Dalam abad ke XVI, Aceh memegang peranan yang sangat penting sebagai daerah transit barangbarang komoditi dari Timur ke Barat. Komoditi dagang dari nusantara seperti pala dan rempahrempah dari Pulau Banda, cengkeh dari Maluku, kapur barus dari Barus dan lada dari Aceh dikumpul
disini menunggu waktu untuk diberangkatkan ke luar negeni. Aceh sebagai bandar paling penting
pada waktu itu yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara.
Aceh juga dikenal dengan daerah pertama masuknya agama Islam ke nusantara. Para pedagang dari
Saudi Arabia, Turki, Gujarat dan India yang beragama Islam singgah di Aceh dalam perjalanan
mereka mencari berbagai komoditi dagang dari nusantara. Aceh yang terletak di jalur pelayaran
internasional merupakan daerah pertama yang mereka singgahi di Asia Tenggara. Kemudian sekitar
akhir abad ke XIII di Aceh telah berdiri sebuah kerajaan besar yaitu Kerajaan Pasai yang bukan saja
bandar paling penting bagi perdagangan, namun juga sebagai pusat penyebaran agama Islam baik ke
Nusantara maupun luar negeri.
Portugis pertama sekali mendarat di Aceh dalam tahun 1509 mengunjungi Kerajaan Pedir (Pidie) dan
Pasai untuk mencari sutra. Kemudian dalam tahun 1511 Portugis menaklukkan Malaka (sekarang
Malaysia) yang menyebabkan Sultan Aceh marah. Kerajaan Aceh kemudian mengirim armadanya
untuk membebaskan kembali Malaka dari tangan penjajah, namun tidak berhasil dan banyak tentara
Kerajaan Aceh yang gugur dan dikebumikan disana. Menurut sumber yang dapat dipercaya Syech
Syamsuddin Assumatrani yaitu salah seorang ulama besar Aceh tewas dalam suatu peperangan
dengan Portugis di Malaka dan kuburannya ada disana.
Kemudian pada masa Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636), barulah Malaka bisa dibebaskan kembali
dari cengkraman Portugis dan jalur perdagangan di Selat Malaka kembali dikuasai oleh Kerajaan
Aceh Darussalam. Pada saat itu Aceh dan Turki telah menjalin hubungan yang erat sehingga banyak
ahli persenjataan dan perkapalan dari Turki datang serta menetap di Aceh. Bukti sejarah yang masih
tersisa adalah mesjid, tugu dan batu nisan orang Turki yang ada di desa Bitai ( 3 km dari Banda
Aceh).
Pada tanggal 21 Juni 1599 sebuah kapal dagang Belanda yang dipimpin oleh Cornelis De Houteman
dan adiknya Frederick De Houteman mendarat di Aceh. Namun karena orang Aceh mengira bahwa
Belanda tersebut Portugis mereka menyerang kapal itu dan membunuh Cornelis De Houteman serta
menawan Frederick De Houteman.
Selanjutnya tahun 1602 sebuah kapal dagang Belanda lain yang dipimpin oleh Gerald De Roy dikirim
ke Aceh oleh Prince Mounsts dalam usaha menjalin hubungan kerjasama dengan Kerajaan Aceh.
Utusan tersebut disambut balk oleh Sultan Aceh dan menanda tangani hubungan kerjasama itu. Ketika
Gerald De Roy kembali pulang ke Belanda, Sultan Aceh mengirim dua orang duta ke Belanda. Salah
satu dari duta tersebut yaitu Abdul Hamid (sumber lain menyebutkan Abdul Zamat) meninggal di
Belanda dan kuburannya ada di Middleburg, Belanda.
Pada awal Juni 1602 saudagar-saudagar Inggris dikirim ke Aceh oleh Ratu Elizabeth untuk menjalin
kerjasama dalam bidang perdagangan. Utusan tersebut juga disambut baik oleh sultan dan
menandatangani hubungan kerjasama. Hubungan ini terns berlanjut sampai bertahun-tahun kemudian.
Namun demikian karena keserakahan V.O.C, Belanda memaklumkan perang atas Kerajaan Aceh
Darussalam dan menyerangnya pada tanggal 14 April 1873. Perang antara Belanda dan Aceh
merupakan yang terpanjang dalam sejarah dunia yaitu lebih kurang 69 tahun (1873 -1942) yang telah
menelan jutaan nyawa.
Pada tahun 1942 Jepang mendarat di Aceh dan disambut baik oleh orang Aceh karena pada waktu itu
antara Belanda dan Jepang sating bermusuhan, dan orang Aceh berharap kedatangan Jepang akan
membantu mengusir Belanda dari tanah Aceh. Namun kenyataannya sebaliknya bahwa Jepang lebih
ganas dari Belanda sehingga orang Aceh merasa ditipu oleh Jepang dan mengangkat senjata
memerangi Jepang.
