CSR Uts
CSR Uts
ini.
Kaum
minoritas
dan
kaum
perempuan
merupakan
contoh
2. Hukum adalah seperangkat kaidah atau peraturan yang dibentuk baik oleh
masyarakat maupun pihak lain yang memiliki otoritas dan diakui dalam masyarakat
yang tersusun dalam suatu sistem, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku
manusia atau masyarakat dan untuk menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh manusia atau masyarakat dalam hidup bermasyarakat, jika
kaidah atau peraturan ini dilanggar akan memberikan kewenangan bagi pemegang
otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya memaksa. Etika bisnis
merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem
dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada ornag-orang yang ada I
dalam organisasi.
Hukum dan etika bisnis seringkali disandingkan bersama di dalam dunia bisnis,
terlepas dari perbedaan mendasar keduanya. Pada umumnya, pertimbangan etis
seringkali memiliki penjelasan hukum sehingga keduanya pun sering dikaitkan.
Namun, tidak selamanya kondisi yang dianggap tidak etis juga tidak legal.
Pertimbangan etis didasari oleh moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan strktur
organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan. Contoh situasi dimana
etika bisnis dan hukum bersimpangan sering terjadi pada masalah kontrak di bisnis.
Secara moral dan etika, suatu kontrak dapat dikaji ulang ataupun dibatalkan apabila
isi kontrak bertentangan dengan standar moral dan etika bisnis. Pelaksanaan kontrak
yang semacam itu melanggar prinsip etika bisnis. Namun secara hukum, pelanggaran
kontrak yang sebelumnya telah disepakati justru pelanggaran hukum.
Contoh lain adalah kebohongan dari individu di dalam perusahaan yang
merugikan pihak lain secara etis tidak benar namun masih legal. Contoh kasusnya
adalah kasus Henry Blodget, seorang analis pasar yang berbohong pada kliennya
mengenai rekomendasi saham. Perilaku Henry Blodget masih legal, namun dianggap
2
tidak etis di dunia capital market. Contoh ketiga adalah pada ketika perusahaan
mengambil keputusan untuk mengambil supply dari negara asing dan mempekerjakan
pekerjanya dengan upah jauh lebih rendah. Pabrik Nike yang mempekerjakan
pegawai di Indonesia dengan upah serendah mungkin menjadi isu yang cukup hangat
dianggap tidak etis. Walaupun gaji yang diberikan Nike masih mencukupi batas upah
minimum sesuai regulasi di Indonesia, tindakan Nike yang memberikan upah yang
jauh lebih rendah dibanding pekerja Nike lainnya.
Salah satu penyebab hukum dan etika bisnis masih kurang diperhatikan di
Indonesia karena masih longgarnya hukum di Indonesia. Budaya suap ataupun
korupsi di Indonesia menjadikan regulasi terkait conduct bisnis perusahaan menjadi
lebih longgar. Masyarakat pun semakin lama semakin toleran terhadap pelanggaran
hukum ataupun etika. Pelanggaran dianggap menjadi suatu hal yang lumrah oleh
masyarakat. Perusahaan sebagai pelaku bisnis pun merasa bahwa toleransi masyarakat
terhadap pelanggaran etika tidak memberikan insentif yang cukup besar bagi
perusahaan untuk mengeluarkan biaya tambahan ataupun pengawasan untuk
memastikan aktivitas perusahaan masih memiliki tanggungjawab etis dan moral.
3. Pasar monopoli adalah pasar dimana hanya terdapat satu penjual di pasar
dengan pangsa pasar yang subtansial (100 persen). Pasar monopoli juga memiliki
barriers to entry yang tinggi. Barriers to entry ini dapat muncul akibat regulasi
setempat mengenai industri terkait, tingginya modal awal (capital requirement),
keterbatasan sumber daya, teknologi ataupun hal-hal lain yang menyulitkan pemain
baru masuk ke pasar. Sebagai contoh, untuk listrik di Indonesia masih merupakan
bentuk pasar monopoli oleh PT. PLN Indonesia.
Pasar oligopoli adalah pasar dengan hanya beberapa penjual dan beberapa penjual
besar menguasai pangsa pasar yang besar pula. Pada pasar oligopoli, terdapat pula
barriers to entry yang cukup tinggi. Barriers to entry ini pada umumnya diakibatkan
kapitalisasi pasar dari perusahaan yang sudah ada. Pasar oligopoli pun memiliki
konsentrasi pasar yang cukup tinggi.
Struktur pasar sangat mempengaruhi perilaku pebisnis di dalam pasar. UU no.
5 Tahun 1999 di Indonesia mengatur tentang pasar monopoli. Pasar monopoli
merupakan pasar yang memerlukan regulasi. Hal ini dikarenakan penjual di pasar
monopoli mempunyai monopoly power yang sangat besar sehingga dapat mematok
harga setinggi mungkin. Apabila regulasi terkait harga tidak ada, maka penjual di
3
pasar monopoli akan mematok harga setinggi mungkin dan pada akhirnya merugikan
masyarakat. Pasar yang tidak diregulasi ini pun akan gagal mencapai ketiga niai
keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi, dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang
dicapai pada pasar persaingan sempurna. Tindakan ini tidak etis karena penjual di
pasar monopoli hanya mementingkan profit dari perusahaan dan tidak memperhatikan
kesejahteraan masyarakat. Pada kasus contoh pun terlihat bahwa Carrefour dituduh
melakukan praktik monopoli dengan mengakuisisi Alfa. Dengan akuisisi Alfa, pangsa
pasar Carrefour menjadi sangat besar. Untuk menghindari adanya praktik monopoli
yang menimbulkan persaingan tidak sehat dan merugikan masyarakat, Carrefour
dipaksa melepas kepemilikannya terhadap Alfa.
Pada struktur pasar oligopoli, terdapat beberapa penjual yang saling bersaing
sehingga penetapan harga yang sangat tinggi seperti pada pasar monopoli tidak
memungkinkan. Pasar yang semakin kompetitif semakin menurunkan harga produk
yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan. Hal ini dikarenakan, apabila produk
tidak terdifferensiasi secara memadai, satu-satunya cara untuk bersaing antar
perusahaan di suatu pasar oligopoli adalahimelalui harga. Pada long-run, harga di
pasar pun akan terus mengalami penurunan. Para pemain di pasar oligopoli pun
menyadari hal ini sehingga muncul suatu gagasan tidak etis: price fixing. Price fixing
adalah ketika pemain-pemain di pasar sepakat dan menyetujui untuk menjual produk
di suatu harga yang telah ditentukan. Pada umumnya, harga yang telah disepakati ini
relatif lebih mahal ketimbang harga apabila perusahaan bersaing dalam kondisi pasar
yang kompetitif.
Price fixing merupakan tindakan yang illegal dan tentu saja tidak etis. Hal ini
karena penetapan harga merugikan masyarakat konsumen. Masyarakat seolah dipaksa
membeli produk pada harga yang tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya di
pasar. Tindakan ini pun tidak etis karena pemain di pasar oligopoly dapat menetapkan
harga yang melebihi tingkat wajarnya dan merugikan masyarakat demi keuntungan
perusahaan. Pasar oligopoli dengan adanya price fixing ini pun akan gagal
menunjukkan tingkat perolehan keuntungan yang adil, mengakibatkan penurunan
utilitas sosial, dan tidak menghormati kebebasan-kebebasan ekonomi. Pada contoh
kasus, Panasonic dan Sanyo didenda akibat melakukan price fixing untuk beberapa
suku cadang dan produk perusahaan lainnya.
Price fixing secara implisit merupakan alternatif strategi bagi pemain di pasar
oligopoli. Price fixing implisit dimulai dengan sebuah perusahaan market leader yang
4
5. Pada kuliah umum Prof. Topo Santoso, Ph. D diberikan rumus Korupsi =
f(monopoli, discretionary) atau lebih lengkapnya adalah
Corruption = Monopoly + Discretionary Power Accountability
Rumus ini mencoba melihat korupsi dari sisi sosiologi. Fungsi tersebut mengatakan
bahwa perusahaan atau institusi yang memiliki monopoly power yang tinggi
cenderung lebih rentan terhadap korupsi. Dengan kata lain, monopoly power
berhubungan positif dengan korupsi. Komponen yang kedua adalah discretionary
power.
Discretionary
power
menggambarkan
kebebasan
bertindak
sebuah
perusahaan. Perusahaan yang memiliki kebebasan untuk menentukan siapa yang akan
mendapatkan produk perusahaan cenderung lebih rentan terhadap korupsi. Sedangkan
akuntabilitas sebuah lembaga atau individu berhubungan negatif dengan korupsi.
