Anda di halaman 1dari 12

Ujian Tengah Semester

Tanggung Jawab Sosial dan Etika Bisnis


Oleh: Vania Faulika (1106007741)

1. Affirmative action adalah kebijakan atau tindakan yang diambil dengan


tujuan agar kelompok/golongan tertentu memperoleh peluang yang setara dengan
kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Affirmative action seringkali
ditujukan untuk menyebarluaskan akses ke aspek-aspek seperti pendidikan atau
pekerjaan bagi kelompok non-dominan secara sosial-politik berdasarkan pengalaman
selama

ini.

Kaum

minoritas

dan

kaum

perempuan

merupakan

contoh

kelompok/golongan yang diangkat dalam affirmative action. Pada institusi seperti


badan usaha, tindakan afirmatif dilakukan untuk mencapai distribusi yang lebih
representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum minoritas
dan kaum perempuan. Program affirmative action yang dapat diterima harus
menyertakan penyelidikan yang mendetail atau dengan kata lain analisis utilisasi atas
semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan dan perbandingan jumlah
pegawai kaum non-dominan dan kaum dominan.
Legalitas dari tindakan afirmatif sendiri masih menjadi pembicaraan hangat.
Beberapa kalangan di masyarakat berpendapat bahwa tindakan afirmatif bukanlah
tindakan yang legal. Sebagai contoh, apabila seseorang merupakan bagian dari
kelompok/kaum minoritas yang selama ini menalami diskriminasi, maka orang
tersebut dapat diberikan senioritas di perusahaan. Hal ini dianggap tidak adil oleh
sebagian dari masyarakat. Argumen yang dikemukakan adalah tindakan afirmatif
merupakan tindakan yang berupaya memperbaiki kerugian akibat diskriminasi masa
lalu dengan tindakan yang juga diskriminatif. N
Tindakan afirmatif dapat dikatakan adil karena tindakan ini merupakan bentuk
upaya untuk memperbaiki ataupun bertindak sebagai kompensasi dari diskriminasi di
masa lalu. Tindakan afirmatif juga dilihat sebagai suatu sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan sosial tertentu. Terdapat beberapa cara untuk mencapai tujuan tindakan
afirmatif:
-

Tindakan afirmatif dilakukan dengan menggunakan prinsip keadilan


distributif. , yaitu menghapuskan dominasi rasa tau jenis kelamin tertentu atas
kelompok pekerjaan

Tindakan afirmatif menetralkan bias selama ini

Tindakan afirmatif menetralkan kelemahan kompetitik sehingga posisi awal


dari persaingan antar kelompok dominan dan non-dominan pun sama

Kaum utilitarian mengungkapkan bahwa tindakan afirmatif merupakan tindakan sah


karena dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya, tindakan
afirmatif merupakan upaya untuk mencapai keadilan yang merata. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tindakan afirmatif adalah tindakan yang adil.

2. Hukum adalah seperangkat kaidah atau peraturan yang dibentuk baik oleh
masyarakat maupun pihak lain yang memiliki otoritas dan diakui dalam masyarakat
yang tersusun dalam suatu sistem, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku
manusia atau masyarakat dan untuk menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh manusia atau masyarakat dalam hidup bermasyarakat, jika
kaidah atau peraturan ini dilanggar akan memberikan kewenangan bagi pemegang
otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya memaksa. Etika bisnis
merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem
dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada ornag-orang yang ada I
dalam organisasi.
Hukum dan etika bisnis seringkali disandingkan bersama di dalam dunia bisnis,
terlepas dari perbedaan mendasar keduanya. Pada umumnya, pertimbangan etis
seringkali memiliki penjelasan hukum sehingga keduanya pun sering dikaitkan.
Namun, tidak selamanya kondisi yang dianggap tidak etis juga tidak legal.
Pertimbangan etis didasari oleh moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan strktur
organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan. Contoh situasi dimana
etika bisnis dan hukum bersimpangan sering terjadi pada masalah kontrak di bisnis.
Secara moral dan etika, suatu kontrak dapat dikaji ulang ataupun dibatalkan apabila
isi kontrak bertentangan dengan standar moral dan etika bisnis. Pelaksanaan kontrak
yang semacam itu melanggar prinsip etika bisnis. Namun secara hukum, pelanggaran
kontrak yang sebelumnya telah disepakati justru pelanggaran hukum.
Contoh lain adalah kebohongan dari individu di dalam perusahaan yang
merugikan pihak lain secara etis tidak benar namun masih legal. Contoh kasusnya
adalah kasus Henry Blodget, seorang analis pasar yang berbohong pada kliennya
mengenai rekomendasi saham. Perilaku Henry Blodget masih legal, namun dianggap
2

