Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN
A. Judul
Molase Jerami Padi
B. Latar Belakang
Teknologi pengolahan pakan merupakan dasar teknologi untuk mengolah
limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri dalam pemanfaatannya
sebagai pakan. Pengolahan pakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas,
utamanya efektifitas cerna, utamanya untuk ternak ruminansia serta
peningkatan kandungan protein bahan. Pengolahan dapat dilakukan secara
fisik, kimia, dan biologis.
Jerami padi berpotensi sebagai pakan ternak, namun sebagian tidak
tercerna, dikarenakan padi mempunyai serat yang tinggi dan protein yang
rendah. Maka dari itu dalam praktikum ini dilakukan proses amoniasi jerami
padi supaya dapat menjadi pakan dan dapat dicerna oleh ternak ruminansia.
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu membuat pakan ternak dari limbah tanaman padi.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi mikrobia yang berperan aktif dalam
pembuatan pakan ternak ini.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi morfologi koloni bakteri dalam
pembuatan pakan ternak ini.

II. METODE PERCOBAAN


A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah baskom, gelas beker,
timbangan digital, lakban, kantong plastik besar, pisau, pro pipet, pipet ukur,
sendok, bunsen, tabung reaksi, rak tabung reaksi, kertas label, mikro pipet,
mikro tube, cawan petridish, Laminar Air Flow, inkubator, kertas payung, dan
karet.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah medium NA,
medium PDA, jerami padi, akuades steril, air keran, alkohol 70%, urea 10
gram, dan molase.
B. Cara Kerja
Jerami padi dicacah dengan ukuran 3 cm lalu ditimbang sebanyak 1 kg.
Urea sebanyak 10 gram dilarutkan ke dalam liter air kemudian jerami padi
dimasukkan ke dalam kantong plastik. Urea diperciki secara merata pada
jerami padi kemudian kantong plastik ditutup rapat. Amoniasi dilakukan
selama 3 minggu. Selesai amoniasi, kondisi jerami padi diamati (warna,
tekstur, dan bau) lalu diangin-anginkan selama 6 jam. Jerami padi dilumuri
molase hingga merata lalu dimasukkan kembali ke dalam kantong plastik dan
ditutup rapat.
Setelah 48 jam, kondisi jerami padi diamati kembali (warna, tekstur, dan
bau). Jerami padi diambil dan diperas. Cairan jerami diambil sebanyak 1 ml
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml akuades steril.
Pengenceran dilakukan hingga seri pengenceran 10-4, kemudian diisolasi pada
medium NA dan PDA dengan teknik spread plate. Inkubasi dilakukan selama
48 jam, selanjutnya diidentifikasi mikrobia yang tumbuh (bentuk, tepian,
elevasi, dan warna).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai molase jerami pada,
maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Kondisi Jerami Padi
Pengamatan

Warna

Tekstur

Bau

Minggu I

Kuning

Keras

Jerami

Minggu III

Kuning Kecoklatan

Lunak

Amoniak

Setelah 48 jam

Coklat

Lebih lunak (+)

Amoniak

(Penambahan molase)

(+)

Keterangan : + = menyengat/lunak
++ = lebih menyengat/lunak
+++ = sangat menyengat/sangat lunak
Tabel 2. Karakteristik Morfologi Mikrobia Molase Jerami Padi Pada Medium
NA dan PDA
Gambar

