Anda di halaman 1dari 10

SENSASI INDRA

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Praktikum
Anatomi dan Fisiologi Manusia yang Dibimbing oleh
Dra. Annie Istantie, M. Si dan Nuning Wulandari, S. Si, M. Si

Oleh
Kelompok 3
1. Mochammad Iqbal

(105341481254)

2. Galina Istighfarini

(105341479034)

3. Indah Panca P.

(105341479036)

4. Sriwulan

(105341479039)

5. Kiromim Baroroh

(105341481039)

6. Tri Rahayu K.

(105341481259)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2007

REFLEKS PADA MANUSIA


A.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam refleks yang

terjadi pada manusia.


B.

Dasar Teori
Refleks adalah respen yang cepat dan tidak di sadari terhadap perubahan

lingkungan interna maupun lingkungan eksterna,terjadi lewat suatu lintasan


refleks yang di sebut lengkung refleks. Komponene utama lengkung refleks
adalah reseptor yang emnerima stimulus, efektor yang merespon stimulus, neuron
sensorik dan motorik yang merupakan lintasan komunikasi antara reseptor dan
efektor.
Refleks di kendaliakn oleh sistem saraf pusat yaitu otak (di sebut refleks
kranial) atau medulla spinalis (di sebut refleks spinal) lewat saraf motorik cranial
dan spinal. Saraf cranial dan saraf spinal dapat berupa saraf somatic yang
mengendalikan refleks otot kerangka atau saraf otonom yang mengendalikan
refleks otot polos, jantung dan kelenjar. Meskipun refleks spinal dapay terjadi
tanpa keterlibatan otak, tetapi otak sering kali ikut memberikan pertimbangan
dalam refleks spinal (Susilowati, 2000)
Sebagian besar refleks merupakan refleks yang rumit, melibatkan beberapa
neuron penghubung antar neuron sensorik dan neuron motorik (refleks polisinap).
Refleks sederhana hanya melibatkan dua neuron, tanpa neurin penghubung
9refleks monosinap), misaknya refleks patella. Kerena penundaan atau
penghambatan refleks dapat terjadi pada sinap-sinap, maka makin banyak sinap
yang etrlibat pada lengkung refleks makin banyak waktu yang diperliakn untuk
menghasilakn suatu refleks.
Dalam Soewolo 92000) dijelaskan rangkaian jalur saraf yang terlibat
dalam aktivitas refleks disebut lengkung refleks, yang terdiri atas 5 komponen
dasar; 1. reseptor, 2. saraf otonom, 3. pusat pengintegrasi, 4. saraf eferen, 5.
efektor

Berdasarkan atas sistem pengendaliannya, refelek di golongkan atas


refleks somatic (yang dikendalikan oleh sistem saraf somatic)dan refleks otonom
(yang dikendaliakn oleh sistem asarf otonom). Kedua macam refleks tersebut
dapat berupa refleks cranial atau refleks spinal. Refleks spinal dapat terjadi tanpa
melibatkan otak,misalnya refleks fleksor.

Analisis Data
1.

Refleks Patella
Pada percobaan ini, pelaku diminta untuk duduk dengan kaki
menggantung bebas kemudian dipukul patellanya dengan pemukul karet. Dari
sini diperoleh data kaki pelaku tergerak atau terangkat. Kemudian ketika
pelaku diminta untuk melakukan aktivitas berfikir (dalam hal ini menghitung
sejumlah angka) dan patella pelaku kembali dipukul dengan pemukul karet,
diperoleh data kaki pelaku lebih cepat terangkat dan terangkatnya kaki lebih
keras. Sedangkan ketika pelaku dipukul patellanya dalam keadaan sedang
melakukan aktivitas otot tampak bahwa kaki terangkat, lebih cepat dari ketika
tidak melakukan aktivitas apa-apa. Tetapi tidak lebih cepat dari refleks ketika
sedang berfikir. Dari sini dapat dikatakan bahwa akivitas yang dilakukan
seseorang (dalam hal ini melibatkan otak dan otot) dapat mempengaruhi
terjadinya refleks pada individu tersebut.

2.

Refleks Achilles
Seperti pada percobaan sebelumnya, pada percobaan ini pelaku juga
diminta untuk duduk dengan kaki menggantung bebas, kemudian menekuk
telapak kaki kea rah betis dengan tujuan menambah tegangan otot
gastroknemius. Selanjutnya pelaku dipukul dengan pemukul karet pada bagian
tendon Achilles. Dari percobaan ini diperoleh data kaki tergerak ke depan.
Tergeraknya kaki ini menunjukkan adanya refleks yang timbul dan melibatkan
otot gastroknemius dan otot soleus ketika diberikan stimulus pada tendon
Achilles.

3.

Refleks Kornea
Pada percobaan ini, tampak kedua mata pelaku berkedip apabila salah satu
kornea mata disentuh dengan kornea. Dari sini diketahui bahwa refleks terjadi
tidak hanya pada daerah yang terkena stimulus.

4.

Refleks Fotopupil atau Cahaya


Pada percobaan ini, diameter pupil pelaku diukur dengan jangka sorong
ketika belum diberi stimulus, setelah diberi stimulus, dan beberapa saat setelah
stimulus dihilangkan. Dari sini diperoleh data ukuran pupil sebelum diberi

stimulus 4,9 mm; setelah diberi stimulus menjadi 5 mm; dan setelah stimulus
dihilangkan ukuran pupil menjadi 3,9 mm. Dari data ini mungkin dapat
diketahui bahwa pada pupil dapat terjadi refleks dengan adanya stimulus
berupa cahaya.
5. Refleks akomodasi pupil
Diameter pupil pada saat melihat benda sejauh kurang lebih 6 meter adalah
5 mm. Dan diameter pupil tersebut membesar menjadi 7 mm pada saat melihat
benda yang jaraknya sekitar 20 cm. Pupil mata pelaku membesar pada saat
benda dekat dengan mata, menunjukkan bahwa terjadi ketidaknormalan mata
pelaku untuk refleks akomodasi pupil ini.
6. Refleks konvergensi
Pada saat pelaku memusatkan pandangannya pada suatu obyek yang jauh,
kedua boa matanya lurus dengan bidang pandang. Kemudian pada saat pelaku
mengalihkan pandangannya pada sebuah obyek di dekat mata, kedua bola
matanya saling mendekat/mangarah pada satu titik. Dari kedua perlakuan di
atas, menunjukkan adanya perubahan posisi pada kedua bola matanya. Hal ini
dapat juga diartikian bahwa pelaku melakukan gerakan refleks konvergensi
normal.
7. Refleks menelan
Pada percobaan ini, praktikan meminta agar pelaku menelan salivanya di
dalam mulutsecara berturut-turut selama 2 menit. Hasilnya, di awal proses
menelan cukup mudah, tapi lama-kelamaan menjadi susah dan tenggorokan
terasa ada beban. Kemudian pelaku melakukan hal yang sama untuk sejumlah
air yang dimasukkan ke dalam mulut. Yang dirasakan si pelaku adalah susah
menelan air. Hal ini dikarenakan air yang ditelan sedikit demi sedikit dan
mulut dalam keadaan tertutup.

8. Refleks salivari
Setelah menahan untuk tidak menelan saliva selama 2 menit, pelaku
mengumpulkan salivanya ke dalam gelas piala kecil. Volume saliva yang
terkumpul adalah sebanyak 0,5 ml dengan pH = 8. Saliva pada saat ini bersifat
basa. Kemudian meneteskan beberapa tetes sari jeruk pada lidah dan
membiarkannya selama 8 detik. Pengukuran pH saliva dilakukan dengan cara
menempelkan kertas pH pada ujung lidah, dan didapatkan pH = 5. Lalu
setelah tidak menelan saliva selama 2 menit, saliva tersebut kembali
dikumpulkan dalam sebuah gelas piala yang berbeda dan mengukur volume
dan pH saliva. Dari sini didapatka volume saliva sebanyak 1,2 ml dengan pH
= 6. Deari ketiga percobaan ini, diketahui bahwa pada percobaan pertama,
saliva bersifat basa (pH = 8). Sedangkan pada perlakuan kedua dan ketiga,
saliva bersifat asam. Hal ini dikarenakan, di dalam saliva pelaku masih
terdapat sifat asam dari air jeruk tadi.
Pembahasan
1.

Refleks Patella
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa refleks yang terjadi dalam
kondisi yang berbeda meskipun pada individu yang sama adalah berbeda.
Refleks ini, melibatkan ekstensio pada tungkai melalui kontraksi otot bisep
femoris yang memberikan respon ketika patella dipukul (diberi stimulus).
Refleks ini juga melibatkan pengaruh dari saraf afferent dan saraf efferent.
Adanya kerusakan kedua saraf ini dapat menghambat terjadinya refleks. Pada
percobaan ini muncul perbedaan refleks ketika pelaku duduk saja, duduk dan
melakukan aktivitas otak, serta ketika duduk dan melakukan aktivitas otot. Hal
ini mugkin dapat menunjukkan bahwa refleks dapat terjadi berbeda pada
setiap keadaan yang berbeda dan refleks tidak terjadi begitu saja. Melainkan
ada serangkaian proses yang berperan pada terjadinya refleks ini. Refleks
patella ini melibatkan pengaruh dari medulla spinalis, sehingga merupakan
refleks spinal.

Pada pelaku yang sedang duduk dan melakukan aktivitas berfikir


menunjukkan refleks yang lebih cepat dan gerakan juga lebih kuat bila
disbanding dengan pelaku yang hanya duduk atau duduk dan melakukan
aktivitas otot. Hal ini dimungkinkan karena pelaku benar-benar tidak
menyadari akan adanya stimulus yang diberikan, sehingga stimulus yang
diberikan akan benar-benar diterima sebagai perubahan yang ekstrim,
sehingga respon yang diberikan (refleks yang dihasilkan) juga lebih cepat dan
lebih kuat. Refleks yang terjadi lebih lambat disebabkan karena adanya terjadi
penundaan refleks pada sinaps-sinaps. Pada refleks ini melibatkan dua neuron
sehingga tergolong refleks monosinaps.
2.

Refleks Achilles
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa refleks Achilles terjadi
ketika diberikan stimulus (pukulan) pada tendon Achilles yang melibatkan
kontraksi otot gastroknemius dan otot soleus. Hal ini dapat dilihat dengan
tergeraknya kaki ke arah depan. Terjadinya gerakan kaki ini juga
menunjukkan bahwa bahwa refleks ini melibatkan saraf yang mensarafi otot
kaki bagian posterior serta saraf pada sel-sel di daerah lumbosarcal dari tanduk
spinal.

3.

Refleks Kornea
Pada refleks kornea ini diketahui bahwa stimulus yang hanya diberikan
pada salah satu kornea mata ternyata memunculkan refleks pada kedua mata.
Hal ini menunjukkan bahwa refleks kornea ini melibatkan system saraf, dalam
hal ini otak. Stimulus yang berupa sentuhan pada salah satu kornea akan
diterima oleh reseptor dan diubah menjadi impuls yang kemudian akan dibawa
oleh saraf afferent ke pusat pengintegrasi di otak. Selanjutnya impuls tersebut
akan diterjemahkan dan dibawa oleh saraf efferent dan disampaikan sebagai
suatu refleks oleh efektor. Dari pusat pengintegrasi di otak, saraf efferent tidak
hanya menuju satu mata yang korneanya disentuh, tetapi kedua mata memiliki
saraf efferent dari pusat pengintegrasi yang sama di otak. Oleh karena itu
kedua mata berkedip.

4.

Refleks Fotopupil atau Cahaya


Pada refleks fotopupil, terjadi perubahan ukuran pupil dari sebelum di beri
stimulus, segera setelah pemberian stimulus dihentikan dan beberapa saat
setelah stimulus dihentikan. Terjadinya perubahan ukuran pupil ini melibatkan
kontraksi dan relaksasinya otot sirkuler dan otot radier. Ukuran pupil ini akan
mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi dan otot radier relaksasi.
Sebaliknya ukuran pupil akan semakin besar dengan berkontraksinya otot
radier dan otot sirkuler relaksasi. Kontraksi dan relaksasinya kedua otot ini
dipengaruhi oleh adanya cahaya yang masuk ke mata. Pada percobaan ini,
ukuran pupil sebelum diberi cahaya adalah 4,9 mm. Sedangkan segera setelah
cahaya dihentikan ukuran pupil menjadi 5 mm, dan beberapa saat setelah
cahaya dihentikan adalah 3,9 mm. Bertambahnya ukuran pupil segera setelah
cahaya dihentikan dimungkinkan karena setelah siberi cahaya ukuran pupil
mengecil dan ketika cahaya tersebut dihilangkan maka ukuran pupil kembali
membesar. Bahkan lebih besar dari ukuran awal. Hal ini mungkin karena dari
keadaan yang diberi cahaya dan dengan mendadak cahaya tersebut
dihilangkan diterima sebagai suatu perbedaan keadaan yang ekstrim, sehingga
terjadi refleks dari membesarnya ukuran pupil yang lebih besar dari keadaan
sebelum diberi cahaya. Dan setelah beberapa saat dari dihentikannya
pemberian cahaya tersebut ukuran pupil kembali mengecil. Namun
mengecilnya juga lebih kecil dari keadaan awal, yang mana perbedaan ini
cukup jauh. Hal ini juga dipengaruhi oleh ketelitian pengamat ketika
mengukur diameter pupil pelaku.

5. Refleks akomodasi pupil


Diameter pupil yang membesar pada saat benda berada dekat dengan mata
memperlihatkan adanya ketidaknormalan mata pelaku. Hal ini kaena pada saat
benda berada dekat dengan pandangan akan menghasilkan kontraksi pupil
yasng bersamaan dengan adanya akomodasi lensa. Sama dengan refleks foto
pupil pusat sensorinya adalah saraf kranial IV, III dan motorisnya adalah saraf
kranial VII (Soewolo, dkk. 2003). Mekanismenya kontraksi serabut otot
mengakibatkan adanya kontraksi pupil. Hal ini dapat menegah penyebaran
cahaya dari obyek yang masuk ke dalam mata melewati kornea dan lensa.

Sedangkan cahaya yang menyebar tidak akan terfokus di retina, karena itu
akan menyebabkan gambar yang kabur pada retina.
6. Refleks konvergensi
Hasil analisis data menunjukkan respon yang baik pada pelaku. Bola mata
yang bergerak bersama dengan fovea dan titik korespondensi. Oleh karena itu
bola mata akan bergerak bersama, melihat sumbu paralel (untuk obyek yang
jauh) dan akan saling mendekat pada satu titik (untuk obyek yang letaknya
dekat). Cahaya menuju titik korespondensi dari kedua retina. Pusat sensorinya
adalah saraf kranial II, III, IV, VI, sedangkan motoriknya adalah saraf kranial
III, IV (Soewolo, dkk. 2003). Pada penglihatan yang hanya melihat satu obyek
dengan menggunbakan dua mata terjadi bila ada cahaya dari obyek jatuh pada
korespondemsi pada kedua retina mata.
7.

Reflek Menelan
Menelan ludah
Pada percobaan ini, subyek menelan saliva terus-menerus, pada awalnya
proses penelanan terasa mudah, tapi lama-kelamaan menjadi terasa berat
(serak). Hal ini dikarenakan salivary gland didalam mulut kita selalu
mensekresikan saliva, ketika di mulut kita penuh saliva mulut secara reflek
akan menelan saliva tersebut.
Pada percobaan ini subyek diminta untuk menelan ludah secara terus
menerus, sehingga ketika ludah di dalam mulut kita tinggal sedikit, atau
bahkan habis terjadi gesekan pada laring sehingga subyek merasa berat (serak)
dalam menelan.
Menelan Air
Ketika menelan air, subyek merasa kesulitan dan berat, sebab tekstur air
lebih encer dari pada saliva (relative kental) sehingga ketika menelan air
sedikit-demi sedikit tetap terjadi gesekan di laring sehingga terasa berat dan
susah.

8.

Reflek Salivari
Subyek diminta menahan tidak menelan saliva selama 2 menit, setelah 2
menit saliva yang dihasilkan sebanyak 0,5 ml dengan pH=8. keadaan ini
menunjukkan bahwa salivary gland selalu mensekresikan saliva dalam
keadaan normal dengan volume dan pH seperti di atas.
Kemudian pada lidah diteteskan 3 tetes sari jeruk (asam) setelah 8 detik
dan diukur pHnya diperoleh pH saliva menjadi 5, hal ini terjadi akibat
pengaruh pH sari jeruk sehingga pH saliva juga menurun, dari ph=8 menjadi
pH=5.
Kemudian setelah2 menit ditahan tidak ditelan, saliva diukur pH dan
volumenya, diperoleh pH=6 dengan volume 1,2 ml. dapat kita lihat pH saliva
berubah dari 5 menjadi 6 dan volume saliva yang dihasilkan sangat banyak
yaitu 1,2 ml, hal ini terjadi karena dengan adanya sari jeruk merangsang
salivary glan untuk lebih aktif memproduksi saliva, sehingga dengan adanya
saliva yang berlebih juga berpengaruh pada pHnya yaitu menjadi 6.

Anda mungkin juga menyukai