Tinjauan Pustaka
Superovulasi atau sering juga disebut multipleovulasi adalah sebagai salah
satu upaya meningkatkan efisien reproduksi, terutama terhadap hewan
yang secara alami tergolong beranak tunggal. Istilah superovulasi lebih
populer dari pada multipleovulasi. Pada multipleovulasi cenderung
mengacu hanya pada arti kwantitas atau jumlah yang lebih banyak.
Sedangkan superovulasi dapat meliputi kedua pengertian, yaitu kwantitas
dan kwalitas atau lebih baik dan lebih banyak. (Yatim, 1994)
Dengan pengertian bahwa dalam program superovulasi sekaligus
melakukan seleksi, memilih hanya terhadap hewan yang mempunyai nilai
genetis superior (dijadikan induk donor) yag dilipat gandakan jumlah sel
telurnya setiap kali peristiwa ovulasi. Kemudian dilakukan inseminasi
buatan IB (fertilisasi in vivo) sehingga diperoleh embrio dengan kwalitas
unggu dan jumlah lebih banyak, yang selanjutnya di cangkok (ditransfer
embrio, TE) pada induk-induk resipien. (Djuhanda, 198)
Sementara ini superovulasi baru diterapkan pada spesies sapi dalam
program
breeding
untuk
menunjang
pemberdayaan
bioteknologi
ideal
untuk
melakukan
program
superovulasi.
Terjadinya
buatan berlaku pada hari ke-2 kemudian pada hari ke-9 dilakukan
pengambilan embrio. (Yatim, 1994)
Bila pada setiap siklus birahi diperoleh satu butir embrio, maka salama
satu tahun akan diperoleh sejumlah sekitar 17-18 embrio. Rekayasa proses
dengan melibatkan satu jenis hormon, yaitu PGF-2 faktor luteolitik untuk
induksi birahi, dan induksi ovulasi secara memendekkan siklus birahi. Pada
hari ke-7 setelah flushing tunggal, sapi donor tersebut disuntik PGf-2.
Maka 2-4 (rata-rata 3) hari kemudian akan terjadi birahi dan ovuasi. Maka
siklus birahi pada sapi donor tersebut diperpendek dari rata-rata 21 hari
menjadi rata-rata 10 hari. Pada setiap birahi diperlakukan IB dab Flushing
Tunggal pada hari ke-7. Bila setiap siklus birahi diperoleh satu butir
embrio, maka selama satu tahun akan diperoleh sejumlah sekitar 36
embrio (satu tahu 365 hari dibagi satu siklus 10 hari). Dapat disimpulkan
bahwa dengan perlakuan rekayasa flushing tunggal melibatkan satu
macam
hormon
(PGF-2)
diperoleh
embrio
sekitar
2kali
lipat
INSEMINASI BUATAN
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang
pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang
mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan
menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam
vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan
yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke
dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata
kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal
tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak
lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah
pengunaan teknik tersebut. (Toelihere,1985).
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak
pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya
dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal
diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada
tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh
pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia
mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa
dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi
mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas
dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil
penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian
yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan
jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar
kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi. (Salisbury,Vandemark,
1985).
DAFTAR PUSTAKA
Djarubito, Brotowidjoyo. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga LP4 : Jakarta
Djuhanda, Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico : Bandung
Effendi, E. M., dan Moerfiah. 2014. Penuntun Praktikum Reproduksi
Hewan. Bogor : Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan.
Machmudin, Dadang dan tim. 2008. Embriologi Hewan. Bandung : Biologi
FMIPA UPI
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sheare, J.K. 2008. Anatomi dan Psikologi Reproduksi. Florida : Universitas
Florida
Solihati, N. Tita, D.L. Kundrat, H. Rangga, S. dan Lia, J.N. 2006. Perlakuan
Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak. dalam Jurnal Ilmu Ternak.
(Desember, VI) No.2. Bandung : Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Yatim, Wildan. 1976. Embriologi. Tarsito : Bandung