dan kondensasi yang rendah.
4. Perbedaan antara tekanan penguapan dan tekanan penguapan
( kondensasi ) harus sekecil mungkin.
5. Mempunyai panas laten penguapan yang besar, agar panas yang diserap
evaporator yang sebesar-besarnya.
6. Konduktivitas thermal yang tinggi.
Dalam penelitian ini bahan refrigeran yang digunakan adalah metanol. Metanol
dipilih karena memiliki kelebihan sebagai berikut [2]:
1. Pada tekanan atmosfir metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap dibandingkan dengan air meskipun pada tekanan 1 atm.
2. Sangat efisien.
3. Tidak korosif terhadap besi atau baja.
4. Dapat dgunakan sistem absorpsi dan kompresi.

Universitas Sumatera Utara

Secara fisik Metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat
bercampur dengan air, etanol, chloroform dalam perbandingan berapapun, hygroskopis,
mudah menguap dan mudah terbakar dengan api.

Gambar 2.4. Metanol


Spesikasi metanol yang

di

gunakan

dalam

penelitian adalah sebagai berikut:


Rumus molekul

: CH3OH

Produksi

: Merck KGaA Jerman

Index No.

: 603-001-00-X

Kemurnian

: 99.9 %

Keasaman

: 0,0002 meq/g

Massa molar
Density
Titik didih

: 32.04 g/mol
: 0,791- 0793 g/cm3
: 64-65 0C

Titik leleh

: -97,8 0C

Kelarutan dalam air

: Sangat larut

Viskositas

: 0.59 Mpa pada suhu 20 0C

2.8. Kalor (Q)

Universitas Sumatera Utara

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan
suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan, yang
dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak
kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung
sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor
(Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per
detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam
melakukan usaha. [4].
2.8.1. Kalor Laten
Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan
kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini
tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa.
Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan
struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor
yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah [4] :
Pers.(2.2)
Dimana :
QL = Kalor laten zat (J)
Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)
m = Massa zat (kg)

2.8.2. Kalor sensibel


Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah
temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan

Universitas Sumatera Utara

termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa


intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas sensible. Dengan kata lain,
kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida
sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida
tersebut. [4].
Pers.(2.3)

Dimana :
Qs = Kalor sensibel zat (J)
Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg. K)
T = Beda temperatur (K)

2.8.3. Perpindahan Kalor


Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor
dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah,
hingga tercapainya kesetimbangan termal.
Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi,
konveksi dan radiasi [4].
1. Konduksi
Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan
pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah
dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum
dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung
logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo
yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron

Universitas Sumatera Utara

disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada
atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan
gerakan elektron bebas. Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk
proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu [4] :
Pers. (2.4)
Dimana : Q = laju aliran energi (W)
A = luas penampang (m2)
t = beda suhu (K)
L = panjang (m)
k = daya hantar (konduktivitas) termal (W/m K)
Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum dinyatakan dengan
bentuk persamaan diferensial di bawah ini [4]:

Pers. (2.5)
Dimana : dT/dx = Laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x
2.

Konveksi
Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan

dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya dikarenakan


perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection) dan bila didorong,
misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection).
Besarnya konveksi tergantung pada :
a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A).
b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (T).
c. koefisien konveksi (h)

Universitas Sumatera Utara

Persamaan laju perpindahan kalor secara konveksi telah diajukan oleh Newton
pada tahun 1701 yang berasal dari pengamatan fisika. [4].
Pers.(2.6)
Dimana :
hc = koefisien konveksi (W/m2 oC)
ts = suhu permukaan (0C)
tf = suhu fluida (0C)
Beberapa parameter yang telah diuji dan mengenal bentuk korelasi yang banyak
digunakan untuk menentukan koefisien konveksi (hc) yaitu :
a. Bilangan Reynold (Re)
Bilangan Reynold digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan aliran
fluida itu laminer dan turbulen. Untuk bilangan Re<2300 dikatakan aliran
laminar; Re>2300 dikatakan aliran turbulen. [4]:

Pers. (2.7)
Dimana :

= rapat massa

(kg/m3)

v = kecepatan aliran fluida

(m/s)

D = diameter aliran fluida

(m)

= viskositas fluida

(Pa.det)

Universitas Sumatera Utara

b. Bilangan Prandtl (Pr)


Bilangan Prandtl adalah bilangan tanpa dimensi yang merupakan fungsi
dari sifat-sifat fluida. Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai perbandingan
viskositas kinematik terhadap difusitas thermal fluida yaitu [4]:

Pers.(2.8)

Dimana : Cp = panas spesifik fluida

(J/kg.K)

= viskositas fluida

(Pa.det)

k = konduktivitas thermal

(W/m2K)

c. Bilangan Nusselt (Nu)


Pers.(2.9)

Dimana : hc = koefisien konveksi (W/m2 K)


D = diameter efektif aliran fluida (m)
k = konduktifitas thermal fluida (W/mK)
Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran tertentu
sehingga hubungan antara bilangan Nusselt, Reynolds dan Prandtl dapat dirumuskan
[4] :

Nu = C (Ren) (Prm)

Pers.(2.10)

Universitas Sumatera Utara

3. Radiasi
Perpindahan energi secara radiasi berlangsung akibat foton-foton dipancarkan
dengan arah, fase dan frekuensi yang serampangan dari suatu permukaan ke permukaan
lain. Pada saat mencapai permukaan lain, foton yang diradiasikan juga diserap,
dipantulkan atau diteruskan (ditransmisikan) melalui permukaan tersebut. [4].
Untuk benda hitam, radiasi termal yang dipancarkan per satuan waktu per
satuan luas pada temperatur T kelvin adalah :
E = e T4

Pers.(2.11)

Dimana : konstanta Boltzmann : 5,67 x 10-8 W/ m2 K4.


e : emitansi (0 e 1)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai