Anda di halaman 1dari 7

Tasks for Students taking Intro to Literature

Oktober 6, 2008 oleh pbingfkipunlam


1. Mention some characteristics of literary work. Explain each of them!
2. Read one of the short stories, and then make a summary and explain its some
moral values you can take! Use your text book as a guidance!
Notes: a. you can use bahasa Indonesia for answering the tasks;
b. at the end of October, you must complete and submit your tasks!
c. submit your tasks via e-mail: muin_sihyar@yahoo.com
Ditulis dalam Tasks of Intr to Lit 1 | Tidak ada komentar
QUO VADIS PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS?(diambil
dari rahayusuciati.wordpress.com/)
Oktober 3, 2008 oleh pbingfkipunlam
Oleh Rahayu Suciati*
Konvesional. Seperti itulah pengajaran bahasa Inggris (BI) yang umumnya ditemui di
sekolah-sekolah di negara kita. Pengajaran berfokus pada gramar dan penguasaan tata
bahasa sudah berakar dalam sistem pengajaran BI di Indonesia. Saking
menitikberatkan pada kemampuan gramar banyak elemen lebih praktikal tidak
kebagian waktu untuk diajarkan. Akibatnya siswa yang sudah belajar BI sejak SMP,
bahkan sejak SD, masih gagap berbicara BI. Masih untung jika sebatas gagap, yang
parah ada lulus SMA yang tidak bisa memperkenalkan diri dalam BI.
Hal yang paling dilupakan dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolah adalah
penanaman konteks sosial dalam pengajaran materinya. Padahal BI itu tidak jauh
dengan aplikasi bahasa Indonesia dimana faktor siapa yang berbicara, pada siapa ia
berbicara, dimana dan kapan ia berbicara, memegang peranan penting. Seperti inti
ajaran sosiolinguistik yang mengungkap keterkaitan yang tak bisa dipisahkan antara
bahasa dengan konteks sosial dimana bahasa itu digunakan.
Dalam buku-buku teks di sekolah seringkali banyak ditemui ungkapan-ungkapan
seperti ungkapan sapaan, simpati, permintaan, penawaran, permintaan maaf, dan
lainnya. Sayangnya ungkapan-ungkapan tersebut hanya diajarkan sebatas
pengucapannya tanpa disertai dengan pemahaman terhadap fungsi, konteks waktu,
tempat dan situasi dimana ungkapan itu dapat digunakan dengan lebih tepat.
Ambil contoh saja dari ungkapan sapaan yang sering diajarkan seperti Hello, how
are you?, Good morning, Whats up?,How are you doing? dan juga ungkapan
pembuka percakapan seperti What a beautiful day, isnt it?. Para guru kebanyakan
hanya mengajarkan pengucapannya berulang-ulang tanpa mengajarkan mana
ungkapan yang kasual atau formal dan situasi yang tepat dalam penggunannya.

Hal ini bisa saja sepele, tapi kesalahpahaman yang mungkin timbul akibat
pengetahuan yang sempit akan pemakaian ungkapan bahasa bisa jadi hal yang fatal
jika para siswa berbicara dengan native speaker.
Seperti ketika ia berbicara dengan lawan bicara yang lebih tua menggunakan whats
up? atau ketika berbicara dengan seorang resepsionis hotel: Hows it going?. Tentu
saja ungkapan kasual tersebut sangat tidak tepat untuk situasi tersebut. Hal inilah yang
mungkin terjadi jika guru hanya menyuapi muridnya menghapal ungkapan tanpa
aplikasi pemakaiannya.
Contoh lain yang lebih fatal terjadi karena kesalahpahaman pemakaian ungkapan
dalam mengawali pembicaraan. Misalnya siswa diajari menggunakan ungkapan
What a beautiful day, isnt it? maka ia menggunakannya ketika berbicara dengan
native speaker ketika bertemu di sebuah mall. Padahal ungkapan itu tidak tepat
digunakan di ruang tertutup tanpa bisa melihat cuaca di luar.
Sekali lagi, kesalahpahaman ini terjadi tak lain karena kurangnya pemahaman
terhadap konteks sosial dari ungkapan yang digunakan. Selain itu, hal yang seringkali
luput untuk diajarkan para guru Bahasa Inggris adalah pengajaran kultur pemakaian
bahasa Inggris oleh pembicara aslinya.
Budaya dari pemakai bahasa target sangat penting peranannya untuk diajarkan pada
murid agar tidak terjadi salah pengertian tentang maksud dari ungkapan suatu bahasa.
Selain itu pengajaran kultur dari bahasa target juga dapat menarik minat siswa dalam
belajar yang selama ini dipangkas oleh pengajaran tata bahasa yang itu-itu saja.
Saya pribadi merasa amat nyaman ketika mempelajari bahasa dari segi budaya
pemakainya ketika saya mengambil mata kuliah Cross Cultural Understanding. Apa
yang diajarkan dalam mata kuliah tersebut dapat membuka mata saya bahwa belajar
sebuah bahasa akan lebih mudah dicapai jika dibarengi dengan pengajaran dari
budaya bahasa yang dipelajari.
Sayangnya, pengajaran bahasa Inggris di sekolah-sekolah yang cenderung
konvesional jauh sekali dari apa yang namanya pengajaran kultural dari bahasa
Inggris. Akibatnya, siswa-siswa sekolah sering membuat kesalahpahaman dalam
memaknai sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris.
Ambil contoh saja, misalnya ungkapan what time is it? yang dicekoki kepada siswa
sebagai ungkapan untuk menanyakan waktu. Padahal jika dikaitkan dengan unsur
budaya, ungkapan ini punya makna yang lebih mendalam.
Bila dikaitkan dengan budaya orang Amerika yang disiplin dan menghargai waktu
maka ungkapan ini bisa digunakan untuk memberi teguran kepada seseorang yang
terlambat datang ke sekolah atau ke sebuah acara.
Siswa yang buta hal ini karena gurunya tak pernah memberikan pengetahuan kultur
bisa salah persepsi jika ia datang terlambat ketempat kursus bahasa Inggris dan
kemudian guru yang kebetulan native speker bertanya kepadanya what time is it?
yang sebenarnya ditujukan sebagai teguran tapi dijawab dengan polosnya oleh si
murid tadi dengan Its 2 oclock, sir.

