Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
I.
I.1. Penis
saraf perasa. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh
darah sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi).3,4
Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan sisa
metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu reproduksi. Penis
sejati dimiliki oleh mamalia. Reptilia tidak memiliki penis sejati karena hanya
berupa tonjolan kecil serta tidak tampak dari luar, sehingga disebut sebagai
hemipenis (setengah penis).4
I.2. Skrotum
perineum. Pada wanita, bagian ini serupa dengan labia mayora. Skrotum
berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum
kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot
polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga
dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot
yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster.
Pada skrotum manusia dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis. Rambut
pubis mulai tumbuh sejak masa pubertas.3
Fungsi utama skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu
lingkungan yang memiliki suhu 1-8oC lebih dingin dibandingkan temperature
rongga tubuh. Fungsi ini dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh
sistem otot rangkap yang menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi
testis atau membiarkan testis menjauhi dinding tubuh agar lebih dingin. Pada
manusia, suhu testis sekitar 34C. Pengaturan suhu dilakukan dengan
mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat bergerak
mendekat atau menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu
dingin dan bergerak menjauh pada suhu panas.4
I.3. Testis
Pada umumnya, kedua testis tidak sama besar. Dapat saja salah satu
terletak lebih rendah dari yang lainnya. Hal ini diakibatkan perbedaan struktur
anatomis pembuluh darah pada testis kiri dan kanan.4
Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin. Fungsi testis3:
-
dalam testis terdapat banyak saluran yang disebut tubulus seminiferus. Tubulus ini
dipenuhi oleh lapisan sel sperma yang sudah atau tengah berkembang.4
Spermatozoa (sel benih yang sudah siap untuk diejakulasikan), akan
bergerak dari tubulus menuju rete testis, duktus efferen, dan epididimis. Bila
mendapat rangsangan seksual, spermatozoa dan cairannya (semua disebut air
mani) akan dikeluarkan ke luar tubuh melalui vas deferen dan akhirnya, penis. Di
antara tubulus seminiferus terdapat sel khusus yang disebut sel intersisial Leydig.
Sel Leydig memproduksi hormon testosteron. Pengangkatan testis disebut
orchidektomi atau kastrasi. 3
II.
10
11
V.
Disfungsi Ejakulasi
12
seksual. Harus dicatat bahwa definisi ini terbatas pada pria dengan PE yang
berkepanjangan (lifelong PE) yang telah melakukan persetubuhan vaginal, karena
adanya data objektif yang kurang untuk mengusulkan definisi yang berdasarkan
evidence-base untuk PE yang didapat (acquired PE).8,9
Definisi ini menitikberatkan pada hitungan waktu untuk ejakulasi,
kemampuan untuk mengontrol atau menunda ejakulasi dan konsekwensi negatif
(gangguan/distress) dari PE. Namun, poin utama perdebatan adalah jumlah waktu
yang diperlukan untuk ejakulasi, yang biasanya dideskripsikan sebagai waktu
laten ejakulasi intravaginal (IELT = time latency ejaculatory intravaginal).8
PE
diklasifikasikan
sebagai
lifelong
(primer)
atau
acquired
(sekunder). PE primer ditandai oleh onset-nya (awal terjadinya) dari sejak pertama
kali pengalaman seksual, menetap selama kehidupan dan ejakulasi terjadi terlalu
cepat (sebelum penetrasi vaginal atau < 1-2 menit setelah penetrasi. PE sekunder
dtandai dengan PE yang terjadi secara bertahap atau kejadiannya tiba-tiba
mengikuti ejakulasi normal sebelumnya yang onset dan waktu ejakulasinya
singkat (biasanya tidak sesingkat PE sekunder).10
Penatalaksanaan PE
Dalam banyak hubungan antara suami dan istri bisa menyebabkan PE bila
adalah masalah dalam hubungan tersebut (yang kurang harmonis). Dalam kasus
seperti ini, pengobatan harus dibatasi pada konseling psikososial. Sebelum
pengobatan dimulai, penting untuk membicarakan harapan pasien terhadap
pengobatan yang akan dilakukan secara langsung. Adanya disfungsi ereksi
13
misalnya atau disfungsi seksual lain atau infeksi genitourinarius (yaitu prostatitis),
harus diobati lebih dahulu atau diobati bersamaan dengan PE.11
Beberapa teknik latihan (behavioural technique) telah menunjukkan
kelebihan dalam mengobati PE dan diindikasikan untuk pasien yang tidak nyaman
dengan terapi obat-obatan. Pada PE primer, teknik latihan ini tidak
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. Terapi PE primer mesti intensif,
membutuhkan dorongan dari pasangan dan bisa saja sulit untuk melakukannya.
Selain itu, hasil jangka panjang terapi dengan teknik latihan ini untuk PE belum
diketahui.12
Terapi dengan obat-obatan merupakan terapi dasar untuk PE primer.
Karena belum ada obat untuk PE yang diterima oleh EMEA atau FDA, maka
semua terapi medis PE saat ini tidak diindikasikan. Hanya SSRI jangka panjang
dan obat anestesi topical yang secara terus-menerus menunjukkan efikasi dalam
pengobatan PE. Sekali lagi hasil jangka panjang untuk terapi obat-obatan belum
diketahui.10
1.Teknik psikologis/terapi tingkah laku.
Strategi tingkah laku (behavioural technique) terutama yakni
program stop-start yang dikembangkan oleh Semans dan modifikasinya
dan teknik squeeze, yang diusulkan oleh Master dan Johnson.11
Pada program stop-start, pasangan merangsang penis sampai
pasien merasa ingin ejakulasi. Pada titik ini, pasien menyuruh
pasangannya untuk berhenti merangsang, tunggu sampai sensasi ingin
ejakulasi itu lewat dan kemudian dirangsang lagi.12
14
Krim Lidokaian-prilokain
Obat ini dioleskan sekitar 20-30 menit sebelum berhubungan
15
16
17
psudoefedrin,
dan
imipramin.
Umumnya
digunakan
18
V.3. Anejakulasi
Anejakulasi penuh (complete) atau tidak adanya ejakulat baik antegrad
maupun retrograd dapat disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis. Biasanya
timbul pada pria dengan riwayat trauma medula spinalis (tulang belakang) atau
pada kanker testis di mana terjadi kerusakan saraf simpatis setelah dilakukan
operasi pengangkatan kelenjar getah bening. Diagnosis dimulai dari pemeriksaan
UPE untuk menyingkirkan kemungkinan ejakulasi retrogard.17
Penanganan pasien yang bukan disebabkan trauma medula spinalis
diberikan obat-obatan golongan a -sympathomimetic, dengan cara dan dosis yang
sama seperti pada ER. Bila pasien mengalami ejakulasi antegrad atau retrograd,
prosedur penanganannya sama seperti penanganan ER. Bila pengobatan gagal,
dapat dicoba untuk menggunakan stimulasi vibrator atau elektro-ejakulasi.
Stimulasi vibrator digunakan juga pada penatalaksanaan pasien TMS.18
19
20