Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau
partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan
karena membran mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen
lebih cepat daripada komponen lain berdasarkan perbedaan sifat fisik dan kimia
dari membran serta komponen yang dipisahkan. Perpindahan dapat terjadi oleh
adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan yang berupa beda tekanan (P),
beda konsentrasi (C), beda potensial listrik (E), dan beda temperatur (T) serta
selektifitas membran yang dinyatakan dengan rejeksi (R). Gambar 2.1
memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran (Mulder, 2006).
fasa 1
membran
umpan
fasa 2
permeat
driving force
C, P, T, E, R
Gambar 2.1 Skema pemisahan dengan membran
Teknologi
membran
memiliki
beberapa
keunggulan dibandingkan
dapat
mudah
digabungkan
dengan
proses
ke bagian bawah. Ketebalan lapisan tipisnya adalah 0,1 0,5 m dan lapisan
pendukungnya 50 150 m.
Membran digolongkan dua kelompok, berdasarkan ada tidaknya pori yaitu
membran berpori (porous membrane) dan membran tidak berpori (dense
membrane). Jenis-jenis membran dan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Membran
berpori
digunakan
untuk
pemisahan
partikel
besar
hingga
Membran simetris
()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()
()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()
()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()
()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()
(a) Berpori
(b) Tak-berpori
Membran asimetris
000000000000000000000000000
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
(c) Berpori
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
rantai, temperatur transisi gelas (Tg), derajat kristalinitas, volume bebas, polimer
hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 2006 dan Sperling, 2006).
2.2.1 Fleksibilitas Rantai
Fleksibilitas rantai adalah tingkat kemudahan ikatan polimer untuk bergerak
berputar. Fleksibilitas atau kelenturan rantai dipengaruhi oleh ikatan pada rantai
utama dan jenis gugus samping. Adanya ikatan jenuh (-C-C-) pada rantai utama
memungkinkan rantai bergerak dengan bebas (berotasi), sehingga rantai bersifat
lentur. Rotasi sulit dilakukan apabila dalam rantai utama terdapat ikatan tak-jenuh
seperti (-C=C-) sehingga rantai utama menjadi kaku. Jika rantai utama tersusun
atas ikatan jenuh dan tak-jenuh seperti polibutadiena (-C-C=C-C-), rotasi masih
mungkin terjadi pada ikatan tunggal (-C-C-). Gugus yang besar seperti
heterosiklik dan aromatik akan menurunkan fleksibilitas rantai. Jenis gugus
samping ikut mempengaruhi fleksibilitas rantai. Gugus samping yang berukuran
sangat kecil seperti atom hidrogen (-H-) tidak berpengaruh banyak terhadap
kebebasan berotasi, tetapi untuk gugus samping fenil (-C6H5-) akan menimbulkan
halangan sterik sehingga mengurangi fleksibilitas rantai.
2.2.2 Interaksi antar Rantai
Interaksi antar rantai polimer dapat ditimbulkan oleh ikatan primer atau
ikatan sekunder. Ikatan primer membentuk ikatan kovalen yang menghasilkan
rangkaian rantai utama yang kuat. Ikatan sekunder terbagi atas tiga golongan,
yaitu gaya dipol (debye forces), gaya dispersi (dispersion forces), dan gaya ikatan
hidrogen (hydrogen bonding forces). Nilai rata-rata kekuatan jenis-jenis gaya
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.
2.2.3 Temperatur Transisi Gelas (Tg)
Permeabilitas umumnya lebih rendah pada polimer dalam keadaan glassy
(glassy state) daripada dalam keadaan rubbery (rubbery state). Keadaan polimer
glassy atau rubbery pada temperatur tertentu ditentukan oleh harga temperatur
transisi gelas (Tg). Pada suhu di bawah Tg, polimer akan bersifat glassy,
sebaliknya pada suhu di atas Tg polimer akan bersifat rubbery (De Angelis, 2012).
