Anda di halaman 1dari 9

DEMENSIA VASKULAR

Demensia vaskular merupakan jenis demensia kedua terbanyak setelah penyakit


Alzheimer. Kondisi ini bukan merupakan satu penyakit, namun merupakan
kumpulan gejala yang berhubungan dengan mekanisme vaskular yang berbedabeda. Demensia vaskular dapat dicegah. Oleh karena itu, pengenalan dini dan
diagnosis akurat penyakit ini merupakan hal yang penting.
Pasien yang terserang stroke memiliki risiko yang lebih tinggi terkena demensia
vaskular. Penemuan terakhir menunjukkan bahwa lesi vaskular diperkirakan
memiliki peranan dalam demensia vaskular. Sejak 1899, demensia senil dan
arteriosklerosis dijelaskan sebagai sindrom yang berbeda. Pada tahun 1969,
Mayer-Gross dkk. menjelaskan sindrom tersebut dan melaporkan bahwa
hipertensi merupakan penyebab 50% dari pasien yang terkena penyakit
tersebut. Hachinski dkk., 1974, mengusulkan penggunaan istilah multi-infarct
dementia. Loeb, 1985, menggunakan istilah yang lebih luas yakni demensia
vaskular. Baru-baru ini, Bowler dan Hachinski mengenalkan istilah baru, yakni
gangguan kognitif vaskular (vascular cognitive impairment).

Definisi
Demensia adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual
yang menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian.Demensia
vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua
sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksia atau hipoksia otak
dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol

Epidemiologi
Demensia vaskular merupakan penyebab kedua terbanyak demensia di Amerika
Serikat dan Eropa, namun merupakan penyebab terbanyak di beberapa daerah
Asia. Prevalensi demensia vaskular sebesar 1,5% di negara barat, dan sekitar
2,2% di Jepang. Di Jepang, 50% dari demensia yang mengenai pasien berusia
lebih dari 65 tahun merupakan demensia vaskular. Sedangkan, di Eropa, kasus
demensia vaskular dan demensia campuran sebanyak 20%-40%. Angka
prevalensi demensia 9 kali lebih tinggi pada pasien dengan stroke dari pasien
kontrol. Satu tahun setelah stroke, 25% pasien mengalami onset baru demensia.
Empat tahun berikutnya setelah stroke, risiko relatif demensia menjadi sebesar
5,5%. Insiden demensia vaskular lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan dan meningkat sesuai peningkatan usia.

Pasien demensia dengan stroke, memiliki peningkatan mortalitas yang signifikan.


Angka harapan hidup 5 tahun pada pasien dengan demensia vaskular sebesar
39% , sedangkan pada pasien kontrol dengan umur yang sama sebesar 75%.
Demensia vaskular memiliki angkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan
penyakit Alzheimer. Hal ini disebabkan adanya penyakit aterosklerosis. Kematian
pasien demensia banyak disebabkan oleh kelainan sistem sirkulasi (seperti
penyakit jantung iskemik) kemudian diikuti oleh penyakit sistem pernapasan
(seperti pneumonia).

Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor risiko demensia vaskular, yakni hipertensi, merokok, hiperkolesterolemia,
diabetes mellitus, dan penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Penelitian
kohort yang besar pada tahun 2010, yang diikuti 21.123 perokok berat (lebih dari
2 bungkus sehari) dengan usia rata-rata 23 tahun, memberikan hasil bahwa
kelompok ini memiliki peningkatan risiko 100%, bahkan lebih besar, untuk
terkena demensia, penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, baik pada kedua
jenis kelamin, maupun seluruh etnis. Perkembangan dari stroke menjadi
demensia vaskular dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor penting
yang menyebabkan perkembangan demensia, yakni usia yang lebih tua, tingkat
pendidikan yang rendah, riwayat keluarga dengan demensia, lesi pada sisi kiri,
lesi yang luas, lesi iskemik yang luas pada substantia alba periventrikular, stroke
pada teritori arteri talamus, lobus temporal inferomedial, hipokampus, dan infark
watershed, termasuk frontal superior dan regio parietal.

Klasifikasi
Secara garis besar demensia vaskular terdiri dari tiga subtipe yaitu:
1. Demensia vaskular paska stroke yang mencakup demensia infark
strategis, demensia multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya
mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya
demensia.
2. Demensia subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit
Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi
namun memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam
kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD)
Sedangkan pembagian demensia vaskular secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Demensia vaskular pasca stroke
Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal
forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID) dan perdarahan intraserebral

2. Demensia vaskular subkortikal


Lesi iskemik substansia alba
Infark lakuner subkortikal
Infark non-lakuner subkortikal
3. Demensia vaskular tipe campuran penyakit Alzheimer dan
serebrovaskular.

Patofisiologi

Gambaran Klinis
Riwayat
Gangguan kognitif, akut dan subakut, setelah kejadian neurologis yang progresif
merupakan riwayat yang khas untuk demensia vaskular. Akan tetapi, riwayat
klasik biasanya terlihat pada demensia multi-infarct dan tidak terlihat pada
keadaan lakunar.

Penyakit Binswanger
Onset rata-rata penyakit ini antara dekade ke empat sampai ketujuh
kehidupan, dan 80% pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien biasanya
mengalami perubahan perilaku, kognitif, mood, dan motorik yang progresif
selama 5-10 tahun. Perubahan mood dan perilaku biasanya dideteksi
terlebih dahulu. Pada beberapa pasien, hal ini bisa merupakan gejala awal
dari penyakit. Pasien dapat terlihat apatis atau abulik. Pengurangan
kecerdasan juga dideteksi pada awal penyakit, dan pasien sering
digambarkan seperti disorientasi, memiliki gangguan memori, tidak
perhatian, dan tidak jelas. Pasien dengan demensia Binswanger biasanya
memiliki onset inkontinensia urin dan gangguan berjalan yang dini.

Arteriopati Serebral Autosomal Dominan dengan infark subkortikal dan


leukoensefalopati
Onset dari penyakit ini terjadi antara dekade ketiga dan keempat
kehidupan. Gambaran klinis mirip dengan penyakit Binswanger tetapi
tanpa riwayat hipertensi dan faktor risiko dari penyakit serebrovaskular.

Demensia Vaskular secara umum


Dokter dapat menggunakan tes Mini-Mental Status Exam (MMSE) dan
skrining penilaian depresi menggunakan kriteria DSM-IV-TR, Geriatric
Depression Scale (GDS), atau Cornell Scale untuk depresi pada demensia.
Risiko untuk bunuh diri dan melukai diri sendiri juga harus dinilai jika

dibutuhkan. Depresi berat merupakan kelainan mood yang paling sering


ditemukan pada demensia vaskular. Pasien demensia yang lebih tua
mungkin tidak mengalami penurunan mood dan dapat bersosialisasi
dengan baik namun aktivitas psikomotornya menurun. Pikiran bunuh diri,
keinginan pasif untuk mati, dan perasaan bahwa hidup tidak lagi berharga
sering ditemukan pada pasien dan harus diobservasi dengan ketat.
Percobaan bunuh diri ditemukan pada kurang dari 1% pasien dengan
demensia dan depresi merupakan alasan yang kuat untuk itu.
Pasien demensia dapat terkena psikosis, delusi, halusinasi, dan paranoia
pada titik tertentu penyakit dan terkadang agitasi bisa menjadi berbahaya
jika bermanifestasi kebiasaan yang abnormal dan dalam keadaan yang
jarang dapat menyebabkan pembunuhan.
Pasien dengan demensia vaskular biasanya terdapat perubahan mood dan
perilaku. Status mental pasien dapat didapatkan dari penilaian interview ,
termasuk keadaan pasien, afek (mood), pikiran (terutama adanya
halusinasi dan delusi), perilaku yang mungkin dapat merusak diri sendiri,
perilaku membunuh, orientasi, dan memori. Depresi berat lebih sering
pada pasien dengan demensia vaskular dibandingkan dengan penyakit
Alzheimer. Gejala psikotik, terutama delusi, terkadang ditemukan pada
pasien demensia vaskular. Emosi yang labil merupakan gejala yang
menonjol pada beberapa pasien. Pada pasien dengan keadaan lakunar dan
penyakit Binswanger, masalah mood dan perilaku ini lebih menonjol
dibandingkan defisit intelektual.
Pemeriksaan Fisik
Kuesioner skrining kognitif yang sering digunakan yakni Folstein Mini-Mental
State Examination. Defek sebagian ditemukan pada pasien dengan demensia
vaskular dan defisit ini ditemukan global pada demensia Alzheimer.
Beberapa kriteria diagnostik yang spesifik dapat digunakan untuk menegakkan
demensia vaskular, termasuk kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR), kriteria International
Classification of Diseases, Tenth Edition, kriteria National Institute of Neurological
Disorders and Stroke-Association International pour la Recherch at
L'Enseignement en Neurosciences (NINDS-AIREN), kriteria Alzheimer's Disease
Diagnostic and Treatment Center, dan skor the Hachinski ischemic.
Kriteria DSM-IV-TR memiliki sensitivitas yang baik namun spesifisitas yang
rendah. Kriteria NINDS-AIREN merupakan kriteria yang paling spesifik dari
kriteria yang tersedia dan digunakan secara umum dalam penelitian. Terdapat
tiga tingkatan, yakni definite, probable, dan possible.
Tanda-tanda lateralisasi seperti hemiparesis, bradikinesia, hiperrefleksia, refleks
plantar ekstensor, ataksia, palsi pseudobulbar, berjalan, dan kesulitan menelan
mungkin ditemukan. Tanda demensia vaskular, termasuk masalah

keseimbangan, gangguan berjalan, dan inkontinensia urin, dan lesi fokal hampir
tidak terlihat.
Pasien dengan demensia vaskular memiliki defisit neuropsikologi yang samarsamar. Pasien demensia vaskular memiliki ingatan bebas yang lebih baik dan
gangguan ingatan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien penyakit
Alzheimer. Apatis pada awal penyakit cenderung merupakan demensia vaskular
karena pada penyakit Alzheimer, hal ini baru timbul pada tahap akhir.
Pasien dengan demensia vaskular memiliki kefasihan verbal yang lebih buruk
dan perilaku berulang dibandingkan dengan pasien Alzheimer. Pasien ini juga
mungkin memiliki gejala disfungsi lain seperti perlambatan kognitif, kesulitan
mengganti tujuan, dan masalah dengan sesuatu yang abstrak. Beberapa pola
kognitif dapat membantu membedakan demensia vaskular secara klinis dari
penyakit Alzheimer. Pasien demensia vaskular memberikan gejala defisit yang
lebih luas pada fungsi eksekutif frontal dibandingkan pasien dengan penyakit
Alzheimer, dimana pasien dengan Alzheimer menunjukkan defisit memori jangka
panjang yang lebih besar dibandingkan demensia vaskular.
Penemuan neuropsikologikal beragam sesuai dengan letak dan keparahan dari
penyakit serebrovaskular. Pada pasien dengan satu infark atau infark multipel
yang besar, defisit berkolerasi dengan letak dan luas dari infark tersebut. Pada
pasien dengan lesi substansia alba yang luas dan dalam, gangguan mungkin
ditemukan pada tes kecepatan psikomotor, dekteritas, fungsi eksekutif, dan
aspek motorik dari berbicara (seperti disatria, berkurangnya output verbal).
Pasien dengan demensia vaskular subkortikal menunjukkan pengurangan
kemampuan untuk menentukan dan meraih tujuan dengan perlambatan mental
dan disfungsi eksekutif secara bertahap.
Gangguan perilaku merupakan hal yang umum pada demensia dan berhubungan
dengan outcome yang kurang baik, peningkatan disabilitas, stres bagi yang
merawat, dan rawat inap yang lebih dini. Pasien harus dinilai untuk gangguangangguan, seperti agitasi (pasien kurang istirahat, agitasi fisik atau verbal atau
agresi seksual, pasien sulit untuk ditangani), halusinasi (pasien melihat dan
mendengar sesuatu yang tidak ada), delusi/paranoia (pasien percaya akan kesan
yang salah, curiga anggota keluarga mencuri uang atau barang, atau curiga
tetangga berkomplot untuk melukai pasien), sundowning (perilaku abnormal,
yang biasanya muncul pada siang hari hingga sore hari sesuai ritme sirkardian.
Pasien dapat timbul mood swing, menjadi marah, disorientasi, atau wandering.

Diagnosis Banding
- Demensia akibat trauma kepala
- Demensia akibat penyakit HIV
- Depresi

- Demensia pada penyakit Huntington


- Demensia pada penyakit Parkinson

Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
demensia. Tes ini harus dilakukan secara rutin, termasuk hitung jumlah sel, laju
endap darah, kadar glukosa, tes fungsi ginjal dan hepar, tes serologis untuk
sifilis, kadar vitamin B-12 dan asam folat, dan tes fungsi tiroid.
Pada pasien tertentu, tes lain yang dapat dilakukan termasuk tes serologi HIV,
tes lupus antikoaglan, tes antifosfolipid antibodi, tes antinuklear antibodi, dan tes
antibodi antineutrophil sitoplasma.
Pemeriksaan penunjang lainnya, yakni CT scan otak dan MRI otak. Tidak adanya
lesi serebrovaskular pada CT scan atau MRI merupakan bukti tidak adanya
etiologi vaskular. CT scan atau MRI yang mendukung demensia vaskular, yakni
infark multipel bilateral yang berlokasi pada hemisfer dominan dan struktur
limbik, stroke lakunar multipel, atau lesi substansia alba periventrikular yang
meluas dan dalam. Pasien dengan gangguan kognitif ringan (MCI) vaskular, yang
berada pada fase prodormal dari demensia vaskular subkortikal, gambaran MRInya berbeda dari pasien dengan MCI amnesia yang merupakan fase prodormal
dari Alzheimer. MCI vaskular terlihat infark substansia alba lakunar yang lebih
luas dan leukoaraiosis dan atrofi hipokampus dan kortikal yang minimal, yang
sangat berlawanan dengan MCI amnesia.
Tatalaksana
A. Terapi farmakologik
Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia
dan merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya
hidup. Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi
kognisinya.
Terapi simptomatik
Pada vaskuler demensia terjadi penurunan neurotransmiter kolinergik sehingga
kolinesterase inhibitor dapat diberikan. Penelitian-penelitian terakhir
menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan
memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan
sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah,
diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler

B. Terapi non-farmakologis

Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih


ada. Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap
pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan
sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi,
reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling,
terapi musik, terapi wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas,
tarapi cahaya, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing
home, dan respite center.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler
dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering
muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan,
kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari).Sebelum memulai
terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk
mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi
kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama
setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik
dengan kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat
penyakitnya.
Manajemen Depresi
Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional
yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat
antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi
tidak memperbaiki gangguan kognisi.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2.Menghindari tugas yang kompleks.
3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4.Konseling dengan psikiater.
Manajemen terapi farmakologis :
1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of
action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi
depresi.
2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya,
efek samping obat dan interaksi obat .

3.

Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara


lain
- Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini
mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia larena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
- Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
- Golongan NASSA4. Golongan antidepresan atipikal
- Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler
dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.

Manajemen terapi non-farmakologi:


1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4.Hindari minuman berkafein unbtuk membantu mengurangi gejala cemas dan
gelisah.
Manajemen terapi farmakologis:
1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka
pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat
tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati
agitasi.
Gangguan tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh
sering juga terjaga pada malam hari. Beberapa petunjuk praktis yang berguna
untuk pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3.Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari

Komplikasi

Gangguan perilaku, termasuk wandering, delusi, halusinasi, dan


prasangka yang buruk
Depresi
Abnormalitas berjalan dan jatuh
Pneumonia aspirasi
Ulkus dekubitus
Sindom delayed posthypoxic leukoencephalopathy (DPHL)

Prognosis

Berdasarkan beberapa penelitian, demensia vaskular menurunkan angka


harapan hidup hingga 50% pada laki-laki, pasien dengan tingkat pendidikan
yang rendah, dan pasien yang tes neuropsikologinya menunjukkan hasil yang
buruk. Penyebab kematian biasanya disebabkan komplikasi demensia, penyakit
kardiovaskular, dan faktor lain, termasuk keganasan.

Anda mungkin juga menyukai