Anda di halaman 1dari 8

Model Pembelajaran PDEODE (Predict-Discuss-ExplainObserve-Discuss-Explain)

Model pembelajaran PDEODE pertama kali diusulkan oleh Savander-Ranne & Kolari
(Costu, 2008). Model pembelajaran PDEODE merupakan model pembelajaran yang
mengkaitkan pengalaman kehidupan sehari-hari siswa dengan materi yang
diajarkan. Model pembelajaran ini mengacu kepada pandangan konstruktivisme
yakni pengetahuan yang baru dibangun pada pengetahuan yang ada dengan
mengkonstruksi pengetahuan dari fenomena-fenomena alam yang ada di sekitar
kita (Costu, 2008). Berdasarkan perspektif konstruktivis, belajar bukanlah murni
fenomena stimulus-respon sebagaimana dikonsepsikan para behavioris, akan tetapi
belajar
adalah
proses
yang
memerlukan
pengaturan diri sendiri (self-regulation) dan pembangunan struktur konseptual
melalui refleksi dan abstraksi (Von Glaserfeld dalam Costu, 2008). Kegiatan nyata
yang dilakukan dalam eksperimen memberikan pengalaman belajar yang dapat
membantu refleksi dan mendekatkan hubungan aktivitas dunia nyata dengan
pengetahuan konseptual yang melatarinya diharapkan akan dapat berkembang lebih
luas dan lebih mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran PDEODE, yang
mendasarkan pada aktivitas dunia nyata, berpotensi memperluas dan memperdalam
pengetahuan
konseptual
dan
prosedural.
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pengetahuan awal mereka terkait materi yang diberikan, adanya kerjasama antar
siswa selama diskusi berlangsung, adanya tukar pendapat antara siswa satu dengan
siswa yang lain, adanya perubahan konseptual pada pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa (Kolari & Ranne, 2004). Perubahan konseptual yang terjadi adalah perubahan
konsep awal yang di pegang oleh siswa dengan pengetahuan yang baru terbukti
kebenarannya
melalui
demonstrasi
atau
eksperimen.
Beberapa strategi yang terdapat dalam pembelajaran PDEODE, yaitu: 1) strategi
belajar kolaboratif, 2) mengutamakan aktivitas siswa daripada aktivitas guru, 3)
mengenai kegiatan laboratorium, 4) pengalaman lapangan, 5) dan pemecahan
masalah. Model pembelajaran ini terdiri dari enam tahapan, yaitu : tahap Prediction,
tahap Discuss, tahap Explain, tahap Observe, tahap Discuss, tahap Explain (Costu,
2008).
1)
Tahap
Memprediksi
(Prediction)
Pada tahap prediksi, guru memperkenalkan suatu fenomena/permasalahan terkait
dengan materi yang akan dibahas. Secara individu siswa akan meramalkan
permasalahan yang diberikan dan menyatakan alasannya. Hipotesis yang dibuat
berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki. Masalah yang diberikan
berkaitan dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan berlaku
untuk
semua
siswa.
2)
Tahap
Diskusi
I
(Discuss
I)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kemudian masing-masing siswa
dalam kelompoknya mendiskusikan fenomena yang diberikan. Pada tahapan ini
masing-masing anggota kelompok saling menyampaikan pemikirannya, kemudian
pendapat-pendapat tersebut dipadukan untuk menghasilkan pemecahan masalah

terkait masalah yang diberikan. Siswa juga mencari bukti-bukti kebenaran hipotesis
yang telah dibuat dari berbagai buku sumber yang terkait dengan fenomena yang
harus
dipecahkan
oleh
siswa.
3)
Tahap
Menjelaskan
I
(Explain
I)
Setelah masing-masing kelompok memperoleh alasan dari prediksi yang telah
dibuat, maka tahap selanjutnya adalah meminta kelompok untuk menyampaikan
hasil diskusinya. Pada tahap ini terjadi diskusi kelas antar kelompok yang
memungkinkan timbulnya pendapat yang berbeda. Pendapat yang berbeda ini
muncul dari perpaduan pemikiran siswa yang diperoleh saat diskusi. Pemikiran awal
yang dimiliki siswa terkait dengan fenomena yang diberikan bisa saja bertentangan
dengan konsep ilmiah sehingga menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi inilah yang
nantinya dapat membedakan hasil diskusi yang disampaikan oleh masing-masing
kelompok. Dalam penyajian hasil diskusi kelompok, guru memilih beberapa
kelompok
untuk
menyajikan
hasil
diskusinya
di
depan
kelas.
4)
Tahap
Observasi
(Observe)
Perbedaan pendapat yang muncul saat diskusi kelas pada tahap sebelumnya ini,
mendorong pemikiran siswa untuk melakukan pengujian kebenaran dari hipotesis
yang disampaikan dan kebenaran konsep yang diperoleh dari buku sumber melalui
demonstrasi atau praktikum. Demonstrasi atau praktikum dilakukan oleh guru
bersama masing-masing kelompok. Melalui demonstrasi atau praktikum ini akan
memberikan sebuah kebenaran dari sebuah hipotesis yang telah diramalkan dan
pendapat yang disampaikan oleh siswa. Selain itu, hasil demonstrasi atau praktikum
ini juga dapat membenahi miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa terkait materi yang
dibahas.
5)
Tahap
Diskusi
II
(Discuss
II)
Setelah melakukan pengamatan, siswa bersama kelompoknya selanjutnya
mendiskusikan kembali tentang permasalahan yang diberikan berdasarkan hasil
pengamatan selama observe dengan hipotesis yang telah mereka ramalkan. Tahap
ini memberikan pengetahuan yang baru bagi siswa bersama kelompoknya tentang
kebenaran hipotesis yang mereka buat dari hasil demonstrasi atau praktikum. Selain
itu, siswa juga dapat mengetahui dan membenahi kebenaran dari pemikiran yang
telah
mereka
sampaikan
sebelumnya.
6)
Tahap
Menjelaskan
II
(Explain
II)
Pada tahap ini, siswa mensinkronkan semua perbedaan antara hasil pengamatan
dan prediksi yang telah dibuat. Siswa memperoleh penjelasan yang terbukti
kebenarannya terkait permasalahan yang diberikan. Pada tahap ini, terjadi
konstruksi pengetahuan dari pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan
yang baru yang diperoleh dari fenomena dalam kehidupan sehari-hari, diskusi antar
kelompok,
dan
demonstrasi
atau
praktikum
Penggunaan model ini secara terus-menerus mampu memberikan umpan balik yang
positif dan mengembangkan pembelajaran ke arah student centered. Pengajaran
dengan metode student centered bisa membantu para siswa untuk belajar lebih
baik, dan membangun kemampuan dan kepercayaan mereka untuk mengevaluasi

pengetahuan yang mereka miliki. Selain itu, mereka bisa meningkatkan motivasi
mereka. Siswa lebih aktif dalam berinteraksi dengan kelompok-kelompok belajar
yang dibuat dan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Kolari et al.,
2005). Felder & Brent (dalam Oktay & Tatar, 2007) menyatakan bahwa instruksi
student centered adalah sebuah pendekatan mengajar yang meliputi menggunakan
pembelajaran aktif dalam kelas, mengarahkan siswa bertanggung jawab dalam
pembelajarannya.
Keunggulan model pembelajaran ini adalah : 1) siswa aktif dalam proses
pembelajaran, 2) siswa mengkonstruksi pengetahuan dari fenomena yang ada, 3)
motivasi dan kreativitas belajar siswa tinggi, 4) membangkitkan diskusi baik antara
siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, 5) menggali gagasan awal
yang dimiliki oleh siswa, 6) membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu
permasalahan, dan 7) pembelajaran bersifat nyata dan dapat dilakukan di luar kelas
seperti di laboratorium. Sedangkan kelemahannya adalah: 1) pembelajaran
membutuhkan alokasi waktu yang cukup banyak, 2) materi pelajaran terkadang
sulit
disampaikan
secara
tuntas.
Pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja PDEODE memungkinkan siswa
untuk menghubungkan antara konsep yang mereka pegang dengan gelaja yang
mereka temui di alam. Model ini dapat diterapkan ketika berhadapan dengan gejala,
demonstrasi, eksperimen dan permasalahan lain. Siswa dapat berkomunikasi
dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan pendapat dan konflik, membuat
prediksi, penafsiran dan penjelasan dalam membangun mengkonstruksi
pengetahuan mereka, serta dapat membenahi miskonsepsi yang mereka miliki
melalui diskusi dan demonstrasi (Kolari & Ranne, 2003).

Berdasarkan Gambar diatas, proses demonstrasi dengan menggunakan lembar kerja


PDEODE dimulai dari siswa dapat meramalkan sendiri mengenai permasalahan yang
diberikan dan memberikan penjelasan dalam mendasari hipotesis yang dibuat.
Siswa bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan hipotesis yang
dibuat terkait permasalahan yang akan dipecahkan. Selanjutnya, guru dan siswa
dalam masing-masing kelompok memperbaiki dan mengklarifikasi pemahaman
melalui
diskusi
(Kolari
&
Ranne,
2003).
Sebelum melakukan pengamatan, guru memberikan informasi kepada siswa
mengenai apa yang akan diamati dan bagaimana melakukan pengamatan. Guru
bersama siswa mengamati sesuatu yang relevan. Hal ini menimbulkan pertanyaan
pada diri siswa mengenai apa yang mereka lihat, apa yang akan terjadi, dan
mengapa hal itu bisa terjadi. Mereka akan menjawab pertanyaan tersebut dengan
mengeksplorasi pengetahuan secara deduksi. Setelah melakukan pengamatan dan

demonstrasi, siswa membuktikan hipotesis yang telah dibuat dengan pengamatan


yang aktual. Mereka dapat memperbaiki konsep yang salah dengan konsep baru
yang telah diperoleh. Pada tahap ini, informasi yang diperoleh siswa melalui analisis,
perbandingan, pertentangan dan kritis, ini menunjukkan hal yang berbeda ketika
diskusi dalam kelompok kecil. Terakhir semua pertentangan antara hasil
pengamatan dan hipotesis dapat disinkronkan.

Ardhana, W., Purwanto., Kaluge, L., & Santyasa, I W. 2004. Implementasi


Pembelajaran Inovatif untuk Pemahaman dalam Belajar Fisika di SMU. Jurnal Ilmu
Pendidikan, No. 2. Jilid. 11 (hlm.152-168).
Asma, N & Masril. 2002. Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Menggunakan Force
Concept Inventory dan Certainity of Response Index. Jurnal Fisika, Vol. B5, (hlm. 17). Tersedia pada http://hfi.fisika.net (diakses pada tanggal 12 Desember 2008).
Brooks, J. G., & Brooks, M. G. 1993. In Search of Understanding: The Case for
Constructivist Classrooms. Virginia: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Cakir, M. 2008. Constructivist Approaches to Learning in Science and their
Implications for Science Pedagogy: A Literature Review. International Journal of
Environmental & Science Education, Vol. 3, No. 4 (hlm. 193-206). Tersedia pada
http://www.ijese.com/IJESE v3n4 Cakir.pdf (diakses pada tanggal 28 Oktober
2008).
alk, M & pek, H. 2008. Combining Different Conceptual Change Methods within
Four-Step Constructivist Teaching Model: A Sample Teaching of Series and Parallel
Circuits. International Journal of Environmental & Science Education, Vol. 3, No. 3
(hlm. 143-153). Tersedia pada http:// www.ijese.com/V3N3_Ipek.pdf (diakses pada
tanggal 28 November 2008).
Costu, B. 2008. Learning Science Through the PDEODE Teaching Strategy: Helping
Students Make Sense of Everyday Situations. Eurasia Journal of Mathematics,
Science & Technology Education, Vol. 4, No. 1, (hlm. 3-9). Tersedia pada
http://www.ejmste.com/Eurasia_v4 n1_Costu.pdf (diakses pada tanggal 15 April
2008).
Daryanto, H. 1997. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Duit, R. 1996. Preconception and Misconception. Dalam Corte, E. D., & Weinert, F.
(eds); International Encyclopedia of Developmental and Instmetional Psychologi.

455-454. New York: Pergamon.