Tabel 2.1. Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder
_________________________________________________
Jenis gaya
kJ/mol
_________________________________________________
Kovalen
400
Ikatan hidrogen
40
Dipol
20
Dispersi
_________________________________________________
Jika polimer non-kristalin (amorf) dipanaskan, polimer dapat berubah dari
keadaan glassy ke keadaan rubbery, batas temperatur keadaan glassy dan
rubbery tersebut disebut temperatur transisi gelas (Tg). Perubahan keadaan
polimer dari keadaan glassy ke rubbery pada temperatur transisi gelas dapat
dilihat pada gambar 2.3 di mana terlihat bahwa penurunan modulus tarik (E)
terhadap kenaikan temperatur relatif sangat kecil, dan menurun drastis pada
temperatur Tg.
glassy
rubbery
log E
Tg
Sifat fisik polimer ditentukan oleh struktur kimianya. Rantai utama yang
terdiri dari ikatan jenuh C-C- (misalnya polimer vinyl) sangat fleksibel karena itu
Tg-nya rendah. Jika rantai utama mengandung gugus heterosiklik dan aromatik,
Tg meningkat dengan cepat. Gugus samping umumnya menghalangi pergerakan
rantai utama sehingga mengurangi fleksibilitas dan akibatnya menaikkan Tg.
Selain struktur kimia, harga Tg juga dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar rantai
dan derajat kristalinitas.
Makin kuat ikatan antar rantai, energi termal yang dibutuhkan untuk
mengatasinya juga makin besar sehingga Tg besar. Dalam kondisi kristalin, rantairantai polimer berada dalam kisi-kisi yang padat dan kaku, sehingga diperlukan
temperatur yang tinggi untuk mengubahnya menjadi keadaan rubbery. Dengan
demikian, makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka Tg makin besar.
2.2.4 Derajat Kristalinitas
Derajat kristalinitas tergantung pada keteraturan susunan struktur monomer
penyusun polimer tersebut. Kristalinitas polimer berpengaruh terhadap sifat
mekanik dan permeabilitas polimer. Komponen yang terlarut ke dalam polimer
hanya dapat berdifusi melalui struktur amorf. Hal ini terjadi karena bagian
kristalin pada polimer berfungsi sebagai bagian yang memiliki ikatan silang
(crosslink) secara fisik. Ikatan silang menyebabkan berkurangnya kemampuan
polimer untuk melarutkan penetran. Jadi makin tinggi derajat kristalinitas suatu
polimer, maka permeabilitasnya makin rendah.
2.2.5 Volume Bebas Polimer
Volume bebas (Vf) secara sederhana didefinisikan sebagai volume yang
diperoleh dengan melakukan ekspansi termal dari keadaan awal (molekul-molekul
pada temperatur 0 K). Volume bebas merupakan volume polimer yang tidak
ditempati oleh molekul polimer itu sendiri dan dinyatakan dengan persamaan:
Vf = VT - Vo
(2.1)
(2.2)
Semakin tinggi volume bebas, semakin banyak ruang bagi molekul untuk
bergerak sehingga semakin kecil Tg-nya. Pada temperatur di bawah Tg pada
beberapa polmer, perubahan harga volume bebas dapat dianggap konstan terhadap
perubahan temperatur. Namun pada kondisi temperatur di atas Tg, volume bebas
berubah secara linier terhadap temperatur dengan mengikuti persamaan:
Vf = Vf,Tg + (T - Tg)
(2.3)
di mana adalah selisih koefisien pemuaian panas polimer pada suhu di atas Tg
dan di bawah Tg. Pada proses pemisahan fasa cair, penetran masuk ke dalam
membran dengan menempati ruang volume bebas pada polimer. Dengan
demikian, banyaknya volume bebas pada polimer merupakan fungsi dari Tg;
semakin besar Tg maka semakin sedikit volume bebas yang ada.
2.2.6 Polimer Hidrofilik dan Hidrofobik
Berdasarkan afinitasnya terhadap air, membran polimr dibagi dua kelas,
yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Polimer hidrofilik yaitu polimer yang memiliki
kemampuan mengikat air, afinitas terhadap air sangat tinggi. Hidrofilik ini terjadi
karena adanya gugus di dalam rantai polimer yang mampu berinteraksi dengan
molekul air melalui ikatan hidrogen. Sejumlah polimer sangat baik dijadikan
bahan pembuat membran, seperti polivinil alkohol, poliakrilat, polivinil asetat,
polivinil pirolidin, selulosa asetat, selulosa triasetat, etil selulosa, dan lain-lain.
Polimer hidrofobik bersifat sebaliknya, tidak memiliki afinitas terhadap air,
contohnya politetraflouroetilen, polivinilidin flourida, polipropilen, polietilen, dan
lain-lain. Membran polimer hidrofobik tidak cocok digunakan untuk pemisahan
campuran air/senyawa organik. Hal ini disebabkan karena tidak adanya gaya
interaksi yang kuat antara membran dengan campuran air/senyawa organik.
lainnya adalah derajat polimerisasinya dengan nilai optimum antara 100 200
atau 100 300, yang akan menghasilkan berat molekul sekitar 25.000 80.000.