tidak etis di dunia capital market. Contoh ketiga adalah pada ketika perusahaan
mengambil keputusan untuk mengambil supply dari negara asing dan mempekerjakan
pekerjanya dengan upah jauh lebih rendah. Pabrik Nike yang mempekerjakan
pegawai di Indonesia dengan upah serendah mungkin menjadi isu yang cukup hangat
dianggap tidak etis. Walaupun gaji yang diberikan Nike masih mencukupi batas upah
minimum sesuai regulasi di Indonesia, tindakan Nike yang memberikan upah yang
jauh lebih rendah dibanding pekerja Nike lainnya.
Salah satu penyebab hukum dan etika bisnis masih kurang diperhatikan di
Indonesia karena masih longgarnya hukum di Indonesia. Budaya suap ataupun
korupsi di Indonesia menjadikan regulasi terkait conduct bisnis perusahaan menjadi
lebih longgar. Masyarakat pun semakin lama semakin toleran terhadap pelanggaran
hukum ataupun etika. Pelanggaran dianggap menjadi suatu hal yang lumrah oleh
masyarakat. Perusahaan sebagai pelaku bisnis pun merasa bahwa toleransi masyarakat
terhadap pelanggaran etika tidak memberikan insentif yang cukup besar bagi
perusahaan untuk mengeluarkan biaya tambahan ataupun pengawasan untuk
memastikan aktivitas perusahaan masih memiliki tanggungjawab etis dan moral.

3. Pasar monopoli adalah pasar dimana hanya terdapat satu penjual di pasar
dengan pangsa pasar yang subtansial (100 persen). Pasar monopoli juga memiliki
barriers to entry yang tinggi. Barriers to entry ini dapat muncul akibat regulasi
setempat mengenai industri terkait, tingginya modal awal (capital requirement),
keterbatasan sumber daya, teknologi ataupun hal-hal lain yang menyulitkan pemain
baru masuk ke pasar. Sebagai contoh, untuk listrik di Indonesia masih merupakan
bentuk pasar monopoli oleh PT. PLN Indonesia.
Pasar oligopoli adalah pasar dengan hanya beberapa penjual dan beberapa penjual
besar menguasai pangsa pasar yang besar pula. Pada pasar oligopoli, terdapat pula
barriers to entry yang cukup tinggi. Barriers to entry ini pada umumnya diakibatkan
kapitalisasi pasar dari perusahaan yang sudah ada. Pasar oligopoli pun memiliki
konsentrasi pasar yang cukup tinggi.
Struktur pasar sangat mempengaruhi perilaku pebisnis di dalam pasar. UU no.
5 Tahun 1999 di Indonesia mengatur tentang pasar monopoli. Pasar monopoli
merupakan pasar yang memerlukan regulasi. Hal ini dikarenakan penjual di pasar
monopoli mempunyai monopoly power yang sangat besar sehingga dapat mematok
harga setinggi mungkin. Apabila regulasi terkait harga tidak ada, maka penjual di
3