Disini bisa dilihat bahwa pamahaman dan aplikasi siswa terhadap ungkapan bahasa
Inggris sudah gatot alias gagal total! Masih banyak contoh lainnya yang bisa
menunjukkan memperihatinkannya pengajaran bahasa Inggris dari segi kultur dan
konteks sosial.
Sudah banyak pendapat para ahli dan masyarakat luas yang menyebutkan bahwa
masalah rendahnya penguasaan bahasa Inggris siswa secara komunikatif dikarenakan
pengajaran konvesional yang turun temurun digunakan. Kurikulum sudah silih
berganti tapi pengajaran konvesional masih tetap dipertahankan oleh banyak
pengajarnya.
Kesalahpahaman biasanya terjadi karena siswa terpengaruh bahasa Indonesia dalam
pemakaian bahasa Inggris seperti pemakaian ungkapan good night yang hanya
digunakan untuk ungkapan perpisahan banyak dipahami oleh siswa sebagai ungkapan
sapaan selamat malam karena sapaan dalam bahasa Indonesia yang mengacu pada
waktu digunakannya sapaan.
Kesalahan tersebut bisa terjadi juga disebabkan pengajaran ungkapan sapaan yang
hanya diajarkan sebatas arti harfiahnya saja. Kesalahan tersebut jarang dibenahi sebab
guru terlalu fokus pada pengajaran tensis dan kawan-kawannya. Ironisnya, kasalahan
dibuat siswa hingga ia lulus sekolah. Lucu bukan!
Kultur orang barat yang sangat menjunjung nilai privasi juga menyebabkan beberapa
hal bisa jadi tabu untuk ditanyakan. Seperti jumlah gaji, harga barang yang dibelinya,
bahkan soal pekerjaan bisa saja menjadi hal yang bisa mengganggu bila ditanyakan
oleh orang yang baru pertama bertemu.
Dan para guru kita pun sukses membekali muridnya dalam lubang kesesatan jika
mereka mengajarkan ungkapan seperti How much does your shoes cost? or what
does your father do? tanpa, sekali lagi, dibarengi dengan pengajaran kulturalnya.
Hal selanjutnya yang tak kalah dilupakan dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolahsekolah kita adalah pengajaran mengenai idiom dalam bahasa Inggris. Padahal idiom
punya frekuensi muncul yang tinggi dalam teks-teks dan bacaan bahasa Inggris juga
dalam percakapan sehari-hari. Kesalahpahaman yang fatal bisa timbul jika siswa tidak
diajarkan mengenal idiom sejak dini.
Akibatnya siswa mengartikannya secara harfiah padahal makna idiom sendiri sangat
jauh dengan makna harfiahnya. Pengajaran konvesional yang mengejar pemahaman
tata bahasa menyebabkan siswa menjadi produk yang sarat dengan kesalahpahaman
ketika ia berhadapan dengan idiom bahasa Inggris yang juga memuat unsur kultur.
Saya mengetahui mengenai idiom setelah duduk di bangku kuliah dan karena mayor
saya yang memang pendidikan bahasa Inggris. Jika tidak, tak mustahil jika sampai
nanti saya akan terus mengartikan kick the bucket sebagai menendang ember
yang jauh dari makna sebenarnya yaitu mati.
Sudah saatnya bahasa Inggris berubah dan berbenah menuju pengajaran yang lebih
memuat unsur kultur dan konteks sosial yang lebih praktikal. Sudahilah metode
mengajar yang mubajir. Kenapa mubajir? Karena pengajaran tensis yang selalu

diajarkan itu kebanyakannya terus diulang-ulang dari SMP hingga SMA. Apa yang
sudah dipelajari seringkali diulang beberapa kali sehingga waktu yang seharusnya
bisa dialihkan ke hal-hal yang lebih praktikal menjadi banyak tersita.
Mari tinggalkan pengajaran bahasa Inggris secara konvensional. Bisa dimulai dari
anda, para calon guru dan juga yang sudah menyandang profesi guru.
Anda setuju? Semoga saja
***Mahasiswa PSP Bahasa Inggris FKIP Unlam Banjarmasin
Ditulis dalam Opini | Tidak ada komentar
IF YOU WANT TO BE SUCCESSFUL!
September 30, 2008 oleh pbingfkipunlam
If you want to be successful in your study, there are some ways:

make summary based on your own notes and references!


mentally and physically prepare yourself
make some references available at your private library
study syllabus presented by your lecturers
make some notes when you attend the lectures.
read and consult your notes to the available references

Ditulis dalam Strategic way | Comments Off


ULASAN THD NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK
September 30, 2008 oleh pbingfkipunlam
Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan
seorang ronggeng yang bernama Srintil. Novel ini berlatar tempat di Dukuh Paruk.
Dukuh Paruk merupakan sebuah kampung terpencil yang merupakan bagian dari
wilayah Kecamatan Dawuhan. Sedangkan, latar waktunya adalah sekitar tahun 1965an.
Novel ini menampilkan tokoh-tokoh yang antara lain: Rasus, Srintil, Kartareja
dan istri, Sukarya dan istri, Dowe, Sulam, Sersan Slamet, Kopral Pujo, dan tokohtokoh pendukung lainnya.
Rasus, tokoh utama, yang ditampilkan oleh pengarangnya sebagai narator
peristiwa-peristiwa dalam novel Ronggeng DukuhParuk. Sedangkan Srintil dan
tokoh-tokoh lain serta peristiwa-peristiwa yang menyertai mereka adalah yang
diceritakan oleh Rasus. Tokoh Rasus merupakan tokoh yang serba tahu akan segala
peristiwa dalam cerita itu.
Alkisah, dukuh Paruk yang terkenal dengan dunia ronggeng sempat menjadi
sunyi senyap. Peristiwa keracunan tempe bongrek yang terjadi secara massal menjadi

penyebab mandeknya pertunjukan yang menampilkan penari yang dikenal dengan


istilah ronggeng. Sebab, sejumlah ronggeng dan tokoh-tokoh pendukung dunia
peronggengan tewas. Tinggal beberapa orang dan anak-anak yang tidak sempat
keracunan, selamat dari maut.
Sebelas belas tahun kemudian, Srintil, yang saat peristiwa tempe bongkrek
berumur lima bulan, dinobatkan menjadi seorang ronggeng. Ahmad Tohari menyoroti
kehidupan calon ronggeng dan perilaku seseorang setelah menjadi seorang ronggeng.
Ronggeng terakhir mereka ikut tewas dalam tragedi tempe bongkrek. Indang
ronggeng telah merasuk ke tubuh Srintil, membuat Srintil menjadi seorang ronggeng
sejati.
Novel karya Ahmad Tohari ini bercerita tentang perjalanan hidup tokoh Srintil
yang terpilih menjadi seorang penari ronggeng di kampungnya dan bagaimana
keadaan itu mengubah jalan hidupnya dan juga kekasihnya (Rasus) . Tertulis juga
dalam novel itu tulis perjalanan hidup tokoh Rasus yang mencari gambaran emaknya
dalam diri Srintil. Rasus menjadi agak kecewa saat mengetahui Srintil yang baru
berusia 11 tahun harus menjadi seorang ronggeng. Karena apabila Srintil menjadi
ronggeng maka Rasus akan tak bisa lagi bermain dengan Srintil. Bagi Rasus, menjadi
ronggeng berarti Srintil harus bersedia melayani semua orang yang menginginkannya.
Sejak awal dukuh Paruk disorot dari segi negatif seperti (1) kepercayaan
terhadap roh nenek moyang yang harus dipuja, (2) kemiskinan, (3) kemaksiatan, (4)
kemalasan, dan sisi-sisi kehidupan negatif lainnya seperti sumpah serapah dan
perkataan kotor lainnya.
Konon, keracunan massal dipercayai sebagai akibat murka Ki Secamenggala
karena warganya mulai kendor dalam memujanya. Untuk itu, sesepuh kampung,
Kartaraja dan Sukarya, senantiasa mengingatkan agar generasi mudanya untuk
memberikan penghormatan terhadap arwah Ki Secamenggala. Setelah Srintil telah
mencapai umur untuk dinobatkan sebagai ronggeng, semacam upacara adat dilakukan
dalam rangka untuk penghormatan itu. Calon ronggeng harus mendapat restu dari
arwah Ki Secamenggala.
Ada kepercayaan juga, bahwa sebelum seorang ronggeng dianggap sah
menjadi ronggeng, maka dia harus melalui sayembara bukak kelambu. Dalam malam
bukak kelambu Srintil menyerahkan keperawanannya pada Rasus. Namun, Rasus
tetap saja kecewa, sebab Srintil tak akan lama lagi menjadi milik banyak orang setelah
menjadi ronggeng. Setelah kejadian itu Rasus pergi menghilang dari Dukuh Paruk.
Kemudian Rasus menjadi pembantu seorang tentara. Walaupun Rasus kecewa dengan
Srintil dan tempat kelahirannya, namun karena merasa terpanggil untuk melindungi
tanah leluhur beserta warganya, maka pada saat perampokan di rumah Nyai Kertareja,
Rasus ikut mengambil peran dalam penumpasan para perampok dan dia berhasil
menyelamatkan Srintil.
Setelah sekian lama menjadi ronggeng, kehidupan Srintil berubah total.
Semula dia hidup dalam kemiskinan, kemudian dia hidup berkecukupan bahkan dapat
dikategorikan mewah untuk ukuran tahun 1965-an. Sementara Rasus juga mengalami
perubahan nasib. Semula dia, seperti halnya Srintil, hidup dalam kesusahan.
Kemudian, setelah sekian lama membantu berjualan singkong di pasar kecamatan, dia

dipilih oleh Sersan Slamet untuk menjadi seorang gobang (pembantu tentara). Kedua
tokoh, Srintil dan Rasus, dalam kehidupan ekonomis termasuk orang-orang yang
berhasil. Srintil berhasil karena menjadi ronggeng; sementara Rasus berhasil karena
dia masuk tentara.
(Pengulas: F Muin)
Ditulis dalam Review | Tidak ada komentar
PENYUSUNAN DAN UJIAN SKRIPSI
September 28, 2008 oleh pbingfkipunlam
Dalam proses penyusunan Skripsi, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
Inggris FKIP Unlam Banjarmasin hendaknya berpedoman pada Prosedur Operasional
Standar (POS) tentang Kepembibingan dan Ujian Skripsi. POS ini berisikan prosedur
penyusunan dan ujian skripsi , yang menyangkut hak dan kewajiban mahasiswa,
dosen pembimbing dan Program Studi. POS ini mengikat ketiga komponen tersebut.
Untuk itu, mahasiswa hendaknya mempelajari dan memahami isi POS itu agar tidak
mengalami kebingungan dan bertanya melulu tentang bagaimana mengajukan judul,
seminar proposal dan waktu ujian skripsi.
Ditulis dalam Guidance | Tidak ada komentar
Buletin HIMA BAHASA INGGRIS
September 28, 2008 oleh pbingfkipunlam
Buletin HIMA Prodi Pendidikan Bahasa Inggris telah terbit sejak tiga tahun yang lalu.
Penerbitannya lewat Radar Banjarmasin. Edisi Bulan September 2008 terbit pada
Sabtu, 27 September 2008. Penerbitan buletin sering terhambat oleh sejumlah faktor.
Dua faktor di antaranya adalah Dana dan ketersediaan naskah.
Ditulis dalam Announcement | Tidak ada komentar
WELCOME TO OUR WEBSITE
Mei 9, 2008 oleh pbingfkipunlam
Selamat datang di website Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Website ini masih dalam proses
pembuatan. Mohon maaf, masih banyak informasi yang belum tersedia.
Salam
Web Builder.
Ditulis dalam Welcome to Our Blog | 2 Komentar
Arsip
o Oktober 2008 (2)
o September 2008 (4)
o Mei 2008 (1)
Kategori

Announcement (1)
Guidance (1)
Opini (1)
Review (1)
Strategic way (1)
Tasks of Intr to Lit 1 (1)
Welcome to Our Blog (1)
Halaman
o Kurikulum
o Staf Pengajar
o Tentang Kami
o Visi dan Misi
Blogroll
o Fatchul Muin
o sainul hermawan
Laman Dosen FKIP Unlam
o Daud Pamungkas
Laman FKIP Unlam
o PBSID FKIP Unlam
Meta
o Masuk log
o Valid XHTML
o XFN
o WordPress
o
o
o
o
o
o
o

Anda mungkin juga menyukai