Keuntungan selulosa asetat dan derivatnya sebagai material membran:
1. Bersifat hidrofilik.
2. Membran selulosa asetat relatif mudah dibuat.
3. Dari sumber yang dapat diperbaharui.
Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, kerugian membran selulosa
asetat, diantaranya adalah:
1. Mengalami kompaksi atau fenomena memadat yang sedikit lebih besar
dibandingkan dengan material lainnya, yaitu secara bertahap akan
kehilangan sifat-sifat membran (khususnya fluks permeasi).
2. Sangat mudah mengalami biodegradasi.
Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa asetat
sebagai lembaran tipis. Bila membrannya anisotropik, ada kulit tipis rapat dan
pengemban berpori. Membran selulosa asetat mempunyai sifat pemisahan yang
bagus namun dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, serta rentan pH.
OCOCH3
CH2OCOCH3
O
O
H H
OCOCH3
H
O
CH2OCOCH3
H
OH
H
H
OCOCH3
n
pembuatan membran yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia sekaligus
pemisah produk yang dihasilkan. Dalam perkembangannya juga diupayakan
rekayasa pembuatan membran zeolite filled polymer yang berguna untuk
meningkatkan unjuk kerja membran polimer pada pemisahan secara pervaporasi.
O
Si
O
Na+
AlO O
O
Si
Al-
Si
OO
Na+
O O
O
Si
O O
Gambar 2.6 Stuktur (kiri) dan saluran pori (kanan) zeolit LTA (tipe A)
Zeolit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu zeolit alam dan zeolit buatan. Zeolit
alam terbentuk karena perubahan alam (zeolitisasi) dari bahan vulkanik dan dapat
digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan (Srihapsari, 2006). Beberapa
jenis zeolit ditunjukkan dalam tabel 2.2 berupa nama, ukuran pori, rasio Si/Al, dan
strukturnya. Setiap jenis zeolit mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang
berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas
pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit yang berpengaruh
pada besarnya rongga yang terbentuk serta efek mengayak dari zeolit, mobilitas
kation yang diperlukan, efek medan listrik yang ditimbulkan kation serta difusi
ion ke dalam larutan energi hidrasi (Poerwadio dan Masduqi, 2004).
Eksploitasi zeolit di Aceh sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, proses
pengolahan zeolit alam untuk adsorben pada proses penjernihan air dan untuk
keperluan lain seperti untuk pembuatan membran dengan karakteristik yang lebih
spesifik memerlukan treatment lebih lanjut sehingga nantinya zeolit ini dapat
digunakan secara langsung pada proses produksi etanol dan meningkatkan
kualitas etanol yang sesuai untuk energi alternatif. Berdasarkan data Dinas
Pertambangan Aceh, zeolit alam Aceh terdapat di Teunom (Aceh Barat, 400.000
m3, rasio Si/Al = 2,03), Tapak Tuan (Aceh Selatan, 900.000 m3, rasio Si/Al =
2,03), dan Ujong Pancu (Aceh Besar, 2.500.000 m3, rasio Si/Al = 2,42).
Tabel 2.2 Beberapa jenis zeolit
Nama
Ukuran pori
()
Si/Al
Struktur
Tipe A
3,2 4,3
3D
ZSM-5
5,1 5,6
10 500
2D
Silikalit-1
5,1 5,6
2D
Offretite
3,6 6,7
34
3D
Modernit
2,6 7,0
56
2D
Theta-1
4,4 5,5
>11
1D
Faujasit
7,4
1,5 3
3D
4,0 7,0
4 4,5
3D
Klinoptilolit
Berat (%)
Rumus Kimia
Berat (%)
Mg
6,3939
MgO
11,5788
Al
7,6411
Al2O3
10,2900
Si
18,5045
SiO2
23,2411
0,2956
0,1311
7,3980
K2O
11,4545
Ca
39,8989
CaO
27,6897
Ti
5,6145
TiO2
5,3811
Mn
5,4500
MnO
5,1977
Fe
8,1100
Fe2O3
4,8386
Sr
0,6935
SrO
0,1974
Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Aceh yang berada 8 km sebelah Barat Kota
Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh topografinya seperti yang terlihat dalam
gambar 2.7 yang memiliki potensi zeolit yang terkandung dalam Gunung Gle
Pancu seluas lebih kurang 5 km2 pada kedalaman 5 m dari permukaan tanah
dengan jenis faujasit (sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh)
sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 dengan komposisi seperti yang
terlihat dalam tabel 2.3 dengan rasio Si/Al adalah 2,42 di mana penelitian untuk
jenis zeolit ini masih belum dilakukan secara serius. Namun bila dibandingkan
dengan zeolit komersial ZSM-5 maka rasio Si/Al zeolit alam jauh di bawah zeolit
komersial yang mempunyai rasio Si/Al anatar 10 500 (lihat tabel 2.2).
