Kepemimpinan
Kepemimpinan
satu sebabnya ialah independen, tetapi lebih mengharapkan pemimpin yang kuat dan baik
untuk mengatasi problem Negara mereka (Glad & Shiraev, 1999).
Perhatian
khusus
psikologi
lintas
kultural
diberikan
kepada
kepemimpinan
Amerika Serikat dari Nazi Jerman ( Lewin et al., 1939). Gaya ketiga disebut Laissez-faire.
Pemimpin tidak berusaha menguasai kelompok. Orang ini memberi saran dan instruksi umum
kepada para anggota. Anggota kelompok sering diharapkan bertindak sendiri, memilih metode
sendiri, dan strategi aksi sendiri.
Mana dari ketiga gaya itu yang paling efektif? Pada awalnya, Lewin dan rekan-rekannya
percaya bahwa gaya demokratis adalah yang terbaik dan paling efektif. Bahkan Label
demokratis dipilih karena alas an ideologis dalam rangka menekankan keunggulan demokratis.
Akan tetapi, meskipun ada beberapa keuggulan, gaya ini tak bias ditempatkan sebagai gaya ideal.
Misalnya, dalam situasi darurat, gaya otoriter mungkin lebih efektifketimbang gaya lainnya.
Lebih jauh, dalam masyarakat paternalistis pasca-otoriter, anggota kelompok mungkin tidak
menerima gaya demokratis. Mengapa? Sebab didalam situasi yang sulit, orang butuh panduan
dalam mengambil keputusan, karena mereka tidak punya cukup pengalaman untuk membuat
keputusan penting dalam hidup mereka. Kultur totalitarian dalam proses transisi adalah cocok
untuk situasi dengan problem yang sulit. Karena otoritas dalam rezim semacam itu membuat
banyak pilihan hidup untuk anggotanya dan menggunakan ancaman untuk mencegah aksi
independen, ketergantungan psikologiskemungkinan menjadi karakteristik dari kelompok
tersebut. Ketergantungan dikuatkan dan orang membutuhkan pemimpin yang kuat yang
menyediakan kebutuhan orang (Koenigsberg, 1992; Marlin, 1990).
Selama bertahun-tahun para psikolog social telah membuat setidaknya dua tipe
penjelasan untuk penyebab perilaku kepemimpinan. Pendapat pertama dinamakan pendekatan
sifat. Menurut pendapat ini, untuk menjadi pemimpin seseorang harus memiliki seperangkat
presdiposisi atau sifat. Sifat ini universal dan khas pada diri pemimpin disetiap kultur. Dengan
kata lain, orang bias mengatakan bahwa Sadam Hussein, Nelson Mandela, Presiden AS, Perdana
Menteri Turki, semuanya memiliki ciri kepribadian yang sedikit banyak serupa dengan
kepemimpinan. Diantara sifat yang sering disebut adalah kemampuan untuk mencapai tujuan
kelompok, memiliki keterampilan intelektual, motivasi kuat, dan kemampuan menghadapi
tekanan.
Akan tetapi, tidak semua orang yang memiliki ciri-ciri seperti itu berpeluangmenjadi
pemimpin. Menurut pendapat lain, kepemimpinan lebih bersifat situasional. Pemimpin muncul
ketika situasi membutuhkan kehadirannya. Menurut pendapat ini, dictator mungkin muncul
hanya dalam krisis nasional. Misalnya, ini terjadi di Kuba pada akhir 1950-an ketika Fidel Castro
naik ke tampuk kekuasaan. Jika kelompok tidak butuh pemimpin, seorang pemimpin tidak akan
pernah muncul. Secara sederhana, pemimpin besar muncul hanya ketika masyarakat
mengalami kesulitan serius. Jika semuanya baik-baik saja di dalam masyarakat, maka pemimpin
besar tidak akan muncul.mengapa? Sebab mereka tidak dibutuhkan. Tentu saja, dalam
kenyataanya, kepemimpinan mungkin merupakan fungsi dari sifat dan factor situasional.