Karakteristik

Jenis mikrobia : Bakteri


Pertumbuhan : Sedang

Medium NA, 10-4

Jenis mikrobia : Jamur


Pertumbuhan : Sedikit

Medium PDA, 10-4

Tabel 3. Morfologi Koloni Pada Medium NA Secara Spread Plate


Koloni
Bentuk
Tepian
Elevasi
Warna
1
Circulair
Entire
Low convex
Putih kekuningan
2
Ameoboid
Erose
Convex papilate
Putih kekuningan
3
Myceloid
Lobate
Convex regose
Putih kekuningan
B. Pembahasan
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling banyak tersedia dan
sering digunakan sebagai pakan pada saat persediaan rumput kurang. Produksi
jerami padi bevariasi yaitu mencapai sekitar 12-15 ton per hektar dalam satu
kali panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas
tanamannya, secara keseluruhan mencapai 128 juta untuk luas panen 10,7
juta hektar (Bata, 2008).
Jerami padi merupakan bahan pakan ruminansia yang tergolong bahan
pakan yang berkualitas rendah karena jerami padi tersusun oleh selulosa,
hemiselulosa, silika, dan lignin. Lignin yang terdapat pada dinding sel
merupakan penghalang bagi kerja enzim yang mencerna selulosa dan
hemiselulosa. Karakteristik jerami adalah tingginya kandungan serat yang tidak
dapat dicerna karena lignifikasi selulosa yang tinggi sehingga kecernaannya
juga menurun (Bata, 2008).
Hasil panen sebanyak 5 ton padi akan menyerap dari dalam tanah
sebanyak 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Hampir semua unsur K dan sepertiga
N, P, dan S ada di dalam jerami padi. Dengan demikian jerami padi merupakan
sumber hara makro yang baik. Disamping itu, 5 ton padi mengandung 2 ton
karbon, dan di tanah sawah secara tidak langsung merupakan sumber N. Faktor
lain yang menguntungkan dari penggunaan jerami sebagai sumber pupuk
organik adalah tersedia langsung di lahan usaha tani, yang bervariasi dari 2-10
ton/ha/musim, dan sekaligus mengurangi masalah limbah (Sutanto, 2002).
Secara tidak langsung jerami juga mengandung senyawa N dan C yang
berfungsi sebagai substrat metabolisme mikrobia tanah, termasuk gula, pati,
selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak, dan protein. Senyawa tersebut
menduduki 40% (sebagai C) berat kering jerami. Pembenaman jerami ke dalam

lapisan olah tanah sawah akan mendorong kegiatan bakteri pengikat N yang
heterotropik dan fototropik (Sutanto, 2002).
Amoniasi adalah salah satu bentuk perlakuan kimiawi (menggunakan
urea) yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi dan
kecernaan limbah berserat tinggi. Amoniasi merupakan salah satu perlakuan
kimia yang bersifat alkalis dan dapat melarutkan hemiselulosa, lignin, silika,
saponifikasi asam uronat dan ester asam asetat menetralisasi asam nitrat bebas
serta dapat mengurangi kandungan lignin dinding sel. Turunnya kristalinitas
selulosa akan memudahkan penetrasi enzim selulosa mikrobia rumen (Cheeke
dan Peter, 1999). Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara,
sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati. Untuk mencegah
kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran
plastik sebanyak dua lapis atau lebih (Shiddieqy, 2005).
Amonia yang dihasilkan pada proses amoniasi menyebabkan perubahan
komposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan
antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Reaksi kimia yang terjadi
(dengan memotong jembatan hidrogen) rnenyebabkan mengembangnya
jaringan dan meningkatkan fleksibilitas dinding sel hingga memudahkan
penetrasi

(penerobosan)

oleh

enzim

selulase

yang

dihasilkan

oleh

mikroorganisme (Cheeke dan Peter, 1999).


Mekanisme perlakuan amoniasi urea pada dasarnya adalah reaksi antara
amonia yang dihasilkan urea dengan serat-serat jerami jagung. Adanya air
menyebabkan amonia menghasilkan alkali ammonium hidroksida. Kemudian
bereaksi dengan komponen-komponen serat dinding sel. Saat pemeraman akan
lebih dulu terjadi hidrolisis urea menjadi amonia, baru kemudian terjadi
perubahan struktur dinding sel akibat suasana basa. Cara kerja alkali yaitu
mensuplai OH- yang dapat memecah ikatan ester dalam molekul lignin
hemiselulosa. Kelebihan amoniasi urea dibandingkan yang lain adalah dapat
meningkatkan kadar protein kasar dan kecernaan bahan kering jerami jagung
(Trisnadewi dkk., 2011).

Manfaat dari pengolahan amoniasi adalah memotong ikatan rantai dan


membebaskan selulosa dan hemiselulosa supaya bisa dimanfaatkan oleh tubuh
ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea bereaksi dengan jerami padi.
Dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti mengikat NH3 , dan selulosa serta
hemiselulosa lepas. Ini semua berakibat pada kecernaan meningkat, serta kadar
protein jerami padi meningkat; NH3 yang terikat berubah menjadi senyawa
sumber protein. Dengan demikian keuntungan amoniasi adalah kecernaan
meningkat, protein jerami meningkat, menghambat pertumbuhan jamur dan
memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami (Shiddieqy, 2005).
Teknik amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami padi agar dapat
bermanfaat bagi ternak. Teknik amoniasi dapat menambah kadar protein kasar
(crude protein) dalam jerami. Kadar protein kasar diperoleh dari amoniak di
dalam urea yang berperan dalam memuaikan serat selulosa. Pemuaian
memudahkan penetrasi enzim selulosa dan meningkatkan kandungan protein
kasar melalui peresapan nitrogen dalam urea (Shiddieqy, 2005).
Jerami padi yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar
dibandingkan jerami yang tidak diolah. Proses amoniasi sangat efektif dalam
menghilangkan alfatoksin yang ada di dalam jerami. Jerami yang telah
diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme jika jerami tersebut
telah diolah dengan mengikuti prosedur yang benar (Shiddieqy, 2005).
Menurut Shiddieqy (2005), terdapat 6 faktor yang mempengaruhi proses
amoniasi yaitu sebagai berikut :
1. Dosis amoniak
Dosis

amoniak

adalah

berat

nitrogen

yang

dipergunakan

dibandingkan dengan berat kering jerami. Dosis optimal yaitu


berkisar antara 3 - 5 % NH3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 %
tidak akan berpengaruh terhadap daya cerna, akan tapi amoniak
hanya akan berfungsi sebagai bahan pengawet saja. Bila lebih dari 5
% amoniak akan terbuang karena tidak mampu lagi diserap oleh
jerami dan akan lepas ke udara bebas. Kerugiannya hanya
pemborosan amoniak yang berarti kerugian ekonomi.

2. Suhu
Semakin tinggi suhu maka akan semakin singkat proses amoniasi
nya. Yang paling baik adalah antara 20 sampai 100oC. Pada suhu
yang rendah di bawah 0oC proses amoniasi berjalan sangat lambat.
3. Tekanan
Tekanan tidak dapat berdiri sendiri, biasanya kornbinasi dengan suhu.
Tekanan dan suhu tinggi misalnya 16,2 kg/cm2 dengan suhu 213oC
akan mencapai kandungan protein kasar dan daya cerna tertinggi
dalarn waktu hanya 4 menit.
4. Lama pengolahan
Lama pengolahan adalah waktu yang diperlukan untuk proses
amoniasi berlangsung. Waktu bervariasi sejalan dengan suhu,
berkisar 1 sampai 8 minggu. Tergantung metode yang digunakan.
Yang tersingkat adalah jika menggunakan kontainer kedap udara
dengan pemanasan sampai 100oC.
5. Kelembaban jerami
Kelembaban ideal untuk mencapai kandungan protein kasar dan daya
cerna optimal adalah antara 30 sampai 50 %. Kurang dari 30 % dan
lebih dari 50 % proses amoniasi kurang sempurna.
6. Jenis dan kualitas jerami
Tiap jenis jerami rnisalnya jerami padi, jerami gandum sorghum,
jagung, dan lain-lain mempunyai sifat fiksasi berbeda-beda jika
diolah dengan amoniak. Untuk meningkatkan kandungan protein
kasar misalnya untuk alfalfa jenis-jenis legume yang sudah tinggi
kadar protein kasarnya tidak dianjurkan untuk diolah dengan
amoniak, karena pengaruhnya kecil. Untuk jenis hijauan kering
berkadar protein tinggi dianjurkan menggunakan dosis rendah (1 - 2
%) hanya untuk pengawet saja.
Jerami padi digunakan untuk pembuatan pakan ternak dikarenakan
merupakan limbah pertanian yang paling banyak tersedia dan dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak saat persediaan rumput kurang. Namun

kualitasnya rendah maka dari itu harus diolah terlebih dahulu melalui proses
amoniasi. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk melemahkan ikatan
lignin, selulosa, dan silika yang menjadi faktor penyebab rendahnya daya cerna
jerami padi. Nitrogen yang berasal dari urea yang meresap dalam jerami
mampu meningkatkan kadar amonia di dalam rumen sehingga tersedia substrat
untuk memperbaiki tingkat dan efisiensi sintesis protein oleh mikroba serta
sebagai sumber energi bagi mikrobia (Trisnadewi dkk., 2011).
Penggunaan urea pada jerami padi akan meningkatkan pH jerami
amoniasi dan peningkatan tidak hanya menyebabkan Nitrogen (N) lepas ke
lingkungan tetapi juga menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan N
dan energi pada rumen sekitar 60 70 persen NH3 yang berasal dari amoniasi
menuju ke atmosfer yang nantinya akan menyebabkan penipisan lapisan ozon.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa dilakukan dengan
penambahan asam organik, namun demikian tidak menguntungkan karena
asam organik mahal (Bata, 2008).
Alternatif lain adalah menggunakan bahan pakan sumber karbohidrat
fermentable, bahan pakan tersebut diharapkan sebagai media atau sumber
energi bagi mikroba asam laktat. Mikroba memanfaatkan NH3 dan juga
memproduksi asam laktat yang dapat bereaksi dengan NH3. Penggunaan NH3
yang optimal dapat meningkatkan kandungan protein kasar selain itu dengan
kondisi asam juga mudah melonggarkan ikatan lignoselulosa yang pada
akhirnya berdampak positif pada aktifitas mikroba rumen (Bata, 2008).
Salah satu jenis bahan karbohidrat fermentable tinggi dan mudah
diperoleh yaitu molase. Molase merupakan hasil samping dari pembuatan gula
tebu yang mempunyai kandungan BETN dari bahan kering tinggi. Molase
digunakan sebagai sumber karbohidrat yang mudah terfermentasi pada ransum
yang kandungan seratnya tinggi dan yang diberi urea (Bata, 2008).
Menurut Sumarsih dan Tampoebolon (2003), keberhasilan proses
amoniasi dapat dilihat berdasarkan :

1. Bau
Ciri khas proses amoniasi yang baik adalah timbulnya bau amonia
yang kuat pada saat tempat pemeraman dibuka. Bau amonia yang kuat
menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara maksimal menjadi
amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh jerami padi dan
bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami padi. Bau
amonia yang kurang kuat/lemah menunjukkan bahwa proses amoniasi
tidak berlangsung dengan baik, tidak efisien atau bahkan gagal.
Penyebab hal tersebut antara lain : 1) jumlah urea yang digunakan
terlalu sedikit, 2) silo tidak tertutup rapat sehingga sebagian besar amonia
yang terbentuk menguap dan tidak terikat oleh jerami padi, 3) urea belum
atau tidak terhidrolisis secara sempurna, 4) kurangnya jumlah air yang
digunakan atau kelembaban dalam silo, 5) kurangnya bakteri ureolitik
atau sumber urease dalam jerami padi yang digunakan. Bau amonia yang
kurang kuat/lemah biasanya diikuti dengan bau tidak enak (busuk) dan
tumbuhnya jamur.
2. Warna
Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari
coklat mudah kekuningan (tanpa diamoniasi) menjadi coklat tua dan
merata (setelah diamoniasi). Warna coklat yang kurang kuat pada jerami
padi amoniasi menunjukkan bahwa proses amoniasi tidak berlangsung
dengan baik.

Gambar 1. Perbedaan warna jerami pada tanpa amoniasi (kiri) dan jerami padi
amoniasi (kanan) (Sumarsih dan Tampoebolon, 2003).

3. Tekstur
Tekstur jerami padi yang tidak diamoniasi keras dan kaku, sedangkan
jerami padi yang telah diamoniasi lebih lembut dan lunak meskipun
jerami tersebut sudah dikeringkan. Semakin lama pemeraman maka
tekstur jerami padi amoniasi akan semakin lembut dan lunak.
4. Tidak berjamur
Amonia dalam proses amoniasi dapat mencegah tumbuhnya jamur,
sehingga tidak terdapat jamur pada jerami padi amoniasi walaupun
diperam dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sangat berbeda jika
jerami disimpan tanpa proses amoniasi maka akan timbul jamur atau bau
busuk adanya jamur. Secara kimia keberhasilan proses amoniasi jerami
padi dapat dilihat berdasarkan meningkatnya kandungan nitrogen atau
protein pada jerami padi amoniasi.
Hal ini dapat diketahui melalui analisis di laboratorium salah satunya
dengan metode kjeldahl. Secara biologis keberhasilan proses urea
amoniasi jerami padi dapat dilihat berdasarkan meningkatnya daya cerna
dan konsumsi oleh ternak termasuk peningkatan produktifitas ternak.
NA (Nutrient Agar) adalah medium umum untuk uji air dan produk
dairy. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme
yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini
merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan bakto
agar. NA merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur
bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa
stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi
organisme dalam kultur murni. NA memiliki pH 7,40,2 pada suhu 25C
(Fardiaz, 1992).
Untuk PDA biasanya digunakan untuk jenis mikroorganisme jamur
(kapang) dan khamir seperti Candida albicans, Saccharomyces cerevisiase,
dan Aspergillus niger. PDA dibuat dari potongan kentang kasar dan dekstrosa
(gula jagung) dan ditambah dengan agar sebagai pemadat. Kentang dan
dekstrosa mengandung berbagai nutrien yang berguna bagi pertumbuhan

mikroorganisme tersebut, karena adanya kandungan gula dan juga protein.


PDA juga mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri
dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan
kapang dan khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri (Fardiaz,
1992).
Pada saat praktikum jerami padi dicacah dengan ukuran 3 cm lalu
ditimbang sebanyak 1 kg. Jerami dicacah untuk memudahkan pada saat akan
menimbang jerami. Urea dilarutkan ke dalam liter air supaya mudah
meresap pada jerami, kemudian kantong plastik ditutup rapat dikarenakan
proses amoniasi harus dalam keadaan tanpa udara (Shiddieqy, 2005). Amoniasi
dilakukan selama 3 minggu supaya proses amoniasi berlangsung dengan
sempurna. Jerami padi lalu diangin-anginkan selama 6 jam untuk
menghilangkan bau amoniak. Jerami padi dilumuri molase hingga merata lalu
dimasukkan kembali ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat (Bibiana dan
Hastowo, 1992).
Setelah 48 jam, cairan jerami diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml akuades steril. Pengenceran
dilakukan hingga seri pengenceran 10-4, digunakan seri pengenceran 10-4
dikarenakan merupakan seri pengeceran yang paling tepat (bakteri tidak terlalu
banyak atau terlalu sedikit) untuk melihat morfologi koloni. Kemudian
diisolasi pada medium NA dan PDA dengan teknik spread plate. Isolasi
menggunakan teknik spread plate dikarenakan ingin melihat ada atau tidaknya
bakteri ataupun jamur yang tumbuh pada medium tersebut. Inkubasi dilakukan
selama 48 jam dikarenakan jamur butuh waktu untuk membentuk spora serta
bakteri juga butuh waktu untuk pertumbuhan (Bibiana dan Hastowo, 1992).
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada minggu pertama sebelum dilakukan
proses amoniasi, jerami berwarna kuning dengan tekstur keras dan bau seperti
jerami. Pada minggu ketiga jerami berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur
lunak dan bau amoniak. Setelah 48 jam jerami berwarna coklat dengan tekstur
lebih lunak dari sebelumnya dan bau amoniak yang lebih menyengat dari
sebelumnya.

