Uji laboratorium yang dilakukan terpisah oleh tiga lembaga berbeda terhadap
sampel air dari Krueng Teunom, Aceh Jaya, menunjukkan bahwa sungai yang
banyak dihuni ikan kerling itu positif mengandung racun berbahaya. Bukan cuma
satu jenis, melainkan tiga jenis sekaligus. Terdiri atas sulfida (belerang), merkuri
(air raksa), dan fosfat (bahan asam fosfor yang dipakai untuk membuat pupuk
kimia).
Hasil uji lab itu diperoleh, Jumat (8/8) siang dari Wakil Kepala DPR Aceh, H
Sulaiman Abda MSi, karena hasil tes tersebut ikut ditembuskan pihak penguji
kepada DPRA.
Dari dokumen yang ada terlihat tiga lembaga yang melakukan uji lab tersebut
adalah Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Syiah Kuala (FMIPA Unsyiah), Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD) Balai
Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, serta Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan (BPPL) Bapedal Aceh.
Kini terjawab sudah apa yang selama ini menjadi misteri mengapa banyak ikan di
aliran Krueng Teunom mati. Unsur racunnya ternyata banyak, kata Sulaiman
Abda.
Untuk mengetahui faktor penyebab kematian ikan kerling di Krueng Teunom, kata
Sulaiman Abda, pihak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh
bersama Dinas Kesehatan (Dinkes), serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Aceh pekan lalu berkunjung ke lokasi tempat matinya banyak ikan kerling di
Kecamatan Pasie Raya, Aceh Jaya.
Ketiga instansi pemerintah itu mengambil sampel air maupun ikan kerling yang
mati untuk diuji di lab. Untuk menguji ada tidaknya logam berat di dalam air
Krueng Teunom, Bapedal mengirim tiga sampel air sungai itu ke Lab FMIPA
Unsyiah.
Berdasarkan hasil uji lab di FMIPA Unsyiah yang diteken oleh Kepala Unit Analisis
dan Kajian Kimia, Jurusan Kimia FMIPA Unsyiah, Dr Saiful MSi tanggal 6 Agustus
2014 ternyata, tiga sampel air Krueng Teunom yang diperiksa dengan metode AAS,
mengandung unsur merkuri (Hg).
Pada sampel air titik 1, kandungan merkurinya 0,0001019 mg/l, sampel air titik 2,
merkurinya 0,0000999 mg/l, dan sampel air titik 3 kandungan merkurinya
0,0001079 mg/l. Kandungan merkurinya memang masih di bawah ambang batas
baku mutu yang ditetapkan Permenkes Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010 sebesar
0,001 mg/l.
Meski kandungan merkuri di dalam Krueng Teunom itu masih di bawah ambang
batas, tapi ia tetap merupakan sumber racun di sungai itu, kata sarjana biologi
jebolan FKIP Unsyiah ini.
Hasil pengujian Lab MIPA Unsyiah ini, ulas Sulaiman Abda, justru menguatkan hasil
uji patologi pembedahan bangkai ikan kerling di Krueng Teunom yang dilakukan
Lab Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unsyiah. Yakni, organ bagian dalam ikan
yang mati itu terindikasi keracunan unsur logam berat yang saat itu belum
diketahui apa jenisnya. Bukti penunjangnya: hati, pangkreas, usus, ginjal, dan
anus ikan itu membengkak. Sirip dan jaringan bawah kulitnya mengalami
pendarahan (haemoragi), sedangkan matanya masuk ke dalam.
Kondisi ikan yang mati demikian, menurut para ahli perikanan, mengindikasikan
ikan tersebut telah keracunan unsur logam berat. Analisis dan dugaan yang sama
dikatakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Dr Raihanah MSi kepada
Serambi.
Di sisi lain, UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Dinkes Aceh melakukan pengujian
atas sampel Krueng Teunom. Unsur yang ingin mereka teliti adalah sianida, CoD,
dan sulfida. Untuk sianida, pada sampel I, kadar yang ditemukan 0,009 mg/l,
sampel II sama 0,009 mg/l, dan sampel III 0,010 mg/l. Artinya, unsur sianida
memang ada, tapi masih di bawah baku mutu 0,02 mg/l. Begitu juga unsur CoDnya, masih di bawah baku mutu. Ditemukan 20-40 mg/l, sedangkan baku mutunya
50 mg/l.
Tapi untuk unsur sulfida kandungannya justru melebihi baku mutu. Dalam PP
Nomor 82 Tahun 2001 baku mutunya disebutkan 0,02 mg/l, tapi hasil uji air
Krueng Teunom menunjukkan kadar sulfidanya mencapai 0,022 mg/l.
Adapun uji sampel Krueng Teunom ketiga dilakukan di Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan (BPPL) Bapedal Aceh. Unsur yang ingin mereka cari di
dalam air itu adalah fosfat (P04), clorida (Cl), dan nitrit.
Kadar fosfat yang ditemukan mencapai 0,48 mg/l. Artinya, di atas baku mutu PP
Nomor 82 Tahun 2001 yang toleransinya hanya 0,02 mg/l. Adapun unsur Cl-nya di
bawah baku mutu, hanya 1,98 mg/l, sedangkan baku mutunya 600 mh/l.
Kandungan nitritnya juga di bawah baku mutu. Kadar yang ditemukan 0,0039 mg/l,
baku mutu 0,06 mg.
Untuk penelitian sampel air Krueng Teunom pada titik lainnya juga seperti sampel
pada lokasi pertama. Unsur fosfatnya melampui baku mutu, mencapai 0,34 mg/l,
sedangkan baku mutunya 0,02 mg/l. Hanya unsur Cl dan nitritnya yang di bawah
ambang batas. Unsur Cl-nya 2,47 mg/l, baku mutunya 600 mg/l, sedangkan
Ratusan warga mendatangi pos kesehatan yang didirikan di Desa Sarah Raya dan Alue Jang,
Teunom untuk memperoleh pelayanan para medis yang didatangkan dari Banda Aceh.
Pos kesehatan Pemerintah Provinsi Aceh dengan mengerahkan sejumlah dokter umum dan
spesialis didirikan di dua lokasi yang merupakan desa daerah aliran Sungai Teunom.
"Mata kami perih dan gatal-gatal setelah mandi di sungai. Kami meyakini sungai tercemar sejak
pekan lalu," kata Nurhayati, warga Sarah Raya, Sabtu 9 Agustus 2014.
Sementara itu, pihak kepolisian telah mengimbau masyarakat tidak menggunakan dan
mengonsumsi air dari Sungai Teunom, sambil menunggu hasil pengujian dari pemerintah.
Ramli (33), warga Sarah Raya, menduga pencemaran yang berdampak matinya ikan di Krueng
Teunom itu terjadi pada 30 Juli 2014.
"Saat itu, saya mencari ikan jenis Kerlieng di sungai dan merasa heran karena ketika
mengangkat jaring, ikannya cukup banyak, tidak seperti biasanya," kata dia.
Ketika itu ikan hasil tangkapan dalam jumlah banyak tersebut dibawa pulang, dan terlihat
sebagiannya dalam kondisi mengeluarkan darah dari sisik, dan matanya agak putih.
"Saya tidak merasakan apa-apa, dan sebagian saya masak dan sebagian lainnya sudah
direncanakan untuk dijual esok harinya," kata Ramli.
Akan tetapi, kata dia, saat ikan itu akan dijual, timbul kecurigaan dari kondisi fisiknya.
"Akhirnya saya memutuskan untuk membuang ikan itu. Saat itu juga saya merasakan pusingpusing dan mengantuk setelah mengonsumsi ikan itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Taqwallah menyatakan pemerintah bertanggung
jawab untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Akan tetapi, terkait dengan apakah masyarakat Teunom itu sakit akibat pencemaran sungai
atau tidak, itu saya tidak bisa komentar. Nanti setelah ada hasil dari para medis baru bisa saya
sampaikan ke media. Saya tidak ngomong, tetapi berbuat" kata Taqwallah.(ant)