Melalui rumus itu pun dapat dilihat bahwa selama masih terdapat monopoly dan
discretionary power korupsi masih akan terus ada. Sedangkan monopoly power dan
discretionary power adalah suatu hal yang alamiah terjadi di beberapa struktur pasar.
Korupsi sendiri telah menjadi masalah yang terus muncul dari masa ke masa.
Beberapa upaya untuk mengurangi korupsi telah coba dilakukan. Upaya dari
penanggulangan korupsi selama ini telah dilakukan seperti:
UU pemberantasan korupsi UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
UU KPK UU No. 30/ 2002
UU Pengadilan Korupsi
Internasional UNCAC sdh Diratifikasi dg UU 7/2006
Kerjasama Internasional
STAR
RUU Perampasan Aset
Upaya-upaya diatas ada yang bersifat reaktif maupun preventif. Seperti pada Bab II
UNCAC menjelaskan tentang langkah-langkah preventif untuk mengurangi korupsi.
UNCAC sendiri berlaku secara internasional yang merupakan kulminasi dari berbagai
upaya besar dan consensus sejumlah besar negara. Kerjasama satu negara atau
regional saja dianggap tidak cukup untuk menangani permasalahan korupsi sehingga
6
Sumber
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/176485/carrefour-terbukti-monopoli-industriritel diakses tanggal 26 Oktober 2014
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6904/affirmative-action diakses tanggal
26 Oktober 2014
http://www.jagatreview.com/2013/07/panasonic-dan-sanyo-didenda-lebih-dari-56juta-untuk-kasus-price-fixing/ diakses tanggal 26 Oktober 2014
Lampiran
Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) telah mengakomodasi tindakan afirmatif bagi
perempuan. Di antaranya ketentuan yang menyatakan dalam daftar calon legislatif
minimal harus ada 30% persen perempuan.
Selain itu, UU Pemilu Legislatif juga mengenal sistem zipper agar memudahkan
perempuan terpilih menjadi anggota legislatif. Sistem ini mewajibkan dalam setiap
tiga orang bakal calon sekurang-kurangnya harus terdapat satu perempuan.
Tujuannya, agar perempuan bisa berada di nomor 'jadi', bukan di nomor buntut. Hal
mana tertuang dalam Pasal 55 ayat (2) UU Pemilu Legislatif.
Isu tindakan afirmatif kembali menjadi pembicaraan hangat setelah putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pemilu Legislatif. Pasal 214 huruf a sampai e
dalam UU Pemilu Legislatif soal penetapan caleg dengan sistem nomor urut
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Akibatnya, Pemilu 2009 harus menggunakan sistem suara
terbanyak.
Putusan ini dianggap menafikan tindakan afirmatif bagi perempuan. Penilaian itu
tercermin misalnya dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Konstitusi
Maria Farida dalam putusan di atas. Menurutnya, majelis MK seharusnya tidak
mengabulkan permohonan seputar sistem nomor urut. Karena sistem suara terbanyak
sangat merugikan perempuan dan tindakan afirmatif dianggap sia-sia.
Sementara itu, sebagian kalangan berpendapat penerapan tindakan afirmatif justru
mendiskriminasikan kaum perempuan. Ketua Divisi Hukum dan HAM Partai
Penegak Demokrasi Indonesia D Parlindungan Sitorus misalnya berpendapat bahwa
kaum perempuan seharusnya diberi kebebasan untuk berpolitik tanpa ada perbedaan
dengan laki-laki. Menurutnya, kesadaran berpolitik kaum perempuan saat ini sudah
cukup tinggi dan bahkan banyak yang sudah mempunyai kemampuan berpolitik lebih
dari kaum laki-laki.
Kasus Monopoli
9
dalam konspirasi untuk menetapkan harga dari baterai lithium-ion lokal pusat yang
digunakan di laptop dalam kurun waktu April 2007 hingga September 2008. Dalam
laporan tersebut disebutkan bahwa Sanyo dan LG Chem telah melakukan pertemuan
dan berdiskusi untuk menetapkan harga konsumen dari produk tersebut.
Menurut Panasonic, eksekutif perusahaan tersebut termasuk presiden Kazuhiro Tsuga
dan penasihat khusus perusahaan Fumio Otsubo secara suka rela mengembalikan gaji
mereka di bulan April sebesar 10% hingga 20%.
12