Gonen, S. 2008. A Study on Student Teachers Misconceptions and Scientifically
Acceptable Conceptions about Mass and Gravity. Journal Science Education
Technology, Vol. 17 (hlm. 70-81). Tersedia pada http://www. jset.com/ Gonen. pdf
(diakses pada tanggal 28 Oktober 2008).
Jatmiko, B. & Wardoyo, M. A. 2005. Contextual teaching and learning (CTL) sebagai
salah satu alternatif pendekatan pembelajaran IPA-fisika di SLTP. Wahana fisika dan
sains. Vol. 2, no. 4, 106-118.
Kolari, S & Ranne, C. S. 2003. Promoting the Conceptual Understanding of
Engineering Students Through Visualisation. Global Journal of Engineering
Education, Vol. 7, No. 2 (hlm. 189-200). Tersedia pada http://
www.gijee/vol7no2/Sav Ranne Kolari. pdf (diakses pada tanggal 3 Mei 2008).
Kolari, S., Ranne, C. S., & Tiili, J. 2005. Enhancing Engineering Students Confidence
Using Interactive Teaching Methods - Part 2: Post-Test Results for the Force Concept
Inventory Showing Enhanced Confidence. World Transactions on Engineering and
Technology Education, Vol. 4, No. 1 (hlm. 15-20). Tersedia pada
http://www.eng.edu.au/uicee (diakses pada tanggal 24 Oktober 2008).
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Kwen BOO, H. 2006. Primary Science Assessment Item Setters' Misconceptions
Concerning the State Changes of Water. Asia-Pacific Forum on Science Learning and
Teaching, Vol. 7, No. 1. Tersedia pada http://www.apfslt. com (diakses pada tanggal
30 November 2008).
Long, T. J., Convey, J. J., & Chwalek, A. R. 1985. Completing Dissertation in the
Behavioral Sciences and Education. London: Jossey-Bass Publishers.
Mardana, I B. & Sudiatmika, A. A. R. 2003. Penerapan Strategi Pembelajaran
Pengubah Miskonsepsi dengan Model Simulasi Computer Berorientasi
Konstruktivisme untuk Meningkatkan Minat, Hasil Belajar dan literasi computer
siswa. Laporan penelitian Dosen Muda (tidak diterbitkan). IKIP Negeri Singaraja.
Mariawan, I M. 2002. Penerapan Strategi Perubahan Konseptual dengan Pendekatan
Realistik dalam Pembelajaran IPA (Fisika) untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa Kelas
II SLTP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan).
IKIP Negeri Singaraja.
Mehrens, W. A. & Lehmann, I. J. 1984. Measurement and Evaluation in Education
and Psychology, Third edition. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Montgomery, D. C. 2001. Design and Analysis of Experiment. Fith edition. New York:
John Wiley & Sons.
Oktay, M & Tatar, E. 2007. Students Misunderstandings About the Energy
Conservation Principle: A General View to Studies in Literature. International Journal
of Environmental & Science Education, Vol. 2, No. 3 (hlm. 79-86). Tersedia pada
http://www.ijese.com/V3 N4_Tatar.pdf (diakses pada tanggal 28 November 2008).
Rapi, N K. & Wirtha, I M. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran Formal
terhadap Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja.
Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.
Sadia, I W., Suastra I W., & Tika, K. 2003. Pengembangan Model dan Strategi
Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Umum (SMU) untuk Memperbaiki
Miskonsepsi Siswa. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Proyek peningkatan
penelitian pendidikan tinggi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional. Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja.
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Santyasa, I W. 2004. Pengaruh Model dan Seting Pembelajaran terhadap Remidiasi
Miskonsepsi, Pemahaman Konsep, dan Hasil Belajar Fisika pada Siswa SMU.
Disertasi (tidak diterbitkan). Universitas Negeri Malang Program Pasca Sarjana
Program Studi Teknologi Pembelajaran.
Sujanem, R., Pujani, N M., & Sutarno, E. 2004. Implementasi Pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam Pembelajaran Fisika sebagai
Upaya Mengubah Miskonsepsi, Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMP
N 1 dan SMP N 6 Singaraja. Laporan hibah penelitian (tidak diterbitkan). IKIP Negeri
Singaraja.
Suma, K. 2005. Efektivitas Kegiatan Laboratorium Konstruktivis dalam
Meningkatkan Penguasaan Konsep-Konsep Arus Searah Mahasiswa Calon Guru.
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Volume 38, Nomor 2
(hlm.159 171).
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
TIMSS. 2008. International Student in Science Achievement. TIMSS 2008
International Science Report. Chapter 1, 33-35. Tersedia pada:
http://isc.bc.edu/pdf/ to3_download/to3_s_chap1.pdf (diakses pada tanggal 20
Januari 2009).
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Prestasi Pusaka: Surabaya.

Putra, I G. N. D. 2007. Pengaruh Model dan Seting Pembelajaran terhadap


Perubahan Miskonsepsi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran
2006/2007. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA Universitas
Pendidikan Ganesha.
Widodo, A. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Tahun ke-13, No.064 (hlm.91-105).
Wiersma, W. 1991. Research Methods in Education. Fifth edition. Boston: Allyn and
Bacon.

Anda mungkin juga menyukai