2.6.1 Modifikasi Membran dengan Zeolit
Modifikasi membran zeolite filled selulosa asetat akan mengubah struktur
selulosa asetat di mana diperkirakan akan terjadi interaksi antara selulosa asetat
dan zeolit di mana zeolit bersifat polar sehingga cenderung menyerap senyawasenyawa yang bersifat polar seperti air dan etanol. Air lebih polar daripada etanol
sehingga membran lebih cenderung menarik air daripada etanol yang
mengakibatkan selektifitas membran akan meningkat.
Akibat kombinasi sifat selulosa asetat yang hidrofilik dan zeolit yang
bersifat polar dan cenderung menarik air maka air yang terikat dalam struktur
membran akan semakin banyak sehingga pada akhirnya akan meningkatkan fluks
membran. Peningkatan fluks ini dapat juga dijelaskan dengan derajat swelling.
Fenomena swelling mampu
mengubah
struktur membran.
Diperkirakan
kandungan air dalam struktur membran zeolite filled selulosa asetat relatif lebih
banyak dibandingkan dengan kandungan air pada membran selulosa asetat murni.
Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi
penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga dipakai sebagai produk
seperti deterjen. Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit sintetik dan 40 mineral
zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika
rendah dengan perbandingan Si/Al 1 1,5, memiliki konsentrasi kation paling
tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit silika rendah
adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai perbandingan Si/Al
adalah 2 - 5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit, Klinoptilolit, zeolit
Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 100, bahkan lebih,
contohnya adalah ZSM-5 (Ulfah, dkk., 2006). Zeolit dengan kadar Si/Al rendah sampai sedang
sangat optimum untuk menjerap molekul-molekul polar. Semakin tinggi kadar Si/Al maka
semakin sulit untuk menjerap molekul-molekul polar, tetapi sebaliknya akan lebih mudah untuk
menjerap molekul-molekul non polar.
2.7 Pervaporasi
Pervaporasi merupakan paduan kata permeasi dan voporasi. Permeasi
adalah proses perpindahan massa penetran dari satu sisi ke sisi lain dari
membran yang digunakan untuk pervaporasi. Vaporasi adalah perubahan fasa
penetran dari cair menjadi uap (Haryadi, dkk., 2006). Jadi pervaporasi dapat
diartikan sebagai pemisahan campuran cairan berfasa cair dengan melewatkan
pada membran di mana terjadi perubahan fasa menjadi fasa uap; sisi umpan
berupa cairan sedangkan sisi permeat berupa uap sebagai akibat diaplikasikannya
tekanan yang sangat rendah (0,5 mbar) pada bagian hilir (Nasrun, 2005).
Pervaporasi adalah proses membran yang diterapkan untuk pemisahan uapcair. Pengembangan proses ini dimulai pada tahun 1917, sejak Kober dari New
York State Department of Health menemukan fenomena permeasi selektif larutan
albumin-toluen melalui collodion containers. Saat ini pervaporasi muncul sebagai
salah satu alternatif dari proses distilasi untuk memisahkan senyawa-senyawa
organik berdasarkan perbedaan tekanan parsial zat.
Dibandingkan dengan proses distilasi, pervaporasi memiliki keunggulan
antara lain dapat memisahkan campuran yang saling bercampur dengan berat
molekul yang mirip, dapat memisahkan larutan azeotrop, efektif untuk pemisahan
skala kecil, tidak membutuhkan zat aditif, bebas polusi, ruang yang dibutuhkan
sedikit (modul kompak), biaya investasi rendah, dan membutuhkan air pendingin
yang lebih sedikit.
Proses pervaporasi tersebut cukup rumit dan melibatkan perpindahan massa
dan energi. Membran berfungsi sebagai lapisan penghalang yang selektif terhadap
salah satu zat sehingga seringkali disebut distilasi ekstraktif di mana membran
berfungsi sebagai komponen ketiga. Pada proses tersebut, umpan berada dalam
fasa cair dan permeat yang diperoleh berada dalam fasa gas.
Mekanisme pemisahan berlangsung berdasarkan kelarutan dan difusi yang
terjadi dalam tiga tahap yaitu:
1. penyerapan selektif oleh membran pada sisi umpan;
2. difusi selektif melalui membran; dan
3. desorpsi ke fasa gas pada sisi permeat.
Karakteristik pemisahan sangat bergantung pada komposisi umpan dan jenis
material membran.
Penerapan utama proses pervaporasi diantaranya meliputi pemisahan zat-zat
yang sensitif terhadap panas, pemisahan zat-zat organik volatile (mudah
menguap) dari limbah, dan pemekatan zat-zat dalam analisa. Secara sederhana,
penerapan ini dapat dikelompokkan menjadi pemisahan zat organik dari air
dan/atau gas, pemisahan campuran zat organik, dan pemekatan larutan.
Pervaporasi yang dilakukan dengan membran zeolit adalah salah satu
teknologi pemisahan yang ekonomis untuk berbagai campuran cairan termasuk
campuran-campuran organik/air (Ahn and Lee, 2006 dan Bowen, et al., 2004).
Pervaporasi sudah merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran yang
diminati oleh industri-indusrti kimia yang terkait (Wee, et al., 2008).
2.7.1 Perpindahan Massa pada Membran Pervaporasi
Jika keadaan tunak pada pervaporasi tercapai, perpindahan massa cairan
tunggal melalui membran mengikuti hukum Ficks yang dinyatakan sebagai:
JA = - DA (dCA / dx)
JA = fluks massa komponen A (kg/m2.jam)
DA = koefisien difusivitas komponen A (m2/jam)
CA = konsentrasi komponen A (kg/m3)
x
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
a1 = 1X1
(2.8)
a2 = 2 (p2 / po)
(2.9)
(2.10)
Demikian juga halnya yang terjadi pada difusi dalam membran. Keberadaan
komponen kedua dapat mempengaruhi laju permeasi komponen pertama dalam
membran. Pengaruh tersebut dapat berupa kenaikan atau penurunan laju permeasi,
bergantung pada interaksi antara kedua komponen tersebut dan juga interaksi
antara penetran dan membran polimer.
Laju permeasi dipengaruhi oleh komponen umpan. Makin besar konsentrasi
komponen yang berinteraksi kuat dengan membran dalam umpan maka
konsentrasi komponen tersebut makin besar pula dalam membran dan efek
plastisasi juga makin besar. Efek plastisasi adalah berupa penurunan kekakuan
rantai polimer dan biasanya ditunjukkan dengan terjadinya swelling.
2.7.2 Pemisahan dengan Pervaporasi
Pemisahan campuran etanol-air dilakukan dengan teknik pemisahan
menggunakan membran dengan pervaporasi. Pervaporasi adalah proses membran
di mana suatu campuran cair dikontakkan secara langsung pada sisi (upstream)
membran dan produk yang diperoleh dalam fasa uap pada sisi permeat
(downstream) yang bertekanan sangat rendah (vakum). Rendahnya tekanan uap di
sisi permeat dapat dicapai dengan pompa vakum atau dengan memanfaatkan gas
pembawa (carrier gas). Skema proses pervaporasi diperlihatkan pada gambar 2.9.
umpan
retentat
retentat
umpan
gas pembawa
kondensor
pompa vakum
permeat
(a)
kondensor
(b)
permeat
Gambar 2.9 Skema pervaporasi (a) dengan tekanan vakum pada sisi
Downstream dan (b) dengan gas pembawa inert
Pada pervaporasi, interaksi penetran dengan membran berperan penting
pada tahap masuknya penetran ke permukaan membran (sorpsi). Penetran yang
keadaan tunak dapat dinyatakan dengan hukum Ficks seperti yang ditulis dengan
persamaan 2.4. Apabila persamaan tersebut diintegralkan dengan mengasumsikan
difusivitas konstan maka akan diperoleh persamaan:
2
J dx = - D dC
1
(2.11)
(2.12)
dan
C2 = S p2
(2.13)
(2.14)
(2.15)
massa
permeat
(g)
dm/dt
Waktu (jam)
Gambar 2.10. Hubungan massa permeat terhadap waktu
Besar fluks massa dalam membran dapat dinyatakan sebagai besar laju
perpindahan massa melalui membran per satuan luas permukaan membran per
satuan waktu sebagaimana persamaan berikut:
J = (1 / A)(dm / dt)
m = massa permeat (g)
(2.16)
(2.17)
membran
yang
diperoleh
dari
percobaan
sorpsi.
Derajat
(2.18)
(2.19)