Banjir Dapat Dipastikan Terjadi Setiap Tahun Di Jakarta Pada Bulan Januari
Banjir Dapat Dipastikan Terjadi Setiap Tahun Di Jakarta Pada Bulan Januari
kawasan hijau telah berganti fungsi karena tuntutan perkembangan ekonomi kota.
Fungsi konservasi lingkungan tidak lagi diperhatikan.
Di hilir, daerah aliran sungai yang masuk ke Jakarta pun dipadati oleh rumah-rumah
penduduk dan bangunan lainnya. Bahkan, beberapa bagian badan sungai menyempit
karena banyaknya rumah yang didirikan di atas sungai. Pengamatan Kompas, Sungai
Ciliwung yang dulu lebarnya mencapai 40 meter, kini menyempit antara 13 meter
sampai 20 meter. Kedalaman sungai di beberapa lokasi juga tinggal dua meter.
Dengan kondisi itu, hujan dengan intensitas sedang di kawasan hulu atau bahkan
hujan di dalam Kota Jakarta pun akan membuat Sungai Ciliwung langsung meluap.
Banjir pun tidak terhindarkan di Jakarta.
Langkah terintegrasi
Menurut peneliti hidrologi dan rekayasa lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus
Ali, masalah banjir yang kompleks dari hulu sampai hilir membutuhkan penanganan
yang terintegrasi, dari hulu sampai hilir juga.
Menangani banjir di hilir tanpa memperbaiki kawasan hulu akan menjadi pekerjaan
sia-sia karena limpahan air banjir dari hulu akan selalu lebih besar dari daya tampung
sungai, ujarnya.
Pada kondisi normal, kata Firdaus, debit air yang masuk Sungai Ciliwung sampai di
Pintu Air Manggarai mencapai 28 meter kubik per detik. Sedangkan pada saat hujan
lebat dan banjir, debit air melonjak sampai 200 meter kubik per detik. Fluktuasi debit
air yang sangat tajam itu menandakan rendahnya daya serap air di hulu dan kecilnya
daya tampung di hilir. Menanggapi kondisi itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI
Jakarta Wisnu Subagyo Yusuf mengemukakan, perbaikan kawasan hulu dengan
reboisasi atau pembatasan pengalihan penggunaan lahan sulit dilakukan.
Otonomi daerah membuat pemerintah kabupaten dan kota di kawasan hulu lebih
memilih peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari pemberian izin untuk
perumahan atau kawasan komersial. Oleh karena itu, ujar Wisnu, Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta mengajukan dua usul pencegahan banjir di hulu. Kedua
usulan itu adalah sudetan Sungai Ciliwung yang dihubungkan ke Sungai Cisadane
dan membangun bendungan Ciawi di hulu Sungai Ciliwung. Kedua usulan itu
bertujuan untuk mengatur debit air yang akan masuk ke hilir Sungai Ciliwung.
Sudetan Sungai Ciliwung ke Sungai Cisadane dimaksudkan untuk mengalihkan debit
air banjir Ciliwung ke sungai yang mengalir ke Tangerang itu. Daerah resapan air
Cisadane yang relatif masih hijau dan badan sungai yang belum menyempit dinilai
sanggup menampung limpahan air banjir dari Sungai Ciliwung.
Sayangnya, proyek yang rencananya akan didanai oleh Jepang itu ditolak oleh para
pemuka masyarakat dan Pemerintah Kota Tangerang. Tanpa dilimpahi air dari
Ciliwung, Sungai Cisadane pun sering menimbulkan banjir di Tangerang.
Mengingat otonomi daerah, Pemprov Jakarta tidak dapat memaksakan kehendaknya
dan rencana itu batal. Rencana membangun bendungan Ciawi juga gagal. Pemprov
DKI Jakarta yang bersedia membayar Rp 200 miliar untuk pembebasan lahan seluas
200 hektar justru tidak dapat menggunakan dananya. Dana APBD tidak dapat
digunakan untuk pembangunan di luar wilayah administrasi, kecuali diberikan dalam
bentuk hibah ke Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, karena tidak ada jaminan dari
Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menggunakan dana hibah guna membangun
bendungan Ciawi, rencana itu akhirnya tidak pernah terwujud.
Di sisi hilir, kata Wisnu, Jakarta sangat mengandalkan Banjir Kanal Timur. Saluran
yang saat ini sedang dalam masa pembebasan lahan diprediksikan dapat menampung
limpahan air dari lima sungai utama di Jakarta dan melindungi kawasan seluas 270
kilometer persegi. Banjir Kanal Timur akan melengkapi Banjir Kanal Barat untuk
menampung air dari 40 persen wilayah Jakarta yang lebih rendah dari permukaan laut.
Air itu akan dialirkan dengan cepat ke laut dengan menggunakan sistem polder dan
pompa.
Solusi
Direktur Tata Ruang dan Perumahan Bappenas Salysra Widya mengutarakan,
permasalahan egoisme wilayah dalam menyusun langkah mengatasi banjir dapat
dijembatani oleh pemerintah pusat. Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang dapat
duduk bersama dengan pemerintah pusat untuk merealisasikan ide rekayasa sungai
dan pembatasan peralihan penggunaan lahan di kawasan daerah resapan air. Namun,
Pemprov DKI Jakarta perlu memberikan kompensasi tertentu kepada pemerintahpemerintah daerah yang bersangkutan agar mereka tetap dapat memperoleh PAD jika
menjalankan rencana itu. Dengan demikian, semua daerah saling diuntungkan
meskipun Jakarta harus mengeluarkan dana besar untuk itu.
Solusi di hulu harus berkesinambungan, antara pembatasan penggunaan lahan,
reboisasi intensif, dan pembangunan bendungan. Jika hanya satu langkah yang
dilaksanakan, langkah lain akan menjadi kurang efektif. Di hilir, selain pembuatan
Banjir Kanal Timur, Firdaus mengusulkan pembuatan penampungan air bawah tanah
dalam skala besar atau deep tunnel reservoir. Penampungan air bawah tanah, seperti
yang diterapkan Chicago (Amerika Serikat) dan Singapura mampu menampung
sekitar 200 juta meter kubik air dan dapat bertahan 125 tahun. Ide penampungan air
bawah tanah adalah menampung semua limpahan air banjir dan limbah cair dari
sanitasi lingkungan ke dalam bendungan bawah tanah. Air tampungan itu dapat diolah
dan digunakan sebagai cadangan air baku bagi Jakarta.
Saat ini, kata Firdaus, Indonesia menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan
global. Perubahan iklim tersebut menyebabkan musim hujan lebih pendek, tetapi
curah hujan lebih tinggi.Jika air tersebut tidak disimpan dalam penampungan yang
besar, Jakarta akan terancam kekeringan dan banjir dalam waktu yang bergantian
sepanjang tahun. Bencana yang akan semakin memiskinkan Indonesia. Biaya
pembuatan penampungan air bawah tanah itu, menurut Firdaus, diperkirakan hanya
memerlukan Rp 12 triliun. Jumlah tersebut masih terjangkau oleh APBD DKI Jakarta
2007 yang mencapai Rp 21,5 triliun. (Emilius Caesar Alexey)
******************
Sekarang, mari kita simak solusi yang diajukan itu. Apakah solusi membuat
penampungan air bawah tanah akan berhasil?
Rasanya perlu kita pelajari lebih jauh kemungkinannya. Masalah yang dihadapi dalam
pembuatan Banjir Kanal Timur mungkin dapat kita cermati.
Selain itu, kurangnya disiplin kita atau ketidak-mampuan kita dalam mengelola
sampah dapat menjadi masalah tersendiri bila penampungan itu nantinya dapat
terwujud.
Siswoko
1. Umum
sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar
dataran banjir yang luasnya 90% luas daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di
Indonesia juga berada di dataran banjir (Tabel 1).
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung
potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa genangan
banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring dengan laju
pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan
bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi
terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat
diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita
I sampai sekarang.
Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir sampai saat ini dilakukan oleh
Pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya
yang bersifat struktur (structutal measures). Berbagai upaya tersebut pada umumnya
masih kurang memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik
yang secara langsung menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan
terjadinya masalah masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik
pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh
kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dan top down, serta
adanya berbagai kendala / keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain
menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
3. Dataran banjir (flood plain) adalah lahan / dataran yang berada di kanan kiri
sungai yang sewaktu-waktu dapat tergenang banjir (Gambar 3). Berdasarkan
Peraturan Menteri PU No. 63 / 1993 tentang Garis Sempadan Sungai dan
Bekas Sungai, batas dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit rencana
sekurang-kurangnya untuk periode ulang 50 tahunan. Contoh: kurang lebih 40
setiaop tahun, kemungkinan terjadi debit banjir sama atau lebih besar dari
1.000 m3/dt di Sungai Citanduy aalah sebesar 100;25 = 4 (empat) persen, dan
untuk setiap tahun kemungkinan terjadi debit banjir sama atau lebih besar dari
2.500 m3/dt di Cinatnduy adalah sebesdar 100:100 = a (satu) persen. dengan
demikian maka untuk setiap tahun dbit banjir dengan besaran berapapun
kemungkina bisa terjadi, dan oleh sebab iru maka masyarakat yang
terlindungi prasarana pengendali banjir (yang direncanakan
berdasarkan debit banjir tertentu) harus tetap waspada karena selalu
terdapat kemungkinan kapasitas prasarana tersebut terlampaui oleh
debit banjir yang lebih besar. Debit banjir rencana untuk beberapa negara di
dunia dapat diperiksa pada Tabel 2.
which may result there from. A body of water, rising, sweeling, and overflowing land
not usually thus covered. Definisi banjir (flood) menurut kamus tersebut sama sekali
tidak mengandung pengertian adanya gangguan, kerusakan, kerugian maupun
bencana terhadap umat manusia, dan hanya menggambarkan suatu kejadian / gejala /
peristiwa. Kejadian tersebut tiidak selalu berakibat buruk terhadap kehidupan
manusia, sehingga perlu dibedakan antara banjir yang menimbulkan masalah
terhadap kehidupan manusia (masalah banjir) dan banjir yang tidak
menimbulkan masalah. Pada kondisi tertentu kejadian tersebut justru dapat
mendatangkan manfaat misalnya dengan terjadinya proses kolmatase di dataran banjir
yang berupa rawa-rawa. Luapan banjir juga membawa unsur hara yang dapat
menyuburkan tanah di dataran banjir. Genangan di dataran banjir akibat luapan sungai
menimbulkan masalah apabila dataran banjir yang bersangkutan telah dikembangan /
dibudidayakan.
yang diperlukan antara lain berupa flood plain zoning, flood risk map, dan
rambu-rambu atau papan peringatan yang dipasang di dataran banjir
3. Penataan ruang dan rekayasa di DAS hulu (yang dengan pertimbangan tertentu
kemungkinan ditetapkan menjadi kawasan budidaya) sedemikian rupa
sehingga pembudidyaan / pendayagunaan lahan tidak merusak kondisi
hidroorologi DAS dan tidak memperbesar debit dan masalah banjir.
4. Penanggulangan banjir (flood fighting) untuk menekan besarnya bencana dan
mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan
satkorlak penanggulangan banjir, yang dilaksanakan sebelum kejadian banjir
(meliputi perondaan dan pemberian peringatan dini kepada masyarakat yang
tinggal di daerah rawan banjir / dataran banjir), pada saat kejadian banjir
berupa upaya penyelamatan, pengungsian penutupan tanggul yang bocor dan
atau limpas, maupun kegiatan pasca banjir tyang berupa penanganan darurat
perbaikan kerusakan akibat banjir.
5. Penerapan sistem prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya
bencana bila banjir benar-benar terjadi. Upaya ini untuk mendukung kegiatan
penanggulangan banjir.
6. Flood proofing yang dilaksanakan sendiri baik oleh perorangan, swasta
maupun oleh kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah banjir secara
lokal, misalnya di kompleks perumahan / real estat, industri, antara lain,
dengan membangun tanggul keliling, polder dan pompa, serta rumah
panggung.
7. Peran msyarakat yang didukung penegakan hukum antara lain dalam menaati
ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan
DAS hulu, menghindarkan terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur
sungai akibat sampah padat maupun bangunan / hunian dan tanaman di daerah
sempadan sungai.
8. Penetapan sempadan sungai yang didukung dengan penegakan hukum. Dasar
hukum yang dapat dipakai sebagai acuan adalah Peraturan Menteri PU No. 63
Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah
Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Pada setiap sungai harus ditetapkan
batas sempadannya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
9. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut
berbagai aspek dalam rangka meningkatan pemahaman, kepedulian dan
perannya.
10. Penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation). Masyarakat miskin di
perkotaan banyak yang terpaksa menghuni daerah sempadan sungai yang
seharusnya bebas hunian karena sangat membahayakan keselamatan jiwanya;
demikian pula masyarakat petani lahan kering di DAS hulu pada umumnya
miskin sehingga kesulitan untuk melaksanakan pola bercocok tanam yang
menunjang upaya konservasi tanah dan air.
Belajar dari pengalaman yang selama ini dilaksanakan termasuk pengalaman dari
negara-negara lain dengan berbagai keberhasilan dan kekurangan yang ada, dapat
disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah banjir di Indonesia tidak cukup hanya
mengandalkan upaya yang bersifat fisik / struktur saja sebagaimana yang selama ini
dilaksanakan, dan harus merupakan gabungan antara upaya strukrur dengan
upaya nonstruktur. Terhada upaya struktur yang telah dilaksanaan masih perlu
disempurnakan dan dilengkapi dengan upaya nonstruktur.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.