Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 15 Agustus 2009 di Bali tahun


2009 telah menghasilkan Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan
dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Dalam kesepakatan tersebut, ditekankan
bahwa untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan
prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan ditempuh melalui tujuh
strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumberdaya air danau;
pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau; penyiapan langkahlangkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas,
kelembagaan dan koordinasi; peningkatan peran masyarakat; dan pendanaan
berkelanjutan.
Kesepakatan Bali 2009 telah menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani
bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada periode 20102014. Penetapan danau prioritas berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan
danau, komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi
strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana.
Ke-15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano,
Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan
Rawapening.
Danau Tempe berdasarkan pembentukannya merupakan danau paparan banjir
yang berasal dari depresi lempeng bumi Asia-Australia, terletak di wilayah Sulawesi
Selatan antara sungai Walanae Cenranaepada koordinat 4o0000 - 4o1500 LS dan
119o5230 - 120o0730 BT. Melintasi tujuh kecamatan yang tersebar pada tiga kabupaten.
Luas Danau Tempe mencapai 47.800 ha pada saat tinggi muka air (TMA) mencapai
elevasi 10 m dari permukaan laut (dpl). Kondisi Danau Tempe saat ini, memiliki luas
permukaan atau genangan air yang berfluktuasi tergantung musim. Pada musim kemarau
Danau Tempe hanya memiliki luas 10.000 ha dengan kedalaman air antara 0,50 2,00 m.

Sedangkan pada musim hujan luasnya mencapai 28.000- 43.000 ha dengan rata-rata TMA
pada kisaran 6,09,0 m dpl.
Bendung Gerak Tempe dibangun di sungai Cenranae yang merupakan outlet
Danau Tempe dan bertujuan untuk meningkatkan rata-rata TMA danau hingga mencapai
elevasi + 5,0 m dpl pada musim kemarau sehingga kedalaman air danau dapat
dipertahankan pada kisaran 2,0 3,0 m. Pada elevasi TMA dan kisaran kedalaman danau
tersebut, maka luas rata-rata genangan air pada Danau Tempe adalah 132,90 km2 atau
13.290 ha.
Sungai yang menuju ke Danau Tempe terdiri atas 23 sungai dan membentuk dua
sistem sungai dan catchment area, yaitu Sungai Bila yang mengalir dari arah utara
dengan luas catchment area1.368 km2 dan Sungai Walanae yang mengalir ke dalam
sungai Cenranae dari arah selatan dengan luas catchment area 3.190 km2. Sedangkan
Danau Tempe sendiri mempunyai luas catchment area 1.580 km2. Sungai Cenranae
selain mengalirkan air Sungai Walanae ke dalam Danau Tempe pada musim hujan, sungai
ini juga merupakan outlet danau ke arah timur sampai Teluk Bone sepanjang 70 km.
Curah hujan di daerah danau sebesar 1.400-1.800 mm/tahun dan di catchment area Bila
dan Walanae sebesar 1.400-4.000 mm/tahun.
Di samping Danau Tempe, terdapat pula Danau Sidenreng dan Danau Buaya.
Pada mulanya ketiga danau ini merupakan satu kesatuan yang dikenal sebagai sistem
Danau Tempe, tetapi karena sedimentasi yang berlangsung secara terus menerus dan
terjadi pendangkalan, maka ketiganya terpisah dan masing-masing mempunyai nama
tersendiri.
Danau Tempe memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar, terdiri dari
lingkungan fisik dan hayati. Lingkungan fisik yang menjadi daya tarik adalah hamparan
danau yang luas menghubungkan tiga kabupaten dan sumberdaya air untuk irigasi serta
air baku untuk PDAM. Di Danau Tempe hidup 17 jenis ikan termasuk udang air tawar yang
bernilai ekonomis penting, salah satu di antaranya oleh masyarakat di sekitar danau
dianggap sebagai spesies endemik yaitu ikan bloso (Glossogobius faureus) atau disebut
ikan bungoyang populasinya sudah mulai terancam sebagai dampak penangkapan dan
kerusakan habitat.

1.2. Landasan Hukum

Berikut adalah beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait


dengan pengelolaan ekosistem danau, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan menjadi UndangUndang;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
7. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan;
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara;
10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
13. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
14. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Budidaya Pertanian;
15. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi;

19. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;
21. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
23. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya
Ikan;
24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
25. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya
Air;
26. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan;
27. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
28. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik;
29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
30. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS; dan
31. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa.
Salah satu peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penyusunan
grand design penyelamatan ekosistem danau adalah Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 4
undang-undang tersebut mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a) perencanaan; b)
pemanfaatan; c) pengendalian; d) pemeliharaan; e) pengawasan; dan f)
penegakan hukum.
sumberdaya

alam

Dalam pasal 12 ayat (1) mewajibkan pemanfaatan


(termasuk

danau)

dilakukan

berdasarkan

Rencana

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Selain itu Pasal 13


dalam undang-undang tersebut juga mengatur pengendalian kerusakan

lingkungan hidup, yaitu meliputi: a) pencegahan; b) penanggulangan; dan c)