pasar monopoli akan mematok harga setinggi mungkin dan pada akhirnya merugikan
masyarakat. Pasar yang tidak diregulasi ini pun akan gagal mencapai ketiga niai
keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi, dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang
dicapai pada pasar persaingan sempurna. Tindakan ini tidak etis karena penjual di
pasar monopoli hanya mementingkan profit dari perusahaan dan tidak memperhatikan
kesejahteraan masyarakat. Pada kasus contoh pun terlihat bahwa Carrefour dituduh
melakukan praktik monopoli dengan mengakuisisi Alfa. Dengan akuisisi Alfa, pangsa
pasar Carrefour menjadi sangat besar. Untuk menghindari adanya praktik monopoli
yang menimbulkan persaingan tidak sehat dan merugikan masyarakat, Carrefour
dipaksa melepas kepemilikannya terhadap Alfa.
Pada struktur pasar oligopoli, terdapat beberapa penjual yang saling bersaing
sehingga penetapan harga yang sangat tinggi seperti pada pasar monopoli tidak
memungkinkan. Pasar yang semakin kompetitif semakin menurunkan harga produk
yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan. Hal ini dikarenakan, apabila produk
tidak terdifferensiasi secara memadai, satu-satunya cara untuk bersaing antar
perusahaan di suatu pasar oligopoli adalahimelalui harga. Pada long-run, harga di
pasar pun akan terus mengalami penurunan. Para pemain di pasar oligopoli pun
menyadari hal ini sehingga muncul suatu gagasan tidak etis: price fixing. Price fixing
adalah ketika pemain-pemain di pasar sepakat dan menyetujui untuk menjual produk
di suatu harga yang telah ditentukan. Pada umumnya, harga yang telah disepakati ini
relatif lebih mahal ketimbang harga apabila perusahaan bersaing dalam kondisi pasar
yang kompetitif.
Price fixing merupakan tindakan yang illegal dan tentu saja tidak etis. Hal ini
karena penetapan harga merugikan masyarakat konsumen. Masyarakat seolah dipaksa
membeli produk pada harga yang tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya di
pasar. Tindakan ini pun tidak etis karena pemain di pasar oligopoly dapat menetapkan
harga yang melebihi tingkat wajarnya dan merugikan masyarakat demi keuntungan
perusahaan. Pasar oligopoli dengan adanya price fixing ini pun akan gagal
menunjukkan tingkat perolehan keuntungan yang adil, mengakibatkan penurunan
utilitas sosial, dan tidak menghormati kebebasan-kebebasan ekonomi. Pada contoh
kasus, Panasonic dan Sanyo didenda akibat melakukan price fixing untuk beberapa
suku cadang dan produk perusahaan lainnya.
Price fixing secara implisit merupakan alternatif strategi bagi pemain di pasar
oligopoli. Price fixing implisit dimulai dengan sebuah perusahaan market leader yang
4

kemudian meningkatkan harganya. Pada umumnya, perusahaan lain di pasar akan


turut menaikkan harganya seolah-olah ada perjanjian dari awalnya. Menurut saya,
tindakan ini tidak dapat dikatakan tidak etis karena perilaku dari perusahaanperusahaan lain masih tidak terikat perjanjian apapun. Terdapat kemungkinan bahwa
akan ada beberapa pemain di pasar yang mengacuhkan perjanjian implisit tersebut
dan tetap memasang harga rendah sehingga tidak memberikan begitu banyak
monopoly power pada perusahaan market leader.

4. Perusahaan dengan pekerjanya mempunyai hak dan kewajiban kontraktual.


Ketika pegawai bekerja di sebuah perusahaan, ia menandatangani sebuah kontrak
dimana ia akan menawarkan jasanya untuk imbalan tertentu, dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan perusahaan. Perusahaan pun memiliki kewajiban kontraktual
untuk mengikuti ketentuan tersebut. Karyawan adalah aset perusahaan mengatakan
bahwa perusahaan melakukan sebuah investasi pada karyawannya, dimana karyawan
di-ekspektasikan akan memberi payoff atas investasi perusahaan selama ini, yaitu
berupa gaji dan benefit lainnya. Sehingga secara masih bisnis masih masuk akal
apabila perusahaan ingin menunda pelaksanaan UMR untuk meningkatkan return
dari pekerja.
Tujuan utama dari bisnis adalah profit. Perusahaan akan terus berusaha
memaksimalkan profit selama masih ada kesempatan untuk melakukan hal tersebut.
Namun, maksimalisasi profit dari perusahaan harus diberi batasan. Perusahaan
sebagai sebuah entitas terdiri dari sekelompok orang, dan perusahaan haruslah
berperilaku selayaknya sekelompok orang yang bertindak bersama-sama, sehingga
tindakan dari perusahaan dapat dikatakan bermoral atau tidak bermoral seperti
pengertian yang sama seperti apa yang dilakukan manusia. Seringkali individu di
perusahaan merasa lepas tanggung jawab karna perusahaan adalah sebuah entitas
yang terlepas dari dirinya. Standar moral haruslah diterapkan juga pada korporasi,
bukan hanya pada individu. Layaknya individu, perusahaan harus menghormati hakhak individu dan entitas lain. Mendapati upah minimum adalah hak dari pekerja dan
perusahaan harus menghormati hak tersebut. Sehingga, walaupun secara profit lebih
menguntungkan, perusahaan tidak boleh melanggar hak orang lain untuk
mendapatkan profit tersebut.
Untuk kasus seperti pekerja anak-anak dan penyekapan pekerja, lagi-lagi
diperlukan adanya campur tangan hukum dan pemerintah. Upaya pemerintah dapat
5

berupa penyelenggaran dan pengawasan terhadap K3 juga penting untuk menjaga


conduct dari perusahaan. Dari pembahasan diatas juga dapat disimpulkan kembali
bahkan perusahaan harus tetap menyelenggarakan K3 yang baik untuk menghormati
hak-hak pekerja dan tidak melanggar hal tersebut demi keuntungan perusahaan.