Pada minggu ketiga jerami padi berwarna kuning kecoklatan dikarenakan


proses amoniasi. Tekstur jerami menjadi lunak juga dikarenakan proses
amoniasi oleh urea. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk melemahkan
ikatan lignin, selulosa, dan silika. Ketika ikatan lignin, selulosa, dan silika
lemah maka tekstur jerami menjadi lunak (Trisnadewi dkk., 2011).
Setelah 48 jam tekstur jerami menjadi lebih lunak dari sebelumnya
dikarenakan pemberian molase. Molase sebagai sumber energi tambahan bagi
mikrobia, mikroba memanfaatkan NH3 dari proses amoniasi dan juga
memproduksi asam laktat yang dapat bereaksi dengan NH3. Penggunaan NH3
yang optimal dapat melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga tekstur jerami
padi semakin lunak (Bata, 2008).
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk medium NA jenis mikrobia yang
tumbuh adalah bakteri dengan pertumbuhan sedang, sedangkan pada medium
PDA jenis mikrobia yang tumbuh adalah jamur dengan pertumbuhan hanya
sedikit. Jenis mikrobia yang tumbuh pada medium NA dan PDA berbeda
dikarenakan medium NA merupakan medium untuk pertumbuhan bakteri
sedangkan medium PDA merupakan medium untuk pertumbuhan jamur
(Fardiaz,

1992).

Menurut

Dwidjoseputro

(1998),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu:


1. Tingkat keasaman (pH)
Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral dan pH 4,6
7,0 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri,
sedangkan kapang dan khamir tumbuh pada pH yang lebih rendah.
2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran
suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan
kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok
sebagai berikut:
a. psikrofil,

yaitu

mikroba

yang
o

pertumbuhan pada suhu 0-20 C.

mempunyai

kisaran

suhu

b. mesofil,

yaitu

mikroba

yang

mempunyai

kisaran

suhu

pertumbuhan 20- 45 C.
c. termofil, yaitu mikroba yang suhu pertumbuhannya diatas 45 o C.
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil,
yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri
patogen umumnya mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar
37o C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu
tubuh manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan
beberapa bakteri pathogen. Mikroba perusak dan patogen umumnya
dapat tumbuh pada kisaran suhu 466oC.
3. Nutrient
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai
nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur
dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur,
fosfor, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau
kekurangan

sumber-sumber

nutrisi

ini

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan


kematian. Kondisi tidak bersih pada lingkungan adalah kondisi yang
menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga
mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh
karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih adalah
untuk

meminimalisir

sumber

nutrisi

bagi

mikroba

agar

pertumbuhannya terkendali.
4. Oksigen
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba
dibedakan atas 4 kelompok sebagai berikut:
a. aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.
b. anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan
oksigen.

c. anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau


tanpa adanya oksigen.
d. mikroaerofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada
konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi oksigen yang
normal di udara. Mikroba perusak pangan sebagian besar
tergolong

aerob,

yaitu

membutuhkan

oksigen

untuk

pertumbuhannya, kecuali bakteri yang dapat tumbuh pada saluran


pencernaan manusia yang tergolong anaerob fakultatif.
Menurut Howard (1983), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
jamur yaitu:
1. Kebutuhan air
Kebanyakan jamur membutuhkan air minimal untuk pertumbuhannya
lebih rendah dibandingan khamir dan bakteri.
2. Suhu pertumbuhan
Kebanyakan jamur bersifak mesofilik, suhu optimum pertumbuhannya
adalah sekitar 25-30oC tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37oC
atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus. Beberapa juga bersifat psikotropik
yaitu tumbuh baik pada suhu lemari es dan beberapa juga bersifat
termofilik yaitu tumbuh pada suhu tinggi.
3. Kebutuhan oksigen dan pH
Semua jamur bersifat aerobik. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada
kisaran pH yang luas yaitu pH 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan
lebih baik pada kondisi asam.
4. Substrat/media
Pada umumnya jamur dapat menggunakan berbagai komponen makanan
dari yang sederhana sampai komplek. Kebanyakan jamur memproduksi
enzim hidrolitik misalnya amilase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh
karena itu dapat tumbuh pada makanan yang mengandung pati, protein,
pektin, dan lipid.