Jepang berada di Aceh hanya 2,5 tahun, namun banyak pertempuran yang terjadi antara Aceh dengan
Jepang. Diantara sekian banyak perang yang terjadi, ada dua pertempuran yang sulit untuk dilupakan
karena banyaknya korban jiwa yang berjatuhan yaitu di Pandrah (Aceh Utara) dan di Cot Plieng
(Aceh Utara). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 sedikit
banyaknya telah membebaskan Aceh dari belenggu perang yang mengenaskan.
berbasiskan hubungan diplomatik yang egaliter, bukan dalam bentuk sebagai perwakilan daerah
koloni antara tuan dan pihak jajahan.
Surat ini menjadi salah satu bukti adanya hubungan diplomatik antara Kerajaan Aceh dan Inggris.
Tentu tak hanya sekadar hubungan diplomatik biasa, karena Aceh dan Inggris pernah menandatangani
Perjanjian Persahabatan Abadi (Perpetual Friendship Treaty) antara Inggris dan Aceh di abad ke 17
dan diperbaharui di tahun 1811. Isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa kedua negara berkewajiban
saling membantu dari serangan pihak lain. Akan tetapi Inggris telah mengkhianati perjanjian ini
ketika negara itu menandatangani Perjanjian Sumatra (Sumatran Treaty) dengan Belanda yang
mengakui upaya hegemoni Belanda atas Aceh.
pemegang tampuk kerajaan Belanda hingga Ratu abetrix sekarang yang dikirim kepada Sultan
Aceh,Alauddin Riayat Syah.Surat dalam bahasa Spanyol yang berisi bujuk rayu tersebut dibawa oleh
Laksamana Laurens Bicker dan Gerard de Roy dengan ekpedisi empat buah kapal yang membawa
berbagai barang yang sangat berharga waktu itu sekitar 660.000 gulden nilainya.Keempat kapal
ekpedisi yang membawa barang-barang untuk dipersembahkan kepada Sultan Aceh,Sultan Alauddin
Riayat Syah itu,yaitu Zelandia,Middelborgh,Langhe Bracke dan De Sanne yang berangkat dari
pelabuhan Zeland pada tanggal 28 Januari 1601.Selain membawa bekal 450.000 real sebagai
perbekalan juga berbagai barang berharga untuk diserahkan kepada Sultan Aceh sebagai simbol
persahabatan diantara kedua kerajaan itu.Pange ran Maurit yang sedang menghimpun berbagai
potensi yang ada untuk membebaskan tanah airnya dari penjaja han Spanyol dan Portugis dibawah
Raja Manuel ,ingin memperluas hubungannya dengan berbagai negara termasuk Aceh dan melupakan
tragedi pahit kematian Cornelis de Houtman kena rencong orang Aceh konseku wensi ketidak
sopanannya tahun 1599 saat ia melakukan ekpedisinya di perairan kerajaan Aceh.
Pangeran Maurit menyadari bahwa dengan membuka hubungan diplomatik dengan kerajaan Aceh
yang menguasai jalur dagang teramai di dunia,Selat Malaka,serta menguasai teritorial sepanjang pulau
Sumatra hingga Pariaman di Sumatra Barat,serta Belanda dan Aceh bisa mengimbangi dominasi
Portugis di Malaka sejak tahun 1511.Selama ini Belanda senantiasa terjepit oleh Portugis dan Spanyol
yang bisa mengontrol jalur laut sejak dari Giblaltar(Jabal Thariq)dimulut Afrika dan Eropa pertemuan
laut Tengah-Samudrea Atlantik hingga Samudra Hindia,Laut Merah,Laut Arab,Teluk
Parsia,Goa,Malaka,Timor,Maluku dan Philipina.Oleh sebab itu hubungan diplomatik dengan kerajaan
Aceh amat penting bagi kerajaan Belanda yang sedang mempersiapkan diri untuk me lepaskan diri
dari imperialisme kerajaan Eropa selatan itu(Portugis dan Spanyol).Pelayaran yang dilakukan Belanda
ebelumnya selalu mendapat ancaman dari Portugis-Spanyol,dan jika tertangkap bisa dipastikan
hukumannya sangat berat karena dituduh membantu gerakan sepatisme Belanda pimpinan Pangeran
Maurit.Secara militer ,pasukan Portugis-Spanyol waktu titu sangat kuat tidak mungkin bagi Belanda
untuk menghadapinya sendirian.Karenanya Belanda sangat penting menjalin hubungan diplomatiknya
dengan kerajaan Aceh.Dalam pelayarannya ke Aceh,kapal kapal Belanda singgah dulu di Afrika
Timur untuk minta dukungan dari penguasa setempat yang juga sudah lama bersahabat dengan
Aceh,serta untuk mengelabui dari kejaran armada Portugis dan Spanyol serta Inggris yang merajai
lautan waktu itu.Setelah delapan bulan mengharungi samudera yang seringkali harus bersembunyi
dari armada Portugis-Spanyol kepesisir kepulauan sepanjang pelayarannya, maka pada tanggal 25
Agustus tahun 1601 rombingan kiriman pangeran Maurit tiba di Aceh,dan setelah membaca surat
tersebut dengan hati hati serta dicatat oleh sekretaris kerajaan - rombongan diterima dengan baik oleh
Sultan Aceh.Surat yang ditulis pangeran Maurit di Den Haag tertanggal 11 Desember 1600 berisi
antaranya ada lah:Kepada beta dikabarkan pula bahwa orang orang Portugis telah mengadakan
peperangan terhadp kera jaan Yang Mulia atas perintah Raja Spanyol,dengan tujuan untuk merampas
negeri itu dan menjadikan warganya sebagai hamba sahaya ,sebagaimana yang demikian telah
dilakukannya selama sudah lebih tigapuluh tahun dinegeri kami...Kerajaan Aceh yang sejak dulu
benci kepada Portugis ,sehingga sudah beberapa kali terlibat pertempuran dengannya,segera
menanggapinya dengan positif dan menjajaki kemungkinan bisa berhubungan dagang dan kenegaraan
dengan negeri Belanda. Sebagai realisasinya maka Sultan Aceh,Alauddin Ri ayat Syah mengirimkan
duta besarnya sebagai awal pembukaan diplomatik antara Aceh dan Belanda.Para diplomat Aceh ke
Belanda itu dipimpin Abdul Hamid bersama petinggi militer kerajaan Aceh,Laksamana Sri
Muhammad dan Mir Hasan sebagai anggota delegasi bersama rombongan Laurens Bicker.
Dalam pelayarannya di perairan Afrika dekat pulau St.Helena rombongan bertemu dengan kapal
perang Portu gis,San Yago dan pertempuran lautpun tidak terhindarkan lagi,akhirnya kapal Portugis
bisa ditenggelamkan sehingga rombongan bisa melanjutkan lagi pelayarannya,dan tiba di Zeeland pad
tanggal 20 Juli tahun 1602.Te tapi baru 20 hari tiba di Belanda,Abdul Hamid jatuh sakit kemungkinan
karena usianya yang sudah lanjut disertai udara Belanda yang sangat dingin sehingga diplomat
veteran Aceh itu meninggal dunia pada tanggal 10 Agustus 1602 dalam usia 71 tahun ,serta
dimakamkan di Middleborhg dengan upacara kenegaran sebelum sempat bertemu dengan pangeran
Maurit yang sedang bertempur melawan pasukan Portugis-Spanyol jauh dipedalaman yang bermarkas
di Desa Grave.Selanjutnya,pada tanggal1 September 1602 Laksamana Sri Muham mad dan Mir
Hasan menemui pangeran Maurit dan menyerahkan surat-surat persahabatan sekaligus dokumentasi
lainnya seperti layaknya zaman modern sekarang jika utusan sebuah negara bertemu dengan kepala
pemerintahan tentunya menyerahkan suarat-surat kepercayaannya mewakili negarany masingmasing.Dengan itu maka secara resmi kerajaan Aceh baik secara de facto maupun secara de jure telah
mengakui kemerdekaan negeri Belanda dibawah pimpinan Pangeran Maurit dari dinasti Oranye van
Nassau.Oleh sebab itu kerajaan Acehlah sebagai negara pertama yang mengakui secara defacto dan
secara de jure kemerdekaan negeri Belanda yang berdiri sendiri hingga sekarang ini.Belanda akhirnya
diizinkan membangun kantor dagangnya di Darussalam, ibukota kerajaan Aceh,serta atas
rekomendasinya Belanda juga bisa berhubungan baik dengan negeri-negeri dipesisir India seperti
Gujarad,Calikut,Benggali dan Sri Langka
Sumber :
Said, Mohammad, Aceh Sepanjang Abad, Medan: Penerbit Waspada, 1980. (Google
Play Books)
Shaffer, Marjorie, Pepper : A History Of The Worlds Most Influential Spice, 2013
(terjemahan online Google Play Books)
Sukma, Rizal, Islam in Indonesian Foreign Policy: Domestic Weakness and the
Dilemma Of Dual Identity, 2004 (terjemahan online Google Play Books)
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.
(Google Play Books)
http://id.wikipedia.org/wiki/kesultanan_aceh