5. Pada kuliah umum Prof. Topo Santoso, Ph. D diberikan rumus Korupsi =
f(monopoli, discretionary) atau lebih lengkapnya adalah
Corruption = Monopoly + Discretionary Power Accountability
Rumus ini mencoba melihat korupsi dari sisi sosiologi. Fungsi tersebut mengatakan
bahwa perusahaan atau institusi yang memiliki monopoly power yang tinggi
cenderung lebih rentan terhadap korupsi. Dengan kata lain, monopoly power
berhubungan positif dengan korupsi. Komponen yang kedua adalah discretionary
power.

Discretionary

power

menggambarkan

kebebasan

bertindak

sebuah

perusahaan. Perusahaan yang memiliki kebebasan untuk menentukan siapa yang akan
mendapatkan produk perusahaan cenderung lebih rentan terhadap korupsi. Sedangkan
akuntabilitas sebuah lembaga atau individu berhubungan negatif dengan korupsi.
Melalui rumus itu pun dapat dilihat bahwa selama masih terdapat monopoly dan
discretionary power korupsi masih akan terus ada. Sedangkan monopoly power dan
discretionary power adalah suatu hal yang alamiah terjadi di beberapa struktur pasar.
Korupsi sendiri telah menjadi masalah yang terus muncul dari masa ke masa.
Beberapa upaya untuk mengurangi korupsi telah coba dilakukan. Upaya dari
penanggulangan korupsi selama ini telah dilakukan seperti:
UU pemberantasan korupsi UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
UU KPK UU No. 30/ 2002
UU Pengadilan Korupsi
Internasional UNCAC sdh Diratifikasi dg UU 7/2006
Kerjasama Internasional
STAR
RUU Perampasan Aset
Upaya-upaya diatas ada yang bersifat reaktif maupun preventif. Seperti pada Bab II
UNCAC menjelaskan tentang langkah-langkah preventif untuk mengurangi korupsi.
UNCAC sendiri berlaku secara internasional yang merupakan kulminasi dari berbagai
upaya besar dan consensus sejumlah besar negara. Kerjasama satu negara atau
regional saja dianggap tidak cukup untuk menangani permasalahan korupsi sehingga
6

diperlukan kerjasama untuk diterapkan secara internasional. Pada dasarnya, korupsi


dapat dikurangi dengan langkah-langkah preventif ketimbang reaktif. Hakim hanya
menindaklanjuti hukum yang telah ada dan menjatuhkannya kepada koruptor, namun
tidak secara langsung dapat mengatasi korupsi.

6. Menurut bapak Topo Santoso, Budaya korupsi di Indonesia cukup kental


dan sulit untuk dikurangi. Dalam memberantas korupsi terdapat beberapa nilai yaitu
kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,
sederhana, keberanian dan keadilan. Nilai-nilai tersebut belum dijunjung tinggi di
Indonesia, sehingga budaya korupsi pun masih cukup tinggi. korupsi sangat sulit
untuk ditumpas atau bahkan hanya sekedar dikurangi.
Hukum berupa Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mungkin bertujuan
untuk mengurangi korupsi dengan memberikan efek jera terhadap koruptor, namun
menurut saya, pada dasarnya tidak ada damage yang tergolong severe pada koruptor
tersebut. Kebanyakan koruptor yang masuk ke ranah hukum akibat lembaga penyidik
seperti KPK, kepolisian ataupun kejaksaan merupakan koruptor dengan modal atau
capital yang cukup besar. Hukum UU Tindak Pidana Korupsi menjadi lemah apabila
salah satu bentuk lain budaya korupsi yaitu bribery/suap masih ada di kalangan
masyarakat.
Sanksi denda ataupun penjara masih belum dapat memberikan efek jera
apabila suap-menyuap di dunia hukum masih kuat dan kebanyakan koruptor memiliki
modal yang cukup besar. Dilihat dari sisi ekonomi, bisa saja tindakan korupsi menjadi
lebih menguntungkan ketimbang tidak korupsi apabila menghitung keuntungan uang
yang didapat dari korupsi dikurangi dengan denda, sanksi pidana, dan suap menyuap
saat kasus korupsi diangkat. Oleh karena itu perlu dirumuskan dan diimplementasikan
langkah-langkah preventif yang lebih komprehensif untuk mengurangi korupsi di
Indonesia.

Sumber
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/176485/carrefour-terbukti-monopoli-industriritel diakses tanggal 26 Oktober 2014
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6904/affirmative-action diakses tanggal
26 Oktober 2014
http://www.jagatreview.com/2013/07/panasonic-dan-sanyo-didenda-lebih-dari-56juta-untuk-kasus-price-fixing/ diakses tanggal 26 Oktober 2014

Lampiran

Tindakan Afirmatif: Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan


Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) telah mengakomodasi tindakan afirmatif bagi
perempuan. Di antaranya ketentuan yang menyatakan dalam daftar calon legislatif
minimal harus ada 30% persen perempuan.
Selain itu, UU Pemilu Legislatif juga mengenal sistem zipper agar memudahkan
perempuan terpilih menjadi anggota legislatif. Sistem ini mewajibkan dalam setiap
tiga orang bakal calon sekurang-kurangnya harus terdapat satu perempuan.
Tujuannya, agar perempuan bisa berada di nomor 'jadi', bukan di nomor buntut. Hal
mana tertuang dalam Pasal 55 ayat (2) UU Pemilu Legislatif.
Isu tindakan afirmatif kembali menjadi pembicaraan hangat setelah putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pemilu Legislatif. Pasal 214 huruf a sampai e
dalam UU Pemilu Legislatif soal penetapan caleg dengan sistem nomor urut
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Akibatnya, Pemilu 2009 harus menggunakan sistem suara
terbanyak.
Putusan ini dianggap menafikan tindakan afirmatif bagi perempuan. Penilaian itu
tercermin misalnya dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Konstitusi
Maria Farida dalam putusan di atas. Menurutnya, majelis MK seharusnya tidak
mengabulkan permohonan seputar sistem nomor urut. Karena sistem suara terbanyak
sangat merugikan perempuan dan tindakan afirmatif dianggap sia-sia.
Sementara itu, sebagian kalangan berpendapat penerapan tindakan afirmatif justru
mendiskriminasikan kaum perempuan. Ketua Divisi Hukum dan HAM Partai
Penegak Demokrasi Indonesia D Parlindungan Sitorus misalnya berpendapat bahwa
kaum perempuan seharusnya diberi kebebasan untuk berpolitik tanpa ada perbedaan
dengan laki-laki. Menurutnya, kesadaran berpolitik kaum perempuan saat ini sudah
cukup tinggi dan bahkan banyak yang sudah mempunyai kemampuan berpolitik lebih
dari kaum laki-laki.

Kasus Monopoli
9

Carrefour Terbukti Monopoli Industri Ritel


INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan
PT Carrefour Indonesia bersalah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat atas akuisisi PT Alfa Retailindo (supermarket Alfa) pada awal 2008.
"Majelis Komisi memutuskan Carrefour terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 dan Pasal
25 ayat 1 huruf a," kata Ketua Majelis Komisi Dedie S. Martadisastra di Jakarta,
Skemarin.
Oleh karena itu, Carrefour diperintahkan untuk melepas seluruh kepemilikan
sahamnya di PT Alfa Retailindo (75 persen) kepada pihak yang tidak terafiliasi
dengan Carrefour selambat-lambatnya satu tahun setelah keputusan KPPU
berkekuatan tetap. "Selain itu, Carrefour juga diharuskan membayar denda sebesar
Rp25 miliar ke kas negara," katanya.
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama proses pemeriksaan, pangsa pasar
hulu (upstream) Carrefour diketahui meningkat menjadi sebesar 57,99 persen pada
2008 pascaakuisisi Alfa yang sebelumnya sebesar 46,30 persen pada 2007.
Menurut KPPU, pasar upstream adalah pasar pasokan barang di hypermarket dan
supermarket serta pasar jasa ritel hypermarket dan supermarket di seluruh Indonesia.
Penguasaan pasar dan posisi dominan Carrefour itu dinilai KPPU telah
disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan potongan-potongan
harga pembelian barang-barang dari pemasoknya melalui skema trading term
(persyaratan perdagangan).
Pascaakuisisi 30 gerai supermarket Alfa, potongan trading term kepada pemasok Alfa
meningkat sekitar 13-20 persen. KPPU juga menemukan bukti bahwa pemasok Alfa
dipaksa memasok Carrefour juga pasca akuisisi.
KPPU sebelumnya menduga Carrefour melanggar empat pasal Undang-undang
antimonopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Namun Carrefour hanya terbukti melakukan monopoli dan menyalahgunakan posisi
monopolinya sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat yaitu unsur
pasar !& ayat 1 dan Pasal 25 ayat 1 huruf a.
Sedangkan dugaan pelanggaran pasal 20 mengenai jual rugi oleh Carrefour terhadap
pasar tradisional tidak dilanjutkan. Sementara, dugaan pelanggaran pasal 28 terkait
akuisisi dan merger sebenarnya terpenuhi unsur-unsurnya namun tidak diputuskan
karena tidak adanya Peraturan Pemerintah (PP) terkait petunjuk pelaksanaan pasal
tersebut.
10

