Anda di halaman 1dari 71

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Persendian

Gambar 1. Struktur Persendian


(Diunduh dari http://www.4shared-china.com )

Sendi atau artikulasio merupakan suatu engsel yang membuat anggota


tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas
tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat
digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Menurut Sloane
2003 dalam buku Anatomi dan Fisiologi terdapat beberapa klasifikasi yaitu :
A. Klasifikasi umum persendian
Suatu artikulasi atau persendian terjadi saat permukaan dari dua tulang
bertemu, adanya oergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya.
Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada atau
tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang berartikulasi dan
jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan jenis persendian tersebut) dan
menurut fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin
dilakukan pada persendian.
B. Klasifikasi Struktural Persendian
1. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan ikat fibrosa contoh pada tulang tengkorak

2. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan


jaringan kartilago
3. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul
dan ligamen artikular yang membungkusnya.
C. Klasifikasi fungsional persendian
1. Sendi sinartrosis atau sendi mati. Secara struktural, persendian ini
dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa dan kartilago.
a. Sutura
Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa
rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura
sagital dan sutura parietal.
b. Sinkondrosis
Sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin.
Contohnya adalah lempeng epifisis sementara antara epifisis dan
diafisis pada tulang panjang seorang anak.
2. Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan yang menjadi respon terhadap torsi dan
kompresi.
a. Simfisis
Sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago,
yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan.
b. Sindesmosis
Terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan
serat-serat jaringan ikat kolagen.
c. Gomposis
Sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam
kantong tulang
3. Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas disebut juga dengan
sendi sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,
suatu kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang dan ujung
tulang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.
a. Lapisan terluar kapsul sendi terbentuk dari jaringan ikat fibrosa rapat
berwarna putih yang memanjang sampai bagian periosteum tulang
yang menyatu pada sendi
b. Lapisan terdalam
Kapsul sendi adalah membran sinovial yang melapisi keseluruhan
sendi, kecuali pada kartilago artikular.
2

1. Membran sinovial mensekresicairan sinovial, materi kental jernih


seperti putih telur. Materi ini terdiri dari 95% air dengan pH 7,4 dan
merupakan campuran polisakarida, protein, dan lemak.
2. Cairan sinovial berfungsi untuk melumasi dan memberikan nutrisi
pada permukaan kartilago artikular. Cairan ini juga mengandung
sel fagosit untuk mengeluarkan fragmen jaringan mati (debris) dari
rongga sendi yang cidera atau terinfeksi.
3. Pada beberapa sendi sinovial, seperti persendian lutut terdapat
diskus artikular (meniskus) fibrokartilago.
4. Bursa adalah kantong tertutup yang dilapisi membran sinovial dan
ditemukan diluar rongga sendi. Kantong ini terletak dibawah
tendon atau otot dan mungkin juga ditemukan didaerah
percabangan tendon atau otot diatas tulang yang menonjol atau
secara subkutan jika kulit terpapar pada friksi, seperti pada siku
atau tempurung lutut.
D. Klasifikasi persendian sinovial

didasarkan

pada

bentuk

permukaan

berartikulasi
1. Sendi sferoidal
2. Sendi engsel
3. Sendi kisat
4. Persendian kondiloid
5. Sendi pelana
6. Sendi peluru

2.2 Osteoartritis
2.2.1 Definisi Osteoartritis

Gambar 2. Osteoartritis
(Moskowitz, 2007)

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya
penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi
ringan. Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi yang bersifat kronik,
berjalan progresif lambat, seringkali tidak meradang atau hanya menyebabkan
inflamasi ringan, dan ditandai dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi
serta pembentukan tulang baru pada permukaan sendi (Carter, 2006).

Menurut Brashers (2007), osteoarthritis (OA) didefinisikan sebagai


berbagai kelompok kondisi yang menyebabkan gejala dan tanda sendi yang
berhubungan dengan kerusakan integritas kartilago artikular selain perubahan
pada tulang yang mendasarinya. Osteoartitis primer bersifat idiopatik dan dapat
bersifat general atau lokal. OA sekunder terjadi akibat adanya faktor resiko yang
teridentifikasi atau adanya penyebab seperti trauma sendi, abnormalias anatomis,
infeksi,

neuropati,

hemophilia,

perubahan

metabolik

pada

kartilago

(hemokromatosis), atau perubahan tulang subkondral (akromegali, penyakit


Paget).
Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight
bearing) misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu,
sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki (Underwood, 2000).
Terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko yaitu umur
(proses penuaan), genetik, kegemukan, cedera sendi, pekerjaan, olah raga,
anomali anatomi, penyakit metabolik, dan penyakit inflamasi sendi. Di Indonesia,
prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia<40 tahun, 30% pada usia 40-60
tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoartritis lutut prevalensinya
cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Soeroso, 2006).
1.

Menurut Cantika (2011) osteoartritis terbagi atas dua bagian :


Osteoartritis primer
Adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa adanya
abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi
penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal
pada sendi dan kerusakkan akibat proses penuaan. Paling sering terjadi
pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi

2.

lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki.


Osteoartritis sekunder
Adalah paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari suatu
pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit
sistem sistemik.Osteoartritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang
lebih awal daripada osteoartritis primer.

2.2.2 Etiologi Osteoartritis


Setiap persendian mempunyai alat penahan goncangan dalam bentuk
tulang rawan. Material kencang dan kenyal ini melapisi ujung tulang dan
5

mengurangi retakan yang memicu keausan. Seiring penuaan, persendian


semakin kaku dan tulang rawan lebih berisiko menjadi aus. Pada saat yang
sama, penggunaan persendian selama berulang-ulang seiring waktu akan
mengganggu tulang rawan. Jika tulang rawan yang berfungsi sebagai bantalan
ini sudah cukup rusak, tulang akan saling bergesekan dengan tulang,
menimbulkan rasa sakit dan mengurangi rentang gerakan.
Faktor resiko :
a) Penuaan
Dari semua faktor untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan
antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada
kartilago sendi (Cantika, 2011).
b) Usia
Jika penyebabnya jelas, osteoartritis sering ditemukan pada usia 30an
40an tahun. Jika tidak ada penyebab dasar yang jelas, osteoartritis lebih
sering ditemukan pada usia di atas 50 tahun (Muttaqin, 2011).
c) Jenis kelamin
Pada orang tua yang berumur 55 tahun lebih, prevalensi terkenanya
osteoartritis pada wanita lebih tinggi daripada pria. Usia kurang dari 45
tahun osteoartritis lebih sering terjadi pada pria daripada wanita (Cantika,
2011).
d) Ras
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terhadap
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan (Cantika, 2011).
e) Faktor keturunan
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis (Cantika, 2011).
f) Faktor berat badan dan metabolik endokrin
6

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik


pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan
osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan osteoartritis
pada sendi yang menanggung beban tetapi juga dengan osteoartritis sendi
lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya
kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes melitus, dan
hipertensi (Cantika, 2011).
g) Trauma dan faktor okupasi
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus
menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu.
Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera
sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi (Cantika, 2011).
Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2006), faktor risiko
yang berperan dalam kejadian osteoartritis diantaranya adalah kadar estrogen
rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis
kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yang melibatkan sendi yang
bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan
massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan diabetes mellitus.
Faktor Risiko Osteoartritis (Baughman, 2000)
a.

Usia

b.

Jenis kelamin (wanita)

c.

Predisposisi genetic

d.

Obesitas

e.

Stress sendi mekanik

f.

Trauma sendi

g.

Kelainan tulang dan sendi sebelumnya

h.

Penyakit inflamasi sendi

i.

Penyakit endokrin serta metabolic

OA telah dikelompokkan ke dalam primer (idiopatik) dan sekunder (yang


berhubungan dengan factor risiko). Wanita yang lebih gemuk menunjukkan
insiden OA lutut hamper 4x disbanding dengan wanita dengan BB rata-rata. OA
memuncak pada usia 50 dan 60 tahun.
7

2.2.3 Patofisiologi Osteoartritis


Osteoartritis ditandai oleh pengeroposan tulang kartilago yang disebabkan
oleh beberapa factor resiko. Ada primer yakni karena belum diketahui
penyebabnya dan sekunder. Tulang di bawahnya akan mengalami iritasi karena
tidak adanya kartilago sebagai penyangga, sehingga menyebabkan degenerasi
sendi. Stress pada sendi secara berulang (Chronic) seperti yang dilakukan para
atlit lari jarak jauh atau penari yang sering terjadi benturan berulang yang
langsung mengenai artikular kartilago (sendi) karena akan merangsang pelepasan
enzim

kolagenase

dan

stromyelin,

pemecahan

menyebabkan pembengkakan pada sendi.

proteoglikan

sehingga

atau stress yang lebih keras dapat

menipiskan jaringan sendi. Kelainan yang didapatkan secara congenital yang


kelainan tersebut dapat mengakibatkan stress local pada kartilago dan dapat
menyebabkan peningkatan dari osteoartritis. Individu yang mengalami hemophilia
yang ditandai pembengkakan sendi kronis dan edema, dapat mengalami
osteoartitis. (Corwin, 2008)
Osteoartitris sering dalam rentang usia di atas 50 tahun dan lebih sering
dialami oleh wanita dibanding pria. Hal ini disebabkan w anita pada saat di atas
50 tahun sudah dalam masa menopause yang keadaaan hormone esterogen yang
juga meiliki peran dalam kepadatan tulang pun berkurang, dan volume kartilago
wanita lebih kecil dibanding pria. Dalam rentang usia ini terdapat pelepasan
pemecahan kondrosit yang menyebabkan kerusakan pada kartilago dan
menyebabkan kekakuan pada sendi. Perubahan komponen sendi juga berperan
meningkatkan OA sehingga menyebabkan hipertrofi, distensi cairan synovial,
sehingga menyebabkan kekakuan pada sendi.
Nyeri yang dialami oleh seseorang yang menderita OA bukan hal ringan
dan dapat meningkat dari beberapa jaringan yang terkait. Sendi appendikular
skeleton berhubungan dengan sistem saraf perifer di setiap jaringannya kecuali
kartilago dimana yang terinevasi adalah periosteom, synovium, kapsul, ligaments,
dan subchondral bone. Neuro-innervation dapat menyebabkan nyerihemiplegia
atau poliomyelitis sering meningkatkan resiko dari Osteoartritis.(Mozkowitz,
2007)

2.2.4 Manifestasi Klinis Osteoartritis


Pada umumnya, pasien osteoartritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan
yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan.
Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoartritis :
1. Nyeri sendi Perubahan destruksi dan erosi pada kartilago dan tulang
menyebabkan respon inflamasi lokal dan cedera syaraf yang menimbulkan
keluhan nyeri. (Muttaqin, 2011)
2. Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat
secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
3. Kaku pagi Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari
(Soeroso, 2006).
4. Krepitasi Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoartritis lutut. Pada awalnya
hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh
pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan
penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
5. Pembesaran sendi (deformitas) Sendi yang terkena secara perlahan dapat
membesar (Soeroso, 2006).
6. Pembengkakan sendi yang asimetris Pembengkakan sendi dapat timbul
dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (< 100
cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah
(Soeroso, 2006).
7. Tanda tanda peradangan Tanda tanda adanya peradangan pada sendi
(nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna
kemerahan) dapat dijumpai pada osteoartritis karena adanya synovitis.
Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoartritis lutut
(Soeroso, 2006).
8. Perubahan gaya berjalan Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan
pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
9

osteoartritis, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu


berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama
pada osteoartritis lutut (Soeroso, 2006).
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Osteoartritis
1. Radiografi
Dahulu Perubahan di OA telah dinilai dengan menggunakan radiografi.
Pada tahap awal dari onset penyakit, perkembangan seperti osteofit, subchondral
sclerosis,

atau

kista

subchondral

divisualisasikan

dengan

baik.

Untuk

perkembangan OA, radiografi digunakan untuk menilai JSW (joint space width),
yang memberikan nilai integritas kedua hialin dan serabut kartilago. Berikutnya
Keparahan OA sering diklasifikasikan oleh JSN (joint space narrowing) dan
penampilan simultan kelainan tulang subchondral seperti sebagai kista atau
sclerosis. Baru-baru ini, protokol pencitraan alternatif telah mengusulkan
pencitraan lutut fleksi untuk mengatasi kekurangan dari radiografi. Protokol ini
memanfaatkan derajat yang berbeda fleksi lutut, beamangles X-ray, dan strategi
positioning, semua membuat jarak antara tibia dan posterior aspek kondilus
femoralis untuk meningkatkan visualisasi dari ruang sendi. Fungsi utama
radiografi dalam diagnosis OA adalah untuk evaluasi dari JSW. JSW dan
selanjutnya JSN awalnya dinilai menggunakan teknik manual yang diperlukan
peralatan tambahan minimal atau pengolahan software . Namun, metode ini
memakan waktu dan subjektif, sebagian besar ditinggalkan demi penilaian
otomatis, yang menyediakan pengukuran cepat dan tepat dari JSW. Selain
meningkatkan reproduktifitas semikuantitatif scoring atau pengukuran manual,
penilaian otomatis juga telah memicu karakterisasi tambahan ruang sendi,
termasuk minimum JSW, berarti JSW, daerah ruang sendi, dan lokasi tertentu
JSW .
Sebuah studi tahun 2005 oleh Amin et al. mengungkapkan bahwa
sejumlah besar pasien menunjukkan gejala hilangnya tulang rawan pada MRI
bahkan ketika JSN atau penyakit perkembangan tidak divisualisasikan
menggunakan radiografi . Dalam studi ini, perkembangan radiografi adalah 91%
tetapi hanya 23% sensitif untuk kehilangan tulang rawan . Akibatnya, MRI
dianggap sebagai penting modalitas untuk pencitraan tulang karena dapat
10

memberikan kontras yang meningkatkan penilaian integritas tulang subchondral


dan lesi.

Gambar 3: A) Antero-posterior weight bearing radiographs of a patient with joint space


narrowing and osteophyte formation consistent with bilateral medial osteoarthritis of the knee.
Joint pace narrowing is greater in th
e right knee (arrow) compare with the left knee. B) A magnified view of the right knee joint. The
arrow denotes medial JSN. Osteophyte formation can be seen on the femur and tibia.
(Braun HJ, Gold GE, Diagnosis of osteoarthritis: Imaging, Bone (2011))

2. MRI
Perubahan komposisi tulang subchondral penting untuk dicatat di
perkembangan OA dan divisualisasikan menggunakan MRI. Secara khusus,
bone marrow edema-like lesions (BMLs), subchondral lesi kista, dan gesekan
tulang subchondral adalah fitur utama yang menunjukkan perkembangan
penyakit.
BMLs adalah lesi degeneratif yang terdiri dari edema, sumsum tulang
nekrosis, fibrosis, dan kelainan trabecular. Sering terdeteksi dalam
hubungannya dengan kerusakan tulang rawan dan beberapa studi terbaru telah
menunjukkan korelasi antara BMLs dan kerusakan tulang rawan progresif
(Gbr. 2).Terbaik divisualisasikan pada MRI menggunakan PD-tertimbang,
intermediateweighted, pendek pemulihan inversi T2-weighted, atau muncul
daerah sebagai hypointense pada T1-tertimbang gambar SE. Studi terbaru
menunjukkan bahwa subchondral lesi kista seperti muncul di daerah-daerah
tanpa cacat tulang rawan, ketebalan penuh sekitar 50% dari waktu dan terkait
11

dengan BMLs di sub regional yang sama, Temuan ini juga mendukung teori
memar tulang. Subchondral lesi kista sebagai daerah ofwell, didefinisikan
intensitas sinyal seperti cairan meningkatkan pencitraan urutan.
Gesekan tulang subchondral sering diamati pada pasien dengan OA juga
pada pasien dengan OA ringan yang tidak menunjukkan JSN pada radiografi
standar. Ini mungkin disebabkan oleh diubahnya beban mekanis sehingga
menyebabkan remodelling subchondral dan berhubungan dengan BMLs .
Pada MRI,gesekan tulang subchondral muncul sebagai depresi atau dari
permukaan subchondral. Perubahan tulang subchondral terlihat pada MRI jauh
sebelum Perubahan terlihat pada radiografi.

Gambar 4: Bone marrow edema and bone marrow lesions depicted on the medial femur on a T2weighted fat suppressed MRI(A) and medial tibial plateau on an intermediate-weighted fat
suppressed MRI (B).
(Braun HJ, Gold GE, Diagnosis of osteoarthritis: Imaging, Bone (2011),
doi:10.1016/j.bone.2011.11.019)

3. OCT
Sementara MRI konvensional sangat berguna dalam mengidentifikasi
penuh perubahan parsial-ketebalan tulang rawan artikular di OA, tetapi tidak
mampu membedakan antara tulang rawan sehat dan tulang rawan yang sakit
dengan permukaan utuh . Evaluasi arthroscopic saat ini adalah standar klinis
untuk mengevaluasi chondrosis, atau pra OA-lesi chondral yang tidak
melibatkan tulang dan tidak terlihat pada radiografi , tetapi metode penelitian
12

ini adalah subyektif. koherensi optik tomography (OCT) dapat memberikan


informasi kuantitatif mengenai keadaan penyakit tulang rawan artikular. OCT
dimasukkan ke arthroscopes dan menghasilkan gambar penampang tulang
rawan artikular pada resolusi sebanding dengan daya rendah histologi (Gbr. 8).
OCT sensitif terhadap perubahan struktural kolagen akibat trauma akut dan
degenerasi dan perubahan tulang rawan OA terkait birefringence . Pada tahun
2010, Chu et al. menunjukkan bahwa evaluasi OCT tulang rawan berkorelasi
dengan kedua Artroskopi dan T2 MRI pengukuran, membuat OCT menjadi
alat potensial yang bagus untuk diagnosis Perubahan chondral dari awal .
Namun, karena dengan modalitas, OCT memiliki keterbatasan, termasuk
prosedur invasif diperlukan untuk secara langsung mengakses permukaan
artikular dan ketergantungan berat pada operatoruse dan gambar postprocessing.

Gambar 5: Correlation of arthroscopic images (top row), optical coherence tomography (middle
row), and T2 mapping (bottom row). Images courtesy of Chu CR et al. Arthritis and Rheumatism
2010;62:14121420
(Chu CR et al. Arthritis andRheumatism 2010;62:14121420)

13

4. US
Hasil Tindakan Rheumatoid Arthritis Clinical Trials Ultrasonografi
Taskforce mendefinisikan hipertrofi sinovial sebagai "hypoechoic normal
(relatif terhadap lemak subdermal, tapi kadang-kadang isoechoic atau
hyperechoic) jaringan intra-artikular yang nondisplaceable dan buruk
kompresibel dan yang mungkin menunjukkan Doppler. Meskipun definisi ini
mengacu pada usaha rheumatoid arthritis sinovial patologi, disarankan bahwa
mungkin juga dapat diterapkan OA karena perbedaan peradangan sinovial
antara dua penyakit sebagian besar kuantitatif . Pada lutut, yang paling umum
dicitrakan adalah hipertrofi kantong sinovial suprapatellar medial dan lateral
yang relung . Teknologi US Current memperoleh gambar dengan bidang
pandang lebar dengan resolusi tinggi probe yang beroperasi pada frekuensi
hingga 20 MHz . ini memiliki memungkinkan deteksi patologi sinovial
termasuk hipertrofi, vaskularisasi, dan adanya cairan sinovial dan deteksi
sinovitis di sendi yang muncul dinyatakan klinis diam (Gbr. 10). Teknik
Doppler memungkinkan evaluasi inflamasi melalui penilaian vaskularisasi
tidak langsung. US detected sinovitis lutut telah berhubungan dengan
radiografi

canggih

OA dan penanda metabolisme jaringan sendi . Baru-baru ini, CE-AS telah


diusulkan sebagai teknik baru yang ditujukan untuk penjumlahan vaskularisasi
sinovial. CE-AS menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi (95%) di
pencitraan sinovitis daripada CE-MRI (82%), daya Doppler US (64%) atau
grayscale US (58%).

14

Gambar 6: Sagittal grayscale ultrasound image of the suprapatellar pouch of an osteoarthritic


knee joint demonstrates synovial fluid (sf), patella (p), distal femur (df), quadriceps tendon (qt),
and synovial villi (v). (Image courtesy of Dr. Helen Keen, The University of Western Australia,
Australia.) B) Power Doppler ultrasound image of the lateral recess of anosteoarthritic knee joint
demonstrates synovial fluid (sf), distal femur (df), and the vascularity within the region of synovial
hypertrophy (s) as demonstrated by the flash of color.
(Hayashi D et al. Seminars in Arthritis and Rheumatism 2011;41:116-130)

2.2.6 Penatalaksanaan Osteoartritis


The American College of Rheumatology Guidelines untuk
penatalaksanaan OA menganjurkan memulai terapi dengan modalitas
nonfarmakologi dahulu, ditambah asetaminofen (sampai 1 gram empat kali
sehari) dan dilanjutkan dengan obat anti-inflamasi nonstreroid dosis
rendah kemudian dosis tinggi bila gejala tetap sulit dihilangkan. Terapi
dengan modalitas nonfarmakologi meliputi :
1) Olahraga mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien
yang mengalami OA ringan sampai sedang. Keseimbangan antara
istirahat dan kerja sendi (pembatasan aktivitas), yang diarahkan untuk
meminimalkan inflamasi, tetapi mempertahankan rentang gerak, sangat
membantu.
2) Terapi fisik, meliputi rentang pergerakan pasif dan latihan air, dapat
memperbaiki fungsi.

15

3) Terapi okupasional dapat membantu aktifitas hidup sehari-hari dengan


alat bantu.
4) Aplikasi panas, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS), dan
akupuntur dapat dipertimbangkan.
5) Ultrasound (diatermi) memfasilitasi ekstensibilitas tendon, melemaskan
otot, dan mengurangi nyeri.
Terapi farmakologis :
1) Gunakan capsaicin sebagai analgesik topikal (mengurangi substansi
neural P, suatu neurotransmiter yang berpengaruh pada nyeri artritis)
2) Asetaminofen telah terbukti dalam banyak study efektif dalam
mengurangi nyeri OA ringan sampai moderat sebagai obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
3) Meskipun OA kini diketahui

memiliki

komponen

inflamasi,

penggunaan NSAID disertai dengan beberapa resiko dan hanya


dipergunakan bila analgesik sederhana gagal mengontrol nyeri.
(1) Risiko efek samping (ulserasi dan perdarahan gastrointestinal atas)
merupakan resiko tertentu pada lansia
(2) Ada bukti bahwa NSAID dapat menghambat sintesis dan perbaikan
kartilago, dan bahkan dihubungkan dengan percepatan progresi
penyakit.
(3) Beberapa pasien akan mengalami analgesia yang lebih besar
dengan NSAID dibandingkan dengan asetaminofen. Mereka
biasanya berespon pada dosis rendah sehingga dapat mengurangi
resiko efek sampingnya.
(4) Obat antiinflamasi nonsteroid yang baru hanya menghambat enzim
siklooksigenase

(inhibitor

COX-2),

sehingga

dapat

memaksimalkan efek anti inflamasi dan analgesia sementara


meminimalkan efek samping GI.
(5) Obat kondroprotektif masih menjalani penelitian ekstensif meliputi
glukosamin polisulfat, kondroitin sulfat, natrium pentosa polisulfat,
dan kompleks peptida glikosaminoglikan secara oral. Obat-obatan
ini terbukti meringankan gejala pada sebagian besar pasien dengan
sedikit efek samping.
4) Injeksi steroid atau asam hialuronidase per intra-artikular selama
kumat inflamasi akut dapat meredakan nyeri dengan cepat. Frekuensi
16

injeksi steroid lebih dari 3 sampai 4 kali per tahun dapat berhubungan
dengan penurunan perbaikan kartilago
5) Derivat tetrasiklin oral ditemukan bersifat kondroprotektif dan sedang
diteliti secara ekstensif.
6) Lain-lain
(1) Pembedahan :
a. Atroskopi : Menggunakan alat kecil yang dimasukkan ke dalam
rongga sendi untuk membersihkan tulang rawan yang rusak.
b. Sinovektomi : untuk mengatasi jaringan sendi yang mengalami
peradangan
c. Osteotomi : Operasi yang dilakukan terhadap salah satu bagian
tulang sehingga posisi dan letaknya menjadi lebih baik dan
mengurangi rasa nyeri pasien.
d. Penggantian sendi (Total Knee Replacement dan Total Hip
Replacement)
Operasi menggantikan sendi yang rusak dengan sendi baru yang
terbuat dari bahan metal.
Indikasi utama adalah untuk mengurangi rasa sakit yang
disebabkan oleh arthritis. Tujuan sekunder untuk memperbaiki
cacat, dan untuk mengembalikan fungsi. Lebih khusus, untuk
penggantian sendi pasa perubahan degeneratif sendi lutut yang
telah parah.
Tujuan total knee replacement yaitu :
1. Untuk membebaskan sendi dari rasa nyeri
2. Untuk menggembalikkan rentang gerak (ROM)
3. Untuk menggembalikkan fungsi normal bagi seorang pasien
4. Untuk membangun kembali akrivitas sehari-hari (ADL),
dengan modifikasi yang tetap menjaga ROM pasien
(http://medshisof.tumblr.com).
Tabel 1. Indikasi Pembedahan THR/TKR (British Journal of Nursing,
2004)

17

Gambar 7. Knee Replacement pada Osteoartritis


(sumber: http://www.bonesmart.org/knee_replacement.php)

(2) Implantasi kondrosit autologus telah digunakan pada beberapa


pasien dengan penyakit berat.
(3) Terapi gen dengan memasukkan gen kondroprotektif ke dalam
kondrosit masih diteliti (Hochberg, 2012).
Latihan atau olah raga ringan penguatan otot-otot pada OA :

18

1. Duduk dengan posisi kedua tungkai lurus pada lantai, tempat tidur atau tempat
duduk yang panjang. Gerakkan telapak kaki mendekat ke arah tubuh dan tekan
lutut hingga mengenai lantai, untuk menguatkan otot-otot di sekitar lutut.
Tahan dalam lima hitungan, lalu istirahatkan.

2. Seperti posisi diatas, lalu angkat tungkai hingga membentuk sudut 30 derajat
dengan lantai, usahakan lutut tetap lurus dan angkat 2 sampai 3 inci. Tahan
dalam 5 hitungan.

3. Seperti posisi di atas, letakkan gulungan kain / selimut / bola tenis. Tekan lutut
keatas benda tersebut, tahan dalam 5 hitungan. Latihan ini sebaiknya dilakukan
20 kali untuk masing-masing lutut, 2-5 kali sehari. Sewaktu tidur tidak
diperkenankan menggunakan bantalan untuk mengganjal bagian bawah sendi
lutut, karena akan menyebabkan lutut bengkok menetap dan cacat.

19

4. Duduk dengan posisi kedua lutut tepat pada tepi kursi. Lalu angkat salah satu
kaki dengan kekuatan penuh sampai posisi kaki lurus, tahan dalam 5 hitungan.
Lakukan bergantian. Bila memungkinkan, tambahkan beban pada kaki. Dapat
dilakukan dengan mengikatkan kaus kaki dengan benda kecil pada kedua
pergelangan kaki. Penambahan beban harus dilakukan secara bertahap.
Olah raga yang disarankan pada penderita OA adalah berenang dan aerobik,
merupakan jenis olah raga yang baik untuk melatih sendi-sendi tubuh kita.
Olahraga ini tidak menggunakan beban berat tubuh sehingga mengurangi nyeri
sendi. Jika tidak memungkinkan untuk kedua olahraga tersebut maka jalan kaki di
tempat yang datar dan rata dapat dilakukan dan disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing penderita.
Modifikasi gaya hidup dapat secara dini dilakukan untuk pencegahan pada
penderita yang diduga akan menderita OA yang berat, yaitu :
1. Penderita dengan berat badan berlebih (overweight). Mengurangi berat
badan, dengan membatasi dan mengatur pola makan serta melakukan
latihan rutin sangat penting.
2. Diet yang seimbang
Mitos yang beredar di masyarakat mengatakan bahwa makan sayursayuran hijau atau kacang-kacangan dapat menyebabkan nyeri sendi
tidaklah tepat. Tidak ada makanan tertentu yang menyebabkan nyeri pada
OA, termasuk sayur-sayuran dan kacang-kacangan. Namun makan yang
berlebihan sehingga berat badan meningkatlah yang akan menambah
nyeri. Omega-3 terbukti sangat baik untuk sendi yang sehat. Asam lemak
Omega-3 dapat membentuk senyawa prostaglandin yang diketahui
memiliki sifat anti-peradangan sehingga risiko nyeri sendi dapat dikurangi.
Selain itu omega-3 juga diketahui dapat mempercepat penyembuhan
20

ligament (jaringan ikat antara tulang dengan tulang). Makanan yang


banyak mengandung omega-3 misalnya salmon, sardine, herring, kacangkacangan, dan kedelai. Sebuah studi menunjukkan bahwa asupan sedang
Vitamin C (120-200mg per hari) dapat mengurangi risiko menyebarnya
osteoarthritis sampai tiga kali lipat. Vitamin C dapat ditemukan pada cabai
hijau, jeruk, strawberry, tomat, brokoli, kentang dan sayuran hijau.
(Zainal,2009).
3. Berat badan ternyata menyebabkan kerusakan sendi, maka dianjurkan
mengistirahatkan sendi tersebut pada keadaan akut dan selanjutnya
dilakukan rehabilitasi medis dibawah pengawasan ahlinya.
4. Menghindari turun naik tangga
5. Menghindari trauma berulang pada lutut mereka.
6. Pemakaian pelindung lutut atau sendi lain seperti pergelangan kaki, dapat
dipertimbangkan pada penderita yang memiliki risiko atau kejadian OA.
Misalnya pada mereka yang mungkin mengalami :
a. Trauma saat melakukan sepakbola
b. Penyakit artritis reumatoid
c. Artritis/radang sendi akibat infeksi (Wachjudi,2006).
2.2.7 WOC Osteoartritis (Terlampir)
2.2.8 Komplikasi Osteoartritis
Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthritis tidak ditangani dengan serius.
Terdapat dua macam komplikasi yaitu (William & Wilkins,2011) :
1. Komplikasi kronis
Komplikasi krois berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah
ialah terjadinya kelumpuhan.
2. Komplikasi akut
a. Kontraktur fleksi (pemendekan tulang,fleksi)
b. Subluksasi (dislokasi parsial sendi,lebih ringan dr dislokasi)
c. Deformitas
d. Ankilosis (sendi menjadi kaku)
e. Kista pada tulang
f. Pembesaran tulang yang berlebihan
g. Sindrom korda sentral
h. Kompresi radiks saraf
i. Sindrom kauda ekuina
2.2.8

Prognosis Osteoartritis
Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konserfatif. Hanya
kasus yang berat yang harus dilakukan penatalaksanaan pembedahan.
21

2.3 Artritis Reumatoid


2.3.1 Definisi Artritis Reumatoid
Artritis Rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliatritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh
(Masjoer Arif, 2001).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang berbagai sistem organ.
Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung
difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketaui sebabnya. Biasanya
terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan sendi dapat
mengalami masa remisi (Muttaqin, 2008).
Arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan
ikat difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada
pasien biasanya terjadi destruksi sendi progresif (Price dan Wilson, 2005).

22

2.3.2 Etiologi Artritis Reumatoid


Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid adalah infeksi streptokokus
hemolitikus dan streptokokus nonhemolitikus, endokrin, autoimun, metabolik,
faktor genetik, atau faktor lingkungan (Muttaqin, 2008).
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga karena faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difteroid yang
menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi. Penyakit ini tidak
dapat dibuktikan hubungan pastinya dengan genetik. Terdapat kaitan dengan tanda
genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Akan tetapi,
pada orang Amerika kulit hitam, Jepang, dan Indian Chippewa hanya ditemukan
kaitan dengan HLA-Dw4. Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah
adanya faktor genetik yang mengarah pada perkembangan penyakit setelah
terjangkit beberapa penyakit virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr (Muttaqin,
2008).
2.3.3 Patofisiologi Artritis Reumatoid
Patofisiologi Menurut Corwin, Elizabeth. 2009
Artritis Reumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membrane synovial, yang
melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur
sendi di sekitarnya, termasuk kartilago articular dan kapsul sendi fibrosa.
Akhirnya ligamen dan tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ditandai oleh
akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensifdan
pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membrane synovial
mengalami hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih
lanjut menstimulasi nekrosissel dan respons inflamasi. Sinoviumyang menebal
menjadi ditutup oleh jaringan glanural inflamasi yang disebut panus. Panus dapat
menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan
jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan
menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.
23

Kelainan yang terjadi pada daerah artikule dibagi menjadi dalam 3 stadium, yaitu:
1. Stadium Sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan diri pada jaringan sinovium (jaringan
sendi tipis yang berada di sendi). Sinovitis aktif mempunyai tanda-tanda
hangat, pembengkakan di sekitar sendi yang radang, nyeri saat istirahat
maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan. Sendi-sendi yang terkena
biasanya sendi-sendi superficial dimana kapsul sendi mudah dilihat
seperti, lutut, pergelangan tangan dan jari-jari.
2. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga padajaringan sekitar, ditandai adanya kontraksi tendon. Destruksi
sendi yang progresif atausub luksasio (dislokasi parsial) terjadi ketika satu
tulang bergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi. Selain
tanda dan gejala tesebut terjadi pula perubahanbentuk pada tangan yaitu
bentuk jari Swan-Neck.
3. Stadium Deformitas
Pada stadium ini, terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi
diawali sinovitis berlanjut pada pembentukan pannus, ankilisis fibrosa dan
terakhir ankilosis tilang. Deformitas disebabkan oleh ketidaksejajaran
1.3.4

sendi (misalignment) yang terjadi akibat pembengkakan


Manifestasi Klinis Artritis Reumatoid

Gambaran klinis Menurut Corwin, Elizabeth. 2009


a.

Awitan RA ditandai oleh gejala umum inflamasi, berupa demam, keletihan


nyeri tubuh dan pembekakan sendi. Nyeri tekan sendi dan kekakuan sendi
terjadi, mula-mula karena inflamasi akut dan kemudian akibat pembentukan
jaringan parut. Sendi metakarpofalangeal dan pergelangan tangan biasanya
adalah sendi yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi lebih parahpada
pagi hari dan mengenai sendi secara bilateral. Episode inflamasi diselingi
dengan periode remisi.

b.

Penurunan rentang gerak, deformitas sendi, dan kontaksi otot.

c.

Nodulus rematoid ekstrasinovial terbentuk pada sekitar 20% individu yang


mengamai RA. Pembengkakan ini terdiri atas sel darah putih dan debris

24

selyang terdapat di daerah trauma atau peningkatam tekanan. Nodulus


biasanya terbentuk di jaringan subkutan di atas siku dan jari tangan.
Manifestasi Klinis Williams, Lippincott. 2012
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seorang artritis
rheumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi. Diantaranya:
1.

Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun

2.

dan demam. Terkadang kelelahan demikian hebatnya.


Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal.

3.

Hamper semua sendi diartrodial dapat terserang.


Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung selama

4.

beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.


Artritis erosive: merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologic.

5.

Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.


Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subuksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi
(tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan

6.

kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.


Nodul-nodul rheumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis rheumatoid. Lokasi yang paling
sering dari deformitas ini adalah bursa olecranon (sendi siku) atau di
sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodulanodula ini dapat timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula
ini biasanyamerupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih
berat.

25

7.

Manistasi ekstra-artikular: artritis rheumatoid juga dapat menyerang organorgan lain di luar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru (pleuritic), mata,
dan pembuluh darah dapat rusak.

Tabel. 2 Manifestasi Ekstra-artikular Artritis rheumatoid (Williams, Lippincott.


2012)
Organ
Kulit

Jantung

Paru-paru
Mata
Sistem saraf

Kriteria
Nodul subkutan
Vasculitis,
menyebabkan

bercak-

bercak coklat
Lesi-lesi ekimotik
Pericarditis
Tamponade pericardium (jarang)
Lesi peradangan pada miokardium dan
katup jantung
Pleuritic dengan atau tenpa efusi
Lesi peradangan paru-paru
Skleritis
Neuropati perifer
Sindrom kompresi perifer, termasuk
sindrom carpal tunnel, neuropati saraf
ulnaris,

Sistemik

paralisis

peronealis,

dan

abnormalitas vertebra servikal.


Anemia (sering)
Osteoporosis generalisata
Sindrom felty
Sindrom
sjogren
(keratokon
jungtivitis)
Amyloidosis (jarang)

Menurut Arnett (1988), dalam The American Rheumatism Association


(1987) ,
apabila menunjukkan 4 gejala dari 7 gejala yang ada minimal selama 6 minggu
maka seseorang bisa dikatakan menderita Rheumatoid Arthritis, yaitu :
tabelkriteria rheumatoid arthritis (Afriyanti, 2009)
Criteria
Kaku pagi hari (morning

Definisi
Kekakuan

stiffness)

persendian

di
dan

pagi
di

hari

pada

sekitarnya,

sekurangnya selama 1 jam sebelum


26

Arthritis pada 3 daerah

perbaikan maksimal
Pembengkakan jaringan lunak atau
persendian atau lebih efusi (bukan
pertumbuhan

tulang),

sekurang-

kurangnya 3 sendi secara bersamaan


yang diobservasi oleh seorang dokter.
Dalam

kriteria

ini

terdapat

14

persendian yang memenuhi kriteria,


yaitu : PIP, MCP, pergelangan tangan,
siku pergelangan kaki dan MTP kiri
Arthritis pada persendian
tangan
Arthritis simetris

dan kanan.
Sekurang-kurangnya

terjadi

pembengkakan
satu persendian tangan
Keterlibatan sendi yang sama (seperti
yang
tertera pada kriteria 2 pada kedua
belah sisi,
keterlibatan PIP , MCP , atau MTP
bilateral
dapat diterima walaupun tidak mutlak
bersifat
simetris.
* PIP : Proximal Interphalangeal,
MCP : Metacarpophalangeal,

Nodul rheumathoid

MTP: Metatarsophalangeal
Nodul subkutan pada

penonjolan

tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah
juksta artrikular yang diobservasi oleh
Faktor rheumatoid serum

seorang dokter.
Terdapatnya titer abnormal faktor
reumatoid
serum yang diperiksa dengan cara
yang memberikan hasil positif kurang
dari 5% kelompok kontrol yang
27

diperiksa.
Perubahan gambaran

Perubahan gambaran radiologis yang


radiologis

khas

bagi

reumotoid

arthritis pada pemeriksaan sinar X,


tangan

posteroanterior

pergelangan
menunjukkan

tangan

yang

adanya

erosi

atau
harus
atau

dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi


pada

sendi

atau

daerah

yang

berdekatan dengan sendi (perubahan


akibat

osteoartritis

saja

tidak

memenuhi persyaratan).
1.3.5 Pemeriksaan diagnostik Artritis Reumatoid
2. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi
anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor terjadi 50-90% penderita
3. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
4. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
5. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
6. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
7. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
8. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle
Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena
mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi
yang normal.
28

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang


simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada
penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid,
inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan
peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar
70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan
komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan
antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif.
Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna
mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk
membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya.
Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan
penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut
(Smeltzer & Bare, 2002).
2.3.6 Penatalaksanaan Artritis Reumatoid
Penatalaksanaan pasien artritis rheumatoid menurut Anita (2011) antara lain :
1) Pengobatan Farmakologis
Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan gejala peradangan,
mencegah kerusakan jaringan dan kecacatan, memelihara fungsi sendi,
serta memperbaiki kelainan fungsi organ dan persendian yang sakit.
Sendi yang sakit perlu diistirahatkan dan pengobatan fisik juga perlu
dilakukan. Pengobatan yang perlu diberikan pada penderita artritis
reumatoid antara lain sebagai berikut :
a. DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) : bila
diagnosis artritis reumatoid sudah ditegakkan, obat DMARD harus
segera diberikan. Beberapa ahli tidak menganjurkan pemberian
DMARD baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan
DMARD lain pada tahap dini. Bila penggunaan satu jenis DMARD
dengan dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak menampakkan hasil,
29

segera dihentikan atau dikombinasi dengan DMARD yang lain.


Contoh obat golongan ini antara lain : klorokuin, sulfasazine, dan
garam emas (Anita, 2011). Pasien dengan diagnosa awal RA,
diberikan kombinasi DMARD (termasuk methrotrexate dan
minimal satu jenis DMARD yang lain, ditambah dengan
glukokortikoid). Pengobatan jenis ini diberikan secepat mungkin,
sebaiknya diberikan dalam 3 bulan onset simptom persisten (NICE,
2011). DMARD tidak hanya mengurangi nyeri, namun juga
memperlambat atau menghentikan perubahan pada sendi. DMARD
dibagi jadi 2 kelompok. Dapat diberikan dalam bentuk pil atau IV.
Keduanya dapat menekan sistem imun. Itu berarti, secara perlahan
dapat menyerang tubuh sendiri (AHRQ, 2008).
b. NSAID (Nonsteroid Antiinflamatory Diseases): obat ini diberikan
sejak mulai sakit untuk mengatasi nyeri sendi akibat peradangan.
Golongan obat ini tidak melindungi rawan sendi maupun tulang dari
proses kerusakan akibat penyakit artritis reumatoid. Contoh : asetol,
ibuprofen, natrium, dan piroksikam.
c. Kortikosteroid : sebagai antiradang dan penekan reaksi imun, tetapi
tidak bisa mencegah perkembangan penyakit artritis reumatoid.
Kortikosteroid bisa digunakan secara sistemik (tablet, IM).
Pengobatan kortikosteroid jangka panjang hanya diberikan kepada
penderita dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti
radang pembuluh darah (vaskulitis).
2) Rehabilitasi
Bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya anara lain
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dan
sebagainya.
3) Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
dapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pembedahan. Jenis
pembedahan ini pada pasien artritis

rheumatoid umumnya bersifat

ortopedik, misalnya sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement,


memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
30

Selain penatalaksanaan medika mentosa dan pembedahan untuk


penderita Artritis reummatoid diet rendah purin. Purin adalah yang
termasuk dalam golongan nucleoprotein hasil metabolisme purin asam
urat. Peningkatan kadar asam urat dalam darah dapat menyebabkan
penimbunan asam urat pada sendi tangan dan kaki. Sehingga rasa sakit
dapat menyebabkan rasa sakit dan penumpukan purin juga dapat
menyebabkan batu ginjal (Almatsier, 2004) dalam (Anita, 2011).
4) Penatalaksanaan Non Farmakologi
Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilakukognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuannya adalah mengubah
persepsi penderita tentang penyakit, mengubah perilaku, dan memberikan
rasa pengendalian yang lebih besar (Perry&Potter, 2006). Menggunakan
terapi modalitas maupun terapi komplementer yang digunakan pada kasus
dengan Rheumatoid Arhtritis pada lansia mencangkup :
1. Terapi Modalitas
a. Diit makanan merupakan alternatif pengobatan non farmakologi untuk
penderita Rheumatoid Arhtritis (Burke&Laramie, 2000). Prinsip umum
untuk memperoleh diit seimbang bagi pederita dengan Rheumatoid
Arhtritis adalah penting di mana pengaturan diit seimbang pada
penderita akan menurunkan kadar asam urat dalam darah. Umumya
penderita akan mudah menjadi terlalu gemuk disebabkan oleh aktivitas
penderita rendah. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan
pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki (Price&Wilson,
1995). Diit dan terapi yang berfungsi sebagai pengobatan bagi penderita
Rheumatoid Arhtritis seperti mengkonsumsi jus seledri dan daun salada,
kubis, bawang putih, bawang merah, dan wortel (Nainggolan, 2006).
Menurut Syamsul (2007) penderita dapat mengkonsumsi buah musiman
yaitu anggur, ceryy, sirsak, aprikort, dan buah tin serta sebaiknya
hindari makanan seperti lobak, buncis, kacang tanah, adas, dan tomat.
Mengkonsumsi minyak ikan yang mengandung Omega 3 seperti ikan
salmon, tuna, sarden, dan makarel akan mengurangi dan menghilangkan
kekakuan pada sendi di pagi hari dan pembengkakan. 1 gram minyak
ikan yang dikonsumsi dapat menurunkan pembengkakan dan nyeri pada
31

sendi. Begitu pula dengan mengkonsumsi multivitamin setiap hari yang


mempunyai sifat anti inflamasi dan anti oksidan sangat bermanfaat bagi
penderita Rheumatoid Arhtritis (Eliopoulus, 2005). Adapun makanan
yang sebaiknya dihindari oleh penderita Rheumatoid Arhtritis seperti
minuman alkohol, bersoda dan kafein, tinggi protein, jeroan
(hati,ginjal), makanan laut, seafood, gorengan, emping, dan kuah
daging atau daging merah serta merokok. Akan tetapi makanan yang
bersumber dari hewani seperti, ikan tawar sangat penting dalam
mencegah dan mengobati Rheumatoid Arhtritis (Junaidi, 2002). Dalam
mengkonsumsi makanan pada lansia dengan Rheumatoid Arhtritis,
jumlah proteinnya harus dibatasi sebesar 20-40 gram/hari (Eliopoulus,
2005).
b. Kompres panas dan dingin serta massase. Penelitian membuktikan
bahwa kompres panas sama efektifnya dalam mengurangi nyeri
(Brunner&Suddarth. 2002). Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi
menurut kondisi penderita, misalnya panas lembab menghilangkan
kekakuan pada pagi hari, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut
dan sendi yang mengalami peradangan (Perry&Potter, 2006). Namun
pada sebagian penderita, kompres hangat dapat meningkatkan rasa
nyeri, spasme otot, dan volume cairan sinovial. Jika proses inflamsi
bersifat akut, kompres dingin dapat di coba dalam bentuk kantung air
dingin atau kantung es (Doenges&Moorhouse, 2000). Massase dengan
menggunakan es dan kompres menggunakan kantung es sangat efektif
menghilangkan nyeri. Meletakkan es di atas kulit memberikan tekanan
yang kuat, diikuti dengan massase melingkar, tetap, dan perlahan.
Lokasi pengompresan yang paling efektif berada di dekat lokasi aktual
nyeri, serta memakan waktu 5 sampai 10 menit dalam mengkompres
dingin (Perry&Potter, 2006).
c. Olah raga dan istirahat. Penderita Rheumatoid Arhtritis harus
menyeimbangkan kehidupannya dengan istirahat dan beraktivitas. Saat
lansia merasa nyeri atau

pegal

maka

harus

beristirahat

(Brunner&Suddarth, 2002). Istirahat tidak boleh berlebihan karena akan


mengakibatkan kekakuan pada sendi. Latihan gerak(Range of Motion)
32

merupakan terapi latihan untuk memelihara atau meningkatkan


kekuatan otot (Brunner&Sudarth,2002). Otot yang kuat membantu dan
menjaga

sendi

yang

terserang

penyakit

Rheumatoid

Arhtritis

(Bruke&Laramie, 2000). Ketidakaktifan penderita dapat menimbulkan


dekondisioning oleh karena itu tindakan untuk membangun kertahankan
fisik harus dilaksanakan dengan latihan kondisioning seperti berjalan
kaki, senam, berenang atau bersepeda, dan berkebun dilakukan secara
bertahap dan dengan pemantauan (Brunner&Suddarth, 2002). Dengan
berolahraga, penderita Rheumatoid Arhtritis akan menurunkan nyeri
sendi,

mengurangi

kekauan,

meningkatkan

kelenturan

otot,

meningkatkan daya tahan tubuh, tidur menjadi, dan mengurangi


kecemasan. Lansia melakukan olahraga dengan diit secara seimbang
berdasarkan penelitian (Jong et al,2000), kepada 217 lansia selama 17
minggu menemukan terjadi perbedaan antara lansia yang melakukan
olahraga dengan lansia yang tidak berolahraga dapat menurunkan berat
badan 0.5 kg sampai dengan 1.2 kg dengan P Value = 0.02 dan dapat
terhindar dari kekauan dan nyeri pada sendi (Syamsul, 2007). Adanya
nyeri, pembatasan gerak, keletihan, maupun malaise dapat menggangu
istirahat oleh karena itu penderita sebaiknya menggunakan kasur atau
matras yang keras dengan meninggikannya sesuai kebutuhan,
mengambil posisi yang nyaman saat tidur atau duduk di kursi, gunakan
bantal untuk menyokong sendi yang sakit dalam mempertahankan
posisi

netral,

ataupun

memberikan

massase

yang

lembut

(Doenges&Moorhouse, 2000). Mencegah ketidaknyamanan akibat


stress aktivitas atau stress akibat menanggung beban berat pada sendi,
penggunaan verban tekan, bidai, dan alat bantu mobilitas seperti
tongkat, kruk, dan tripod dapat membantu mengurangi rasa nyeri
dengan membatasi gerakan (Brunner&Suddarth, 2002).
d. Sinar Inframerah. Cara yang lebih modern untuk menhilangkan rasa
saklit akibat rematik adalah penyinaran menggunakan sinar inframerah.
Meskipun umumnya dilakukan di tempat-tempat fisioterapi, penyinaran
tidak boleh melampaui 15 menit dengan jarak lampu dan bagian tubuh

33

yang disinari sekitar 1 meter. Harus diperhatikan juga agar kulit di


tempat rasa sakit tadi tidak sampai terbakar (Syamsul, 2007).
2. Terapi Komplementer
a. Menggunakan obat-obatan dari herbal. Brithis Journal of Clinical
Pharmacology melaporkan hasil penelitian menyatakan bahwa 82 %
lansia dengan Rheumatoid Arhtritis mengalami perbedaan nyeri dan
pembengkakan

dengan

menggunakan

obat-obatan

dari

herbal

(Eliopoulus, 2005). Beberapa jenis herbal yang bisa membuat


mengurangi dan menghilangkan nyeri pada Rheumatoid Arhtritis
misalnya jahe dan kunyit, biji seledri, daun lidah buaya, aroma terapi,
rosemary, atau minyak juniper yang bisa menghilangkan bengkak pada
sendi (Syamsul, 2007).
b. Accupresure. merupakan latihan untuk mengurangi nyeri pada
Rheumatoid Arthritis. Accrupresure memberikan tekanan pada alur
energi disepanjang jalur tubuh. Tekanan yang diberikan pada alur energi
yang terkongesti untuk memberikan kondisi yang sehat pada penderita
ketika titik tekanan di sentuh, maka dirasakan sensasi ringan dengan
denyutan di bawah jari-jari. Mula-mula nadi dibeberapa titik akan terasa
berbeda, tetapi karena terus-menerus dipegang nadi akan menjadi
seimbang,

setelah

titik

tersebut

seimbang

dilanjutkan

dengan

menggerakan nadi-nadi tersebut dengan lembut (Syamsul, 2007).


c. Relaxasi Progresive. Dapat diberikan dengan pergerakan yang
dilakukan pada keseluruhan otot, trauma otot extrim secara berurutan
dengan gerakan peregangan dan pelemasan. Realaxasi progresiv
dilakukan secara berganitan. Terapi ini memilki tujuan untuk
mengurangi ketegangan pada otot khususnya otot-otot extremitas atas,
bawah, pernapasan, dan perut serta melancarkan sistem pembuluh darah
dan mengurangi kecemasan penderita (Syamsul, 2007).
Terapi Komplementer OA dan RA dengan ekstrak jahe
Penggunaan jahe dapat mengurangi gejala inflamasi dan gejala rematik
pada pasien. Bahkan sebagiannya mampu mengurangi penggunaan obat-obat
antiartritis. Untuk penanganan rematoid artritis atau osteoartritis, dosis yang
dianjurkan 510 1000 mg/hari serbuk jahe. Pemberian ekstrak jahe 1gr/hari
34

selama 4 minggu lebih efektif dibandingkan dengan plasebo dan sama efektifnya
dengan ibuprofen dalam meredakan nyeri pada osteoartritis (Leach, & Kumar,
2008).
Respon maladaptif yang dialami penderita osteoartritis berupa nyeri,
kekakuan sendi dan gangguan fungsi, timbul akibat dari kegagalan mekanisme
koping

regulator.

Kegagalan

mekanisme

koping

regulator

pada

penderitaosteoartritis ditandai oleh peningkatan oksidasi dari asam arakhidonat


melalui dua jalur enzim Cylooxigenase dan 5-lypoxygenase yang berdampak pada
peningkatan prostaglandin dan leukotrin, dua zat kimiawi tubuh yang berperan
sebagai mediator nyeri. Ekstrak jahe yang memiliki kandungan gingerol dan
shogaol, membantu mekanisme regulator dengan menekan produksi prostaglandin
dan leukotrin. Kandungan jahe tersebut juga membantu dalam menghambat
terjadinya peningkatan sitokin IL-1beta dan TNF-alfa dua zat yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya proses degradasi persendian. Dengan demikian, ekstrak
jahe membantu proses adaptasi penderita osteoartritis melalui mekanisme koping
regulator akibat terjadinya perubahan pada lingkungan internal manusia.
Keberhasilan mekanisme regulator di dalam mengatasi perubahan lingkungan
internal manusia berdampak pada berkurangnya rasa nyeri, kekakuan sendi dan
gangguan fungsi (Bachtiar,2010).
2.3.7 WOC Artritis Reumatoid (Terlampir)
2.3.8 Komplikasi Artritis Reumatoid
Komplikasi yang dapat ditimbulkan Artritis Reumatoid apabila tidak
ditangani secara langsung yaitu ankilosis fibrosa atau tulang, kontraktur jaringan
lunak, deformitas sendi, sindrom sjogren, kompresi medula spinalis, carpal tunnel
syndrom, osteoporosis, infeksi berulang, dan nekrosis sendi (Williams &
Wilkins,2011).
2.3.9 Prognosis Artritis Reumatoid
Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan artritis reumatoid pada setiap
pasien tidak dapat diprediksi. Faktor-faktor yang menjadikan prognosis buruk
adalah poliartritis generalisata (jumlah sendi yang terkena >20), LED dan CRP
yang tinggi walaupun sedah menjalani terapi, manifestasi ekstraartikular misalnya
nodul/vaskulitis, faktor reumatois positif, ditemukannya erosi pada radiografi
polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset, dan status HLA-DR4.
35

Spektrum beratnya artritis reumatoid berkisar mulai dari bentuk ringan atau
subklinis sampai bentuk agresif yang destruktif. (Patrick, 2006)

36

2.4 Perbedaan Osteoartritis dan Artritis Reumatoid


Tabel 3. Perbedaan Osteoartritis dan Artritis Rheumatoid
Perbedaan
Sifat penyakit
Individu

OA
Degeneratif
Wanita

RA
Autoimun
Wanita

- Jenis

Usia >45-50 tahun

Segala usia

Cairan synovial makin sedikit

Cairan synovial inflamasi

kelamin
- Usia
Proses
penyakit
Gejala

1. Nyeri lutut

1. Kekakuan pagi hari (lamanya

2. Kaku pagi hari<30 menit


3. Ada krepitus

2. Artritis pada tiga atau lebih

4. Nyeri tekan

sendi

5. Pembesaran tulang
6. Tidak

panas

perabaan

paling tidak 1 jam

3. Artritis sendi-sendi jari


pada

tangan
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid dalam
serum
7. Perubahan-perubahan
radiologik (erosi atau

Gejala
sistemik

Tidak ada gejala sistemik

dekalsifikasi tulang)
Sering kelelahan, demam,
anoreksia

37

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
OSTEOATRITIS dan ARTRITIS REUMATOID
3.1 Asuhan Keperawatan Osteoartritis
3.1.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Data Biografi
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, dll.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus osteoatritisadalah rasa
nyeri. Nyeri pada osteoatritis makin meningkat pada suhu dingin.
(Suratun, 2008).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: Nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat. Nyeri tidak menjalar atau menyebar.
d) Severity (Scale) of Pain:Secara subjektif klien merasakan nyeri
dengan skala 2-4 dengan rentang 0-4.
e) Time:berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian yang di dapat adalah adanya riwayat cedera traumatic.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab osteoatritis
penyakit-penyakit apa saja yang menyebabkan osteoatritis dan penyakit
apa saja yang menghambat proses penyembuhan osteoatritis.
38

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya OA, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
7. Riwayat Psikososial
Kaji tentang perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana klien
menilai penyakit melalui perspektifnya dan cara mengatasinya,
bagaimana klien melihat perubahan peran di dalam keluarga dan
masyarakat ketika sakit.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada Osteoatritis dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran
umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini penting, dikarenakan
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
1. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan keadaan umum klien, baik atau buruknya yang
perlu dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran klien: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2. Pemeriksaan menurut ROS (Review Of System)
a) B1(Breathing)
Pada umumnya pemeriksaan sistem pernafasan yang dilakukan
pada klien dengan kondisi OA tidak mengalami kelainan pada
system pernafasan. Pada palpasi thoraks, didapatkan taktil
39

fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak


ditemukan suara nafas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pada umumnya ketika dilakukan Inspeksi, tidak ditemukan
adanya iktus jantung. Dan ketika palpasi, nadi meningkat, iktus
tidak teraba. Ketika dilakukan auskultasi, didapatkan hasil suara
S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
c) B3 (Brain)
Pemeriksaan fungsi serebral. Mengkaji status mental klien,
observasi penampilan dan tingkah laku klien. Pada umumnya
status mental tidak mengalami perubahan jika tidak disertai
dengan cedera otak.
d) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine klien, meliputi warna, jumlah (in take dan out
take), karakteristik urine, termasuk berat jenis urine, jika
diperlukan.
Temuan secara umum, klien dengan OA tidak mengalami
kelainan pada sistem ini.
e) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk abdomen datar, simetris, tidak ada
hernia.
Palpasi: turgor baik dan tidak ada defans muskular dan hepar
tidak teraba
Auskultasi: Peristaltik usus normal.
f) B6 (Bone)
Adanya Osteoatritis akan menggangu secar lokal baik fungsi
motorik sensorik maupun perdarahan.
Pemeriksaan Setempat ( Lokalis )
1. Look
Kaji adanya ketidakmampuan menggerakan sendi dan
penurunan dalam melakukan pergerakan.

40

Pada kondisi dengan Osteoatritis didapatkana danya


nyeri pada persendian dan kekakuan. Adanya deformitas.
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang
lama, perubahan permukaan sendi, perubahan gaya berdiri
dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
2. Feel
Secara khas nyeri dirasakan setelah melakukan
aktivitas. Kekakuan pada mulanya diketahui setelah istirahat,
semakin lama semakin progresif hingga sulit

untuk

melakukan aktivitas.
Tanda peradangan pada persendian ( nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna
kemerahan ) mungkin dijumpai pada OA karena adanya
sinovisit.
3. Move (Pergerakan terutama lingkup gerak)
Hambatan gerakan persendian. Gangguan biasanya
semakin bertambah berat sejalan dengan bertambahnya nyeri.
Gerakan akan terbatas meskipun sering tidak terasa
nyeri dalam rentang yang terbatas; rotasi internal, abduksi
dan ekstensi biasanya terkena lebih dahulu.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif. Pemeriksan yang didapat adalah
adanya gangguan/ keterbatasan gerak persendian. (Arif
Muttaqin, 2013)
C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pencitraan
Ronsen pada sendi yang terkena dapat menunjukkan penyempitan ruang
atau margin sendi, deposit tulang yang menyerupai kista ada ruang dan
margin sendi, sclerosis pada ruang subkondral, deformitas sendi atau
kerusakan articular, pertumbuhan tulang pada bagian yang menahan
beban, dan kemungkinan terdapat fusi sendi
41

2. Scan tulang radionuklida dapat digunakan untuk menyingkirkan artritis


inflammatory dengan menunjukkan ambilan normal radionuklida
3. MRI menunjukkan sendi yang terkena, tulang yang berdekatan, dan
perkembangan penyakit
D. Pemeriksaan Penunjang dan Lain-lain
1. Prosedur diagnostic
Pemeriksaan neuromuscular dapat menunjukkan penurunan kekuatan
otot
2. Pemeriksaan lain
Artroskopi menunjukkan struktur internal sendi dan mengidentifikaso
pembengkakan jaringan lunak
3.1.2 Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terjadinya kekakuan dan hilangnya elastisitas
sendi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan
menggerakkan sendi
3. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan
sendi
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi;
prognosis penyakit
3.1.3 Intervensi Keperawatan
Nyeri kronis berhubungan dengan kekakuan sendi dan hilangnya elastisitas otot
Tujuan
: setelah dilakukan intervensi selama 2 x 24 jam nyeri pasien
berkurang/hilang skala 0-3
Kriteria Hasil
Control nyeri
Control nyeri

Tidak

Jarang

Kadang-

Sering

Konsisten

dilakukan

dilakukan

kadang

dilakukan dilakukan

dilakukan

3
Mengenali
factor penyebab
nyeri
Mengenali
onset nyeri
Melakukan

42

pencegahan
nyeri
Menggunakan
terapi

non

analgesic
Menggunakan
analgesic
yangsesuai
Melaporkan
gejala nyeri
Level nyeri
Level nyeri

Severe

Substansial

Moderate

Slight

None

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Melaporkan
nyeri
Frekuensi
nyeri
Ekspresi
wajah
Posisi
pertahanan
tubuh
terhadap
nyeri
Perubahan
RR
Perubahan
HR
Perubahan
TD
Perubahan
pupil
Hilang nafsu
makan
INTERVENSI

RASIONAL

43

Mandiri:
1. Kaji lokasi nyeri, karakteristik
nyeri,durasi

nyeri,frekuensi

nyeri,kualitas

nyeri,intensitas

nyeri

mengetahui
klien

memberikan

arakteristik

perawat
intervensi

dapat
sesuai

respon klien.
2. Untuk mengetahui ketidaknyamanan

nyeri,factor presipitasi nyeri


2.observasi

1. Dengan

ketidaknyamanan

akibat

nonverbal

nyeri

disampaikan

3.identifikasi pengaruh nyeri terhadap


kualitas hidup (tidur, nafsu maka,

yang

tidak

bisa

secara verbal oleh

klien
3. Agar perawat dapat meningkatkan

aktifitas, pengetahuan, mood dll)

kualitas hidup klien.

Kolaborasi

1. untuk meringankan nyeri yang

1. pemberian analgesic
Monitoring

dirasakan klien

1. Monitoring TTV

1. untuk mengetahui status vital pasien


sehingga perawat dapat menentukan

2. Monitoring karakteristik nyeri

intervensi selanjutnya
2.

untuk mengevaluasi karakteristik

nyeri

dan

efektifitas

terapi

yang

diberikan.
Health education
1. Ajarkan prisip menagemen nyeri
2.Ajarkan

menggunakan

teknik

nonfarmakologi (relaksasi, hypnosis,


terapi music, distraksi, dll)
3. berikan informasi tentang nyeri yang

1. Agar pasien dapat memanage nyeri


yang dirasakan
2. Sebagai terapi

tambahan

untuk

mengatasi nyeri klien


3. Untuk meningkatkan pengetahuan
klien terhadap nyeri yang dirasakan

dialami pasien (penyebab,onset dll)

44

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan


sendi
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil :
Skala

Tidak

dapat Membutuhkan

mobilitas

dilakukan

bantuan orang bantuan orang dengan

secara

lain

mandiri

bantu

&

Membutuhkan

alat lain
3

Mandiri
bantuan alat
4

Keseimbangan
gerak
Posisi

gerak

tubuh
Gerakan otot
Gerakan sendi
Perpindahan
gerak
Ambulasi

jalan
Ambulasi

bantuan kursi
INTERVENSI
MANDIRI

RASIONAL

1. Batasi pergerakan sendi pasien


2. Dampingi pasien untuk menentukan
jadwal ROM
3. Dampingi pasien untuk melakukan
gerakan sendi yang teratur dengan
nyeri dan pergerakan sendi yang

1. Mengurangi

nyeri

ditimbulkan karena pergerakan


sendi
2. Jadwal yang rutin dapat mencegah
atrofi otot
3. Mencegah komplikasi berlanjut

minimal
4. Lindungi pasien dari trauma selama

dari Osteoarthritis
4. Menjaga pasien

latihan
5. Anjurkan

selama latihan
5. Latihan
sederhana

pasien

untuk

duduk

yang

tetap

aman
untuk
45

ditempat tidur atau di sisi tempat

mencegah kontraktur dan atrofi

tidur (kaki menggantung) atau di

otot

kursi sesuai kemampuan pasien


KOLABORASI
KOLABORASI
Kolaborasi dengan fisioterapi untuk
Tindakan kolaborasi dengan fisioterapi
mengembangkan dan memberikan
akan meningatkan efefktifitas dari
program latihan pada pasien
MONITORING
intervensi yang diberikan
Monitor lokasi dan munculnya nyeri
MONITORING
selama beraktivitas
Memantau keberhasilan latihan yang
HEALTH EDUCATION
Jelaskan pada pasien dan keluarga diberikan
tentang tujuan dan rencana untuk HEALTH EDUCATION
melakukan latihan gerak sendi

Agar pasien dan keluarga mengerti tujuan


dilakukannya latihan gerak sendi

Resiko cedera berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan sendi


Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, klien tidak mengalami cedera
Kriteria hasil:
Indikator
Tidak
Kurang
Sedang
Adekuat Sangat
adekuat
1

Adekuat
5

Mengeliminasi benda
berbahaya di sekitar
lingkungan
Menempatkan karpet
di lantai
Menggunakan

alas

kaki yang aman


Penggunaan

alat

bantu yang tepat


INTERVENSI
MANDIRI
1.

RASIONAL

Gunakan sanggahan eksternal (mis. Penyangga luar (mis. bidai) dapat


splint) untuk perlindungan tambahan.

dipakai untuk perlindungan tambahan

2. Ikuti pembatasan penahanan berat Adanya pembatasan akan membantu


badan yang dianjurkan

klien dalam penahanan berat badan


46

yang tidak mampu ditahan oleh tulang


yang sakit.
HEALTH EDUCATION
3. Ajarkan

bagaimana

cara

untuk Penggunaan alat ambulatory dengan

menggunakan alat ambulatory dengan aman mampu menguatkan ekstremitas


aman

dan

bagaimana

untuk yang sehat.

menguatkan ekstremitas yang tidak


sakit
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi; prognosis
penyakit
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, klien dan keluarga memahami proses penyakit
serta pencegahannya
Kriteria hasil:
Indikator

Tidak
mengerti
1

Mengenal

Terbatas

Kurang

mengerti
3

Mengerti Sangat
4

mengerti
5

nama

penyakitnya
Menjelaskan proses
penyakit
Menjelaskan
penyebab penyakit
Menjelaskan faktor
resiko
Menjelaskan

efek

penyakit
Menjelaskan

tanda

dan gejala
Menjelaskan

cara

meminimalkan
perkembangan
penyakit
Menjelaskan
komplikasi
Menjelaskan

tanda
47

dan

gejala

komplikasi
Menjelaskan
pencagahan
komplikasi
INTERVENSI
1. Mengkaji

pengetahuan

RASIONAL
klien
1. Mengetahui tingkat pengetahuan

mengenai penyakitnya
2. Menjelaskan pada pasien tentang
proses penyakitnya, tanda dan
gejala

yang

muncul

penyakitnya.
3. Mengidentifikasi

pada

kemungkinan

penyebab dari penyakitnya


4. Mendiskusikan perubahan gaya
hidup

yang

dapat

klien
2. Memberikan pengetahuan pada
pasien

dan

penyakit

keluarga

dan

tentang

meningkatkan

pemahaman.
3. Memberikan informasi mengenai
pencegahan keparahan penyakit.

mencegah

4. Meningkatkan perubahan perilaku

timbulnya komplikasi
5. Menjelaskan informasi kepada

yang dapat mencegah keparahan

keluarga/orang terdekat tentang


kondisi klien

penyakit
5. Membantu dan mendukung proses
kesembuhan klien.

3.2 Asuhan Keperawatan Artritis Reumatoid


3.2.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Data demografi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, diagnosa
masuk, dan lain-lain.
2. Keluhan utama
Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan mengalami kesulitan dalam berjalan jauh dan
pergerakan yang tidak aktif. Sendi yang kaku dan sakit bahkan oedem.
Semua sendi dapat terkena (Panggul, lutut, pergelangan tangan,siku, bahu,
rahang). Perubahan bentuk tangan, jari tangan seperti leher angsa, deviasi
ulna. Sakit persendian terutama pagi hari mula-mula 30 menit dan dapat
berlanjut berjam-jam.
4. Riwayat penyakit dahulu
48

Pasien sering merasakan kesulitan, merasakan lelah, lambat laun sendi


semakin kaku dan membengkak.
5. Riwayat penyakit keluarga
Terdapat riwayat keluarga yang menderitapenyakit yang sama
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada Artritis reumatoid dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran
umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini penting, dikarenakan
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
C. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan keadaan umum klien, baik atau buruknya yang
perlu dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran klien: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
D.

Pemeriksaan

Setempat

( Lokalis )
1. Look
Kaji adanya ketidakmampuan menggerakan sendi dan
penurunan dalam melakukan pergerakan.
Pada kondisi dengan rheumatoid artritis didapatkan
adanya nyeri pada persendian dan kekakuan. Secara khas
nyeri dirasakan setelah melakukan aktivitas. Kekakuan pada
mulanya diketahui setelah istirahat, semakin lama semakin
progresif hingga sulit untuk melakukan aktivitas
2. Feel
Terdapat tanda-tanda inflamasi di bagian sendi yang
terjadi peradangan. Nyeri akan dirasakan klien
49

3. Move (Pergerakan terutama lingkup gerak)


Terdapat hambatan untuk menggerakkan persendian
yang terjadi peradangan
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi
anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor terjadi 50-90% penderita
2) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3) Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
5) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6) Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
7) Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle
Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena
mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan
3.2.2
1.
2.
3.
4.
5.

sendi.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan akibat inflamasi
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
Resiko cidera berhubungan degan keterbatasan gerak
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai
dengan klien tidak dapat menjelaskan tentang penyakitnya dan cemas
berlebihan

50

3.2.3 Intervensi
No
1.

Diagnosa
Nyeri
berhubungan
dengan

Tujuan , Kriteria Hasil

NIC

NOC:

Aktivitas:

Pain manajemen:

pain control

Pain manajemen

1. Mengukur

distensi

Setelah dilakukan tindakan

jaringan

keperawatan selama 1x24 jam

kepuasan

akibat

nyeri pasien dapat berkurang

pasien terhadap

inflamasi

Rasional

menejemen

Indicator:
Kriteria
Menyatakan
lokasi nyeri
Menggunakan
upaya
preventif
Upaya non
analgesic
Upaya

5 4 3 2 1

tingkat

1. Monitor

kenyamanan
pasien terhadap
terapi
2. Mencegah

nyeri
2. Tingkatkan
istirahat dan
tidur yang

pasien merasa
kelelahan dan
menjaga energy
3. Memberikan

adekuat
3. Kolaborasi
pemberian
analgetik
4. Jelaskan pada

pengetahuan
dan mengurangi
kecemasan
4. Membantu
mengurangi

pasien

nyeri secara non

penyebab nyeri
5. Lakukan teknik

farmako

analgesic

nonfarmakologi

Analgesic

secara tepat

s seperti:

administration

Laporan

relaksasi,

perubahan

distraksi

pada gejala

Analgesic

nyeri

administration
1. Kaji lokasi,

1.

Merencanak
an perawatan
sebelumnya
secara tepat
Mencegah

2.

kesaahan pada

karakter,
qualitas dan

saat pemberian
Mencegah

3.

berat nyari

terjadi

sebelum

komplikasi

pengobatan

karena efek
51

2. Periksa
instruksi
sebelum
pemberian obat
3. Kaji riwayat

samping obat
Mengukur

4.

tigkat
keefektifitas
terapi

alergi obat
4. Evaluasi
keadaan pasien
secara berkala
sebelum dan
setelah
pemberian
analgesik

2.

Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
deformitas

NOC:

Exercise therapy: joint


mobility

mobility level

1. Tentukan

Self care: ADL

keterbatasan

Joint Movement: Active and

dari pergerakan

passive

dan efeknya

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 2x24 jam
gangguan mobilitas fisik teratasi

terhadap fungsi
pemenuhan
ADL
2. Kolaborasi
dengan terapis

Indicator

untuk latihan
Kriteria
keseimbangan
koordinasi
Pergerakan
otot
ADL

5 4 3 2 1

pengembangan
dan jadwalkan
latihan fisik
3. Jelaskan pada
klien tujuan
dari
diadakannya

1. Setelah
mengetahui
manifestasi
yang muncul
pada pasien
diharapkan
perawat
mampu
menyusun
terapi yang
sesuai
2. Ahli terapi
akan mampu
memberikan
pelatihan pada
pasien secara
maksimal
3. Informasi yang
jelas akan
52

latihan fisik
4. Berikan

Kepatuhan
jadwal latihan

dukungan untuk

menambah
kepatuhan

melakukan

pasien
4. Dukungan

latihan fisik

positif

secara teratur

diperlukan agar
pasien adapat
menjalankan
terapi sampai

3.

Resiko cidera
berhubungan
degan
keterbatasan
gerak

NOC:

Fall prevention
1. Identifikasi

Risk control

kemampuan fisik
pasien
2. Kaji riwayat jatuh

Safety behavior
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
klien tidak mengalami injury
Indicator
Kriteria

5 4 3 2 1

dari pasien dan


keluarga
3. Ajarkan pasien

tuntas
Fall prevention
1. Mengetahui
tingkat resiko
yang mungkin
dialami
2. Setelah
mengetahui

cara menggunakan

riwayat perawat

alat bantu yang

akan tahu factor

sesuai
4. Bantu pasien

apa saja yang


dapat membuat

Perlindungan

beradaptasi

untuk

dengan keadaan

pasien cedera
3. Alat bantu yang

mencegah

tubuhnya setelah

sesuai dapat

jatuh

sakit

membantu

Menggunakan

Manajemen

mobilitas pasien

alat bantu

lingkungan

dan penggunaan

mobilitas
Pencahayaan
yang tepat
Lantai yang
tidak licin

1. Sediakan
lingkungan yang
aman
2. Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien

yang tepat akan


meminimalkan
cedera yang
disebabkan alat
bantu
4. Dengan
53

3. Menganjurkan

mengetahui

keluarga untuk

tingkat fisiknya

menemani pasien
4. Memindahkan

sendiri pasien
akan mampu

barang-barang

menjaga dirinya

yang dapat
1

Hipertermia
berhubungan
dengan proses
penyakit

NOC:

demam

Thermoregulasi

suhu tubuh dalam batas 36-370C


Indikator:

Hipertermia

suhu
2. Kaji warna

antipiretik

suhu kulit

lingkungan

Dehidrasi
RR
Berkeringat
saat panas

perubahan suhu
yang signifikan
Lingkungan

2.

bisa
mempengaruhi
termoregulasi

pemberian
Managemen

warna kulit

adanya

kulit
3. Kaji WBC
4. Kolaborasi

Penurunan

Perubahan

Mengetahui

perubahan

keperawatan selama 1x24 jaam

1.

1. Kaji

Setelah dilakukan tindakan

Kriteria

dari cidera

membahayakan
Penatalaksanaan

5. Kaji suhu
lingkungan
sekitar pasien
6. Berikan suhu

tubuh pasien
Peningkatan

3.

suhu tubuh
dapat
menyebabkan
keluarnya
cairan dan ion
tubuh sehingga

yang sesuai

menyebabkan

dengan

dehidrasi.

kondisi pasien
Managemen cairan
7. Monitoring
status hidrasi
pasien
8. kolaborasi
pemberian
54

cairan via IV
line
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi; prognosis penyakit
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, klien dan keluarga memahami proses penyakit serta pencegahannya
Kriteria hasil:
Indikator
Tidak
Terbatas
Kurang
Mengerti
Sangat
mengerti
1

mengerti
3

mengerti
5

Mengenal nama penyakitnya


Menjelaskan proses penyakit
Menjelaskan
penyebab
penyakit
Menjelaskan faktor resiko
Menjelaskan efek penyakit
Menjelaskan tanda dan gejala
Menjelaskan
cara
meminimalkan
perkembangan penyakit
Menjelaskan komplikasi
Menjelaskan tanda dan gejala
komplikasi
Menjelaskan

pencagahan

komplikasi
INTERVENSI
RASIONAL
6. Mengkaji pengetahuan klien mengenai
6. Mengetahui tingkat pengetahuan klien
penyakitnya
7. Menjelaskan pada pasien tentang proses
penyakitnya,

tanda

dan

gejala

yang

muncul pada penyakitnya.


8. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
dari penyakitnya
9. Mendiskusikan perubahan gaya hidup
yang

dapat

komplikasi
10. Menjelaskan

mencegah

timbulnya

7. Memberikan pengetahuan pada pasien dan


keluarga tentang penyakit dan meningkatkan
pemahaman.
8. Memberikan informasi mengenai pencegahan
keparahan penyakit.
9. Meningkatkan perubahan perilaku yang dapat
mencegah keparahan penyakit
10.

informasi

kepada

Membantu

dan

mendukung

kesembuhan klien.

keluarga/orang terdekat tentang kondisi


klien

55

proses

Asuhan Keperawatan Kasus Osteoartritis dan Artritis Reumatoid


3.3.1 Osteoartritis
3.3.1.1 Kasus semu Osteoartritis
Seorang wanita 51 tahun, beratnya 112 kg dan tinggi badannya adalah
174 cm.

Pasien menikah dengan 2 orang putra. Status gizi pasien baik.

Pergerakan tidak aktif dan memiliki kesulitan berjalan untuk jarak jauh. Pasien
dirawat di Ruang Kenanga RS. X dengan osteoarthritis (OA) di kedua lutut,
dan direncanakan operasi penggantian lutut kanan total (TKR). Dia
mendapatkan suntikan kortison sejak 2 minggu yang lalu, dan sejak 6 bulan
yang lalu pasien telah mendapatkan prednisone untuk nyeri lutut yang dialami.
Hasil anamnesis, pasien mengatakan nyeri pada sendi lutut, jari tangan dan
punggung. Pasien juga mengatakan mengalami kesulitan dalam berjalan jauh
karena badannya yang gemuk. Secara psikologis, pasien juga menunjukkan
tanda-tanda kecemasan yang berat terkait keberhasilan tindakan yang akan
dilakukan.
Riwayat penyakit dahulu: DM+HT disangkal namun hasil pemeriksaan
saat ini menunjukkan bahwa HT (+), Nyeri sendi dirasakan sejak 1 tahun
terakhir dan telah menjalani arthroscopy pada lutut kanan di tahun 2013,
namun tidak banyak membantu untuk memulihkan dari rasa nyeri. Operasi
TKR klien dijadwalkan pada 21 September 2014.
Riwayat penyakit keluarga:
- Ayah memiliki infark miokard (MI) dan demam rematik.
- Ibu memiliki hipertensi (HTN), kanker, arthritis dan asma.
3.3.1.2 Pengkajian
1.
Identitas pasien
a) Nama
: Ny. L
b) Umur
: 51 tahun
c) BB
: 112 kg
d) TB
: 174 cm
e) Jenis kelamin
: Perempuan
f) Suku bangsa
: Indonesia
g) Agama
: Islam
h) Pendidikan
: SMA
i) Alamat
: Surabaya
j) Diagnosa
: Osteoarthritis
3.2.3.2 Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri sendi lutut, jari tangan dan punggung.

56

P: Proses inflamasi dan peningkatan tekanan di dalam sendi yang


menekan ujung syaraf akibat obesitas dan DM
Q: Pasien mengatakan nyeri seperti kesemutan dan kaku
R: Pasien mengatakan nyeri sendi lutut, jari tangan dan punggung
S: Pasien mengatakan skala nyeri 8
T: Pasien mengatakan nyeri pada saat pergerakan dan hilang ketika
istirahat. Terjadi kekakuan ketika tidak melakukan pergerakan.
3.2.3.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan mengalami kesulitan dalam berjalan jauh karena
badannya yang gemuk dan pergerakan yang tidak aktif. Sejak dua minggu
yang lalu pasien mendapatkan suntikan kortison dan sejak 6 bulan yang
lalu pasien telah mendapatkan prednisone untuk nyeri lutut yang dialami.
Operasi TKR klien dijadwalkan pada 21 September 2014.
3.2.3.4 Riwayat penyakit dahulu
DM+HT disangkal namun hasil pemeriksaan saat ini menunjukkan bahwa
HT (+), Nyeri sendi dirasakan sejak 1 tahun terakhir dan telah menjalani
arthroscopy pada lutut kanan di tahun 2013, namun tidak banyak
membantu untuk memulihkan dari rasa nyeri.
3.2.3.5 Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat infark miokard (MI) dan demam rematik.,
sedangkan Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi (HTN), kanker, arthritis
dan asma.
3.2.3.6 Riwayat psikologis
Pasien menunjukkan

tanda-tanda

kecemasan

yang

berat

terkait

keberhasilan tindakan operasi TKR yang akan dilakukan.


3.2.3.7 Observasi
1) Keadaan umum pasien: lemah
2) Tanda-tanda vital
Suhu
: 37C
Nadi
: 120 x/menit
Tekanan darah
: 140/100 mmHg
RR
: 28 x/menit
3.2.3.8 Pemeriksaan fisik
2) B1 (Breathing)
Nafas pendek
3) B2 (Blood)
TD= 140/100 mmHg, Hipertensi
Nadi= 120 x/menit, Takikardi
Akral= Dingin, Basah, Pucat
4) B3 (Brain)
Sakit kepala
57

5) B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah keperawatan
6) B5 ( Bowel)
Tidak ditemukan masalah keperawatan
7) B6 (Bone)
a.

Look
Osteoarthritis (OA) di kedua lutut. Tanda peradangan pada
persendian (rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)
Radang di sekitar lutut.

b.

Feel
Pasien mengatakan nyeri pada sendi lutut, jari tangan dan
punggung. Terasa nyeri kronis dan kekakuan, keletihan

c.

Move (Pergerakan terutama lingkup gerak)


Hambatan gerakan persendian. Pergerakan tidak aktif dan memiliki
kesulitan berjalan untuk jarak jauh. Keterbatasan rentang gerak;
atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
ADL dibantu perawat

3.2.3.9 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium
1) Hematologi:
Neutrofil: 82,5% (tinggi)
Limfosit: 11% (rendah)
Monosit: 1,5% (rendah)
Waktu protrombin: 13,3 detik (tinggi)
INR: 1,3 detik (rendah)
ESR: 10 mm/jam
2) Urinalisis
Warna: kuning jernih (normal)
BJ Urin: 1,020 (normal: 1,001-1,030)
pH: 7,5 (normal: 5,0-7,5)
Leukosit: negatif
Nitrit: negatif
Protein: negatif
Glukosa: negatif
Keton: negatif
Urobilirubin: 0,2
Bilirubin: negatif
WBC: 1-3
RBC: 3-5
3) Pemeriksaan radiologis
58

Pada pemeriksaan radiologis pasien mengalami osteoarthritis moderat


dengan ditemukan tiga kriteria yaitu
1.

Penyempitan celah sendi


yang seringkali asimetris

2.

seperti lutut
Peningkatan
tulang

3.

densitas
subkondral

(sklerosis)
Osteofit pada

pinggir

sendi
3.3.1.3 Analisa Data
No.
1.

Data

Etiologi

DS:
Osteoarthritis
Pasien mengatakan nyeri,
Selalu mengungkapkan Perubahan metabolisme

Masalah
Keperawatan
Nyeri Kronis

kata-kata saat kesakitan


tulang rawan sendi
disekitar lutut
DO:
Peningkatan aktivitas
P: Proses inflamasi dan
enzim
peningkatan tekanan di
Merusak
matriks
dalam
sendi
yang
makromolekul tulang
menekan ujung syaraf
rawan sendi
akibat obesitas dan DM
Q:
Nyeri
seperti
Perubahan fungsi sendi
kesemutan dan kaku
R: Nyeri pada area sendi Pembentukan osteofit
lutut, jari tangan dan sendi
punggung
S: Pasien

mengatakan

Tekanan articular sendi

skala nyeri 8
Hipertropi
T: Pasien mengatakan
Distensi cairan
nyeri
pada
saat
pergerakan

dan hilang Nyeri kronis

ketika istirahat. Terjadi


kekakuan

ketika

tidak
59

melakukan pergerakan

2.

Tanda-tanda Vital:
Suhu : 37C
Nadi : 120 x/menit
TD
: 140/100 mmHg
RR
: 28 x/menit
DS:
Osteoarthritis
Pasien
mengatakan
Perubahan fungsi sendi
mengalami
kesulitan
dalam berjalan jauh,

Pelunakan

Hambatan
Mobilitas Fisik

dan

ireguleritas sendi

DO:
- Gangguan

Kekakuan sendi

muskoloskeletal
(osteoarthritis kedua

Pergerakan terbatas
Hambatan

lutut)
Uji kekuatan

score 2
Pergerakan tidak aktif
Keterbatasan rentang

otot

mobilitas

fisik

gerak ; atrofi otot,


kulit : kontraktur atau
kelainan pada sendi
3.

dan otot
DS:
Osteoarthritis
Ansietas
Pasien
mengatakan
Nyeri sendi yang tidak
cemas
menghilang
DO:
Pasien tampak takut dan Perubahan fungsi sendi
cemas
Nadi=

120

x/menit,

Pergerakan tidak aktif

Takikardi
Rencana
operasi
Akral= Dingin, Basah,
penggantian
lutut
Pucat
kanan total (TKR)
Kurang Pengetahuan
Ansietas
60

3.3.1.4 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Kronis b.d rusaknya matriks makromolekul tulang akibat
osteoarthritis yang ditandai dengan skala nyeri 8, seperti kesemuatan dan
kaku pada area sendi lutut, jari tangan, punggung dan nyeri dirasakan
setiap saat melakukan pergerakan dan hilang ketika istirahat.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d keterbatasan gerak akibat osteoartitis dan
kegemukan ditandai dengan uji kekuatan otot score 2, pergerakan tidak
aktif dan tidak mampu berjalan jarak jauh.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan akibat
kurangnya informasi
3.3.1.5 Intervensi
Nyeri Kronis b.d rusaknya matriks makromolekul tulang akibat osteoarthritis yang
ditandai dengan skala nyeri 8, seperti kesemuatan dan kaku pada area sendi lutut,
jari tangan, punggung dan nyeri dirasakan setiap saat melakukan pergerakan dan
hilang ketika istirahat.
Tujuan
: setelah dilakukan intervensi selama 2 x 24 jam nyeri pasien
berkurang/hilang skala 0-3
Kriteria Hasil
Control nyeri
Control nyeri

Tidak

Jarang

Kadang-

Sering

Konsisten

dilakukan

dilakukan

kadang

dilakukan dilakukan

dilakukan

3
Mengenali
factor penyebab
nyeri
Mengenali
onset nyeri
Melakukan
pencegahan
nyeri
Menggunakan
terapi

non

analgesic
Menggunakan
61

analgesic
yangsesuai
Melaporkan
gejala nyeri
Level nyeri
Level nyeri

Severe

Substansial

Moderate

Slight

None

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Melaporkan
nyeri
Frekuensi
nyeri
Ekspresi
wajah
Posisi
pertahanan
tubuh
terhadap
nyeri
Perubahan
RR
Perubahan
HR
Perubahan
TD
Perubahan
pupil
Hilang nafsu
makan
INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri:
1. Kaji lokasi nyeri, karakteristik
nyeri,durasi

nyeri,frekuensi

nyeri,kualitas

nyeri,intensitas

nyeri,factor presipitasi nyeri


2.observasi

1. Dengan
nyeri

mengetahui
klien

memberikan

arakteristik

perawat
intervensi

dapat
sesuai

respon klien.
2. Untuk mengetahui ketidaknyamanan

ketidaknyamanan
62

nonverbal

akibat

3.identifikasi pengaruh nyeri terhadap


kualitas hidup (tidur, nafsu maka,

nyeri

yang

tidak

bisa

disampaikan secara verbal oleh klien


3. Agar perawat dapat meningkatkan
kualitas hidup klien.

aktifitas, pengetahuan, mood dll)


Kolaborasi

1. untuk meringankan nyeri yang

1. pemberian analgesic
Monitoring

dirasakan klien

1. Monitoring TTV

1. untuk mengetahui status vital pasien


sehingga perawat dapat menentukan

2. Monitoring karakteristik nyeri

intervensi selanjutnya
2.

untuk mengevaluasi karakteristik

nyeri

dan

efektifitas

terapi

yang

diberikan.
Health education
1. Ajarkan prisip menagemen nyeri
2.Ajarkan

menggunakan

teknik

nonfarmakologi (relaksasi, hypnosis,


terapi music, distraksi, dll)
3. berikan informasi tentang nyeri yang

1. Agar pasien dapat memanage nyeri


yang dirasakan
2. Sebagai terapi

tambahan

untuk

mengatasi nyeri klien


3. Untuk meningkatkan pengetahuan
klien terhadap nyeri yang dirasakan

dialami pasien (penyebab,onset dll)

Hambatan mobilitas fisik b.d keterbatasan gerak akibat osteoartitis dan kegemukan
ditandai dengan uji kekuatan otot score 2, pergerakan tidak aktif dan tidak mampu
berjalan jarak jauh.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai

63

dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil :
Skala

Tidak

Membutuhkan

mobilitas

dapat

bantuan orang bantuan orang dengan

dilakukan

lain

secara

bantu

mandiri

&

Membutuhkan

alat lain
3

Mandiri

Mandiri
5

bantuan
alat
4

1
Keseimbangan
gerak
Posisi

gerak

tubuh
Gerakan otot
Gerakan sendi
Perpindahan
gerak
Ambulasi

jalan
Ambulasi

bantuan kursi
INTERVENSI
MANDIRI

RASIONAL

1. Batasi pergerakan sendi pasien


2. Dampingi pasien untuk menentukan
jadwal ROM
3. Dampingi pasien untuk melakukan
gerakan sendi yang teratur dengan
nyeri dan pergerakan sendi yang
minimal
4. Lindungi pasien dari trauma selama
latihan
5. Anjurkan

1. Mengurangi

nyeri

yang

ditimbulkan

karena pergerakan sendi


2. Jadwal yang rutin dapat mencegah atrofi
otot
3. Mencegah

komplikasi

berlanjut

dari

Osteoarthritis
4. Menjaga pasien tetap aman selama latihan
5. Latihan sederhana untuk mencegah
kontraktur dan atrofi otot

pasien

untuk

duduk

ditempat tidur atau di sisi tempat


tidur (kaki menggantung) atau di
kursi sesuai kemampuan pasien
KOLABORASI
KOLABORASI
Kolaborasi dengan fisioterapi untuk
Tindakan kolaborasi dengan fisioterapi akan
64

mengembangkan dan memberikan meningatkan efefktifitas dari intervensi yang


program latihan pada pasien
diberikan
MONITORING
MONITORING
Monitor lokasi dan munculnya nyeri
Memantau
keberhasilan
latihan
yang
selama beraktivitas
HEALTH EDUCATION
diberikan
Jelaskan pada pasien dan keluarga
HEALTH EDUCATION
tentang tujuan dan rencana untuk
Agar pasien dan keluarga mengerti tujuan
melakukan latihan gerak sendi
dilakukannya latihan gerak sendi
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan akibat kurangnya informasi
Kriteria Hasil
Level Ansietas
Level
ansietas
Distres
Kurang

Severe

Subtantial

Moderate

Mild

None

istrahat
Ketegangan
otot
Ketegangan
wajah
Peningkatan
TD
Perubahan
pola makan
Cemas
secara verbal
INTERVENSI
Mandiri
1. Gunakan

RASIONAL
1. Interaksi yang membuat pasien tenang
pendekatan

yang

menyenangkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi

dan

nyaman

sehingga

dapat

mengurangi kecemasan
2. Meningkatkan ketenangan serta dapat
pemberian

anticemas sesuai indikasi


Health education
1. Ajarkan klien untuk melakukan

menurunkan kecemasan
1. Mengurangi
menggunakan

ansietas

dengan

intervensi

melalui
65

tindakan yang menenangkan


jiwa

mendengarkan

musik,

bermain, olahraga, beribadah


dsb.
2. Berikan

relaksasi pada tubuh yang lain


2. Informasi yang adekuat pada pasien
dapat meningkatkan status kesehatan
sehingga dapat mengahadapi dengan

informasi

faktual

tenang

mengenai proses penyakit dan


proses penyembuhannya

66

3.3.2 Artritis Reumatoid


3.3.2.1 Kasus semu Artritis Reumatoid
Ny. Y usia 50 th dibawa ke rumah sakit A dengan keluhan nyeri di
daerah persendian pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut. Beliau
juga mengatakan persendiannya terasa nyeri dan kaku di pagi hari, hal itu
sudah beliau rasakan sejak 2 bulan terakhir. Pada saat dilakukan
pengkajian klien tampak lemah, teraba adanya pembengkakan di kedua
persendian pergelangan tangannya, suhu tubuh 38,7oC, tekanan darahnya
130/90, nadinya 90x/mnt, pernafasannya 25x/mnt, klien juga mengatakan
tidak nafsu makan. Saat dibawa ke rumah sakit pasien mengatakan takut.
pada pemeriksaan sinar X terlihat pembengkakan, erosi sendi dan
osteoporosis dari tulang yang berdekatan. Hasil pemeriksaan atroskopi
menunjukkan cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak
leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi. Serta diemukan
Reumatoid faktor pada tes serologi. IgM dan IgG juga meningkat
meningkat.

67

BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi yang bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, seringkali tidak meradang atau hanya
menyebabkan inflamasi ringan, dan ditandai dengan adanya deteriorasi
dan abrasi rawan sendi serta pembentukan tulang baru pada permukaan
sendi. Prevalensi osteoartritis di Indonesia mencapai 5% pada usia<40
tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk
osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan
12,7% pada wanita. Terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh faktor-faktor
resiko yaitu umur (proses penuaan), genetik, kegemukan, cedera sendi,
pekerjaan, olah raga, anomali anatomi, penyakit metabolik, dan penyakit
inflamasi sendi.
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang berbagai
sistem organ. Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Beberapa teori
yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid adalah infeksi
streptokokus hemolitikus dan streptokokus nonhemolitikus, endokrin,
autoimun, metabolik, faktor genetik, atau faktor lingkungan. Saat ini,
artritis reumatoid diduga karena faktor autoimun dan infeksi.
1.2 Saran
Melalui

makalah

ini

diharapkan

mahasiswa

keperawatan

dapat

memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan baik karena telah


mengetahui penyebabnya serta cara penatalaksanaan terhadap klien
dengan Osteoartritis dan Artritis Reumatoid.

68

DAFTAR PUSTAKA
Allen, Mark. 2004. Nursing Management issues in hip and knee replacement
surgery. British Journal of Nursing Vol.13 No.13
Anita, Ripi. 2011. Hubungan Senam Lansia dengan Rasa Nyeri Penderita
Reumatoid (Rematik) di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota
Bengkulu. UMB : FIKES.
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC
Brashers, Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan
Manajemen Ed.2. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volum 3. Jakarta : EGC
Cantika, Intan. 2011. OA. Disitasi dari http://www.scribd.com/doc/54942926/OA,
pada Selasa, 9 September 2014 pukul 13.10
Carter, M. A. 2006. Osteoartritis. In S. A. Price, & L. A. Wilson, Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology. (diterjemahkan oleh:
Nike Budi Subhekti). Jakarta: EGC
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges Marilynn E., Moorhouse Mary F. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Eliopoulus, Charlotte. 2005. Gerontological Nursing Sixth Edition. Philadelphia :
Lippincott Williams&Wilkins.
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :
Salembe Medika
Hochberg, Marc C et al. American College of Rheumatology 2012
Recommendations for the Use of Nonpharmacologic and Pharmacologic
Therapies in Osteoarthritis of the Hand, Hip, and Knee.Arthritis Care &
Research Vol. 64, No. 4, April 2012, pp 465474DOI 10.1002/acr.21596
2012, American College of Rheumatology.
J. Braun, Hillary. Diagnosis of osteoarthritis: Imaging.Elsevier. 2011:4C:11:
69

Leveno, Kenneth J. et al. 2004. Obstetri Williams: Panduan Ringkas Edisi 21.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, 2000.,Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Jakarta:
FKUI
Moskowitz, Rowand. dkk. 2007. Osteoartrhitis Fourth Edition. Philadelphia:
Lippincot
Muttaqin,

Arif.

2008.

Asuhan

Keperawatan

Klien

Gangguan

Sistem

Muskuloskeletal. Buku Ajar. Jakarta : EGC.


Nasution, A.J. 2011. Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis di Poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kedokteran.
Nur Afriyanti, Fajriyah. Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Panyakit
Rheumatoid Arthritis Di Panti Sosial Tresna Wherda (Pstw) Budi Mulia 1
Cipayung:2005
Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sloane,Ethel.2003.Anatomi Fisiologi Untuk Pemula.Jakarta:EGC
Smeltzer & Brenda G. bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol
III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Soeroso, I. J., Kalim, H., Broto, R., & Pramudiyo, R. 2006. Buku Ajar Ilmu
Peyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. 2006. Osteoartritis. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; p. 1195-201.
Syamsul, Anwar. 2007. Aplikasi Model Comunity As Partner dan Health Belief
Model dalam Rangka Pelayanan Askep pada Agrerat Lansia dengan
Rematik Artikuler di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota
Depok. Tesis FIK UI.
Perry Anne G., Potter Patricia A. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktik Volum 2 Edisi 4. Jakarta : EGC.

70

Underwood JCE. Patologi umum dan sistemik. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2000. p.
829-31
Wachjudi RG; Nyoman A. 2006.

Prevalensi Osteoartritis pada populasi

Penderita Reumatik di Bandung.


Williams, Lippincott & Wilkins. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi
Keperawatan.Jakarta:EGC
Williams, Lippincott. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta : PT. Indeks Permata Puri Media
Williams, Lippincott. 2012. Kapita selekta penyakit. Jakarta: EGC

71

Anda mungkin juga menyukai