Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDICITIS

Nama Mahasiswa

: Devi Fauziyyah

Tempat Praktik

: Lantai 5 Blok C RSUD Koja

Hari/Tanggal

: Senin, 10 November 2014

A. Pengertian Appendicitis
Appendicitis adalah infeksi yang terjadi di umbai cacing, penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat. (Smelzer,dkk,2002 edisi 8 hal 1097)
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks, dan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki laki umur 10 samapai 30 tahun. (Arif
Mansjoer,2002,hal 307)
Appendicitis adalah penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi.
Walaupun appendicitis dapat terjadi pada setiap usia namun paling sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda. Angka moralitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotic.
( Sylvia A. price. Dkk,2006,hal 448)
Dari pengertian diatas dapat disumpulkan bahwa appendicitis adalah
peradangan dari appendiks vermi formis dan merupakan penyebab paling sering
timbul kadang tanpa disertai oleh penyebab yang pasti.
B. Etiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyumbatan lumen appendiks oleh hyperplasia folikel limpoid.
2. Fekalit dalam lumen Appendiks.
3. Benda asing.
4. Struktur karena fibrosis karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma.
5. Kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat
menimbulkan appendiks. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal,
sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman flora pada kolon.
C. Klasifikasi
1. Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b.
Fekalit
c. Benda asing
d.
Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tandatanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara
1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena

terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50
persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa
secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik
dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks

mempunyai

keterbatasan

sehingga

menyebabkan

penekanan

tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

E. Pathway

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik yang biasanya timbul pada appendisitis adalah :
1. Nyeri perut pada kuadran kanan bawah.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Demam ringan.
Mual.
Muntah.
Hilang nafsu makan.
Konstipasi.
Kadang kadang diare.

G. Komplikasi
Adapun komplikasi umum pada appendisitis adalah :
1. Perforasi appendiks
Terjadi pada 20% kasus yang tidak terdiagnosis dengan baik. Rasa nyeri bertambah
dahsyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi ( rata rata 38,55C ). Jumlah lekosit
yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
2. Peritonitis
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendisitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut
daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang
meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala gejala
peritonitis yang makin berat.
3. Abses
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba massa lunak di abdomen kanan bawah.
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjailah walling off ( pembentukkan dinding
) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa ( infiltrat ) di regio
abdomen kanan bawah tersebut. Massa mula mula bisa berupa plegmon, kemudian
berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya
bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan anti
biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk
menghindari penyebaran infeksi.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
a.

Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian


menjalar ke perut kanan bawah.

b.

Muntah oleh karena nyeri viseral.

c.

Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).

d.

Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

2.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan
diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat
ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan
perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari
13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan
urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal
bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi.
Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada
keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi
pada ginjal.

I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1.

Sebelum operasi
a.

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

b.

Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

c.

Rehidrasi

d.

Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.

e.

Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk


membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.

f.

2.

Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

Operasi
a.

Apendiktomi.

b.

Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen


dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

c.

Abses

apendiks

diobati

dengan

antibiotika

IV,massanya

mungkin

mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu


beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3.

Pasca operasi
a.

Observasi TTV.

b.

Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.

c.

Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

d.

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.

e.

Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan


sampai fungsi usus kembali normal.

f.

Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30


ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.

g.

Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit.

h.

Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

i.

Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :
a.

Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi

b.

Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis

c.

Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat


pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,


karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan
dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. Pada
keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan
:
a.

Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.

b.

Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.

c.

Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya


teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

d.

Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan


istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

J. Asuhan Keperawatan Appendisitis


1. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002),
antara lain :
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
1) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah

mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium


dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terusmenerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2)

Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.


kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada klien.

3)

Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.

4)

Kebiasaan eliminasi.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
2)

Sirkulasi : Takikardia.

3)

Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

4)

Aktivitas/istirahat : Malaise.

5)

Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

6)

Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak


ada bising usus.

7)

Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,


yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

8)

Demam lebih dari 38 5 C.

9)

Data psikologis klien nampak gelisah.

10)

Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

11)

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita


merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

12)

Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan


mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses appendiks.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification
(NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome
Classification ( NOC) , antara lain :
a. Pre Operasi
1) Dx I. Nyeri akut berhubungan
Tujuan

:Nyeri

dapat

dengan

berkurang

proses
atau

penyakit.
hilang.

Kriteria Hasil :
a)

Nyeri berkurang

b)

Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah

c)

Kegelisahan atau keteganganotot

d)

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

e)

Menunjukkan

teknik

relaksasi

yang

efektif

untuk

mencapai

kenyamanan.
f)

Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,


keparahan, factor presipitasinya.

g)

Observasi ketidaknyamanan non verbal.

h)

Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien


untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.

i)

Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien


terhadap ketidaknyamanan.

j)

Anjurkan pasien untuk istirahat.

k)

Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

2) Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan

dengan

mual,muntah,

anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien


adekuat.
Kriteria Hasil :
a)

Mempertahankan berat badan.

b)

Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.

c)

Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.

d)

Turgor kulit baik.

e)

Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

f)

Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.

g)

Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana


memenuhinya.

h)

Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.

i)

pertahankan hygiene mulut sebelum dan sesudah makan.

b. Post Operasi

1) Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang

atau

hilang.

Kriteria Hasil :
a)

Nyeri berkurang

b)

Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah

c)

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

d)

Menunjukkan

teknik

relaksasi

yang

efektif

untuk

mencapai

kenyamanan.
e)

Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,


keparahan.

f)

Observasi ketidaknyamanan non verbal

g)

Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien


untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.

h)

Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien


terhadap ketidaknyamanan.

i)

Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat


nyeri.

j)

Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

2) Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan


cairan
Tujuan

yang
:

Setelah

dilakukan

tidak
tindakan

keperawatan

adekuat.
diharapkan

keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi


yang adekuat.
Kriteria Hasil :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal.
b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran


mukosa lembab.
d) Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
e)
f)
g)
h)

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.


Monitor vital sign dan status hidrasi.
Monitor status nutrisi
Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu

pembekuan.
i) Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
j) Atur kemungkinan transfusi darah.

Anda mungkin juga menyukai