Selanjutnya, KPPU memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah untuk


segera menerbitkan PP tersebut agar pemerintah bisa mengawai dan mengendalikan
praktek merger dan akuisisi dengan efektif.
"Kami merekomendasikan kepada pemerintah bahwa perlu ada ketegasan dalam
pelaksanaan Perpres 112 dan Permendag 53/2008 yang mengatur bisnis ritel," ujar
Dedie.
KPPU juga mendesak pemerintah untuk membuat Undang-Undang Ritel yang
komprehensif untuk mengawasi penerapan trading term oleh peritel.
Direktur Komunikasi PT Carrefour, Irawan Kadarman menyatakan pihaknya akan
mengkaji keputusan KPPU tersebut dan akan mengajukan banding.
"Kami akan kaji internal sambil menunggu pemberitahuan resmi dari KPPU. Namun
sejak awal posisi kami tetap konsisten yaitu tuduhan KPPU sama sekali tidak berdasar
oleh karenanya kami akan naik banding," ujarnya. [*cms]

Kasus Oligopoli: Price Fixing


Panasonic dan Sanyo Didenda Lebih dari $56 Juta untuk Kasus Price Fixing
Meskipun price fixing atau penetapan harga dalam dunia teknologi bukanlah hal baru,
namun banyak perusahaan yang telah didenda karena kasus yang terjadi di berbagai
bidang, misalnya pada penetapan harga display LCD beberapa waktu yang lalu. Barubaru ini, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengumumkan bahwa Panasonic
Corp. dan Sanyo Co. yang didenda karena kasus price fixing, telah setuju akan
membayar denda dengan total $56.5 juta.
Panasonic dan Sanyo didenda Departemen Kehakiman Amerika Serikat karena
keterlibatan mereka secara terpisah dalam kasus penetapan harga suku cadang
kendaraan bermotor dan baterai, dimana total denda tersebut akan dibagi untuk kedua
perusahaan yang melakukan merger pada tahun 2009 tersebut. Selain Panasonic dan
Sanyo, perusahaan lain yang juga didenda karena keterlibatannya dalam kasus price
fixing pada kartel baterai tersebut adalah LG Chem Limited dimana perusahaan
tersebut akan membayar denda sebesar $1.06 juta.
Dalam pasar orderdil mobil, Panasonic didenda karena melakukan konspirasi
penawaran alat bor dan mematok harga pada komponen seperti saklar kemudi yang
dijual ke Toyota. Panasonic juga terlibat dalam sebuah kartel yang menjual suku
cadang mobil ke Honda, Nissan dan Mazda antara bulan Juli 1998 dan Februari 2010.
Sedangkan Sanyo dan LG Chem bersama dengan beberapa perusahaan lain terlibat
11

dalam konspirasi untuk menetapkan harga dari baterai lithium-ion lokal pusat yang
digunakan di laptop dalam kurun waktu April 2007 hingga September 2008. Dalam
laporan tersebut disebutkan bahwa Sanyo dan LG Chem telah melakukan pertemuan
dan berdiskusi untuk menetapkan harga konsumen dari produk tersebut.
Menurut Panasonic, eksekutif perusahaan tersebut termasuk presiden Kazuhiro Tsuga
dan penasihat khusus perusahaan Fumio Otsubo secara suka rela mengembalikan gaji
mereka di bulan April sebesar 10% hingga 20%.

12

Anda mungkin juga menyukai