pemulihan.
1.3. Permasalahan

Permasalahan Danau Tempe cukup rumit dan terdapat berbagai faktor yang
saling terkait, baik yang terjadi di dalam perairan danau maupun permasalahan ekosistem
di luar kawasan danau, dan memberi konstribusi yang sangat besar terhadap kerusakan
lingkungan abiotik dan biotik pada Danau Tempe saat ini. Di samping permsalahan
lingkungan, pemanfaatan lahan danau untuk kegiatan penangkapan ikan, pertanian,
rumah apung dan okupasi lahan sempadan dapat menjadi sumber munculnya konflik
sosial. Banyak kajian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi, namun karena bersifat
parsial dan sesaat sehingga kajian tersebut belum mampu memberikan solusi terbaik
terhadap permasalahan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang dialami Danau Tempe.
Berangkat dari pengalaman aplikasi berbagai program, kajian dan penelitian yang
telah dilakukan selama ini, ternyata degradasi lingkungan danau berlangsung terus sejalan
dengan waktu dan akhirnya berdampak pada pencemaran dan menurunnya status mutu
air serta krisis biotik ekosistem Danau Tempe. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat
perlu dikembangkan grand design penyelamatan danau yang mampu mengatasi akar
permasalahan(root problem) kerusakan ekosistem danau dan jaminan atas keberlanjutan
program yang telah dituangkan dalam rencana aksi.
Berdasarkan identifikasi permasalahan, maka root problem kerusakan ekosistem
DanauTempe dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu; 1) Kerusakan pada
ekosistem DAS dan DTA yang memicu terjadinya erosi; 2) Pendangkalan danau sebagai
akibat sedimentasi;

3) Kerusakan sempadan danau oleh berbagai aktivitas;

4)

Pencemaran air yang merubah status mutu dan status trofik air danau; 5) Penutupan
tanaman air (eceng gondok) yang sudah melebihi batas kelayakan; dan 6) Permasalahan
sosial ekonomi yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal terutama terkait
pemanfaatan kawasan danau.
Evaluasi dan road map identifikasi permasalahan Danau Tempe lebih detil
dijelaskan pada Bab II.

1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan meliputi kebijaksanaan nasional secara umum


dan kebijakan pembangunan lingkungan hidup

secara khusus di provinsi Sulawesi

Selatan serta kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup di Kabupaten Wajo,


Soppeng dan Sidrap. Kebijakan pengelolaan ekosistem Danau Tempe didasarkan pada
visi dan misi yang telah dirumuskan.
Visi penyelamatan Danau Tempe adalah Terciptanya kembali ekosistem Danau
Tempe yang berdaya guna, lestari dan bersifat alami. Sedangnkan Misi adalah melakukan
tindakan penyelamatan melalui perbaikan kerusakan ekosistem Danau Tempe,
penghentian dan pengendalian laju sedimentasi serta memulihkan fungsi komponen
ekosistem danau demi menjamin pemanfaatan berkelanjutan tanpa batas sesuai dengan
daya dukung dan daya tampung danau.
Strategi pengelolaan lingkungan hidup di provinsi Sulawesi Selatan ditempuh
melalui pendekatan perencanaan pembangunan secara holistik dengan melahirkan
program secara terpadu, baik dari perencanaan sampai kepada implementasi di lapangan.
Prinsip ini ditetapkan dalam pola dasar pembangunan daerah sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah dengan mempertimbangkan segi-segi konservasi, pemulihan
terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup sesuai prinsip pembangunan
berkelanjutan. Oleh karena itu strategi kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
provinsi Sulawesi Selatan ditempatkan pada prioritas utama, disamping bidang-bidang
lainnya.
Ruang lingkup penyelamatan diawali dengan melakukan identifikasi root problem
dari kondisi ekosistem Danau Tempe saat ini sebagaimana telah diuraikan pada bagian
permasalahan di atas. Oleh karena itu, penyelesaian yang harus dilakukan adalah
merumuskan program-program yang saling terintegrasi dan bersinergis dalam bentuk
rencana aksi penyelamatan Danau Tempe.

Selanjutnya program-program tersebut

dikelompokkan menjadi Program Super Prioritas (utama) dan Program Prioritas


(pendukung) berdasarkan urgensi tingkat kerusakan danau.

1.5. Tujuan dan Manfaat Program Penyelamatan Danau Tempe

A. Tujuan
Penyusunan program penyelamatan DanauTempe bertujuan untuk memberikan
arah kebijakan, rencana dan pelaksanaan penyelamatan dan pengelolaan yang sehat
agar fungsi dan manfaat danau dapat berkelanjutan tanpa batas. Adapun tujuan
khusus adalah:
1. Meningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi para penentu kebijakan di pusat
maupun provinsi dengan kabupaten/kota

dalam implementasi program

penyelamatan dan pengelolaan DanauTempe serta implementasinya di lapangan;


2. Pengembangan peran kelembagaan dan instansi terkait sesuai kewenangannya
untuk penyelamatan dan pengelolaan Danau Tempe; dan
3. Meningkatan partisipasi masyarakat pengguna dalam pengelolaan dan konservasi
sumberdaya hayati DanauTempe.
B. Manfaat
Program penyelamatan Danau Tempe akan memberikan berbagai manfaat antara
lain :
1. Memberikan penyadaran kepada masyarakat, pemangku kepentingan dan
instansi terkait tentang pentingnya menyelamatkan ekosistem danau dari semua
bentuk penyebab kerusakan yang terjadi sekarang ini;
2. Mengembalikan fungsi ekosistem danau sebagai habitat alami berbagai fauna
seperti burung dan ikan, sebagai ekosistem pendukung dan fungsi ekonomi bagi
masyarakat; dan
3. Terwujudnya ekosistem danau yang berdaya guna, lestari dan bersifat alami serta
bermanfatat bagi kepentingan seluruh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai