Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang farmasi khususnya kimia atau analisis farmasi sering
dilakukan analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis kualitatif seperti identifikasi organoleptik, sedangkan analisa kuantitatif
digunakan untuk menentukan kadar suatu senyawa.
Antibiotik

beta-laktam adalah

golongan antibiotika yang

memiliki

kesamaan komponen struktur berupa adanya cincin beta-laktam dan umumnya


digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Terdapat sekitar 56 macam antibotik
beta-laktam yang memiliki antivitas antimikrobial pada bagian cincing betalaktamnya dan apabila cincin tersebut dipotong oleh mikroorganisme maka akan
terjadi resistensi terhadap antibiotik tersebut.
Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama
adalah cephalothin dan cephaloridine yang

sudah

tidak

banyak

digunakan.

Generasi kedua (antara lain: cefuroxime, cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.)


digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya
memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob. Generasi ketiga dari sefalosporin (di
antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef, cefotetan, dll.) dibuat pada tahun
1980-an untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakterigram negatif-basil.
Pada makalah ini akan dibahas tentang analisis kuantitatif senyawa
sefalosporin yang dikhususkan pada senyawa pada generasi keduanya yaitu
sefuroksim, yang dapat dianalisis secara volumetri dengan titrasi iodatometri, dan
dengan instrumen yaitu spektrofluorometri dan elektroforesis kapiler.
B. Rumusan Masalah
1). Bagaimana sejarah perkembangan sefalosporin?
2). Bagaimana struktur kimia dan sifat sefalosporin?
3). Bagaimana sifat fisika sefalosporin?
4). Bagaimana sifat kimia sefalosporin?
5). Apa saja kegunaan sefalosporin?
6). Bagaimana analisis untuk senyawa sefalosporin

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui sejarah perkembangan sefalosporin
2) Untuk mengetahui struktur kimia dan sifat sefalosporin
3) Untuk mengetahui sifat fisika sefalosporin
4) Untuk mengetahui sifat kimia sefalosporin
5) Untuk mengetahui kegunaan sefalosporin
6) Untuk mengetahui analisis apa yang digunakan untuk senyawa sefalosporin

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Sefalosporin


Penemuan antibiotik -laktam merupakan terobosan yang luar biasa dalam
pembuatan obat. Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun
1928 terbukti efektif dalam melawan bakteri gram positif. Berbagai penelitian
lebih lanjut terhadap penisilin menjadi populer pada masa itu. Meksipun
demikian, penisilin umumnya memiliki keterbatasan dalam melawan bakteri gram
negatif. Dan seiring dengan penggunaannya, beberapa bakteri gram positif
menjadi resistan terhadap penisilin dengan menghasilkan enzim penisilinase yang
menghidrolisis cincin -laktam pada penisilin.
Pada tahun 1945, Giuseppe Brotzu, seorang profesor Hygiene dari
University of Cagliari, Italia, berhasil mengisolasi strain Cephalosporium
acremonium, sejenis mold, dari air laut dekat saluran pembuangan limbah di
Cagliari, Sardinia. Percobaan yang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini
menghasilkan senyawa yang efektif dalam melawan Salmonella tylhi (sejenis
bakteri gram negatif). Pada tahun 1948, Brotzu mempublikasikan penemuannya,
akan tetapi kurang menarik perhatian. Atas usul British Medical Research
Council, Brotzu kemudian 2 mengirimkan kultur C. acremonium, yang kemudian
diklasifikasi ulang sebagai Acremonium chrysogenium pada tahun 1971 oleh
Gams, kepada Howard Florey di Oxford.
Guy Newton dan Edward Abraham di Sir William Dunn School of
Pathology, University of Oxford pada tahun 1951 berhasil menemukan senyawa
antibiotik yang dihasilkan oleh kultur Acremonium yang kemudian diberi nama
sefalosporin C. Pada tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spektrum
aktivitasnya yang lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang
sensitif dan resistan terhadap penisilin. Riset dan pengembangan industri produksi
sefalosporin semakin marak mengingat potensi yang besar dari sefalosporin.
Proses produksi yang pertama melibatkan Glaxo, dari Inggris, dan Ely Lilly, dari
Amerika Serikat, sebagai yang pertama bernegosiasi dengan NRDC (National

Research Development Corporation). tahun 1985, gen biosintetik -laktam


pertama, pcbC (encoding cyclase) berhasil dikloning dari A. chrysogenum.
Perkembangan ini cukup berarti bagi industri sefalosporin mengingat pembuatan
enzim yang diperlukan bagi industri ini menjadi lebih mudah.
Sefalosporin termasuk antibiotik beta laktam dengan struktur, khasiat dan
sifat yang banyak mirip dengan penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntugan
sebagai bebrikut:
1. Spektrum antibakterinnya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan
kuman-kuman anerob
2. Resisten terhadap penisilinase asal stafilokoki, tetapi tetap tidak efektif
terhadap stafilokoki yang resisten terhadap metisilin (MRSA)
Sefalosporin diperoleh secara semisintetis dari sefalosporin-C yang
dihasilkan jamur Cephalosporium acremonium.

Inti penislin 6-APA (6-

aminopenicilanic acid). Pada dasawarsa terakhir, puluhan turunan sefalosforin


baru telah dipasarkan yang strukturnya diubah secara kimiawi dengan maksud
memperbaiki aktivitasnya (Tjay. 2006: 71).
B. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sefalosporin
Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-aminocephalosporanic acid
(7-ACA), yang mengandung gugus -laktam (sebuah cincin dengan 2 atom C, 1
gugus karbonil, dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan
nama ilmiah sefalosporin adalah asam 3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4karboksilat. Berbagai senyawa lainnya dapat diperoleh dengan mengganti R1 dan
R2.

Struktur gugus inti sefalosporin

Pada analisis ini, senyawa yang akan dianalisis yaitu senyawa sefuroksim
yang merupakan salah-satu contoh dari generasi 2 sefalosporin adapun rumus
strukturnya yaitu:

Sodium (6R,7R)-3-[(carbamoyloxy)methyl]-7-[[(Z)-(furan2yl)(methoxyimino) acetyl]amino]-8-oxo-5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-2carboxylate.


Pada

struktur

gugus

inti

sefalosporin

tersebut,

sehingga

dapat

menghasilkan sifat-sifat senyawa yang berbeda-beda. Beberapa contoh senyawa


turunan sefalosporin yaitu:

Berikut beberapa struktur yang berkaitan dengan sefalosporin yang terjadi secara
alami, bukan hasil sintesis.

Sifat-sifat senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikat


pada gugus inti. Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya (proses yang
dilalui obat dalam tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi karakteristik
antibakterialnya.
Secara umum, sefalosporin dikelompokkan dalam 5 generasi, berdasarkan
sifat antibakterial, spektrum antibiotik, stabilitas terhadap laktamase, dan aktivitas
intrinsik.
1. Generasi 1, bersifat lebih efektif dalam menghadapi infeksi staphylococcal dan
streptococcal (bakteri gram positif), stabil terhadap asam, sedikit aktif dalam
melawan bakteri gram negatif. Beberapa obat yang tergolong dalam sefalosporin
generasi

pertama

yaitu cefadroxil, cefazolin, cephalexin,

cephaloridine,

cephalothin, cephapirin, dan cephradine.


2. Generasi 2, memiliki spektrum bakteri gram negatif yang lebih luas, akan tetapi
lebih lemah dalam melawan bakteri gram positif dibanding generasi pertama.
Kelompok ini juga lebih resistan terhadap -laktamase. Sefalosporin yang
termasuk generasi kedua adalah cefaclor, cefoxitin, cefprozil, dan cefuroxime.

3. Generasi 3, memiliki aktivitas terhadap bakteri gram negatif yang jauh lebih
besar, yang disertai dengan berkurangnya aktivitas terhadap bakteri gram negatif.
Kelompok ini meliputi cefdinir, cefixime, cefotamine, ceftriaxone, ceftazidime,
dan cefoperazone.
4. Generasi 4, memiliki spektrum yang lebih seimbang, sehingga aktif dalam
melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Generasi 4 sefalosporin
merupakan antibiotik yang paling potensial di antara obat-obat dalam mengobati
beberapa infeksi serius pada manusia. Cefepime, cefluprenam, cefozopran,
cefpirome, dan cefquinome merupakan obat-obat yang tergolong dalam generasi 4
ini.
5. Generasi 5, merupakan kelompok terbaru yang diidentifikasi meliputi
ceftobiprole dan ceftaroline, meskipun pengelompokannya masih belum diterima
secara universal. Ceftaroline memiliki aktivitas yang sangat baik dalam melawan
bakteri gram positif.

Struktur kimia dari beberapa contoh sefalosporin generasi pertama dan kedua

Struktur kimia dari beberapa contoh sefalosporin generasi ketiga dan keempat
C. Sifat-sifat Fisik
Kebanyakan sefalosporin berupa padatan yang berwarna putih, coklat, atau
kuning muda, yang biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadang-kadang bisa
berbentuk kristal. Sefalosporin umumnya tidak memiliki titik leleh yang tinggi.
Sifat asamnya umumnya berasal dari gugus karboksilatnya yang terikat pada
cincin dihidrothiazin. Nilai keasamannya, pKa, tergantung kondisi lingkungannya.
Salah satu sifat fisik yang mencolok dari sefalosporin adalah frekuensi dalam
spektrum inframerah. Absorpsi terjadi pada frekuensi tinggi (1770-1815 cm-1)
yang berasal dari karbonil -laktamnya. Dibandingkan dengan frekuensi gugus
karbonil pada senyawa lain, misal karbonil ester (1720-1780 cm-1) dan amida
(1504-1695 cm-1), bisa dibilang cukup tinggi. Beberapa sifat fisik sefalosporin
ditampilkan dalam tabel di bawah ini.

D.Sifat-sifat Kimia
Adanya gugus -laktam sangat mempengaruhi sifat kimia dari
sefalosporin. Bentuk geometri cincin dengan ikatan rangkap di dalamnya,
menjadikan

sefalosporin

sebagai

molekul

yang

cukup

stabil

karena

memungkinkan terjadinya resonansi. Pembuatan senyawa turunan sefalosporin


biasanya dengan melakukan penyerangan menggunakan nukleofil seperti
alkolsida atau hidroksilamin.

Reaktivitas sefalosporin, Nu merupakan nukleofil dan X sebagai leaving


group. Dari gambar dapat diketahui bahwa terdapat 2 kemungkinan
pembentukan produk dengan serangan nukleofil

E.Kegunaan Sefalosporin
Seperti halnya antibiotik -laktam lainnya, sefalosporin dapat digunakan
dalam melawan infeksi oleh bakteri dengan mengikat dan menjadi inhibitor enzim
pembentuk dinding peptidoglikan bakteri. Dibandingkan dengan penisilin yang
juga merupakan antibiotik -laktam, sefalosporin memiliki sifat resistan terhadap
enzim -laktamase yang dihasilkan oleh bakteri untuk memutus ikatan pada cincin
-laktam.
Sefalosporin digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi oleh
bakteri, seperti infeksi saluran pernapasan (pneumonia, bronkitis, tonsillitis),
infeksi kulit, dan infeksi saluran urin. Pemberian sefalosporin kadang-kadang
bersamaan dengan antibiotik lain. Sefalosporin juga umum digunakan dalam
pembedahan atau surgery, untuk mencegah infeksi selama pembedahan.
Berbagai jenis sefalosporin yang dihasilkan juga memberikan berbagai
fungsi berbeda dari masing-masing sefalosporin. Sefalosporin generasi pertama
seperti sefalotin dan sefalexin merupakan yang paling aktif dalam melawan
staphylococci dan nonenterococcal streptococci, dan merupakan antibiotik
alternatif dari penisilin untuk pasien dengan endocarditis, osteomyelitis, septic
arthritis, dan cellulitis. Dikatakan sebagai antibiotik alternatif karena adanya
pasien yang kemungkinan alergi terhadap penisilin ataupun karena adanya infeksi
campuran oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Meskipun obat-obat ini
sudah terbukti dapat mengatasi infeksi seperti bacteriemias, infeksi saluran
kencing, dan pneumonia, yang disebabkan bakteri gram negatif, penggunaan
sefalosporin ini sebagai agen tunggal tidak disarankan, karena aktivitas melawan
bakteri gram negatif masih lemah dan tidak dapat diprediksi.
Sefalosporin generasi pertama telah digunakan secara luas dalam
pencegahan cardiovascular, orthopedic, biliary, pelvis, dan intra-abdominal
surgery. Sefazolin, yang memiliki waktu paruh lebih lama dibanding sefalosporin
generais pertama lainnya, merupakan pilihan utama untuk pencegahan dakam
pembedahan. Sefuroxime efektif dalam melawan Haemophilus influenzae
penyebab penyakit sejenis pneumonia yang kebal terhadap ampisilin. Sefoxitin
digunakan untuk mengobati infeksi campuran aerobik-anaerobik termasuk infeksi

10

pelvis, intraabdominal, dan nosocomial aspiration pneumonia. Sefonicid, karena


waktu paruhnya yang panjang juga banyak digunakan dalam berbagai jenis infeksi
seperti saluran kencinga dan jaringan kulit.
Sementara itu, sefalosporin generasi ketiga dapat digunakan untuk
melawan bakteri gram positif. Biasanya pengobatan infeksi tidak menggunakan
sefalosporin generasi ketiga, melainkan obat lainnya. Pengecualian berlaku bagi
pengobatan meningitis. Sefotaxime, seftriaxone, dan seftazidime terbukti efektif
dalam mengobati meningitis, terutama bagi anak-anak di mana Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Neisseria meningitidis merupakan
penyebab utamanya. Seftriaxone sekarang merupakan agen pilihan untuk
mengobati berbagai infeksi yang disebabkan strain kebal penisilin.
F. Analisis sefalospforin
1) Metode iodatometri
Titrasi iodatometri (titrasi dengan larutan baku kalium iodat) dapat
digunakan untuk analisis sefalosporin (seftriaksom, sefuroksim, sefatoksim,
seftazidin dan sefaleksim) dalam sediaan farmasetik. Alikuot tiap sefalosporin ini
direaksikan dengan kalium iodat dalam medium agak asam setelah cincin betalaktam dihidrolisis selama 10 menit dengan NaOH suhu 800C. Stoikiometri
reaksiny adalah bahwa 2 mol kalium iodat bereaksi dengan 1 mol sefalosporin
(dalam kasus seftriaksom, sefuroksim, seftazidim, dan sefaleksim) dan 1 mol
kalium iodat setara dengan 1 mol sefotaksin (Halaleh dkk, 1998).
Prosedur analisis tablet sefalosporin secara iodatometri:
a) Ditimbang sejumlah serbuk tablet yang setara dengna 250 mg sefalosporin
secara seksama
b) Larutkan dallam sejumlah akuades sehingga obat terlarut, gojong larutan untuk
mempercepat pelarutan obat sefalosporin.
c) Campuran ditambahkan dengan 2 ml NaOH 0,1 M. Ca mpuran reaksi digojong
dan dibiarkan vereaksi pada suhu 800C pada penangas air yang dikontrol secara
termostatik selama 10-15 menit.
d) Setelah selesai campuran dibiarkan dingin pada suhu ruang

11

e) Selanjutnya, campuran ditambahkan dengan 0,3 ml HCl 1 M dan 5 ml, karbon


tetraklorida.
f) Campuran dititrasi dengan kalium iodat 0,1 M dengan penggolokan yang kuat
sampai lapisan karbon tetraklorida yang tidak berwarna menjadi merah tua.
g) Titik akhir titrasi ditentukan dari berubahnya warna lapisan karbon tetraklorida
pertam akali. Dalma hal ini, tidak perlu dilakukan titrasi blangko (Sudjadi dan
Rohma. 2013: 157).
2) Spektrofluorometri
Metode Spektrofluorometri telah digunakan untuk analisis sefuroksim
(Murillo dkk, 1994). Sefuroksim merupakan antibiotika sefalosporin semi sintetik.
Secara struktur kimia, perbedaan utama antara sefalosporin yang tersedia di
pasaran dengan sefuroksim adalah bahwa sefuroksim mengandung suatu gugus
metoksiimino pada posisi 7 pada cincin -laktam, dan juga mengandung karbamat
pada posisi 3 dalam cincin. Adanya gugus metoksiimino mampu memberikan
peningkatan stabilitas terhadap hidrolisis dengan beberapa enzim -laktamase,
dan adanya gugus karbamat akan memberikan stabilitas metabolit.
Prosedur umum: alikuot larutan sefuroksim diencerkan secara sesuai,
ditambahkan denan NaOH 1 M dan dipanaskan pada suhu 900C selama 1 jam
untuk menghasilkan produk berfluoresensi. Setelah selesai perlakuan dengan
panas, larutan segera didinginkan pada suhu kamar dengan menggunamkan
penangas es, dan pH larutan diatur 7 dengan penambahan HCl. Alikuot yang
dihasilkan selanjutnya dipindahkna ke labu takar 25 ml sedemikian rupa sehingga
larutan yang dihasilkan mengandung 0,05-1,70 g/mL sefalosporin terhidrolisis,
sebanyak 5,0 ml buffer pH 10,5 ditambahkan, dan larutan diencerkan sammpai
volume dengan air. Intensitas fluoresensi diukur pada lamda eks 380 dan lamdaem
436 nm terhadap sampel blangko yang diperlukan serupa. Konsentrasi sefuroksim
yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan kurva kalibrasi.
Sediaan injeksi. Kandungan dalam vital injeksi diletakkan dalam labu
takar 100 ml dan diencerkan sampai volume dengan air yang sebelumnya telah
disaring dengan milli-Q. Suatu alikuot larutan yang mengandung obat 5 mg
diencerkan dan dikenai perlakuan suhuh dalam lingkungna alkali sebagaimana

12

dijelaskan di atas. Perfsentase antibiotika dihitung dari kurva kalibrasi yang


diperoleh dengan menggunamkan standar sefuroksim,
Sediaan suspensi. Sejumlah serbuk yang sesuai yang digunakan untuk
menyiapkan suspensi yang setara dengan 0,025 mg sefuroksim (dinyatakan dalam
natrium sefuroksim) dikpindahkna ke dalam labu takar 250 ml. Sefuroksim asetil
larut dalam NaOH, dan karenanya dimungkinkan untuk melakukan poses
hidrolisis sebagaimana di atas untuk menghasilkan produk fluoresen yang sama
dari sefuroksim asetil. Setelah dilakukan pendinginan larutan yang telah
dihidrolisis, larutan disaring, dan dilanjutkan sebagaimana dalam prosedur umum.
(Sudjadi dan Rohma. 2013: 175-176).
3) Elektroforesis kapiler
Elektroforesis kapiler digunakan untuk analisis sefazolin, natrium
sefuroksim, natrium seftriaksom, dan seftazimid dalam suatu campuran (Pajchel
and Tyski. 2000). Pemisahan dilakukan dengan kapiler silika lebur dengan ukuran
60 cm 75 m i.d; yang diatur pada suhu 250C dengan voltase 18 kV. Injeksi
secara hidrodinamik digunakan untuk menginjeksikan sampel. Deteksi dilakukan
dilakukan dengan UV pada panjang gelombang 214 nm. Cairan elektroforesis
yang digunakan ada;ah buffer fosfat-borat yang disiapkan dengan melarutkan 3,12
g dinatrium hidrogen fosfat dan 7,63 g natrium tetraborat dalma 1 liter air dan pH
diatur 6,5. Tiap liter larutan elektrolit ini mengandung 10 g nabtrium dodesil
sulfat dan 17,4 asam pentansulfonat. Semua obat kelompok sefalosporin ini
dilarutkan dalam air, masing-masing dengan konsentrasi 0,1-0,5 mg/mL (Sudjadi
dan Rohma. 2013: 184).
Elektroforesis zona kapiler yang sederhana digunakan untuk analisi 8 obat
kelompok sefalosporin yakni cefadroxil (CFL), cefixime (CIX), cefuroxime
sodium (CFR), ceftriaxone sodium (CTR), ceftizoxime (CFT), cefaclor (CFC),
cefradine (CFD), dan cefotoxime (CTA). Kondisi yang berpengaruh pad
apemisahan adalah pH, konsentrasi buffer dan potensial yang digunakan.
Pemisahan dilakukan dengan kapiler silika lebur 9panjang total 57 cm, panjang
efektif 50 cm, 75 m i.d (diameter dalam ); 37 m (diameter luar). Suhu kapiler
dan sampel dijaga pada suhu 250C . sampel diinjeksikan dengan autosampler dan

13

digunakan metode hidrodinamik (4 detik pada 0,5 psi). Buffer running adalah
natrium tetraborat 50 mM (pH 9) dan potensial yang digunakna 30 kV. Deteksi
dilakukan dengan absorbansi UV pada panjang gelombang 214 nm (Solangi dkk,
2007).
Larutan induk sefalosporin CFC, CFD, CFR, CFT, dan CTA (1 mg/mL)
disiapkan secara terpisah denga mellarutkan masing-masing 0,1 g obat
sefalosporin dalam 100 ml air. Untuk CFL dan CIX digunakan metanol-HCl 0,1
m (1:4 v/v) sebagai ganti air. Campuran kedelapan sefalosporin disiapkan dengan
melarutkna 10 mg tiap obat dalam air-HCl 0,1 M-metanol (2:1:1 v/v/v) sampai
10,0 mL. Larutan yang mengandung CFD (3-1000 g mL-1), CTA and CFC (151000 g mL-1), CFT, CFR, and CFL (5-1000 g mL-1), CTR (10-1000 g mL-1),
and CIX (15-1000 g mL-1), diletakkan dalma vial (1,5 mL). Sebelumsampel
diinjeksikan, kapiler dicuci secara berurutan denga NaOH 0,1 M selama 2 menit
dan air selama 0,5 menit, dan selanjutnya disetimbangkan dengan buffer running
(cairan elektrolit) selama 2 menit.
Analisis sediaan farmasi: sejumlah serbuk tablet yang setara dengan 5-10
mg sefalosporin di timbang dan dilarutkan dalma metanol-HCl 0,1 M (1:4 v/v).
Tiap smapel digojong untuk melarutkan bahan padat, lalu volume diatur sampai
10 mL dan sampel disonikasi selama 10 menit. Larutkan akhir disaring melalui
kertas saring Whatman nomer 42, dan sejumlah volume diencerkan dengan air
deionisasi. Larutan jernih diananlisis sebagaimnana dijelaskan di atas dan
kuantifikasi diperoleh dengan menggunakan plot kalibrasi eksternal.
Metode

elektroforesis

zona

kapiler

telah

dikembangkang

untuk

determinasi dan pemisahan campuran obat, dalam sediaan farmasi. Dan dalam
seru darah (Solangi dkk. 2010). Larutan elektrolit yang digunakna adalah natrium
tetraborat 50 mM (pH 9,0). Kapiler silika lebur yang tidak dilapisi digunakna
untuk pemisahan dengan panjang gelombang 57 cm (panjang efektif 50 cm).
Semua analit terpisah secara sempurna dalam waktu 8 menit pada voltase 18 kV.
Deteksi dilakukan dengan UV pada panjang gelombang 214 nm.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi yang dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa Sefalosporin
termasuk antibiotik beta laktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak
mirip dengan penisilin. Sefalosporin diperoleh secara semisintetis dari
sefalosporin-C yang dihasilkan jamur Cephalosporium acremonium. Sifat-sifat
senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikat pada gugus inti.
Kebanyakan sefalosporin berupa padatan yang berwarna putih, coklat, atau
kuning muda, yang biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadang-kadang bisa
berbentuk kristal. Kebanyakan sefalosporin berupa padatan yang berwarna putih,
coklat, atau kuning muda, yang biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadangkadang bisa berbentuk kristal. Untukk analisinya dapat secara volumetri dengan
titrasi iodatometri, dan dengan instrumen yaitu spektrofluorometri dan
elektroforesis kapiler.

B. Saran
Sebaiknya mahasiswa/i lebih memahami lagi tentang cara analisis dari
senyawa sefalosporin, karena dengan analisis suatu senyawa obat, dapat diketahui
jumlah kadar dari suatu obat yang beredar di pasaran, apakah sesuai dengan
ketentuan.

15

DAFTAR PUSTAKA

Hoan, Tjay Tan. Obat-Obat Penting. Jakarta: Flex Media Komputindo. 2006.
Sudjadi dan Rohma. Kimia Analisis Obat. Yogyakarta: UGM. 2013
114438742-SEFALOSPORIN-libre (diakses pada tanggal 3 Juni 2014)

16

Anda mungkin juga menyukai