Anda di halaman 1dari 11

Mata kuliah

: Metode Penelitian Dasar

Oleh

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:
KELOMPOK I NON REGULER (M7)

WAYAN OKA MAHENDRA (P201301338)


ZARLISA (P201301317)
HABASIA (P201301337)
AISAH (P201301307)
EVIN ARDJAT AS (P201301326)
IRAWATI (P201301306)
ALDIANSYAH APUTRA (P201301299)
DASMIATI (P201301315)

STIKES MANDALA WALUYA KENDARI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN NON REGULER
TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I
MASALAH

Selama dekade terakhir ini, insidens penyakit menular seksual cukup meningkat di
berbagai negara di dunia. Banyak laporan mengenai penyakit ini, tetapi angka-angka
yang dilaporkan tidak menggambarkan angka yang sesungguhnya. Hal tersebut (Daili,
2007) disebabkan antara lain oleh:
1. Banyak kasus yang tidak dilaporkan, karena belum ada undang-undang yang
mengharuskan melaporkan setiap kasus baru penyakit menular seksual yang
ditemukan.
2. Bila ada laporan, sistem pelaporan yang berlaku belum seragam.
3. Fasilitas diagnostik yang ada sekarang ini kurang sempurna sehingga seringkali
terjadi salah diagnosis dan penanganannya.
4. Banyak kasus yang asimtomatik (tanpa gejala yang khas) terutama penderita wanita.
5. Pengontrolan terhadap penyakit menular seksual ini belum berjalan baik.
Pada tahun 2007 jumlah remaja umur 10-19 tahun sangat besar, terdapat sekitar
64 juta atau 28,6 % dari jumlah penduduk indonesia sebanyak 222 juta (Proyeksi
Penduduk Indonesia tahun 2000-2005, BPS, Bappenas, UNFPA, 2005). Disamping
jumlahnya yang besar, remaja juga mempunyai permasalahan yang sangat kompleks
seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol di kalangan
remaja misalnya masalah seksualitas (kehamilan tak diinginkan dan aborsi), terinfeksi
Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV dan AIDS, penyalahgunaan Napza dan
sebagainya.
Prilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkahlaku ini
dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,

bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun
lawan jenis, orang dalam khayalan maupun diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini
memang tidak memiliki dampak terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi
orang yang bersangkutan maupun lingkngan sosial. Tetapi sebagian prilaku seksual yang
dilakukan sebelum wakyunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat
serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi (Reiss, 2006). Selama masa
remaja, seksualitas dan masalah-masalah seksual diperkirakan sebagai masalah yang
sangat penting bagi sebagian remaja, dan pada masa ini, banyak remaja yang sudah aktif
secara seksual (Goodenov et al., 2008).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah remaja
diantaranya melalui PIK Remaja-KRR. PIK Remaja adalah suatu wadah kegiatan
program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) yang dikelola dari,
oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan
reproduksi serta penyiapan kehidupan berkeluarga. Sedangkan KRR (Kesehatan
Reproduksi Remaja) adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem reproduksi
(fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental,
emosional dan spiritual.

BAB II
JUDUL

Dari permasalahan di atas maka pentingnya di lakukan penelitian mengenai


hubungan adanya PIK-KRR di sekolah dengan pengetahuan siswa mengenai PMS

BAB III
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan masa kanak-kanak ke masa
dewasa, batas usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.
Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 - 23 tahun, sedangkan dari segi program
pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh departemen kesehatan adalah mereka
yang berusia 10 - 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu, menurut BKKBN
(Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi) batasan usia remaja
adalah 10 - 19 tahun dan belum kawin.
Remaja di satu sisi merupakan generasi harapan bangsa, namun di sisi lain
menghadapi banyak permasalahan yang bukan tidak mungkin akan menunggu
perkembangan fisik maupun psikologis mereka selanjutnya. Diantara permasalahan
yang di hadapi oleh para remaja adalah permasalahan kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi sehat yang bukan
saja berarti bebas dari penyakit atau kecacatan, namun lebih daripada itu sehat secara
mental dan sosial berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Kesehatan
reproduksi remaja adalah kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses
reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata
berarti bahwa bebas dari penyakit ataupun bebas dari kecacatan dan juga sehat secara
mental serta sosial budaya.
Pada tahun 2007 jumlah remaja umur 10-19 tahun sangat besar terdapat
sekitar 64 jutaatau 28,6 % dari jumlah penduduk indonesia sebanyak 222 juta
(Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2005, BPS, Bappenas, UNFPA, 2005).
Disamping jumlahnya yang besar, remaja juga mempunyai permasalahan yang sangat

kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol
di kalangan remaja misalnya masalah seksualitas (kehamilan tak diinginkan dan
aborsi), terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV dan AIDS, penyalahgunaan
Napza dan sebagainya.
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba
(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat di tularkan melalui hubungan seksual. Kondisi
yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis,
trichomoniasis, chancroid,herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus
(HIV) dan Hepatitis B. Beberapa diantaranya, yakni HIV dan siphilys, dapat juga di
tularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran serta melalui darah dan
jaringan tubuh.
Sampai sekarang, penyakit menular seksual masih menjadi masalah kesehatan,
sosial maupun ekonomi di berbagai negara (WHO, 2003). Peningkatan insiden
penyakit menular seksual dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat di
perkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program
penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden penyakit menular seksual atau
paling tidak insidennya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara
insiden penyakit menular seksual relatif masih tinggi (Hakim, 2003). Angka
penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi
terhadap penderita yang di temukan. Jumlah penderita yang terdata hanya sebagian
kecil dari penderita sesungguhnya (Lestari, 2008).
Sementara itu di kota Kendari, penyakit menular seksual juga banyak terjadi.
Menurut catatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tenggara pada tahun 2009 tacatat
sebanyak 324 kasus. Jumlah kasus tersebut adalah seluruh kasus yang ada di wilayah

kerja puskesmas tersebut termasuk pasien rumahsakit. Setiap orang bisa tertular
penyakit menular seksual. Kecenderungan kian meningkatnya penyakit ini disebabkan
prilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan dan adanya hubungan seksual pranikah
dan di luar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual
adalah remaja usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertukar karena tertular dari
ibunya (Lestari, 2008).
Tingginya kasus Penyakit Menular Seksual, khususnya pada kelompok usia
remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas. Sekarang ini di
kalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di kota-kota besar.
Hasil penelitian di 12 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukan 1031% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks
juga spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Boike Dian Nugraha di Jakarta
mengungkapkan bahwa dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan
seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% di tahun 1980-an, menjadi 20% di
tahun 2000. Kisaran angka tersebut di dapat dari berbagai penelitian di beberapa kota
besar di Indonesia. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut
umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau mahasiswa.
Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkatan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Rauf, 2008).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah remaja
diantaranya melalui PIK Remaja. PIK Remaja adalah suatu wadah kegiatan program
PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) yang dikelola dari, oleh dan
untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan
reproduksi serta penyiapan kehidupan berkeluarga. Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) saat ini memproleh perhatian yang cukup besar. Karena hasil dari berbagai

penelitian menunjukan bahwa para remaja makin sering melakukan hal-hal yang tidak
mendukung konsep sehat tersebut diatas. Prilaku hubungan seksual sebelum menikah
makin sering dipraktekkan oleh para remaja, makin banyak remaja yang terjangkit
berbagai jenis Penyakit Menular Seksual (PMS) dan tidak sedikit remaja yang
melakukan tindakan aborsi (Pengguguran Kandungan), serta penggunaan obat-obat
terlarang (Narkoba).
Pengetahuan tentang penyakit menular seksual dapat di tingkatkan dengan
pemberian pendidikan kesehatan reproduksi yang di mulai pada usia remaja.
Pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan
pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan
bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang belum diharapkan atau
kehamilan beresiko tinggi (BKKBN, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini perlu di
lakukan untuk mendapatkan hubungan adanya (Pusat Informasi Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja) PIK-KRR di sekolah dengan tingkat pengetahuan siswa
mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS) dalam upaya menghambat peningkatan
insiden penyakit menular seksual di kalanga remaja dewasa ini.
b. Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah bahwa penulis
ingin mengetahui:
Hubungan Adanya PIK-KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja) di Sekolah dengan Pengetahuan Siswa Mengenai PMS (Penyakit Menular
Seksual) di SMAN 4 Kendari Tahun 2014

c. Tujuan Umum dan Khusus


1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan PIK-KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja) di sekolah dengan pengetahuan siswa mengenai PMS
(Penyakit Menular Seksual) di SMAN 4 Kendari.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a). Untuk menganalisis pengetahuan siswa mengenai PMS (Penyakit Menular
Seksual) di SMAN 4 Kendari.
b). Untuk menganalisis ada tidaknya hubungan adanya PIK-KRR di sekolah
dengan pengetahuan siswa mengenai PMS di SMAN 4 Kendari.

BAB IV
MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat:


1. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan institusi yang terkait.
3. Sebagai bahan acuan dan pembanding bagi penelitian-penelitian yang relevan
selanjutnya.

BAB V
HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
Ho : Tidak ada hubungan antara adanya PIK-KRR di sekolah dengan pengetahuan siswa
mengenai PMS di SMAN 4 Kendari.
Ha : Ada hubungan antara adanya PIK-KRR di sekolah dengan pengetahuan siswa
mengenai PMS di SMAN 4 Kendari.

Anda mungkin juga menyukai