Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
Usia
Alamat
Tanggal masuk RS
Tanggal operasi

: Tn. Y
: 18 tahun
: Muara Baru, Penjaringan
: 11 Oktober 2014 pukul 04.00
: 12 Oktober 2014 pukul 09.00

PRIMARY SURVEY
A= Artikulasi baik, obstruksi (-), stridor (-)
B= RR 28x/menit, kesan kanan tertinggal
C= TD 100/70, N 87x/menit TKP
D= GCS 15 (E4M6V5)
E= Suhu 36,9C

A
M
P
L
E

= = = = 12 jam SMRS
= Luka bacok

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pada pinggang atas sebelah kanan setelah terbacok celurit
Keluhan Tambahan :
Perdarahan dari luka
Riwayat Penyakit Sekarang :
30 menit SMRS, pasien tertusuk dengan celurit dari arah belakang pada daerah
pinggang atas sebelah kanan, pasien merasa nyeri dengan VAS 6-7, perdarahan
aktif dari luka walaupun sudah dilakukan pembalutan dan ditekan menggunakan
baju. Pasien mengeluhkan sesak, namun tidak terlalu mengganggu, sesak
dirasakan terutama ketika menarik napas panjang, yang juga disertai rasa nyeri
pada luka.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 100/70
Laju nadi : 87x/menit
1

Laju napas : 28x/menit


Suhu : 36,9
PF Generalisata :
Kepala : normocephali, deformitas (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor diameter
3mm/3mm, Rc +/+
Rongga mulut : mukosa oral basah, tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba di ICS IV linea midklavikularis sinistra
: batas atas jantung di ICS III linea midklavikularis sinistra
batas kanan jantung di ICS IV linea parasternal sinistra
batas kiri jantung di ICS IV linea midklavikularis sinistra
: Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru :
Inspeksi
Palpasi

: gerakan napas kesan kanan tertinggal


: gerakan napas kanan tertinggal, stem fremitus melemah

Perkusi

pada basal paru kanan


: sonor pada lapang paru kiri, hipersonor pada lapang paru

kanan
Auskultasi

: suara napas melemah pada basal paru kanan, rhonki -/-,

wheezing -/Abdomen:
Inspeksi
Palpasi

: tampak datar
: nyeri tekan disertai defans muscular pada regio perut kanan

atas
Perkusi
: timpani di semua regio
Auskultasi : Bising usus (+) 5x/menit
Punggung : Nyeri pada daerah luka
Ekstremitas : tungkai bawah -> akral hangat, CRT < 2 detik
Status Lokalis : Terdapat vulnus scissum a/r ICS 10 lumbal dextra panjang 10 cm
lebar 3cm dan kedalaman > 5cm. dengan dasar luka organ, tepi luka rata,
perdarahan aktif +

DIAGNOSIS
Laki-laki usia 18 tahun dengan vulnus scissum dan simple pneumothoraks dextra
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG abdomen
Xray Thorax
Pemeriksaan Darah (darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit waktu
perdarahan dan pembekuan, golongan darah)
TATALAKSANA
- Loading IVFD RL 1000 cc secepatnya
- Psang kateter urine
- Hecting situasional 3 jahitan
- Ketorolac 3 x 30 mg IV
- Metronidazol 3 x 500 mg IV
- Ceftriaxone 2 x 1 gram IV
- Omeprazol 2 x 40 mg IV
- TTV per 1 jam, UO per jam

BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI THORAKS
Rongga toraks merupakan struktur tubuh yang sangat penting berkaitan
dengan fungsi pernapasan serta melindungi struktur organ-organ penting di

dalamnya. Selain itu banyak tindakan bedah yang berkaitan dengan dinding toraks
ini. Oleh karena itu pemahaman terhadap anatomi dinding toraks serta aplikasi
klinisnya, baik berhubungan dengan kelainan kongenital, kasus trauma, maupun
kasus klinis lainnya, sangat perlu dikuasai oleh ahli bedah.
THORACIC WALL

Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan
abdomen. Thorax tersusun oleh 12 pasang ribs, breast bone (sternum), costal
cartilages , dan 12 pasang thoracic vertebraee. Struktur tulang dan kartilago ini
yang menyusun thoracic cage (rib cage) atau thoracic cavity yang mengelilingi
thoracic cavity dan mendukung pectoral (shoulder) girdle.
Thoracic cage membentuk thoracic wall yang menyelubungi dan
melindungi thoracic cavity (jantung dan paru) serta melindungi sebagian organ
abdominal (liver dan spleen).
Thoracic cage menyediakan perlekatan untuk otot leher, thorax, upper limb,
abdomen dan punggung.
Otot-otot thorax menaikkan dan menurunkan thoraxic cage selama
bernapas. Thorax adalah salah satu bagian tubuh yang paling dinamis.

Thoracic cage diselubungi oleh kulit, fascia, dan otot, termasuk yang
menempel ke pectoral girdle sampai upper limb dan trunk.
Fungsi thoracic wall:
-

Melindungi isi thoracic cavity;


Membantu fungsi mekanis pernapasan.

FASCIA OF THORACIC WALL


Terdiri dari 2 lapisan, yaitu:
1. Subcutaneous tissue (superficial fascia, hypodermis)
Lapisan yang tersusun oleh jaringan ikat longgar dan ireguler di bawah
kulit yang menempel ke kulit oleh coarse bands (ligamen kulit/retinacula
cutis).
Lapisan ini mengandung lemak, kelenjar keringat, pembuluh darah,
pembuluh limfe, cutaneous nerve dan mammary gland.
2. Deep fascia (investing fascia)
Merupakan membran fibrosa yang tipis, tanpa lemak, yang padat dan
biasanya terikat dengan longgar ke jaringan subkutan dan kulit di atasnya.
Deep fascia juga menyelubungi otot di bawahnya membentuk
epimysium (connective tissue envelope).
Deep fascia menempel ke periosteum tulang.
Fungsi: membantu mengokohkan bagian thorax bersama-sama dan
menjadi barrier terhadap infeksi.
SKELETON OF THORACIC WALL
Thoracic skeleton membentuk osteocartilaginous thoracic cage fungsi:
melindungi thoracic viscera dan beberapa organ abdominal.
Thoracic skeleton meliputi:
-

12 pasang ribs dan costal cartilages membentuk bagian terbesar dari

thoracic cage.
12 thoracic vertebraee dan intervetebral disc.
Sternum

Ribs dan Costal cartilages

Ribs
- Curved, flat bones yang membentuk sebagian besar thoracic cage.
- Ringan, dapat meregang.
- Mempunyai struktur spon di dalamnya yang mengandung bone
marrow yang befungsi memproduksi sel-sel darah.
Tipe-tipe ribs:
1. True (vertebrocostal) ribs
- 1st-7th ribs.
- Melekat langsung ke sternum melalui costal cartilage-nya masingmasing.
2. False (vertebrochondral) ribs
6

8th-10th ribs.
Costa cartilage-nya menyatu dengan rib di atasnya, jadi hubungan

dengan sternumnya tidak langsung.


3. Floating (vertebrael, free) ribs
- 11th-12th ribs.
- Awal kartilago ribs ini tidak melekat walaupun secara tidak

langsung pada sternum.


- Ribs ini berakhir pada posterior abdominal vasculature.
Costal cartilage
- Perpanjangan rib ke arah anterior dan berkontribusi dalam
-

keelastisitasan thoracic wall.


Panjangnya meningkat pada 7 rib pertama, lalu panjangnya menurun.
1st-7th costal cartilage berlekatan langsung dengan sternum.
8th-10th costal cartilage berartikulasi dengan costal cartilage di

atasnya.
- 11th-12th cartilage membentuk caps (topi) di ujung anterior.
Intercostal space memisahkan antara ribs dan costal cartilage, berisi
intercostal muscle, vessels, dan nerves.

Thoracic Vertebrae

Ciri umum memiliki vertebrael arches (neural arches) dan tujuh

processus untuk perlekatan otot dan sendi.


Ciri khusus:
1. Demifacets/costal facets letak: body of vertebrae, untuk artikulasi
dengan head of ribs.
2. Costal facet letak: transverse processes, untuk artikulasi dengan
tubercle of ribs, kecuali pada inferior 2/3 thoracic vertebrae.
3. Spinosus processes yang panjang.

Sternum

Tulang pipih dan memanjang yang membentuk bagian tengah anterior

thoracic cage.
Terdiri dari: manubrium, body dan xiphoid process.
Angulus Ludovici yang terbentuk antara manubrium dan korpus dapat

teraba dan merupakan patokan dalam mempalpasi iga ke-2 di lateralnya.


Secara embriologi sternum terbentuk dari fusi kedua setengah bagian
lateralnya. Kegagalan fusi ini menyisakan celah atau foramen di garis
midsternal yang bila terdapat infeksi eksternal dapat meluas ke dalam
mencapai mediastinum.

MUSCLE OF THORACIC WALL

Beberapa otot upper limb (pectoralis major, pectoralis minor, subclavius


dan serratus anterior), otot-otot anterolateral abdominal (external
oblique, rectus abdominis), dan beberapa otot-otot punggung dan leher

ikut menempel ke ribs.


Pectoralis mucles menutupi anterolateral thoracic wall.
Pectoralis major dan otot lain accessory muscles respirasi
membantu mengangkat thoracic cavity ketika inspirasi dalam dan

forcefull.
Serratus anterior permukaan lateral thorax, mengelilingi scapula dan
memantapkan posisinya terhadap thoracic wall accesory muscle

elevate ribs.
Scalene muscle berasal dari leher ke 1st dan 2nd ribs accessory
respiratory muscles mengangkat ribs saat inspirasi kuat.

VASCULATURE OF THORACIC WALL


Artery

Pemasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari:


- Thoracic aorta melalui posterior intercostal artery dan
-

subcostal artery.
Subclavian artery melalui internal thoracic dan superior

intercostal artery.
- Axillary artery melalui superior dan lateral thoracic artery.
Setiap intercolis space disuplai oleh 3 arteri:
- 2 large posterior intercostal a.
- Small pair of anterior intercostal a.

Arcus aorta
Brachiocephalic
trunk
Subclavia kanan

Subclavia kiri a.
(idem dengan
kanan)

Intercostal
superior a.
(1st-2th ICS)

Intercostal
anterior a.

Musculophrenic a.
(7st-9th ICS)

Thoracic aorta
Subcostal a.
(inferior 12th ribs)

Common carotid
kanan a.

Internal thoracic
(1st-6th ICS)

Anastomosis

Common carotid
a.

Otot-otot
anterolateral
abdominal wall

Intercostalis
posterior a

Intercostalis muscle dan kulit yang melapisinya serta memperdarahi parieta


pleura

Vein
Posterior
Anterior
intercostal v.
intercostal v.
Anastomosis

Subcostal v.

Internal thoracic
v.
Brachiocephalic v.

Azygos venous system


Superior vena cava

Biasanya terdapat 11 posterior intercostal v. dan 1 subcostal v. pada tiap

sisi.
Internal thoracic v. mengiringi internal thoracic a.

PLEURA
Pleura adalah membrana aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak
sensitive. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding toraks dan diafragma. Pleura parietalis
mendapat persarafan dari ujung saraf (nerve ending), sehingga ketika terjadi
10

penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada
tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal.
Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga
lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang.
Vena,arteri, dan nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah
iga. Karenanya, jarum torakosentesis atau klem yang digunakan untuk masuk ke
pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga
yang dipilih.

DIAFRAGMA
Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, sedang
bagian muscular melengkung membentuk tendo sentral. Serabut ototnya
berhubungan dengan m.transversus abdominis di batas costae. Diafragma
menempel di bagian belakang costae melalui serat-serat yang berasal dari
ligamentum arcuata dan crura. Nervus frenikus mempersarafi motorik, dan
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma turut berperan sekitar 75%
pada ventilasi paru-paru selama respirasi tenang. Kubah kanan diafragma lebih
tinggi dari kiri. Di sisi depan diafragma menempel pada sendi xiphisternalis. Crus
adalah tendon kuat yang menempel pada korpus vertebrae, crus dekstra menempel
pada vertebrae L3, crus sinistra menempel pada vertebrae L2. Ligamentum
arcuata medial merupakan penebalan fasia psoas, bermula dari bagian bawah
corpus vertebrae L1 menuju permukaan anterior dari prosessus transversus. Dari
daerah tersebut, ligamentum arcuata lateral berjalan melintasi iga ke-12. Vena
cava inferior (VCI) melintasi diafragma di bagian kanan dari bagian sentral
diafragma.

11

Pada diafragma diperdarahi oleh lima arteri interkostal terbawah dan arteri
subcostal, sedangkan pada permukaan abdominal diperdarahi oleh a.frenicus
inferior dekstra dan sinistra.
Diafragma bagian kanan dan kiri dipersarafi n.frenikus (C3,4,5). Nervus
frenikus dekstra menembus diafragma pada lubang VCI, sedangkan n.frenikus
sinistra menembus diafragma pada serabut otot crus sinistra di depan tendon
sentral. Di rongga abdominal nervus tersebut akan bercabang menjadi anterior,
lateral, dan posterior. Karena itu insisi diafragma dilakukan secara radier atau
pada bagian perifer untuk mencegah cederanya nervus tersebut.

TRAUMA THORAX
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma.
90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang
sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedik di lapangan), sehingga
hanya 10% yang memerlukan operasi.
PENATALAKSANAAN AWAL PADA TRAUMA
1. Primary survey
2. Resusitasi
3. Secondary survey
4. Evaluasi diagnostik
5. Definitive care
PRIMARY SURVEY (ABCDE)
Airway dengan kontrol servikalis ( cervical spine control)

Nilai kelancaran jalan napas

12

Nilai ada tidaknya obstruksi jalan nafas di orofaring serta retraksi


supraklavikular.

chin lift atau jaw thrust.

Breathing dan ventilasi

Auskultasi: memastikan masuknya udara kedalam paru.

Perkusi: menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura

Inspeksi dan palpasi: memperlihatkan kelainan dinding dada yang


mungkin menggangu ventilasi

Identifikasi: tension pneumo-thorax, flail chest dengan kontusio paru


dan open pneumothorax

Circulation dengan kontrol perdarahan


Mengenai volume darah, cardiac output, dan pendarahan
Penemuan klinis sbg informasi hemodinamik
1. Tingkat kesadaran
2. Warna kulit:
3. Nadi tekana darah
Perdarahan luar balut tekan

13

Disability (evaluasi neurologis)


GCS : Alert, respon terhadap rangsangan Vokal (suara), respon terhadap rangsang
nyeri (Pain), unresponsive (tidak ada respon).
Eksposure/kontrol lingkungan.
Penderita harus dibuka pakaiannya dengan memperhatikan keadaan penderita agar
tidak terjadi hipotermia.
KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma
tembus atau tumpul.
1. Trauma tembus (tajam)

Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat


penyebab trauma

Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru

Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi

2. Trauma tumpul

Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.

Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush


atau blast injuries.

Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio


paru.

Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi


14

MEKANISME
Akselerasi

Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma.


Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi).
Sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung
pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma
tersebut.

Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan
dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk
peluru.

Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan.


Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat
trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ
dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb)
masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada
dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan
pengikat organ tersebut.

Torsio dan rotasi

Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau
atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat
terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau
poros-nya.

Blast injury

Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.

15

Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang


energi.

Patofisiologi
Pada trauma toraks dapat terjadi 2 keadaan serius yang membutuhkan
penanganan segera :
1. Pernafasan yang tidak adekuat, diakibatkan pneumotoraks, open
pneumotoraks, tension pneumotoraks, flail chest, contusio pulmonal atau
aspirasi.
2. Syok perdarahan, akibat hemotoraks atau hemomediastinum.
Rongga toraks dibatasi oleh 2 struktur utama, yaitu struktur rigid costae,
klavikula dan scapula serta struktur kedua yaitu otot-otot pernafasan. Terjadinya
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat sangat tergantung dari dinding dada yang
intak. Trauma yang menyebabkan fraktur serta kerusakan otot dapat
menagkibatkan trauma langsung ke jantung, paru, pembuluh darah besar serta
visera abdomen bagian atas yang terletak di bawahnya.
Manifestasi utama pada trauma penetrans pada pleura parietalis dan
viseralis adalah hilangnya tekanan negatif intrapleura yang menyebabkan
timbulnya pneumotoraks. Penting disadari bahwa setiap trauma penetrans pada
intercostalis IV ke bawah dapat melewati diafragma sehingga kemungkinan
trauma organ intraabdominal harus dipikirkan.
Trauma tumpul toraks mengakibatkan kerusakan lewat 3 mekanisme :
rapid deceleration, direct impact serta kompresi. Deselerasi cepat sering
diakibatkan kecelakaan pada sepeda motor kecepatan tinggi serta akibat jatuh dari
ketinggian. Trauma langsung mengakibatkan fraktur iga, sternum atau scapula
dengan kerusakan paru di bawahnya, contusion jantung atau pneumotoraks.
Kompresi pada dinding dada oleh objek yang berat mengakibatkan gangguan
respirasi dengan peningkatan tekanan darah pada vena, menyebabkan traumatic
asphyxia.
Hipoksia jaringan, hiperkarbia dan asidosis sering kali terjadi akibat dari
chest injury. Hipoksia jaringan disebabkan oleh pengiriman oksigen ke jaringan
yang tidak adekuat yang disebabkan oleh hipovolemia (kehilangan darah),

16

pulmonary ventilation/ perfusion mismarch (contusion, hematoma, alveolar


collapse) dan perubahan dari tekanan intrathoraks (tension pneumothorax, open
pneumothorax). Asidosis respiratori disebabkan oleh ventilasi yang tidak adekuat,
perubahan dari tekanan intrathorax, dan penurunan kesadaran. Asidosis metabolik
disebabkan oleh hipoperfusi ke jaringan (shock).
Sebagian besar penderita trauma toraks diterapi secara konservatif atau
non operatif. Terapi meliputi analgetik yang adekuat, hygiene paru ataupulmonary
toilet, intubasi endotracheal serta insersi Chest Tube Thoracostomy (CTT). Hanya
10-15% penderita dengan trauma pada dada membutuhkan torakotomi atau
sternotomi.

PEMBAGIAN TRAUMA TORAKS


A. TRAUMA DINDING TORAKS
1. Fraktur iga dan sternum
2. Flail chest
3. Emfisema subkutis
B. TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU
1. Pneumothorax
2. Hemothorax
3. Kontusio Paru
4. Laserasi Paru
C. RUPTUR DIAFRAGMA
D. TRAUMA ESOFAGUS
E. TRAUMA JANTUNG
SIMPLE PNEUMOTHORAX
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks
yang progresif.
Ciri:

Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)

Tidak ada mediastinal shift

PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada

Penatalaksanaan
Melakukan pemasangan water seal drainage (WSD)

17

WATER SEALED DRAINAGE (WSD)


WSD berfungsi sebagai alat:
1. Diagnostik
2. Terapetik
3. Follow-up
Tujuan:
1. Evakuasi darah/udara
2. Pengembangan paru maksimal
3. Monitoring
Indikasi pemasangan:

Pneumotoraks

Hematotoraks

Empiema

Effusi pleura lainnya

Pasca operasi toraks

Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.

Tindakan :

Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau
VI.

Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokar.

Indikasi pencabutan WSD :


1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan
undulasi negatif atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
2. Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang,
dsb.)
OPEN PNEUMOTHORAX
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar, diameter luka mencapai 2/3
dimater trakea, pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra

18

toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound. Pada kondisi ini terjadi kolaps total paru.

Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil).
Oleh karena itu kasa yang digunakan untuk menutup luka dan diplester
hanya pada 3 sisi.
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra
toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
TENSION PNEUMOTHORAX
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).

Ciri:

19

Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps


total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral),
deviasi trakhea venous return hipotensi & respiratory distress
berat.

Tanda dan gejala klinis: respiratory distress, takikardi, hipotensi, deviasi


trakea, tidak adanya suara nafas unilateral, distensi vena di leher, sianosis
(manifestasi akhir)

Gejala tension pneumothorax

menyerupai tamponade jantung. Oleh

karena itu, perbedaannya adalah pada tension pneumothorax terdapat


hyperresonant percusion pada dada ipsilateral.

Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu foto

Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea midklavikula)
2. WSD (di pasang di sela iga V, sejajar dengan nipel, linea mid-aksilari)
MASSIVE HEMATOTHORAX

Hematothorax merupakan terakumulasinya darah pada rongga toraks


akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hematothoraks masif
diakibatkan oleh akumulasi cepat darah sejumlah lebih dari 1.500 cc di
rongga dada.

Sumber perdarahan umumnya berasal dari arteri interkostalis atau arteri


mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat
menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat
(kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh
karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.

Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan


atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala
instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan

Pemeriksaan

Foto toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)

20

Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru

Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks

Penatalaksanaan
Tujuan:

Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.

Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.


Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito
(eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan

Indikasi Operasi

Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)

Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam
setelah kejadian trauma.

Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut

Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut

Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam

Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi
WSD:

200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut

300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut

500 cc dalam 1 jam

CARDIAC TAMPONADE

Dapat disebut sebagai pericardial effusion. Merupakan keadaan akumulasi


cairan pada rongga pericardial. Hal ini dapat mengakibatkan venous return dan
cardiac output berkurang karena terdapat tahanan pada jantung

Suatu kondisi adanya akumulasi cairan pericardial di bawah tekanan tinggi,


mengakibatkan

peningkatan kompresi pada ruang jantung, dan terjadi

pengurangan pengisian pada ruang-ruang jantung.

21

Mengakibatkan pengurangan Stroke Volume dan Cardiac Output, berpotensi


akan menyebabkan hypotensive shock dan kematian.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan pericardial tamponade yang bukan cardiogenic shock


memiliki symptoms fatigue dan shortness of breath.

Memiliki tachycardia, biasanya sinus tachycardia, akibat dari reflex


sympathetic stimulation karena rendahnya Cardiac Output.

Blood Pressure biasanya rendah dengan pulse pressure yang lemah, tetapi
systemic pressure terkadang dapat ditandai secara normal, karena
vasoconstriction dari arterial.

Pulsus paradoxus terjadi pada cardiac tamponade, mengakibatkan


penurunan ventricular filling pada left ventricle dengan inspiration,
akibatnya penurunan Cardiac Output dan pengurangan blood pressure
selama inspiration.

Jugular venous pressure akan meningkat pada cardiac tamponade.

Clinical feature:

Jugular venous distention.

Systemic hypotension.

Bunyi jantung yang terdengar kecil pada saat pemeriksaan fisik, merupakan
efek dari cardiac effusion.

Sinus tachycardia.

Pulsus paradoxus.

Dyspnea dan tachypnea karena pulmonary congestion dan penurunan


pengiriman oksigen ke jaringan perifer.

Diagnostic Approach
ECG.

Reduce voltage &electrical alterans.

Mengurangi voltage yang tidak spesifik dan dapat disebabkan oleh


beberapa kondisi lainnya. Termasuk emphysema, infiltrative myocardial
disease, dan pneumothorax.
22

Chest radiography

Cardiac silhouette secara normal pada saat pericardial effusion dengan


besar yang moderate.

Moderate dan larger effusion, jantung terlihat bulat dan berbentuk seperti
botol.

Untuk mengatasi tekanan pericardial yang tinggi, maka dilakukan


intervention. Pericardiocentesis best performed pada cardiac katerisasi lab,
dimana efek hemodynamic untuk memindahkan cairan pericardial.
Caranya adalah sebagai berikut:

1. Pasien posisi kepala 45 derajat, untuk mempromote pooling dari effusion


2. Kemudian jarum dimasukan ke ruangan pericardial melalui kulit , dibawah
Proccesus Xiphoid(safest location to avoid piercing a coronary artery)
3. Kemudian Cateter yang sudah diberi benang masuk ke ruangan
pericardial, dan dihubungkan ke transduser untuk mengukur tekanan
4. Cateter yang lain, yang telah diberi benang juga, melalui systemic vein ke
sisi kanan dari jantung, secara simultan merekam(recording) perbandingan
tekanan di intracardiac dan intrapericardial.

Jika prosedur pericardiocentesis sukses, maka tekanan pericardium


pun akan turun hingga ke normal, dan tidak ada tekanan diastolic
yang sama dalam semua ruangan jantung akan menurun, hingga ke
tekanan normal.

NB: setelah aspirasi awal pericardiac fluid, pericardial cateter


mungkin ditinggalkan pada tempat sekitar 1 hari untuk
memungkinkan complete drainage.

Ketika dilakukan pericardial diambil, selain untuk terapi, juga


untuk mendiagnosa, contohnya mengkultur bakteri, fungi, acid fast
bacilli, dan CBC.

Jika terjadi peningkatan protein pericardial terhadap serum <0,5


/pericardial LDH terhadap serum LDH >0,6, berarti itu exudates.

Ketika suspected TB: kadar adenosine deaminase pada pericardial


fluid, menurut beberap studies mengatakan bahwa peningkatan

23

adenosine deaminase itu merupakan indikasi unutk TB, hal ini


sangat sensitive dan spesifik.

Jika cardiac tamponade ini berulang, maka penanganannya, yaitu


lakukan pericardiocentesis.

Pada beberapa kasus, dilakukan definitive surgical, untuk removal


bagian atau semua bagian dari pericardiumnya.

EMFISEMA SUBKUTIS
Dapat disebabkan olch adanya cedera saluran pernafasan atau segmen
fraktur iga yang merobek paru-paru dan dapat disertai dcngan adanya pneutoraks
maupun pneutoraks desakan.
Penatalaksanaan
Emfisema subkutis yang tcrbatas di daerah toraks tidak memerlukan
tindakan karena dapat diabsorbsi dalam 2 hingga 4 minggu; bila terdapat
penumotoraks dilakukan pemasangan water seal drainage.
Emfisema subkutis yang luas harus dicurigai disebabkan cedera dari
saluran pernafasan yang mungkin memerlukan tindakan torakotomi untuk
memperbaikinya.
FRAKTUR IGA
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan
oleh trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan
fraktur iga. Hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan trauma yang sempit,
sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.

24

Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa
adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen. Kecurigaan
adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur
pada iga VIII-XII
Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan
kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III
atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif
(analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:

Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)

Bronchial toilet

Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah

Cek Foto Foto berkala

Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti:


pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang
mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan
yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan foto berkala), sehingga
dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang
umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.
FRAKTUR STERNUM

Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya


terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.

Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup


besar

Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum

25

Sering disertai fraktur Iga.

Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius,


seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.

Tanda Dan Gejala


Nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Foto toraks lateral ditemukan garis fraktur,

atau gambaran sternum yang tumpang tindih.


Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG

(tanda trauma jantung).


Penatalaksanaan
1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian
analgetika dan observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan
operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi
adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA

Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi


sternoklavikula) menonjol kedepan

Posterior : sendi tertekan kedalam

Pengobatan : reposisi

FLAIL CHEST
Definisi
Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berurutan 3 iga , dan memiliki garis fraktur 2 (segmented) pada tiap
iganya.

26

Akibatnya adalah terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal


(kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan
bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.
Karakteristik

Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi;


tidak terlihat pada pasien dalam ventilator

Menunjukkan trauma hebat

Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,


ekstremitas)

Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective


air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri.
Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada
daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari
dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara
keseluruhan.

Penatalaksanaan

Terapi awal meliputi ventilasi adekuat, pemberian oksigen dan resusitasi


cairan.

27

Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda


kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya
dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu

Pain control, dengan pemberian analgesik

Resusitasi cairan

Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal


melalui operasi)

Bronchial toilet

Fisioterapi agresif

Tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet

Indikasi Operasi
Indikasi operasi (stabilisasi) pada flail chest, yaitu:
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks
masif, dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan
lagi area "flail"
KONTUSIO PARU

Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks

Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim konsolidasi

Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi


lung compliance ventilation-perfusion mismatch hipoksia & work
of breathing

Manifestasi : pernafasan paradoxal

TRAUMA TRAKEOBRONKIAL
sebagian besar trauma terjadi pd jarak 2,54 cm dari carina meninggal
seketika

28

pneumotorak yg berhubungan dengan

kebocoran udara luas persisten

paska torakotomi menunjukan adanya trauma trakeobronkial


Diagnosis bronkoskopi
Penatalaksanaan
Ps stabil operatif tunggu hingga inflamasi akut dan edema yg
terjadi mengalami perbaikan

TRAUMA TUMPUL JANTUNG


dapat menyebabkan kontusio muskulorum miokardial, ruptur kardiak
camber, diseksi arteri koroner dan atau trombosis atau kerusakan valvuler.
Diagnosis FAST
RUPTUR AORTA

Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi


ruptura tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat

ligamentum arteriosum.
Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma toraks dengan ruptura aorta ini
dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto toraks bila didapati.
a) Mediastinum yang melebar
b) Fraktur iga 1 dan 2
c) Trakea terdorong ke kanan
29

d) Gambaran aorta kabur dan terdapat penekanan bronkus utama kiri


f) Gambaran pipa lambung (NGT) pada esofagus yang terdorong ke
kanan.

Penatalaksanaan
Diagnosis dapat

ditegakkan

dengan

melakukan

aortografi

dan

ekokardiorgrafi. Reparasi operatif dilakukan dengan torakotomi dan


dengan bantuan cardiopulmonaru bypass.
TRAUMATIC DIAPHRAGMATIC RUPTURE

Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma


tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.

Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan


tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur
terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.

Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah
toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organorgan lain (intratoraks ata intraabdominal).

Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral)

Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma


kanan

Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks

Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial

Diagnostik

Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen

Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda


abdomen akut)

30

Foto

toraks

dengan

NGT

terpasang

(pendorongan

mediastinum

kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)

CT scan toraks

Penatalaksanaan
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
ESOPHAGEAL DISRUPTION
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma
tajam/tembus. Pada pemeriksaan Foto toraks: Terlihat gambaran
pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik:

Esofagografi

Tindakan:

Torakotomi eksplorasi

31

Anda mungkin juga menyukai