5. Komponen penghambat
Beberapa komponen bersifat mikostatik yaitu menghambat pertumbuhan
jamur atau fungisidal yaitu membunuh jamur. Pertumbuhan jamur
biasanya berjalan lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri
dan khamir.
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa diperoleh 3 koloni dari cairan jerami
padi hasil proses amoniasi. Koloni pertama berbentuk circulair, tepian entire,
dan elevasi low convex. Koloni kedua berbentuk ameboid, tepian erose, dan
elevasi convex papilate. Koloni ketiga berbentuk myceloid, tepian lobate, dan
elevasi convex regose. Semua koloni berwarna putih kekuningan. Terlihat dari
bentuk, tepian, dan elevasi keanekaragaman bakteri pada cairan jerami padi
termasuk tinggi.
Kandungan serat kasar jerami amoniasi semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya tingkat molase. Hal ini disebabkan perlakuan urea dan
penambahan

molases

pada

proses

amoniasi

jerami

padi

mampu

merenggangkan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa, selain itu juga suasana


asam dari fermentasi molases oleh bakteri asam laktat mempermudah
renggangnya ikatan tersebut. Kandungan serat kasar mengalami penurunan
karena teknik amoniasi dengan menggunakan urea sebagai sumber NPN dapat
menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, hemiselulosa dan silika yang
merupakan faktor penyebab. Penambahan asam pada amoniasi jerami padi
terbukti dapat menangkap amonia yang terlepas sebesar 30 persen. Produksi
NH3 yang tinggi mencerminkan banyaknya protein ransum yang mudah
didegradasi oleh mikroba rumen (Bata, 2008).

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai molase jerami pada,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembuatan pakan ternak yaitu melalui proses amoniasi.

Amoniasi

merupakan salah satu perlakuan kimia yang bersifat alkalis dan dapat
melarutkan hemiselulosa, lignin, silika, serta dapat mengurangi kandungan
lignin dinding sel.
2. Terdapat dua jenis mikrobia yang berperan aktif dalam pembuatan pakan
ternak. Pada medium NA terdapat bakteri dengan pertumbuhan sedang dan
pada medium PDA terdapat jamur dengan pertumbuhan sedikit.
3. Terdapat 3 koloni bakteri. Koloni pertama berbentuk circulair, tepian
entire, dan elevasi low convex. Koloni kedua berbentuk ameboid, tepian
erose, dan elevasi convex papilate. Koloni ketiga berbentuk myceloid,
tepian lobate, dan elevasi convex regose. Semua koloni berwarna putih
kekuningan.

DAFTAR PUSTAKA
Bata, M. 2008. Pengaruh Molase Pada Amoniasi Jerami Padi Menggunakan Urea
Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik In Vitro. Jurnal
Agripet. 8(2):15-20.
Bibiana, W. dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers, Jakarta.
Cheeke dan Peter, R. 1999. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding Third
Edition. Prentice-Hall Inc, New Jersey.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan, Malang.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Howard, H. D. 1983. Pathogenic Fungi in Humans and Animals Second Edition.
Marcel Dekker Inc, USA.
Shiddieqy, M. I. 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan. Mahasiswa Departemen
Produksi Ternak, Jatinangor.
Sumarsih, S. dan Tampoebolon, B. I. M. 2003. Pengaruh Aras Urea dan Lama
Pemeraman yang Berbeda Tehadap Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi.
Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4:298-301.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Trisnadewi, A., Sumardani, B. R., Putri, T., Cakra dan Aryani. 2011. Peningkatan
Kualitas Jerami Padi Melalui Penerapan Teknologi Amoniasi Urea Sebagai
Pakan Sapi Berkualitas Di Desa Bebalang Kabupaten Bangli. Jurnal
Udayana Mengabdi. 10(2):72-74.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai