Gadis Selendang Sutra
Gadis Selendang Sutra
Dahulu kala, ada seorang gadis yang tinggal bersama ibunya di sebuah desa dekat
Sungai Batanghari. Ia bernama Upik Lila Hanum. Upik adalah gadis yang sangat cantik dan
rajin.
Suatu hari, Nenek Rapiah datang ke rumah Upik. Ia memberi Upik dua ekor ulat
sutra besar. Ulat-ulat ini dapat menghasilkan benang sutra halus, kata Nenek Rapiah.
Buatlah selembar selendang seindah mungkin, saran Nenek Rapiah. Sejak hari itu,
Upik membuat selendang siang dan malam. Upik menyelesaikan selembar selendang sutra
bersulam yang indah dalam satu bulan.
Di pagi yang cerah, Upik menikmati keindahan alam dari lereng bukit. Tiba tiba
angin bertiup dengan kencang. Angin menyambar selendang itu!
Angin bertiup melintasi perbukitan, lembah lembah, dan beberapa desa. Tanpa
sengaja angin berhenti bertiup saat kereta Ratu Pinang Masak tiba dari Kerajaan Telanai
Putra. Selendang sutra itu jatuh di atap kereta.
Ratu Pinang Masak mengagumi selendang indah di tangannya. Beliau terkesan pada
selendang itu. Ratu memutuskan membuat pengumuman untuk menemukan pemilik
selendang itu.
Pengumuman menyebar dengan cepat. Akhirnya, Upik dan Ibunya juga mendengar
berita itu. Ibu, aku ingin mendapatkan kembali selendangku, Upik memberitahu ibunya.
Pagi pagi sekali Upik berangkat ke Ibu kota Telanai Putra. Ibu Upik member restu
sebelum ia meninggalkan rumah itu. Di tengah jalan, Upik mendapatkan seekor kucing,
Mimi, sebagai temannya.
Menjelang senja, Upik menemukan dan merawat Belang, seekor anjing yang terluka.
Kini upik punya dua teman, Mimi dan Belang, yang menemani perjalanannya.
Esoknya, Upik bertemu wanita tua, Nenek Emban, di tepi hutan. Ia menggendong
beberapa kayu bakar di punggungya. Upik membantu Nenek Emban membawakan kayu
kayu itu menuju rumahnya.
Kau akan pergi kemana, Upik ? Nenek Emban menanyai Upik. Upik menarik napas
dalam- dalam. Lalu ia menceritakan yang sebenarnya.
Pagi berikutnya, Nenek Emban terkena demam. Upik menunda perjalannya hari
itu.ia ingin merawat Nenek Emban hingga sembuh.
Mulia Ratu dapat membuat keputusan besok pagi jam sepuluh, ujar Pangeran Intan Sakti
kepada Ratu Pinang Masak.
Di gudang, upik menangis. Ayu Lesung Pipit mendapat pikiran jahat. Menjelang
tengah malam, ia ingin menyiram kaki Upik dengan air panas. Ayu Lesung Pipit tidak ingin
Upik menemui Ratu Pinang Masak.
Dengan cerek berisi air panas di tangannya, Ayu Lesung Pipit melangkah mendekati
upik. Dalam beberapa langkah .. Hup !!! Belang melompat dan mencakar tepat di dada
Ayu . . . . . . Oo . . . . ., Ayu berteriak dengan keras. Ayu Lesung Pipit langsung melarikan
diri. Kebenaran akan menang. Kejahatan akan kalah, kata Upik pada dirinya sendiri. Ia
mengambil pecahan pecahan cerek itu.
Paginya, Ayu Lesung Pipit sampai di istana lebih awal. Sementara itu, Upik datang
setelahnya. Sekarang Upik dan Ayu Lesung Pipit sama sama berada di ruang tamu istana.
Mereka siap menjawab pertanyaan sang ratu.
Jika kami tak yakin siapa pemilik selendang, kami akan membakarnya. Apa
pendapat kalian ? tanya Ratu Pinang Masak pada mereka. Hamba setuju, Yang Mulia !
Selendang itu lebih baik dibakar daripada dimiliki oleh Upik! jawab Ayu Lesung Pipit.
Lalu Upik menjawab,Yang Mulia, andai hamba seorang ratu yang memiliki bala
tentara, hamba akan berperang untuk merebut selendang hamba, Upik berbicara lantang.
Ratu Pinang Masak dan Pangeran Intan Sakti terperanjat melihat keberanian Upik.
Mereka berpikir Upik telah mempertahankan selendang dengan berani. Upiklah pemilik
selendang yang sebenarnya.
Upik Laila Hanum, engkau telah mempertahankan selendang itu. Engkau berhak
memilikinya dan menjadi permaisuri Pangeran Intan Sakti, kata ratu akhirnya. Benarkah
? oh, terima kasih, Yang Mulia. Hamba tahu ratu akan mempercayai hamba. Ini sebuah
anugerah. Akhirnya, Ayu Lesung Pipit mendapat hukuman atas perbuatan jahatnya.
Ibu Upik merestui pernikahan Upik dengan Pangeran Intan Sakti. Hari berikutnya,
sebuah pesta pernikahan yang megah diadakan di Kerajaan Telanai Putra. Akhirnya, Putri
laila Hanum dan Pangeran Intan Sakti hidup dengan bahagia.